HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kondisi Existing Usahatani di DAS Siulak Biofisik lahan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kondisi Existing Usahatani di DAS Siulak Biofisik lahan"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kondisi Existing Usahatani di DAS Siulak Biofisik lahan Penggunaan lahan pertanian sayuran berbasis kentang di DAS Siulak saat ini sesuai dengan kemampuan lahan, dan lahan dikelompokkan pada kelas II, III dan IV dengan hambatan adalah kecuraman lereng yaitu berombak atau landai (II-I 1 ), bergelombang atau agak miring (III-I 2 ), dan berbukit atau miring (IV-I 3 ) masing-masing pada lahan dengan kemiringan lereng 3-8 persen (SLP-2), 8-15 persen (SLP-3), dan persen (SLP-4). Hambatan pada lahan dengan topografi datar (kemiringan lereng 0-3 persen) adalah kedalaman tanah yang tergolong sedang (II-k 1 ) (Tabel 9, Lampiran 17). Secara keseluruhan lahan pertanian campuran di DAS Siulak mempunyai kedalaman tanah tergolong sedang dan diduga akibat telah terjadinya pengurangan kedalaman oleh erosi. Hal ini terkait dengan ciri Andisol yang umumnya mempunyai solum dalam tetapi peka terhadap erosi (Prasetyo 2005), karena mempunyai kandungan debu tinggi dan berada pada daerah berlereng dengan curah hujan tinggi (Dariah dan Husen 2004, Kurnia et al. 2004). Oleh karena itu dalam penggunaan lahan untuk usahatani sayuran sebagaimana penggunaan saat ini, perlu penerapan teknik KTA untuk mengendalikan erosi sekaligus menjaga kedalaman tanah yang cukup untuk produktivitas tanaman yang optimal. Namun usahatani sayuran oleh petani di DAS Siulak dengan guludan tanaman searah lereng yang tidak sesuai dengan kaidah KTA, karena mempercepat aliran permukaan dan meningkatkan erosi dan pada gilirannya akan menyebabkan degradasi lahan. Hasil prediksi erosi menunjukkan bahwa erosi yang terjadi di DAS Siulak bervariasi dengan pola tanam dan kemiringan lereng. Diprediksi erosi ton/ha/tahun pada lahan datar (< Etol ton/ha/tahun), ton/ha/tahun pada lahan landai (> Etol ton/ha/tahun), ton/ha/tahun pada lahan agak miring (> Etol ton/ha), dan ton/ha/tahun pada lahan miring (> Etol ton/ha/tahun) (Gambar 5, Lampiran 18). Dengan demikian ancaman bahaya penurunan kualitas lahan di DAS Siulak akibat erosi cukup tinggi dan membutuhkan teknik KTA yang memadai. Pola tanam kentang-cabe menyebabkan erosi paling besar, sebaliknya pada pola tanam kentang-kubis-rumput/semak erosi yang terjadi paling kecil dibandingkan dengan pola tanam lainnya. Perbedaan erosi antar pola tanam

2 sayuran tersebut disebabkan oleh perbedaan nilai C masing-masing tanaman dan pola tanam. Nilai faktor C kentang, cabe dan rumput/semak masing-masing 0.4, 0.9 dan 0.3 (Lampiran 11), nilai faktor C kubis dan tomat masing-masing 0.46 dan 0.8, dan nilai faktor C pola tanam sayuran berurutan (analisis faktor C oleh Zubair 1994), sehingga nilai faktor C sayuran dengan pola tanam berurutan yang dominan diterapkan petani di DAS Siulak adalah 0.26 (kentangkubis-kentang), 0.37 (kentang-kubis-tomat), 0.24 (kentang-kubis-rumput/semak), 0.31 (kentang-rumput/semak-tomat) dan 0.41 (kentang-cabe). Erosi (ton/ha/tahun) PT1 PT2 PT3 PT4 PT5 Etol CPmaks 0-3 % 7,44 10,59 6,87 8,87 11,73 24,09 0, % 39,25 55,85 36,23 46,79 61,89 21,94 0, % 88,16 125,46 81,38 105,12 139,03 22,84 0, % 145,31 206,78 134,13 173,25 229,14 20,89 0,0479 PT1 = kentang-kubis-kentang, PT2 = kentang-kubis-tomat, PT3 = kentang-kubis-rumput/semak, PT4 = kentang-rumput/semak-tomat, PT5 = kentang-cabe Gambar 5 Prediksi erosi pada lahan pertanian campuran dengan pola tanam sayuran berbasis kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Sebagaimana petani di sentra produksi sayuran dataran tinggi (terutama kentang) lainnya di Indonesia (Kurnia et al. 2004), petani di DAS Siulak umumnya enggan menerapkan teknik KTA (terutama guludan memotong lereng atau sejajar kontur) dengan alasan : 1) setelah hujan dapat menyebabkan genangan air pada saluran diantara guludan sehingga meningkatkan kelembaban tanah di dalam guludan tersebut dan merupakan media bagi berkembangnya jamur penyebab penyakit busuk akar atau umbi; 2) sulit, berat dan membutuhkan waktu yang lama dalam mengerjakannya; dan 3) penerapan 54

3 teknik KTA membutuhkan waktu cukup lama untuk dapat bekerja efektif, sedangkan tanaman sayuran umumnya berumur pendek sehingga penerapan teknik KTA tersebut tidak segera memberi keuntungan Berdasarkan karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh tanaman, secara umum lahan pertanian campuran di DAS Siulak cukup sesuai (S2) untuk kentang dan sesuai marjinal (S3) untuk kubis, cabe dan tomat dengan faktor pembatas utama adalah retensi hara yakni kejenuhan basa (KB) sangat rendah ( persen) dan reaksi tanah masam hingga agak masam (ph ) serta bahaya erosi (kemiringan lereng, dengan topografi bergelombang hingga berbukit), kecuali SLP-1 (Lampiran 17). Namun untuk kubis, cabe dan tomat kesesuaian lahan mempunyai faktor pembatas utama lainnya yaitu ketersediaan air dari curah hujan ( mm/tahun, Lampiran 9) melebihi kebutuhan tanaman karena kubis, cabe dan tomat masing-masing membutuhkan curah hujan mm/tahun, mm/tahun dan mm/tahun (Lampiran 8, Djaenudin et al. 2003). Oleh karena itu usahatani sayuran di DAS Siulak juga perlu peningkatan ph dan KB tanah serta pengaturan pola tanam. Kombinasi jenis tanaman dan pengelolaannya serta teknik KTA yang dibutuhkan untuk lahan pertanian campuran di DAS Siulak ditentukan oleh nilai CP maksimum (CP maks ) pada masing-masing SLP yaitu (SLP-1), (SLP-2), (SLP-3) dan (SLP-4) (Lampiran 18). Semua kombinasi jenis tanaman dan pengelolaannya serta teknik KTA yang memberikan nilai CP maks yang memadai tersebut merupakan teknik KTA yang cocok untuk SLP tersebut (Arsyad 2009, Sinukaban 1989). Selanjutnya nilai CP maks tersebut diaplikasikan untuk merancang teknik KTA alternatif yang akan diintegrasikan ke dalam model usahatani sayuran berbasis kentang yang akan dibangun untuk lahan pertanian campuran di DAS Siulak. Karakteristik sosial-ekonomi petani di DAS Siulak Petani di DAS Siulak sebagian besar dalam usia produktif dengan tingkat pendidikan relatif rendah yakni berusia tahun (84.68 % responden), sisanya tahun (12.96 % responden) dan tahun (2.36 % responden), % lulusan sekolah dasar (SD), % lulusan sekolah menengah pertama, % lulusan sekolah menengah atas dan 3.94 % tidak sekolah dan tidak lulus SD. Usahatani sayuran merupakan pekerjaan atau mata pencaharian utama sebagian besar petani (97.64 % responden) dan sebagian besar petani tersebut (71.65 % responden) tidak mempunyai perkerjaan 55

