4. HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
3. BAHAN DAN METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN EROSI DAN ALIRAN PERMUKAAN PADA BERBAGAI SISTEM TANAM DI TANAH TERDEGRADASI SKRIPSI. Vivin Alviyanti NIM

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun ,

Gambar 2 Peta sebaran lokasi pengambilan sampel tanah di Kecamatan Nanggung.

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakteristik Wilayah Desa Gunungsari. Desa Gunungsari Kecamatan Bansari terletak di lereng gunung Sindoro pada

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

mampu menurunkan kemampuan fungsi lingkungan, baik sebagai media pula terhadap makhluk hidup yang memanfaatkannya. Namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan dalam 5 kali periode hujan pada lahan pertanian jagung dengan

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

Model Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya Spesifik Lokasi di Daerah Hulu Sungai (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS

EROSI DAN INFILTRASI PADA LAHAN HORTIKULTURA BERLERENG DI KELURAHAN RURUKAN. Dosen Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sam Ratulangi

I. PENDAHULUAN. Kopi merupakan bagian komoditi ekspor yang strategis dan sangat

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS LAJU EROSI DAN SEDIMENTASI DENGAN PROGRAM AGNPS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan akan lahan untuk berbagai kepentingan manusia semakin lama

EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI OLEH: MUH. ANSAR SARTIKA LABAN

Teknik Konservasi Waduk

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

BAB III LANDASAN TEORI. Jika dirumuskan dalam suatu persamaan adalah sebagai berikut : R=.(3.1) : curah hujan rata-rata (mm)

BAB I PENDAHULUAN. Hujan memiliki peranan penting terhadap keaadaan tanah di berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

Manfaat Penelitian. Ruang Lingkup Penelitian

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAB II FAKTOR PENENTU KEPEKAAN TANAH TERHADAP LONGSOR DAN EROSI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Erosi Kualitatif Pada Perkebunan Karet Umur 25 Tahun di Desa Lau Damak Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

ANALISIS HUBUNGAN TUTUPAN TAJUK, CURAH HUJAN, DAN SIFAT TANAH DENGAN ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI NURUL HANIFAH

BKM IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Parameter dan Kurva Infiltrasi

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Ultisol. Ultisol di Indonesia merupakan bagian terluas dari lahan kering yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kondisi Existing Usahatani di DAS Siulak Biofisik lahan

HASIL DAN PEMBAHASAN

METODOLOGI PENELITIAN

PRAKTIKUM RSDAL VI PREDIKSI EROSI DENGAN METODE USLE DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PENGARUH OLAH TANAH DAN MULSA JERAMI PADI TERHADAP AGREGAT TANAH DAN PERTUMBUHAN SERTA HASIL JAGUNG

hasil tanaman seperti yang diharapkan. Syarat tumbuh tanaman dari faktor teknologi budidaya tanaman (T) meliputi: (a) jenis dan varietas tanaman; (b)

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off).

I. PENDAHULUAN. Pengolahan tanah biasanya diperlukan didalam budidaya tanaman dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Data rata-rata volume aliran permukaan pada berbagai perlakuan mulsa vertikal

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. 1 Kementerian Pertanian Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

EROSI DAN SEDIMENTASI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di DAS Hulu Mikro Sumber Brantas, terletak di Desa

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

I. PENDAHULUAN. Degradasi lahan atau kerusakan lahan merupakan faktor utama penyebab

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak digunakan,

MENENTUKAN LAJU EROSI

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

II. TINJAUAN PUSTAKA. tingkat produktivitas yang rendah atau tidak produktif sama sekali bagi kegiatan

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Sistem Usahatani Konservasi Tanah pada Pertanaman Kubis Dataran Tinggi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis dan perhitungan laju infiltrasi pada berbagai

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

I. PENDAHULUAN. ini. Beras mampu mencukupi 63% total kecukupan energi dan 37% protein.

III. BAHAN DAN METODE

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lingkungan hidup menyediakan sumberdaya alam bagi kelangsungan

I. PENDAHULUAN. Nanas merupakan salah satu tanaman hortikultura, yang sangat cocok

PENDAHULUAN. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Infiltrasi

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

I. PENDAHULUAN. dikenal oleh masyarakat Indonesia. Komoditi kentang yang diusahakan

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Lahan

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

DINAMIKA ALIRAN PERMUKAAN DAN EROSI AKIBAT TINDAKAN KONSERVASI TANAH DI PANGALENGAN JAWA BARAT

TINJAUAN PUSTAKA. Erodibilitas. jumlah tanah yang hilang setiap tahunnya per satuan indeks daya erosi curah