4 sampingan. Usaha sampingan sebagian petani terutama yang tidak memiliki lahan dan petani dengan kepemilikan lahan < 0.25 ha adalah warung kecil, tukang ojek, usaha bengkel, tukang perabot, memelihara ternak (kambing, sapi) dan buruh tani; sedangkan petani yang memiliki lahan cukup luas (> 1 ha) dan cukup modal mempunyai usaha kios pupuk/pestisida atau pedagang pengumpul. Status lahan usahatani sebagian besar petani (91.49 % responden) adalah milik sendiri yang diperoleh dengan cara beli dari petani lain (dulu membuka hutan) dan sebagian petani (4.84 % responden) dari membuka hutan dan sebagian lagi (7.87 % responden) warisan dari orang tua yang dulunya membuka hutan. Sebagian kecil petani (2.13 % responden) dengan status lahan numpang/minjam. Luas lahan petani tersebar pada skala < 0.25 ha, ha, ha, ha dan > 2.00 ha. Sebagian besar petani (35.11 % responden) memiliki lahan dalam skala > ha (rata-rata 0.82 ha), sedangkan rata-rata kepemilikan lahan paling kecil (< 0.25 ha) adalah 0.12 ha (20.21 % responden). Dengan demikian % responden dengan lahan < 0.5 ha, dan sebagian besar (55.82 % responden) dengan lahan (Tabel 6). Tabel 6 Sebaran responden petani berdasarkan luas kepemilikan lahan di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Kepemilikan lahan Responden Rata-rata (ha) Jumlah (%) (ha) < > > > Total 94 responden, 6 responden dengan status sewa dan 2 responden dengan status numpang Sumber utama pendapatan petani adalah dari usahatani kentang, kubis, cabe dan tomat dengan tenaga kerja sebagian besar (98.43 % responden) adalah anggota keluarga (terutama bapak dan ibu) dibantu oleh buruh tani. Sumber modal sebagian besar petani adalah modal tunai sendiri ditambah dengan nyaham (terutama untuk usahatani kentang), karena modal tunai sebagian besar petani kurang dari 10 juta rupiah (1-5 juta rupiah % responden, 5-10 juta rupiah % responden, > 10 juta rupiah % responden). Sistem nyaham adalah modal tunai atau pupuk dan pestisida dari pedagang pengumpul dan hasil panen harus dijual kepada pedagang pengumpul tersebut dengan harga lebih rendah ( rupiah per kg hasil panen dibandingkan dengan harga jual saat panen). 56

5 Agroteknologi petani dalam usahatani sayuran di DAS Siulak Hampir semua petani di DAS Siulak menanam kentang dan sebagian petani menanam kubis, cabe dan tomat dengan 5 pola tanam berurutan berbasis kentang yang dominan yaitu : 1) kentang-kubis-kentang (PT1), 2) kentangkubis-rumput/semak (PT2), 3) kentang-rumput/semak (PT3), 4) kentang-kubistomat (PT4), dan 5) kentang-cabe (PT5). Tanaman lain yang juga ditanam sebagian kecil petani adalah bawang merah, bawang daun, sawi, ubi rambat, bawang bombai, buncis dan wortel dalam luasan kecil (Gambar 6). Persentase responden ,94 37,23 27,66 17,02 12,77 kentang-kubis-kentang kentang-kubis-rumput/semak kentang-rumput/semak-tomat kentang-kubis-tomat kentang-cabe lain-lain 9,57 6,38 26,6 0 kentang kubis cabe tomat komoditas 21,28 Persentase responden 23,4 (a) (b) Gambar 6 Sebaran responden petani berdasarkan komoditas (a) dan pola tanam (b) yang dominan diusahakan petani di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Umumnya petani melakukan usahatani campuran (multiple cropping) yaitu menanam 2-3 jenis tanaman atau komoditas dalam waktu yang sama pada satu hamparan lahan yang digarap/dimiliki). Selain karena penanaman kentang monokultur dalam skala luas membutuhkan modal cukup besar, juga sebagai upaya antisipasi gagal panen (akibat serangan penyakit) atau pendapatan yang tidak menguntungkan (akibat harga yang sering fluktuatif). Hal ini sesuai dengan Kurnia et al. (2004) yang mengemukakan bahwa petani sayuran menerapkan sistem tanam campuran umumnya untuk mengurangi resiko kegagalan salah satu komoditas, baik kegagalan secara agronomis maupun ekonomis. Namun multiple cropping juga menguntungkan bagi konservasi sumberdaya lahan dan termasuk dalam payung pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), karena efisien dalam penggunaan sumberdaya lahan dan memberikan penutupan lahan cukup banyak sehingga mengurangi erosi dan memelihara topsoil (Jones 1992). 57

6 Sebagian besar petani melakukan usahatani sayuran dalam skala sempit yaitu < 0.25 ha dan ha untuk kentang, < 0.25 ha untuk kubis, cabe dan tomat (Tabel 7) yang disebabkan oleh keterbatasan lahan dan/atau modal. Petani yang mempunyai lahan cukup luas (> 0.5 ha) menanam 2-3 jenis tanaman (terutama petani dengan lahan > 1 ha), sedangkan petani dengan lahan sempit (< 0.25 ha) umumnya hanya menanam satu jenis tanaman dengan pola tanam bervariasi. Hal ini sebagaimana menurut Adiyoga et al. (2000) bahwa luas usahatani sayuran dataran tinggi di tingkat petani umumnya rata-rata hanya ha, selain disebabkan oleh kepemilikan atau lahan garapan yang sempit, juga karena biaya usahatani sayuran relatif mahal, modal petani terbatas dan resiko kegagalan yang harus ditanggung sendiri oleh petani. Menurut Widatono (2009) petani dengan lahan cukup luas kesulitan dalam melakukan usahatani campuran karena keterbatasan modal dan waktu, sedangkan petani dengan lahan sempit umumnya sulit atau tidak bisa melakukan usahatani campuran sehingga kegagalan panen berarti gagal untuk memperoleh pendapatan yang menjadi satu-satunya harapan dan akan mengganggu kontinuitas usahatani. Tabel 7 Rata-rata skala luas lahan usahatani, hasil dan pendapatan serta kelayakan finansial usahatani kentang, kubis, cabe dan tomat oleh petani di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Skala usahatani (ha) Ratarata (ha) Responden (%) Produk -si (ton) Biaya (Rp/musim tanam) Pendapatan (Rp/musim tanam) BCR RCR Kentang < > > Kubis < Cabe < Tomat < Khusus untuk usahatani kentang, skala luas usahatani yang sempit juga disebabkan oleh kekhawatiran petani akan tingginya ancaman serangan penyakit busuk daun oleh Phytophthora sp dan penyakit layu oleh Fusarium sp. Purwantisari et al. (2008) mengemukakan bahwa penyakit busuk batang dan 58

7 daun tanaman kentang oleh Phytophthora infestans sering terjadi di dataran tinggi yang bersuhu rendah dengan kelembaban tinggi dan dapat menurunkan produksi hingga 90 %. Belum ada fungisida yang benar-benar efektif dan belum ada varietas kentang yang benar-benar tahan terhadap penyakit tersebut, sehingga merupakan masalah krusial atau paling serius diantara penyakit yang menyerang tanaman kentang di Indonesia. Namun hampir semua petani di DAS Siulak menggunakan bibit kentang dari hasil panen sendiri terus menerus, tanpa seleksi di lapangan dan di penyimpanan. Menurut Purwantisari et al. (2008) saat di lapangan P. infestans dalam masa inkubasi, jika disimpan untuk bibit menyebabkan jamur ini berkembang di tempat penyimpanan dan selanjutnya penyakit tersebut berkembang di lapangan pada musim tanam selanjutnya. Oleh karena itu penggunaan bibit kentang hasil panen terus menerus oleh petani dapat menjadi salah satu penyebab tingginya serangan penyakit oleh P. infestans pada usahatani kentang di DAS Siulak. Rata-rata produktivitas kentang oleh petani di DAS Siulak ton/ha, kubis ton/ha, cabe ton/ha dan tomat ton/ha, cukup baik dibandingkan dengan rata-rata produktivitas kentang, kubis, cabe dan tomat nasional pada tahun 2009 masing-masing ton/ha, ton/ha, 5.89 ton/ha dan 12.0 ton/ha (BPS 2009). Namun hanya usahatani kubis yang mempunyai BCR > 1 dan RCR > 2, sedangkan usahatani kentang, cabe dan tomat pada masing-masing skala usahatani mempunyai BCR < 1 (kecuali cabe ha dan > ha). Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kubis dan cabe (0.33 dan 0.80 ha) efisien dan menguntungkan. Usahatani kubis efisien dan menguntungkan disebabkan oleh rendahnya penggunaan pupuk dan bahkan sebagian petani tidak melakukan pemupukan sehingga biaya usahatani lebih kecil (Lampiran 19). Petani umumnya menanam kubis setelah kentang dan menganggap kebutuhan pupuk terpenuhi dari sisa pupuk pertanaman kentang. Berdasarkan pola tanam dan luas laha, hanya pola tanam kentang-cabe pada lahan 0.82 ha yang efisien dan menguntungkan (BCR 1.18), sedangkan pola tanam lain dengan lahan 0.12, 0.44 dan 0.82 hektar mempunyai BCR < 1. Selanjutnya pendapatan usahatani sebesar Rp Rp (lahan 0.12 ha), Rp Rp (lahan 0.44 ha), dan Rp Rp (lahan 0.82 ha), dan lebih kecil dengan pola tanam kentangkubis-rumput/semak dan kentang-rumput/semak-tomat yaitu masing-masing Rp Rp (23.4 % responden), dan Rp

8 Rp (21.28 % responden). Dengan demikian pendapatan usahatani dengan lahan < 0.5 ha (32.56 % responden) tidak memenuhi pendapatan untuk kebutuhan hidup layak (Rp /tahun), dan makin kecil dengan penerapan pola tanam kentang-kubis-rumput/semak dan kentang-rumput/semaktomat. Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya pendapatan petani di DAS Siulak disebabkan oleh keterbatasan lahan dan usahatani yang dilakukan tidak efisien. Tabel 8 Pendapatan dan kelayakan usahatani sayuran dengan pola tanam berbasis kentang oleh petani di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Pola tanam Biaya Penerimaan Pendapatan BCR RCR... Rp/tahun... Lahan 0.12 ha Kt - Kb - Kt Kt - Kb - Tm Kt - Kb - R/S Kt - R/S - Tm Kt - Cb Lahan 0.44 ha Kt - Kb - Kt Kt - Kb - Tm Kt - Kb - R/S Kt - R/S - Tm Kt - Cb Lahan 0.82 ha Kt - Kb - Kt Kt - Kb - Tm Kt - Kb - R/S Kt - R/S - Tm Kt - Cb KHL = Rp ,- ; Kt = kentang, Kb = kubis, Tm = tomat, R/S = rumput/semak, Cb = cabe Penilaian Keberlanjutan Usahatani Sayuran di DAS Siulak Penggunaan lahan pertanian sayuran berbasis kentang di DAS Siulak sesuai dengan kemampuan lahan, namun agroteknologi yang diterapkan petani tidak sesuai dengan karakteristik tanah dan kebutuhan tanaman. Diprediksi terjadi erosi melebihi erosi yang dapat ditoleransikan (kecuali pada lahan datar) dan pendapatan usahatani lebih kecil dari kebutuhan petani untuk hidup layak, kecuali dengan lahan > 0.5 ha (rata-rata 0.82 ha) (Tabel 9). Dengan demikian usahatani sayuran berbasis kentang di DAS Siulak tidak berkelanjutan karena tidak memenuhi indikator keberlanjutan usahatani. Oleh karena itu diperlukan perbaikan agroteknologi yakni penerapan teknik KTA yang tepat dan memadai dan peningkatan kesuburan dan produktivitas tanah sesuai dengan karakteristik tanah dan kebutuhan tanaman untuk produktivitas yang optimal. 60

9 Tabel 9 Kemiringan lereng, kelas kemampuan lahan, agroteknologi, produktivitas, prediksi erosi dan pendapatan usahatani dengan pola tanam sayuran berbasis kentang oleh petani di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi (kondisi existing) Pola tanam Kemiringan lereng (%) Kelas KL Agroteknologi Produktivitas (ton/ha) Erosi (ton/ha/tahun) 0.12 ha 0.44 ha 0.82 ha A Etol Pendapatan (Rp/tahun) BCR Pendapatan (Rp/tahun) BCR Pendapatan (Rp/tahun) PT1 0-3 II-k II-I 1 (kentang) III-I (kubis) IV-I 3 Guludan PT2 0-3 II-k 1 tanaman searah (kentang) II-I lereng, (kubis) III-I bibit IV-I 3 (tomat) kentang PT3 0-3 II-k mutu 3-8 II-I 1 (kentang) rendah, III-I 2 takaran (kubis) IV-I 3 pupuk PT4 0-3 II-k 1 dan II-I kapur 1 (kentang) tidak III-I sesuai (tomat) IV-I anjuran PT5 0-3 II-k II-I 1 (kentang) III-I (cabe) IV-I PT 1 = kentang-kubis-kentang, PT 2 = kentang-kubis-tomat, PT 3 = kentang-kubis-rumput/semak, PT 4 = kentang-rumput/semak-tomat, PT 5 = kentang-cabe; KL = kemampuan lahan; A = prediksi erosi, Etol = erosi yang dapat ditoleransikan; BCR = benefit cost ratio; Kebutuhan hidup layak (KHL) = Rp /tahun BCR 61

10 Efektivitas Teknik KTA pada Pertanaman Kentang dan Kubis Erosi Erosi pada musim tanam pertama (MT-1) maupun pada musim tanam kedua (MT-2) dan pada musim tanam ketiga (MT-3) nyata lebih kecil dengan guludan memotong lereng (P 4 ) dan miring 15 dan 30 derajat (P 5 dan P 6 ) dibandingkan dengan guludan searah lereng (P 0 ) (Tabel 10, Gambar 7). Hal ini disebabkan oleh perbedaan kondisi permukaan tanah akibat perbedaan arah guludan tersebut yang mempengaruhi aliran permukaan dan pada gilirannya mempengaruhi jumlah tanah yang tererosi. Sebagaimana dikemukakan oleh Arsyad (2009) bahwa aliran permukaan adalah air yang mengalir di permukaan tanah dan bentuk aliran ini yang paling penting sebagai penyebab erosi. Jumlah dan kecepatan aliran permukaan merupakan sifat aliran yang mempengaruhi kemampuannya untuk menimbulkan erosi, sedangkan sifat aliran permukaan tersebut dipengaruhi oleh tipe tanah, topografi dan sistem pengelolaan tanah. Tabel 10 Pengaruh teknik KTA terhadap aliran permukaan dan erosi pada pertanaman kentang dan kubis pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Perlakuan Aliran permukaan Erosi mm % CH ton/ha PETK (%) MT-1 (kentang) P a a - P c d P cd cd P d de P e e P d e P b b MT-2 (kentang) P a a - P c c P bc cd P c de P c e P c e P b b MT-3 (kubis) P a a - P b bc P b cde P b de P b e P b de P b bc * Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk setiap musim tanam tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT * CH (curah hujan) MT-1 = mm; MT-2 = mm; MT-3 = mm (Lampiran 20) * % CH = persentase aliran permukaan terhadap curah hujan * PETK = persentase penurunan erosi terhadap kontrol (P 0)