Key words :konserfasi, vulkan, kentang

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain tomat, cabe, wortel, jagung, caisin, kentang, sawi, daun bawang, kubis, dan kacang-kacangan. Penanaman dilakukan secara monokultur dan tumpang sari. Tumpang sari biasanya diterapkan pada tanaman cabe dan sawi putih, wortel dan sawi dan lain-lain. Pengolahan tanah dilakukan 1 kali di awal musim tanam dan penyiangan gulma 2 kali selama tanam. Pemupukan diberikan di awal tanam dan pertengahan musim tanam. Tingkat produksi para petani bervariasi, tergantung jenis sayuran. Berdasarkan wawancara dengan petani setempat produksi cabe menghasilkan panen sebesar 14 ton/ha, tongkol jagung sebesar 30 40 ton/ha. Sayuran tomat, daun bawang, sawi, dan caisin menghasilkan panen masingmasing berkisar 20 ton/ha. Petani kebanyakan melakukan usaha budidaya sayuran dengan sistem tumpang sari seperti sayuran daun bawang dan kol. Penanaman dilakukan searah lereng pada lahan berteras (Gambar 2). Lahan yang digunakan untuk usaha tanaman sayuran terletak pada topografi dengan lereng 30 100%, daerahnya bergelombang, berbukit sampai bergunung dengan jenis tanah Andisol yang umumnya rentan terhadap erosi. Gambar 2 Budidaya tanaman sayuran di Desa Sukaresmi Curah Hujan di Lokasi Penelitian Berdasarkan data curah hujan harian stasiun Klimatologi Citeko total curah hujan yang terjadi selama bulan November 2012 sebesar 207.23 mm, bulan Desember 2012 sebesar 262.51 mm dan bulan Januari 2013 sebesar 396.35 mm. Data curah hujan harian disajikan pada Gambar 3. Menurut klasifikasi Oldeman (sistem klasifikasi untuk tanaman pangan), curah hujan bulan November 2012 hingga Januari 2013 termasuk dalam Bulan Basah yaitu apabila CH 200 mm/bulan. Oktaviani (2012) dalam penelitiannya mengatakan bahwa iklim di DAS Ciliwung Hulu termasuk tipe iklim B1 yaitu bulan basah terjadi berturut-

turut 7 9 bulan dan Desa Sukaresmi kecamatan Megamendung termasuk dalam sub-das Ciliwung Hulu. 17 Gambar 3 Curah hujan harian di lokasi penelitian (Stasiun Klimatologi Citeko) Pengaruh Tanaman Sayuran terhadap Aliran Permukaan Pengukuran aliran permukaan dilakukan selama tiga bulan (November 2012 Januari 2013). Data pengukuran aliran permukaan pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 3. Aliran permukaan bulan November merupakan aliran permukaan paling rendah selama penelitian sebesar 132.96 mm, dan yang paling besar terjadi pada bulan Januari sebesar 288.86 mm. Nilai aliran permukaan harian selama penelitian disajikan pada Lampiran 2, 3 dan 4. Hasil pengukuran pada petak percobaan menunjukkan bahwa petak T0 menghasilkan aliran permukaan paling tinggi yaitu sebesar 68.26 mm. Aliran permukaan pada petak T5 yang ditanami daun bawang sebesar 56.93 mm paling tinggi dibandingkan dengan petak tanaman sayuran lainnya. Hal ini disebabkan tutupan tajuk tanaman daun bawang yang jarang sehingga kapasitas intersepsi sangat rendah dan air hujan yang jatuh lebih banyak mengalir sebagai aliran permukaan (Lampiran 5 Gambar c). Sedangkan, aliran permukaan paling rendah terjadi pada petak T11 yang ditanami wortel sebesar 37.21 mm. Hal ini dikarenakan penutupan tajuk tanaman wortel yang sangat rapat menjadikan kapasitas intersepsi besar sehingga mampu menahan dan mengurangi jumlah aliran permukaan (Lampiran 5 Gambar a). Aliran permukaan T1, T2, T3, T4, T6, T7, T8, T9 dan T10 berada diantara T5 dan T11.