11 Guludan memotong lereng dapat berperan sebagai penghambat sehingga mengurangi kecepatan aliran permukaan, sehingga sebagian air hujan yang jatuh di permukaan tanah mempunyai waktu yang lebih lama untuk masuk ke dalam tanah. Sebaliknya pada pertanaman dengan guludan searah lereng, air hujan yang jatuh di permukaan tanah relatif lebih sedikit yang bisa masuk ke dalam tanah, sehingga sebagian besar langsung mengalir sebagai aliran permukaan. Kondisi ini didukung oleh kapasitas infiltrasi yang relatif lebih besar pada P 3, P 4 dan P 5 dibandingkan dengan P 0 (Tabel 11) dan pada gilirannya aliran permukaan lebih kecil. Kapasitas infiltrasi merupakan variabel tanah yang menentukan jumlah aliran permukaan yang akan terjadi dari suatu kejadian hujan, karena infiltrasi merupakan peristiwa atau proses masuknya air ke dalam tanah dan umumnya melalui permukaan tanah secara vertikal. Aliran permukaan akan terjadi jika intensitas hujan melampaui kapasitas infiltrasi. Oleh karena itu tingginya kapasitas infiltrasi atau kemampuan tanah menyimpan air akan dapat mengurangi aliran permukaan (Arsyad 2009). Guludan memotong lereng yang dapat mengurangi kecepatan dan energi aliran permukaan pada gilirannya mengurangi jumlah erosi atau tanah yang terbawa aliran permukaan tersebut. Sebaliknya pada guludan searah lereng, air hujan yang jatuh di permukaan tanah relatif tidak mempunyai waktu yang lama untuk masuk ke dalam tanah dan mengalir dengan cepat di permukaan karena tidak ada penghalang aliran permukaan tersebut. Akibatnya air hujan yang jatuh langsung mengalir dengan kecepatan lebih tinggi dan mengikis permukaan tanah, sehingga aliran permukaan dan erosi lebih besar. Tabel 11 Pengaruh teknik KTA terhadap kapasitas infiltrasi pada pertanaman kentang dan kubis pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Perlakuan MT-1 (kentang) MT-2 (kentang) MT-3 (kubis)... cm/jam.. P a (s) 7.57 a (s) 5.84 b (s) P a (c) a (c) ab (c) P a (c) a (c) ab (c) P a (c) a (sc) a (c) P a (c) a (c) a (c) P a (c) a (c) a (c) P a (c) a (c) ab (c) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT; (s) = sedang, (c) = cepat, (sc) = sangat cepat Pertanaman dengan guludan searah lereng juga dapat mengendalikan erosi dengan adanya guludan memotong pada setiap jarak 4.5 m (P 1, P 2, P 3 ). 63

12 Erosi pada P 1, P 2 dan P 3 lebih besar dibandingkan dengan erosi pada P 4, namun nyata lebih kecil dibandingkan dengan erosi pada P 0. Efektivitas guludan memotong lereng dalam mengendalikan aliran permukaan dan erosi meningkat dengan adanya rorak kecil (P 3 ) yang dapat berperan sebagai penampung, menahan dan menyimpan sebagian aliran permukaan. Erosi pada P 3 tidak berbeda nyata dengan erosi pada P 4 dan P 5. Guludan tanaman memotong lereng (P 4 ) dapat menekan erosi + 80 % dibandingkan dengan guludan searah lereng (P 0 ) (Tabel 10). Namun efektivitasnya berkurang dengan guludan memotong lereng miring 15 dan 30 derajat, karena guludan yang miring tersebut menyebabkan air hujan yang jatuh di permukaan tanah mengalir lebih cepat akibat berkurangnya waktu untuk masuk ke dalam tanah, sehingga volume aliran permukaan menjadi lebih besar. Guludan memotong lereng miring 15 0 (P 5 ) tidak berbeda nyata kemampuannya menekan erosi dibandingkan dengan P 4. Hal ini disebabkan guludan memotong lereng meskipun miring 15 0 masih mampu berperan mengurangi kecepatan aliran permukaan dan pengikisan permukaan tanah serta menahan hanyutnya tanah bersama aliran permukaan. Aliran permukaan dan erosi pada MT-1 lebih besar dibandingkan dengan MT-2 yang sama-sama ditanami kentang dan MT-3 dengan tanaman kubis (Tabel 11, Gambar 6). Hal ini lebih disebabkan oleh perbedaan curah hujan, MT-1 adalah musim hujan selama + 4 bulan (Januari - Mei) dengan curah hujan lebih besar ( mm) dibandingkan dengan MT-2 yang juga + 4 bulan tetapi musim kemarau (Juni - Oktober) dengan curah hujan lebih rendah ( mm) dan MT-3 juga musim hujan tetapi + 3 bulan (November - Februari) dengan curah hujan ( mm), lebih rendah dari curah hujan MT-1. Aliran permukaan (mm) AP MT-1 (kentang) AP MT-2 (kentang) AP MT-3 (kubis) P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 Perlakuan Erosi (ton/ha) Erosi MT-1 (kentang) Erosi MT-2 (kentang) Erosi MT-3 (kubis) P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 Perlakuan Gambar 7 (a) (b) Pengaruh teknik KTA terhadap aliran permukaan (a) dan erosi (b) pada 2 MT kentang dan 1 MT kubis pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 64

13 Jumlah C-organik, N, P dan K terbawa erosi Teknik KTA dapat menekan jumlah erosi dan sekaligus juga menurunkan jumlah C-organik dan unsur hara yang terbawa erosi. Oleh karena itu secara keseluruhan jumlah C-organik, N, P dan K yang terbawa erosi pada ketiga musim tanam nyata lebih kecil pada pertanaman dengan guludan memotong lereng (P 4 ) dibandingkan pertanaman dengan guludan searah lereng (P 0 ) (Tabel 12). Hal ini disebabkan oleh jumlah erosi nyata lebih kecil pada perlakuan dengan guludan memotong lereng dibandingkan dengan searah lereng (Tabel 10). Tabel 12 Pengaruh teknik KTA terhadap jumlah C-organik, N-total, P dan K terbawa erosi pada pertanaman kentang dan kubis pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Perlakuan C-organik (kg/ha) N-total (kg/ha) P 2O 5 (g/ha) K 2O (g/ha) MT-1 (kentang) P a a 740 a 2600 ab P ab ab 420 b 2110 ab P ab a 510 ab 3010 a P ab a 420 b 2410 ab P b b 240 c 1550 ab P b b 250 c 1460 b P a a 610 a 2470 ab MT-2 (kentang) P a a 260 a 880 a P ab ab 170 bc 870 a P ab ab 160 bcd 980 a P ab ab 130 bcd 740 a P b ab 80 d 510 a P b b 90 cd 590 a P a ab 200 ab 810 a MT-3 (kubis) P a a 410 a 2470 a P ab ab 280 ab 1540 a P ab ab 260 ab 1740 a P ab ab 350 ab 2450 a P b b 240 b 1290 a P ab ab 340 ab 2070 a P a ab 350 ab 2550 a Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama untuk masing-masing tanaman tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT Jumlah C-organik terbawa erosi jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah N, P dan K. Hal ini menunjukkan bahwa kehilangan bahan organik akibat erosi merupakan masalah yang lebih serius karena mempercepat kerusakan tanah dan penurunan kesuburan tanah. Hal ini karena penurunan bahan organik tanah berkorelasi dengan kerusakan struktur tanah, meningkatnya kepadatan, pengkerakan, erodibilitas tanah dan pencucian serta menurunnya infiltrasi dan status hara tanah. Oleh karena itu konservasi tanah sekaligus konservasi bahan organik tanah merupakan suatu keharusan, sehingga level bahan organik di dalam tanah merupakan salah satu indikator keberlanjutan sumberdaya lahan 65