18 Tabel 3 Aliran permukaan dari setiap petak di lokasi penelitian (November 2012 Januari 2013) Petak Aliran Permukaan (mm) Total Efektivitas (%) % AP terhadap CH November Desember Januari T0 16.78 18.54 32.94 68.26-8 T1 10.45 14.00 21.17 45.62 33.17 5 T2 9.70 12.87 23.10 45.67 33.09 5 T3 10.78 `12.46 22.27 45.51 33.33 5 T4 11.63 15.67 24.78 52.08 23.70 6 T5 12.84 15.52 28.57 56.93 16.59 7 T6 10.67 14.81 24.95 50.43 26.12 6 T7 9.93 12.83 24.31 47.07 31.04 5 T8 9.94 14.19 23.99 48.12 29.50 5 T9 10.78 15.40 23.09 49.27 27.82 6 T10 10.59 14.15 22.54 47.28 30.74 5 T11 8.87 11.19 17.15 37.21 45.50 4 Curah Hujan 207.23 262.51 396.35 866.09 (mm) Aliran permukaan yang terjadi pada seluruh petak dari bulan November 2012 hingga bulan Januari 2013 mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan jumlah curah hujan setiap bulannya. Artinya semakin tinggi curah hujan maka semakin besar pula aliran permukaan yang ditimbulkan. Sebagai contoh koefisien aliran permukaan untuk petak T1 pada bulan November, Desember dan Januari masing-masing sebesar 5.0%, 5.3% dan 5.4%. Koefisien aliran permukaan pada petak T0 hingga petak T11 tergolong rendah yaitu berkisar antara 4 8% terhadap curah hujan. Kondisi demikian dikarenakan permeabilitas tanah dan laju infiltrasi tanah. Rata-rata permeabilitas tanah di lokasi penelitian menurut Uhland dan O Neal (1951) dalam Hardjowigeno (2003) termasuk dalam kelas sangat cepat yaitu berkisar antara 21.8 72.1 cm/jam (Lampiran 6), sehingga sebagian besar air hujan yang jatuh di permukaan tanah diresapkan ke dalam tanah dan pada akhirnya dapat mengurangi jumlah aliran permukaan. Rendahnya koefisien aliran permukaan juga disebabkan oleh tingginya laju infiltrasi. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Mawar (2011) bahwa rataan laju infiltrasi konstan di kebun sayuran Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung termasuk cepat (Klasifikasi Laju Infiltrasi Kohnke 1968) sebesar 140 mm/jam, sehingga akan meningkatkan kemampuan tanah untuk meresapkan air dan pada akhirnya mengurangi aliran permukaan. Pengaruh perlakuan tanaman pada bedengan memotong lereng dapat ditunjukkan melalui nilai efektivitasnya. Semakin rapat dan tertutup tajuk tanaman sayuran maka kapasitas intersepsinya tinggi. Sedangkan, pada tutupan tajuk tanaman yang jarang maka kapasitas intersepsinya menjadi sangat rendah,

sehingga hampir seluruh air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian terinfiltrasi dan sebagian lagi menjadi aliran permukaan. Petak T4, T5, T6 dan T9 menghasilkan efektivitas paling rendah yaitu berkisar 16.59 27.82%. Petak T1, T2, T3, T7, dan T10 menghasilkan efektivitas yang lebih baik yaitu berkisar 29.50 33.33%. Berdasarkan efektivitas tanaman terhadap aliran permukaan, tanaman wortel merupakan tanaman yang paling efektif menekan aliran permukaan sebesar 45.50% dibandingkan tanaman sayuran lainnya. Analisis t-hitung yang disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan tanaman sayuran dengan bedengan memotong lereng kecuali petak T5 berpengaruh nyata dalam mengurangi aliran permukaan dibandingkan petak T0. Petak T11 menghasilkan aliran permukaan yang berbeda nyata lebih rendah sebesar 37.21 mm dibandingkan dengan perlakuan petak T4, T5 dan T6 berkisar 52.08-56.93 mm, sehingga tanaman wortel berdasarkan pengaruhnya terhadap aliran permukaan merupakan tanaman yang direkomendasikan untuk ditanam dibandingkan tanaman tomat, daun bawang dan cabe. Aliran permukan pada petak T1, T2 dan T3 tidak berbeda nyata dengan petak T4, T5, T6, T7, T8, T9, T10 dan T11 yaitu berkisar 33.17 45.50 mm artinya perlakuan tanaman kacang tanah, jagung dan terong dibandingkan dengan tanaman tomat, cabe, daun bawang, kacang damami, caisin, sawi dan wortel menghasilkan aliran permukaan yang tidak jauh berbeda. Selain itu, dengan perbedaan waktu tanam maka fase pertumbuhan tanaman juga berbeda-beda sehingga keragaman data dari koefisien variasi yang dihasilkan tidak terlalu jauh. Koefisien variasi aliran permukaan yang dihasilkan dari petak percobaan T0 T11 tergolong tinggi yaitu berkisar antara 54.3 68.0% (Lampiran 7). Tabel 4 Nilai t-hitung aliran permukaan antar perlakuan di lokasi penelitian T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T0 2.71* 2.77* 3.00* 2.24* 1.37 2.15* 2.73* 2.74* 2.36* 2.65* 4.22* T1 0.11 0.27 0.52 1.36 0.56 0.02 0.01 0.35 0.12 1.48 T2 0.15 0.61 1.44 0.66 0.09 0.1 0.45 0.23 1.32 T3 0.79 1.65 0.84 0.25 0.26 0.62 0.4 1.22 T4 0.87 0.06 0.53 0.53 0.16 0.4 2.03* T5 0.8 1.38 1.38 1.01 1.28 2.87* T6 0.58 0.58 0.21 0.46 2.05* T7 0.01 0.37 0.14 1.46 T8 0.36 0.13 1.48 T9 0.24 1.83 T10 1.65 t tabel untuk α 0.05 = 2.035 19 Pengaruh Tanaman Sayuran terhadap Erosi Tanah Pengukuran erosi yang terjadi selama penelitian (November 2012 Januari 2013) disajikan pada Tabel 5. Nilai erosi harian selama penelitian disajikan pada Lampiran 8, 9 dan 10. Total erosi meningkat dari bulan November 2012 (122.31 ton/ha) hingga bulan januari 2013 (206.44 ton/ha). Total erosi yang terjadi selama penelitian pada petak percobaan tergolong tinggi, berkisar 25.5 ton/ha 58.0 ton/ha pada kemiringan lereng yang seragam yaitu 11%.