14 (Wolf dan Snyder 2003, Khisa 2002, Stocking 1994). Jika level bahan organik tanah berkurang dari level yang ada pada tanah tersebut akibat suatu pengelolaan, maka sistem tersebut dikatakan tidak sustainable (Greenland 1994). Dengan demikian keberlanjutan (sustainability) sumberdaya lahan hanya dapat dicapai jika erosi dapat dikendalikan dan kandungan bahan organik tanah dapat dipertahankan dan/atau ditingkatkan (Wolf dan Snyder 2003). Jumlah N terbawa erosi jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah P dan K (Tabel 16). Hal ini disebabkan oleh N di dalam tanah merupakan unsur hara yang berasal dari bahan organik tanah dan peningkatan jumlah N di dalam tanah karena peningkatan kandungan bahan organik tanah dan adanya pemberian pupuk N serta melalui air hujan. Namun bahan organik merupakan sumber N yang utama di dalam tanah, selain unsur hara lainnya dengan perbandingan 100:10:1:1:sangat sedikit (C:N:P:S:unsur mikro) (Hardjowigeno 2010). Dengan demikian jumlah C-organik yang besar akibat terbawa erosi diikuti oleh jumlah N yang juga cukup besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa usahatani kentang dan kubis sebagai tanaman semusim mempercepat degradasi lahan terutama akibat erosi (physical degradation) dan penurunan kandungan bahan organik tanah (biological degradation) serta kehilangan hara (chemical degradation) (Stocking 1994). Namun dengan teknik konservasi tanah yang memadai, erosi dan kehilangan bahan organik serta unsur hara dapat dikendalikan. Total C-organik dan N terbawa erosi selama dua musim tanam kentang dan satu musim tanam kubis jauh lebih besar dibandingkan dengan total P dan K (Gambar 8). kg/ha P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 C-organik 4328, , ,1 2492, , , ,91 N-total 1144,26 824,77 894,37 872,23 619,02 567,9 987, g/ha P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P2O K2O Gambar 8 Pengaruh teknik KTA terhadap kehilangan C-organik dan hara N, P dan K pada 2 MT kentang dan 1 MT kubis pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 66

15 Tabel 13 Pengaruh teknik KTA terhadap kehilangan C-organik dan hara N, P dan K setara pupuk kandang ayam, Urea, SP-36 dan KCl*) pada 2 MT kentang dan 1 MT kubis pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Perlakuan (C-organik) (N-total) (P 2 O 5 ) K 2 O Total Pukan ayam Urea SP-36 KCl Nilai Ekonomi... kg/ha... (Rp/ha) P P P P P P P Berdasarkan kandungan hara pupuk kandang ayam (42.18 % C-organik), Urea (46 % N), SP-36 (36 % P 2O 5), KCl (55 % K 2O) (Tim Balittanah) dengan harga pupuk kandang Rp 200/kg, Urea Rp 2000/kg, SP-36 Rp 2500/kg, KCl Rp 5500/kg Jumlah C-organik dan N terbawa erosi masing-masing setara dengan ton/ha pupuk kandang dan ton/ha pupuk Urea (Tabel 13). Kondisi ini menunjukkan bahwa erosi bukan hanya menyebabkan penurunan kualitas tanah akibat hilangnya bahan organik dan unsur hara tanah, namun juga akan meningkatkan input yang harus diberikan ke dalam tanah untuk mempertahankan kandungan bahan organik dan unsur hara tanah terutama N dengan nilai ekonomi cukup besar (Rp Rp per hektar untuk C-organik dan Rp Rp per hektar untuk N). Total nilai ekonomi kehilangan bahan organik dan hara N, P dan K pada perlakuan dengan guludan tanaman memotong lereng (P 4 ) (Rp /ha) dan miring 15 0 terhadap lereng (P 5 ) (Rp /ha) serta pembuatan guludan memotong lereng + rorak kecil pada pertanaman dengan guludan searah lereng (P 3 ) (Rp /ha) lebih kecil dibandingkan penanaman dengan guludan searah lereng (P 0, sistem petani) (Rp /ha). Dengan demikian penerapan teknik konservasi tersebut (P 4, P 5, P 3 ) dapat mengendalikan kerugian ekonomi akibat erosi atau memberikan keuntungan masing-masing sebesar Rp /ha (P 4 ), Rp /ha (P 5 ) dan Rp /ha (P 3 ) per tahun dibandingkan dengan penerapan guludan sistem petani (P 0 ). Serangan penyakit tanaman kentang Penyakit yang menyerang tanaman kentang baik pada MT-1 maupun musim MT-2 adalah penyakit busuk daun dan batang oleh Phytophthora sp dan penyakit layu Fusarium sp serta penyakit daun menggulung oleh virus. Penyakit busuk daun dan batang serta penyakit layu mulai terlihat saat tanaman kentang 67

16 berumur 52 hari setelah tanam (HST) pada MT-1 (Gambar 9) dan 36 HST pada MT-2 (Gambar 10) dengan tingkat serangan ringan dan meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. Penyakit daun menggulung oleh virus terlihat saat tanaman berumur 63 HST pada MT-1 dan 47 HST pada MT-2. Gejala serangan penyakit virus ditunjukkan oleh daun tanaman agak tebal, menggulung ke atas (cekung ke arah tulang daun) dan kedudukan tangkai daun lebih tegak dan diraba terasa kaku, dibandingkan dengan tanaman sehat (Duriat et al. 2006). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan diduga virus ini berasal dari tanaman bawang daun yang ditanam di dekat petak percobaan, disebarkan dan ditularkan oleh kutu daun Myzus persicae (sebagai vektor) sebagaimana dikemukakan oleh Duriat et al. (2006) dan dijelaskan bahwa gejala infeksi primer virus lebih ringan dan berada pada daun muda atau pucuk. Kondisi tersebut diatasi dengan penyemprotan insektisida, 1-2 minggu kemudian tidak ditemui lagi kutu daun dan kondisi tanaman cukup baik. Pengamatan selanjutnya fokus pada serangan penyakit busuk daun Phytophthora sp dan penyakit layu Fusarium sp. Serangan awal penyakit busuk daun atau blaster oleh P. infestans ditandai oleh adanya bercak basah pada bagian tepi dan/atau tengah daun. Kemudian bercak melebar membentuk bagian berwarna coklat. Peningkatan serangan ditandai oleh tangkai daun dan batang juga menjadi busuk, berwarna hitam dan mengering. Sementara itu serangan penyakit layu F. oxysporum ditandai oleh terhambatnya pertumbuhan tanaman (kerdil), daun bagian bawah klorosis, menguning dan kemudian tanaman layu dan daun mengering (hanya pada sebagian cabang) (Duriat et al. 2006, Sunarjono 2007). Kerusakan tanaman kentang oleh Phytophthora sp dan penyakit layu Fusarium sp.pada MT-1 terjadi pertama kali pada perlakuan P 0 dan P 4 dengan tingkat serangan ringan (Gambar 9); sedangkan pada MT-2 mulai terjadi pada perlakuan P 0, P 1, P 3 da P 4 dengan tingkat serangan juga ringan (Gambar 10). Serangan patogen meningkat dengan bertambahnya umur tanaman, menyerang semua petak percobaan (dengan intensitas bervariasi dan serangan agak tinggi saat tanaman berumur 80 HST pada MT-1 dan 70 HST pada MT-2. Kondisi ini menunjukkan bahwa serangan penyakit tersebut terjadi pada semua perlakuan. Kondisi ini dapat menjawab kekhawatiran petani yang beranggapan bahwa penanaman kentang pada bedengan memotong lereng menyebabkan makin tingginya serangan Phytophthora sp dan Fusarium sp karena tingginya kelembaban tanah diantara bedengan (saluran/parit antara bedengan). Hal ini 68