20 Erosi paling besar terjadi pada petak T0 sebesar 58 ton/ha, sedangkan pada petak dengan tanaman erosi paling besar terjadi pada petak T5 yang ditanami daun bawang sebesar 44.9 ton/ha. Tingginya erosi yang terjadi selama penelitian disebabkan erodibilitas tanah Andisol yang tinggi dan intensitas hujan pada beberapa kejadian hujan di lokasi penelitian yang tinggi. Curah hujan yang tinggi pada beberapa kejadian hujan terjadi dalam waktu yang singkat sehingga lebih berpotensi menyebabkan erosi yang lebih besar dibandingkan dengan curah hujan yang sama namun dalam waktu yang lebih lama. Curah hujan yang tinggi akan mengakibatkan kapasitas infiltrasi tanah terpenuhi dan erosi yang terjadi menjadi besar. Hal ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Dariah et al. (2004) di Dusun Tepus dan Laksana, Kecamatan Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat, dengan jenis tanah Andisol yang memiliki kepekaan erosi tinggi karena mempunyai kandungan debu tinggi dan berada pada daerah berlereng dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Pada tanah Andisol, ketika terjadi intensitas hujan rendah maka air akan diresapkan ke dalam tanah, tetapi apabila intensitas hujan tinggi maka daya angkut aliran permukaan menjadi sangat besar sehingga erosi yang terjadi besar. Total erosi terbesar terjadi pada bulan Januari bersamaan dengan tingginya total curah hujan pada bulan tersebut. Curah hujan adalah salah satu unsur iklim yang besar perannya terhadap erosi (Sutedjo dan Kartasapoetra 2002). Hujan dengan intensitas yang tinggi, misalnya 50 mm dalam waktu singkat (<1 jam), lebih berpotensi menyebabkan erosi dibanding hujan dengan jumlah yang sama namun dalam waktu yang lebih lama (>1 jam). Tabel 5 Erosi tanah dari setiap petak di lokasi penelitian (November 2012 Januari 2013) Erosi Tanah (ton/ha) Petak Total Efektitas (%) November Desember Januari T0 14.9 15.5 27.6 58.0 - T1 9.57 11.9 17.2 38.7 33.3 T2 9.28 11.6 19.1 39.9 31.2 T3 9.13 10.9 14.5 34.5 40.5 T4 9.91 11.1 19.8 40.9 29.5 T5 12.5 14.1 18.3 44.9 22.6 T6 10.9 12.2 15.4 38.6 33.4 T7 9.68 11.7 17.6 39.0 32.8 T8 9.83 12.9 14.1 36.9 36.4 T9 9.71 11.2 15.9 36.9 36.4 T10 9.74 12.1 17.3 39.1 32.6 T11 7.16 8.70 9.64 25.5 56.0 Erosi paling rendah terjadi pada petak T11 yang ditanami wortel sebesar 25.5 ton/ha. Rendahnya erosi ini juga sejalan dengan rendahnya total aliran permukaan pada tanaman wortel. Jarak tanaman wortel yang rapat dan tersebar merata menutupi permukaan tanah efektif mengurangi daya perusak hujan sehingga mengurangi butiran tanah yang terbawa aliran permukaan (Lampiran 5

Gambar a). Banuwa (1994) menyatakan bahwa rendahnya erosi pada lahan tanaman kubis dan kentang di Desa Sukamanah Kabupaten Bandung karena tanaman dengan tajuk yang rapat mampu meredam energi kinetik butir hujan dan mengurangi kecepatan aliran permukaan. Tingginya nilai erosi di daerah penelitian juga telah diteliti oleh Hidayat et al. (2010) yang menemukan bahwa erosi pada lahan terbuka di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung tergolong tinggi pada aliran permukaan yang rendah, hal ini dikarenakan tanah yang relatif peka terhadap daya percik air hujan dan daya gerus aliran permukaan. Suganda et al. (1997) juga menerangkan hal yang sama bahwa erosi yang dihasilkan pada pertanaman buncis dan kubis di tanah Andisol, Batulawang, Cianjur menghasilkan erosi yang besar yaitu 40.5 ton/ha, salah satunya disebabkan oleh tanah Andisol didominasi oleh tekstur debu sebesar 48%. Pengaruh perlakuan tanaman sayuran pada bedengan memotong lereng dapat dilihat dari nilai efektivitasnya. Petak T5 dan T4 menghasilkan efektivitas paling rendah sebesar 22.6% dan 29.5%. Petak T11 menghasilkan efektivitas paling besar yaitu 56%, sedangkan petak T1, T2, T3, T6, T7, T8, T9 dan T10 berkisar antara 31.2 40.5%. Artinya tanaman kacang tanah, jagung, terong, cabe, kacang damami, caisin dan sawi memiliki kemampuan yang tidak jauh berbeda dalam mengurangi erosi. Efektivitas tanaman sayuran dalam mengurangi erosi lebih besar daripada aliran permukaan, dikarenakan erosi merupakan fungsi dari aliran permukaan. Kemampuan aliran permukaan dalam mentransportasikan tanah sangat tergantung dari laju dan kecepatan aliran permukaan. Ketika kecepatan aliran permukaan turun secara aritmatik, maka kapasitas transportasi aliran permukaan menurun secara geometrik sehingga keefektifan kecepatan aliran permukaan akan turun. Sebagai akibatnya, penurunan jumlah aliran permukaan secara siginifikan akan menurunkan erosi yang sangat nyata. Tanaman wortel menurunkan jumlah aliran permukaan sekitar 45.5% sedangkan erosi menurun sebesar 56%, ada perbedaan 10%. Tanaman wortel merupakan tanaman yang paling efektif dalam menurunkan erosi. Tabel 6 Nilai t-hitung erosi tanah antar perlakuan di lokasi penelitian T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T0 2.57* 2.37* 3.23* 2.24* 1.68 2.63* 2.58* 2.82* 2.97* 2.53* 4.78* T1 0.18 0.64 0.30 0.87 0.03 0.04 0.27 0.29 0.06 2.20* T2 0.82 0.12 0.68 0.21 0.14 0.45 0.48 0.12 2.36* T3 0.94 1.51 0.63 0.70 0.36 0.38 0.71 1.57 T4 0.56 0.33 0.27 0.57 0.61 0.24 2.47* T5 0.91 0.85 1.13 1.20 0.81 3.05* T6 0.07 0.25 0.27 0.09 2.22* T7 0.32 0.35 0.02 2.32* T8 0 0 2.90* T9 0.36 2.05* T10 2.30* t-tabel untuk α 0.05 = 2.035 21