17 didukung oleh data kadar air tanah yang tidak berbeda nyata antar perlakuan (Gambar 9, Gambar 10). Tanaman yang terserang penyakit cukup serius dicabut dan dimusnahkan (tanaman mati) dan persentase tanaman yang mati tersebut tidak berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 14). Kondisi ini makin menunjukkan bahwa sistem guludan tanaman tidak nyata mempengaruhi kelembaban atau drainase tanah. Diketahui bahwa pertumbuhan dan hasil kentang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah terutama drainase yang sangat mempengaruhi produksi umbi. Tanah berdrainase jelek akan menyebabkan busuknya umbi dan meningkatnya serangan penyakit layu dan busuk batang (Sunarjono 2007, Duriat et al. 2006). Intensitas serangan (%) HST 43 HST 50 HST 57 HST 63 HST 70 HST 77 HST Hari Setelah Tanam P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 Kadar air tanah (%) HST 43 HST 50 HST 57 HST 63 HST 70 HST 77 HST Hari Setelah Tanam P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 (a) (b) Gambar 9 Pengaruh teknik KTA terhadap intensitas serangan Phytophthora sp dan Fusarium sp (a) dan kadar air tanah (b) pada pertanaman kentang MT-1 pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Intensitas serangan (%) Kadar air tanah (%) HST 59 HST 66 HST 73 HST 80 HST 0 52 HST 59 HST 66 HST 73 HST 80 HST Hari Setelah Tanam Hari Setelah Tanam P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 P0 P1 P2 P3 P4 P5 P6 Gambar 10 (a) (b) Pengaruh teknik KTA terhadap intensitas serangan Phytophthora sp dan Fusarium sp (a) dan kadar air tanah (b) pada pertanaman kentang MT-2 pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi 69

18 Tabel 14 Pengaruh teknik KTA terhadap populasi dan persentase tanaman kentang yang mati pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Perlakuan Populasi MT-1 MT-2 tanam Populasi (tan/ha) Tanaman Populasi (tan/ha) Tanaman (tan/ha) 35 HST Panen mati (%) 35 HST Panen mati (%) P a a 3.87 a a a 3.44 a P a a 3.46 a a a 3.01 a P a a 3.19 a a a 4.02 a P a a 3.17 a a a 2.41 a P a a 2.12 a a a 3.12 a P b c 2.12 a c c 4.96 a P b b 2.77 a b c 3.09 a Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT Produksi tanaman dalam satuan luas tertentu ditentukan oleh populasi dan kondisi pertumbuhan tanaman tersebut. Perbedaan teknik KTA pada pertanaman kentang dan kubis menyebabkan berbedanya populasi tanaman. Populasi tanaman dengan guludan searah lereng (P 0 ) relatif tidak berbeda dengan guludan memotong lereng (P 4 ); namun dengan diberi guludan pada setiap jarak 4.5 m (P 1, P 2, P 3 ) dan juga ditanami dengan kentang atau kubis, populasi tanaman sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan guludan searah lereng maupun memotong lereng. Selanjutnya guludan memotong lereng miring 15 dan 30 derajat (P 5,P 6 ) mengurangi populasi tanaman cukup besar. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Dariah dan Husen (2009) bahwa penerapan teknik konservasi tanah berdampak pada pengurangan luas bidang olah yang selanjutnya berdampak pada pengurangan populasi tanaman. Penanaman dengan guludan searah kontur diperkirakan mengurangi areal tanam 6-18 % tergantung kemiringan lahan. Namun populasi tanaman baik pada umur 35 HST dan saat panen pada MT-1 dan MT-2 tidak berbeda nyata antar perlakuan, kecuali perlakuan P 5 dan P 6 yang nyata lebih kecil dan hal ini lebih disebabkan oleh populasi awal tanaman pada perlakuan tersebut memang lebih kecil. Produktivitas tanaman dan pendapatan usahatani Persentase umbi kentang yang busuk akibat serangan penyakit tidak berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 15). Hal ini menunjukkan bahwa sistem guludan tidak nyata mempengaruhi kelembaban tanah sekaligus juga menjawab kekhawatiran petani yang beranggapan bahwa penanaman kentang dengan guludan memotong lereng akan menyebabkan kelembaban yang tinggi di daerah perakaran yang memicu meningkatnya serangan penyakit layu dan busuk daun 70

19 dan batang pada kentang. Selanjutnya hasil umbi sehat juga tidak berbeda nyata antar perlakuan, baik berdasarkan ukuran umbi maupun total hasil pada MT-1 maupun pada MT-2. Namun produktivitas kentang cenderung lebih kecil pada P 5 dan P 6, karena populasi tanaman saat tanam juga lebih kecil dibandingkan perlakuan lainnya; sedangkan adanya guludan memotong lereng pada setiap jarak 4.5 m tidak mempengaruhi produktivitas kentang, karena guludan tersebut juga ditanami kentang. Pengaruh beberapa teknik KTA juga tidak berbeda nyata terhadap pertumbuhan dan produktivitas kubis (Tabel 16). Tabel 15 Pengaruh teknik KTA terhadap hasil kentang pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Perlakuan Umbi busuk (%) Produktivitas kentang (ton/ha) ukuran- L (> 60 g) M (30 60 g) S (< 30 g) Total produktivitas (ton/ha) MT-1 MT-2 MT-1 MT-2 MT-1 MT-2 MT-1 MT-2 MT-1 MT-2 P P P P P P P Angka-angka pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT Tabel 16 Pengaruh teknik KTA terhadap produktivitas dan sisa tanaman pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Perlakuan Krop Sisa tanaman kg/ptk ton/ha kg/ptk ton/ha P P P P P P P * Angka-angka pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 % menurut DNMRT Total erosi dalam 2 MT kentang dan 1 MT kubis (+ 1 tahun) pada perlakuan P 3 (17.67 ton/ha), P 4 (9.70 ton/ha), dan P 5 (12.08 ton/ha) lebih kecil dari Etol (20.89 ton/ha/tahun), sebaliknya total erosi pada perlakuan lainnya (P 0, P 6, P 2, P 1 ) ( ton/ha) lebih besar dari Etol (20.89 ton/ha) (Tabel 17, Lampiran 21). Dengan demikian jika petani menerapkan pola tanam kentang-kubiskentang (pola tanam dominan di DAS Siulaki) dengan guludan memotong lereng (P 4 ) atau miring 30 0 (P 5 ) atau guludan memotong lereng + rorak pada setiap jarak 71

20 4.5 m pada pertanaman dengan guludan searah lereng (P 3 ) dapat diharapkan akan mengendalikan erosi hingga lebih kecil dari Etol. Selanjutnya hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa pendapatan usahatani masing-masing perlakuan Rp Rp melebihi pendapatan untuk pemenuhan KHL (Rp /tahun). Oleh karena itu perlakuan P 3, P 4 dan P 5 dapat sebagai alternatif teknik KTA untuk mengendalikan erosi hingga lebih kecil dari Etol dan memberikan pendapatan usahatani lebih besar dari KHL Tabel 17 Pengaruh teknik KTA terhadap total aliran permukaan, erosi dan pendapatan serta BCR dan RCR pada 2 MT kentang dan 1 MT kubis pada Andisol Desa Kebun Baru di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi Perlakuan AP Erosi Biaya Pendapatan BCR RCR (mm) (ton/ha) (Rp/ha) (Rp/ha) P P P P P P P Alternatif Model Usahatani Sayuran Berkelanjutan Berbasis Kentang di DAS Siulak Deskripsi agroteknologi Altermatif model usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang (UTSBK) di DAS Siulak adalah model usahatani sayuran yang dapat memberikan pendapatan sama atau lebih besar dari kebutuhan hidup layak petani (pendapatan > KHL Rp ,-/tahun) dan mengendalikan erosi hingga lebih kecil atau sama dengan erosi yang dapat ditoleransikan (erosi < Etol ton/ha/tahun pada SLP-1, ton/ha/tahun pada SLP-2, ton/ha/tahun pada SLP-3 dan ton/ha/tahun pada SLP-4, Tabel 10) melalui agroteknologi yang dapat diterima dan diterapkan petani sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki petani. Alternatif model UTSBK dirancang untuk lahan 0.44 ha dan 0.82 ha pada kemiringan lereng 3, 7, 14 dan 20 persen dengan agroteknologi alternatif (skenario berdasarkan modifikasi atau penyempurnaan kondisi existing dan hasil percobaan erosi petak kecil). Teknik KTA yang diintegrasikan ke dalam agroteknologi alternatif untuk model UTSBK di DAS Siulak adalah teknik KTA yang sesuai karakteristik tanah, 72