22 Nilai t-hitung erosi tanah disajikan pada Tabel 6. Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa erosi pada petak T0 berbeda nyata dibandingkan dengan petak lainnya. Namun petak T0 dan T5 tidak berbeda nyata yaitu erosi yang terjadi sebesar 58 ton/ha dan 44.9 ton/ha. Erosi pada petak T1 dan T2 tidak berbeda nyata dengan petak T3, T4, T5, T6, T7, T8, T9, dan T10 artinya perlakuan tanaman kacang tanah, jagung, terong, tomat, cabe, daun bawang, caisin, kacang damami dan sawi menghasilkan erosi yang tidak jauh berbeda berkisar 36.9 44.9 ton/ha. Erosi pada petak T3 dan T11 berbeda nyata dengan petak T0, T1, T2, T4, T5, T6, T7, T8, T9 dan T10, artinya tanaman terong dan wortel merupakan tanaman menghasilkan erosi yang paling rendah dibanding tanaman lainnya. Banyaknya perlakuan tanaman sayuran terhadap erosi yang tidak berbeda nyata, disebabkan dari keragaman data dari koefisien variasi erosi antar perlakuan tanaman tidak terlalu jauh yaitu berkisar antara 57.9 75.9% (Lampiran 11). Berdasarkan pedoman penetapan nilai TSL oleh Hammer, TSL dihitung pada tanah dengan kedalaman efektif ± 150 cm dan faktor kedalaman tanah sebesar 1 (Lampiran 12). Kedalaman ekivalen didapatkan dari perkalian antara nilai kedalaman efektif dan faktor kedalaman. Pada penelitian ini didapatkan hasil kedalaman ekivalen yaitu sebesar 1500 mm. Rata-rata bobot isi tanah pada lokasi penelitian sebesar 0.8 g /cm 3 dan umur guna lahan penelitian yakni 400 tahun. Erosi yang dapat ditoleransikan di lokasi penelitian sebesar 27 ton/ha/tahun. Nilai erosi masing-masing petak percobaan dengan tanaman selama 3 bulan penelitian berkisar antara 25.5-45 ton/ha dan untuk nilai erosi pada petak tanpa tanaman adalah 58 ton/ha. Data erosi yang terjadi selama 3 bulan penelitian tersebut lebih tinggi dibandingkan nilai TSL. Oleh karena itu praktek pertanaman sayuran di Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor akan mengancam kelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan sehingga perlu penerapan teknik konservasi tanah dan air yang memadai seperti bedengan memotong lereng, teras bangku, penanaman tumpangsari, dan penggunaan mulsa organik. Kehilangan Hara Nitrat, Fosfor dan Kalium Total kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dari aliran permukaan dan tanah tererosi berturut-turut disajikan pada Tabel 7 dan Tabel 8. Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa kehilangan Nitrat berkisar antara 2 336 17 086 mg/petak, fosfor berkisar antara 17.1 58.1 mg/petak dan kalium antara 48.3 114 mg/petak. Hasil pengukuran dari seluruh petak percobaan menunjukkan bahwa tanaman wortel pada petak T11 merupakan tanaman yang paling rendah kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium. Hal ini dikarenakan aliran permukaan yang terjadi pada petak T11 yang ditanami wortel paling rendah dibandingkan tanaman lainnya. Kehilangan nitrat paling besar terjadi pada petak T2 yang ditanami jagung yaitu sebesar 17 086 mg/petak. Kehilangan fosfor dan kalium paling besar terjadi pada petak T4 yang ditanami tomat, yakni berturut-turut sebesar 58.1 mg/petak dan 114 mg/petak. Kehilangan nitrat, fosfor dan kalium dalam total tanah tererosi per petak disajikan pada Tabel 8. Kehilangan nitrat berkisar antara 721 7 557 mg/petak,

fosfor berkisar antara 56.9 279 mg/petak, dan kalium berkisar antara 825 3 886 mg/petak. Kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium per petak paling rendah terdapat pada petak T11 yang ditanami wortel dikarenakan rendahnya erosi pada petak tanaman wortel. Kehilangan hara nitrat paling besar pada petak T1 yang ditanami kacang tanah sebesar 7 557 mg/petak. Hara fosfor dan kalium pada T5 yang ditanami daun bawang berturut-turut sebesar 279 mg/petak dan 3 886 mg/petak. Tabel 7 Total unsur hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam aliran permukaan selama 3 kali kejadian hujan (14, 19 dan 21 Januari 2013) Nitrat (NO3 - ) Fosfor ( P) Kalium (K + ) Total Aliran Petak Permukaan...(mg/petak).. (L/petak) T0 5 550 43.0 76.7 99.6 T1 5 969 26.4 106 72.3 T2 17 086 49.1 83.2 79.7 T3 7 715 38.1 73.3 64.2 T4 5 719 58.1 114 83.6 T5 7 395 49.5 96.8 85.4 T6 4 584 33.6 106 71.1 T7 8 066 47.7 73.8 68.8 T8 7 821 39.9 88.5 63.1 T9 6 813 31.5 88.5 63.4 T10 6 394 28.8 92.9 66.8 T11 2 362 17.1 48.3 55.4 Tabel 8 Total unsur hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam tanah tererosi selama 3 kali kejadian hujan (14, 19 dan 21 Januari 2013) Petak Nitrat (NO3 - ) Fosfor (P) Kalium (K + ) Total Tanah Tererosi..(mg/petak).. (Kg/petak) T0 7 101 204 2 393 8.9 T1 7 557 168 2 050 7.2 T2 1 287 139 1 378 4.1 T3 1 479 127 2 214 4.1 T4 3 850 268 3 153 6.2 T5 4 895 279 3 886 8.4 T6 2 085 138 1 589 3.4 T7 4 430 224 2 802 5.4 T8 3 192 162 2 010 4.0 T9 2 158 146 1 607 3.4 T10 2 177 122 1 713 3.3 T11 721 56.9 825 3.0 23

24 Kehilangan hara nitrat relatif lebih besar dalam aliran permukaan karena nitrat bersifat mobile sehingga tidak dijerap tanah. Kehilangan hara fosfor dan kalium lebih besar dalam tanah tererosi karena fosfor dan kalium bersifat immobile sehingga lebih banyak terikat dalam komplek jerapan tanah. Penerapan bedengan memotong lereng dan tutupan tajuk dari tanaman sayuran menyebabkan aliran permukaan menjadi lambat, sehingga partikel-partikel kasar lebih banyak mengendap, sedangkan partikel-partikel yang lebih halus seperti liat masih dapat ditransportasikan. Sementara itu, partikel liat paling berperan dalam menjerap unsur hara, akibatnya hara yang terkandung dalam tanah tererosi menjadi lebih besar dibandingkan pada aliran permukaan. Jumlah unsur hara fosfor dan kalium yang hilang tergantung dari jumlah tanah tererosi dari masing-masing petak. Konsentrasi hara yang terbawa dalam aliran permukaan disajikan pada Lampiran 13 dan tanah tererosi disajikan pada Lampiran 14 dalam tiga kejadian hujan. Hubungan antara kehilangan nitrat, fosfor dan kalium dengan aliran permukaan dan erosi berturut-turut disajikan disajikan pada Gambar 4 dan Gambar 5. Kehilangan nitrat, fosfor dan kalium meningkat secara linier dengan meningkatnya aliran permukaan dan erosi. Hasil analisis ragam kehilangan nitrat, fosfor dan kalium disajikan pada Lampiran 15 dan Lampiran 16. (a) (b) *P<0.05 **P <0.01 (c) Gambar 4 Hubungan kehilangan hara (a) nitrat, b) fosfor, dan (c) kalium dalam aliran permukaan

25 (a) (b) * P<0.05 (c) **P<0.01 Gambar 5 Hubungan kehilangan hara (a) nitrat, b) fosfor, dan (c) kalium dalam tanah tererosi Total kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam aliran permukaan dan tanah tererosi disajikan pada Tabel 9. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa kehilangan nitrat berkisar antara 3 083 18 373 mg/petak, fosfor berkisar antara 74 329 mg/petak dan kalium antara 873 3 982 mg/petak. Kehilangan nitrat paling besar terjadi pada petak T2 yang ditanami jagung yaitu sebesar 18 373 mg/petak, kehilangan fosfor dan kalium paling besar terjadi pada petak T5 yang ditanami daun bawang, yakni berturut-turut sebesar 329 mg/petak dan 3 982 mg/petak. Hasil pengukuran dari seluruh petak percobaan menunjukkan bahwa petak T11 yang ditanami wortel merupakan tanaman yang paling rendah kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dalam aliran permukaan dan tanah tererosi.