21 kebutuhan tanaman dan karakteristik sosial-ekonomi petani setempat untuk mengendalikan erosi sekaligus meningkatkan produktivitas tanaman dan pendapatan petani (Latuladio et al. 2009). Kemudian teknik budidaya dalam agroteknologi alternatif untuk model UTSBK tersebut dirancang dengan pendekatan konsep PHT (pengandalian hama terpadu) atau GAPs (Good Agricultural Practices) yang mencakup : 1) penggunaan bibit unggul berkualitas, 2) persiapan lahan dan pengolahan tanah sesuai karakteristik tanah dan kebutuhan tanaman untuk pertumbuhan dan produktivitas optimal, 3) penggunaan kapur berdasarkan ph tanah dan ph optimum yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan produksi optimal, 4) penggunaan pupuk sesuai dengan kondisi dan status hara tanah serta kebutuhan hara tanaman sayuran untuk pertumbuhan dan produksi optimal, 5) pemeliharaan tanaman (penyiangan, pendangiran, pemangkasan tunas atau cabang) sesuai kebutuhan tanaman untuk produksi optimal, 6) pengendalian hama dan penyakit tanaman melalui penggunaan pestisida kimia yang minimal (seperlunya), sesuai kondisi tanaman dan karakteristik hama dan patogen yang menyerang tanaman (Latuladio et al. 2009, Duriat et al. 2006, Sastrosiswojo et al. 2005). Berdasarkan kondisi existing, maka agroteknologi alternatif untuk model UTSBK di DAS Siulak mencakup : a) teknik KTA berdasarkan pola tanam yang umumnya diterapkan petani sesuai karakteristik lahan (kemiringan lahan) dan kondisi sosial-ekonomi petani (dapat diterima dan diterapkan oleh petani), b) bibit kentang berkualitas atau sertifikasi (Varietas Granola G-3 atau G-4 dari BBIK Kayu Aro), dan c) pengapuran, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit tanaman sesuai anjuran (Tabel 18). a. Teknik konservasi tanah dan air Teknik KTA untuk model UTSBK di DAS Siulak adalah : 1) guludan tanaman memotong lereng + mulsa penahan air (sisa tanaman 3 ton/ha/tahun atau mulsa plastik) untuk lahan dengan kemiringan lereng 7 % (nilai faktor P = 0.5 x 0.5); 2) guludan memotong lereng + mulsa penahan air (sisa tanaman 6 ton/ha/tahun atau mulsa plastik) pada pertanaman sayuran ) dengan guludan searah lereng untuk lahan dengan kemiringan lereng 14 % (nilai faktor P = 0.5 x 0.3); dan 3) guludan memotong lereng + mulsa penahan air (sisa tanaman 6 ton/ha/tahun atau mulsa plastik) + rorak (1 m x 0.3 m x 0.4 m) pada pertanaman sayuran dengan guludan searah lereng untuk lahan dengan kemiringan lereng 20 % (nilai faktor P = 0.5 x 0.3 x 0.3). 73

22 Tabel 18 Deskripsi agroteknologi alternatif dalam model usahatani sayuran berkelanjutan berbasis kentang di DAS Siulak, Kabupaten Kerinci, Jambi A B C D E Pola tanam Agroteknologi kentangkubiskentang kentangkubistomat kentang- kubis- R/S kentang- R/Stomat kentangcabe Teknik konservasi tanah pada kemiringan lereng 3 % 7 % 14 % 20 % Tanpa teknik KTA Guludan tanaman memotong lereng + mulsa sisa tanaman 3 ton/ha/tahun atau mulsa plastik Guludan memotong lereng + mulsa sisa tanaman 6 ton/ha/tahun atau mulsa plastik pada pertanaman dengan guludan searah lereng Guludan memotong lereng + mulsa sisa tanaman 6 ton/ha/tahun atau mulsa plastik + rorak (1 x 0.3 x 0.4) m pada pertanaman dengan guludan searah lereng Bibit kentang varietas Granola (G-3 atau G-4) dari BBIK Kayu Aro, Kabupaten Kerinci Teknik budidaya kentang dan kubis mengacu pada rekomendasi Balitsa Lembang (Duriat et al. 2006, Sastrosiswojo et al. 2005), budidaya tomat dan cabe mengacu pada Maynard dan Hocmuth 1999 dalam Susila 2006) Tanaman diberi Dolomit 2 ton/ha (kecuali kentang) dan pupuk kandang 10 ton/ha Pupuk kentang (300 kg Urea kg ZA kg SP kg KCl) Pupuk kubis (100 kg Urea kg ZA kg SP kg KCl), Pupuk tomat (499 kg Urea kg SP kg KCl Pupuk cabe (499 kg Urea kg SP kg KCl) Pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida minimal, sesuai kondisi tanaman dan karakteristik hama dan patogen, dosis sesuai anjuran di kemasan Berdasarkan nilai faktor P masing-masing teknik KTA tersebut, maka nilai faktor CP pada lahan dengan kemiringan lereng 7 % untuk setiap pola tanam adalah (kentang-kubis-kentang), (kentang-kubis-tomat), 0.06 (kentang-kubis-rumput/semak), (kentang-rumput/semak-tomat), dan (kentang-cabe). Setiap nilai CP tersebut lebih kecil dari nilai CP maks (0.1453). Pada lahan dengan kemiringan lereng 14 %, nilai faktor CP untuk setiap pola tanam adalah (kentang-kubis-kentang), (kentang-kubistomat), (kentang-kubis-rumput/semak), (kentang-rumput semaktomat), (kentang-cabe). Setiap nilai CP tersebut lebih kecil dari nilai CP maks (0.0674). Pada lahan dengan kemiringan lereng 20 %, nilai faktor CP untuk setiap pola tanam adalah (kentang-kubis-kentang), (kentang-kubis-tomat), (kentang-kubis-rumput/semak), (kentangrumput semak-tomat), (kentang-cabe). Setiap nilai CP tersebut lebih kecil dari nilai CP maks (0.0479). 74

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di DAS Siulak (hulu DAS Merao), di Kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Propinsi Jambi (Lampiran 2). Pemilihan dan penetapan lokasi penelitian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pertanaman Sayuran Lahan sayuran merupakan penggunaan lahan dominan di Desa Sukaresmi Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Tanaman sayuran yang diusahakan antara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian masih merupakan prioritas pembangunan secara nasional maupun regional. Sektor pertanian memiliki peran penting untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG

VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG VII. ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI VARIETAS CIHERANG 7.1 Keragaan Usahatani Padi Varietas Ciherang Usahatani padi varietas ciherang yang dilakukan oleh petani di gapoktan Tani Bersama menurut hasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan sektor pertanian melalui peningkatan kontribusi subsektor tanaman pangan dan hortikultura merupakan salah satu upaya untuk memperkuat perekonomian

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin) II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin (Brassica rapa cv. caisin) Caisin (Brassica rapa cv. caisin) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam suku kubis-kubisan atau sawi-sawian (Brassicaceae/Cruciferae).