26 Tabel 9 Total unsur hara nitrat, fosfor dan kalium yang hilang dalam aliran permukaan dan tanah tererosi selama 3 kali kejadian hujan (14, 19 dan 21 Januari 2013) Petak Nitrat (NO3 - ) Fosfor (P) Kalium (K + )..(mg/petak).. T0 12 651 247 2 469 T1 13 526 194 2 156 T2 18 373 188 1 461 T3 9 195 165 2 286 T4 9 569 326 3 266 T5 12 290 329 3 982 T6 6 669 172 1 695 T7 12 496 272 2 876 T8 11 013 202 2 099 T9 8 971 178 1 696 T10 8 571 151 1 805 T11 3 083 74 873 Persamaan regresi berganda digunakan untuk menduga kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dengan kondisi lapangan di mana kemiringan lereng 11% dan luas petak 16 m 2. Persamaan regresi berganda untuk menduga kehilangan nitrat, fosfor dan kalium dengan aliran permukaan dan erosi sebagai variabel sangat nyata secara statistik (P < 0.01). Hasil analisis ragam kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium dalam aliran permukaan dan tanah tererosi disajikan pada Lampiran 17. Persamaan regresi berganda kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium adalah sebagai berikut : Nitrat (mg/petak) = 963 + 65.5 Aliran Permukaan + 588 Erosi R 2 = 0.29 ** Fosfor (mg/petak) = - 7.1 + 1.45 Aliran Permukaan + 24.2 Erosi R 2 = 0.65 ** Kalium (mg/petak) = 104 + 3.80 Aliran Permukaan + 319 Erosi R 2 = 0.58 ** Berdasarkan persamaan regresi berganda kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium menunjukkan bahwa kehilangan hara nitrat, fosfor dan kalium meningkat dengan meningkatnya aliran permukaan dan erosi. Besarnya konsentrasi hara nitrat yang hilang dan terbawa dalam aliran permukaan karena hara nitrat bersifat mobile. Ketidakpastian angka nitrat yang terukur mungkin bisa terjadi. Hal ini disebabkan karena adanya kesalahan dalam penyimpanan sampel hara nitrat. Sampel hara nitrat harus segera disimpan ke dalam lemari pendingin dan harus segera dianalisis untuk menjaga konsentrasi nitrat tidak berubah, walaupun sudah diberikan Chloroform (CHCl3) untuk mengikat oksigen bebas dalam air. Pengukuran unsur hara nitrat untuk ke depannya harus mempertimbangkan lamanya waktu penyimpanan sebelum masuk

ke laboratorium untuk dianalisis. Harmel et al. (2006) menggabungkan ketidakpastian nilai beberapa NO3-N yang dipengaruhi teknik penyimpanan (Tabel 10). Tabel 10 Nilai ketidakpastian NO3-N (Harmel et al. 2006, dalam Yustika 2013) Teknik penyimpanan Nilai ketidakpastian Referensi Diberi es, analisis dalam 6 ± 0% (median = 0%) Kotlash and Chessman jam (1998, dalam Harmel et Didinginkan, analisis dalam 54 jam Diberi pengawet sampai ph <2, analisis dalam 6 jam Tidak diberi pengawet, analisis dalam 192 jam Tidak diberi pengawet, analisis dalam 96 jam -6% sampai 20% (median = -1%) -47% sampai 14% (median = -2%) -65% sampai 71% (median = -2%) -7% sampai 30% (median = 1%) al. 2006) Kotlash and Chessman (1998, dalam Harmel et al. 2006) Kotlash and Chessman (1998, dalam Harmel et al. 2006) Kotlash and Chessman (1998, dalam Harmel et al. 2006) Cooper (2005, dalam Harmel et al. 2006) Kehilangan hara nitrat yang besar sebelumnya juga diteliti oleh Henny (2012) yang menyatakan bahwa jumlah N yang terbawa erosi jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah P dan K pada pertanaman kentang dan kubis tanah Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Sutono (2008) juga menyatakan bahwa kehilangan hara didominasi N khususnya nitrat karena hara ini memiliki mobilitas yang tinggi. Kehilangan hara fosfor yang besar selama penelitian dapat disebabkan karena kandungan fosfor yang banyak dan terakumulasi pada tanah Andisol di Desa Sukaresmi dalam waktu yang lama. Menurut Hartono (2008) bahwa kandungan fosfor yang banyak dalam tanah akan menghasilkan ikatan-ikatan yang lemah (Van der Walls) sehingga mudah tercuci. Nurmi (2009) dalam penelitiannya melaporkan bahwa kehilangan P tidak hanya terangkut melalui sedimen, tetapi juga terangkut dalam aliran permukaan pada pertanaman kakao di desa Amosilu, Sulawesi Tenggara. Kehilangan hara kalium cukup besar disebabkan kalium juga merupakan unsur yang sangat mudah hilang dan terbawa dalam aliran permukaan dan erosi. Menurut Tan (1996) ion K + sangat sulit mengendap, sehingga ketika tidak dimanfaatkan oleh tanaman ion K + akan cepat tercuci dari tanah. Kehilangan hara yang terdapat pada petak T0 (tidak ditanami dan tidak diberi pupuk), karena petak-petak yang digunakan dalam penelitian ini adalah petak yang mempunyai sejarah pemupukan yang panjang. 27