Lebih terperinci

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU

PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU PENYIAPAN BIBIT UBIKAYU Ubi kayu diperbanyak dengan menggunakan stek batang. Alasan dipergunakan bahan tanam dari perbanyakan vegetatif (stek) adalah selain karena lebih mudah, juga lebih ekonomis bila

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Kentang merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak ditanam oleh petani di Kecamatan Pasirwangi. Namun, pengelolaan usahatani kentang di daerah ini banyak memanfaatkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit semula merupakan tanaman yang tumbuh liar di hutan-hutan maupun daerah semak belukar tetapi kemudian dibudidayakan. Sebagai tanaman

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan Tumbuh

Lebih terperinci

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA PERBENIHAN BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA Dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi bawang merah, peran benih sebagai input produksi merupakan tumpuan utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan

2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA Aliran Permukaan Aliran permukaan merupakan bagian dari hujan yang tidak diserap tanah dan tidak tergenang di permukaan tanah, tetapi bergerak ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya

Lebih terperinci

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT TEKNIK BUDIDAYA TOMAT 1. Syarat Tumbuh Budidaya tomat dapat dilakukan dari ketinggian 0 1.250 mdpl, dan tumbuh optimal di dataran tinggi >750 mdpl, sesuai dengan jenis/varietas yang diusahakan dg suhu

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Tanaman cabai dapat tumbuh di wilayah Indonesia dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Peluang pasar besar dan luas dengan rata-rata konsumsi cabai

Lebih terperinci

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG

MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG MODEL USAHATANI SAYURAN DATARAN TINGGI BERBASIS KONSERVASI DI DAERAH HULU SUNGAI CIKAPUNDUNG (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) Hendi Supriyadi

Lebih terperinci

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang 1 Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang Kelompok penyakit tanaman adalah organisme pengganggu tumbuhan yang penyebabnya tidak dapat dilihat dengan mata telanjang seperti : cendawan, bakteri,

Lebih terperinci

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat

Tri Fitriani, Tamaluddin Syam & Kuswanta F. Hidayat J. Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Fitriani et al.: Evaluasi Kuanlitatif dan Kuantitatif Pertanaman Jagung Vol. 4, No. 1: 93 98, Januari 2016 93 Evaluasi Kesesuaian Lahan Kualitatif dan Kuantitatif Pertanaman

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL Bagi Indonesia, ubi kayu merupakan komoditas pangan penting, dan ke depan komoditas ini akan semakin srategis peranannya bagi kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH DI DATARAN MEDIUM KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU PENDAHULUAN

PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH DI DATARAN MEDIUM KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU PENDAHULUAN PERTUMBUHAN DAN HASIL KENTANG MERAH DI DATARAN MEDIUM KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU Ahmad Damiri dan Dedi Sugandi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl Irian Km 6,5 Kota Bengkulu ABSTRAK

Lebih terperinci

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09

Oleh Administrator Kamis, 07 November :05 - Terakhir Diupdate Kamis, 07 November :09 Tanaman tomat (Lycopersicon lycopersicum L.) termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia.

Lebih terperinci

IX. DISAIN MODEL PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA BERBASIS AGROEKOLOGI PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG

IX. DISAIN MODEL PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA BERBASIS AGROEKOLOGI PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 163 IX. DISAIN MODEL PENGEMBANGAN TANAMAN HORTIKULTURA BERBASIS AGROEKOLOGI PADA LAHAN BERLERENG DI HULU DAS JENEBERANG 9.1. Pendahuluan Komoditas hortikultura merupakan salah satu sumber akselerasi pertumbuhan

Lebih terperinci

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA 1. PERENCANAAN TANAM 1. Pemilihan lokasi tanam 2. Sistem tanam 3. Pola tanam 4. Waktu tanam 5. Pemilihan varietas Perencanaan Persyaratan

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat

Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah. Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat Teknik Budidaya Kubis Dataran Rendah Oleh : Juwariyah BP3K garum 1. Syarat Tumbuh Untuk membudidayakan tanaman kubis diperlukan suatu tinjauan syarat tumbuh yang sesuai tanaman ini. Syarat tumbuh tanaman

Lebih terperinci

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN

VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN VI ANALISIS KERAGAAN USAHATANI KEDELAI EDAMAME PETANI MITRA PT SAUNG MIRWAN 6.1. Analisis Budidaya Kedelai Edamame Budidaya kedelai edamame dilakukan oleh para petani mitra PT Saung Mirwan di lahan persawahan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

Vol 2 No. 2 April Juni 2013 ISSN :

Vol 2 No. 2 April Juni 2013 ISSN : AGROTEKNOLOGI KONSERVASI UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS TANAH DAN PRODUKTIVITAS KENTANG DI KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI (Agrotechnology Conservation To Improve Soil Quality and Potatoes Productivity In

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumberdaya lahan merupakan komponen sumberdaya alam yang ketersediaannya sangat terbatas dan secara relatif memiliki luas yang tetap serta sangat bermanfaat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG MERAH PADA LAHAN DATARAN TINGGI KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU ABSTRAK

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG MERAH PADA LAHAN DATARAN TINGGI KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU ABSTRAK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KENTANG MERAH PADA LAHAN DATARAN TINGGI KABUPATEN REJANG LEBONG BENGKULU Ahmad Damiri, Dedi Sugandi dan Eddy Makruf Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu ABSTRAK Kentang

Lebih terperinci

Teknologi Produksi Ubi Jalar

Teknologi Produksi Ubi Jalar Teknologi Produksi Ubi Jalar Selain mengandung karbohidrat, ubi jalar juga mengandung vitamin A, C dan mineral. Bahkan, ubi jalar yang daging umbinya berwarna oranye atau kuning, mengandung beta karoten

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya alam terutama sumberdaya lahan dan air, mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Pengelolaan sumberdaya lahan dan air di dalam sistem DAS (Daerah Aliran Sungai)

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan

IV. METODE PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN Pengumpulan data primer penelitian dilakukan di Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

Lebih terperinci

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN

VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN VI ANALISIS RISIKO PRODUKSI CAISIN Penilaian risiko produksi pada caisin dianalisis melalui penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap produktivitas caisin. Analisis risiko produksi menggunakan

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LAHAN KERING

BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LAHAN KERING BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LAHAN KERING Oleh:Heri Suyitno THL-TBPP BP3K Wonotirto 1. Pendahuluan Bawang Merah (Allium Ascalonicum) merupakan komoditas hortikultura yang memiliki banyak manfaat dan bernilai

Lebih terperinci

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING

POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING POLA TANAM TANAMAN PANGAN DI LAHAN SAWAH DAN KERING TEKNOLOGI BUDIDAYA Pola tanam Varietas Teknik Budidaya: penyiapan lahan; penanaman (populasi tanaman); pemupukan; pengendalian hama, penyakit dan gulma;

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI SAYURAN DI DATARAN TINGGI KERINCI PROVINSI JAMBI. Suharyon Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi

ANALISIS USAHATANI SAYURAN DI DATARAN TINGGI KERINCI PROVINSI JAMBI. Suharyon Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi ANALISIS USAHATANI SAYURAN DI DATARAN TINGGI KERINCI PROVINSI JAMBI Suharyon Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi email: suharyon@yahoo.com ABSTRAK Analisis usahatani terhadap 10 responden yang melakukan

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Petani 1) Umur Umur petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabe Merah

Peluang Usaha Budidaya Cabe Merah KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS Peluang Usaha Budidaya Cabe Merah NAMA : HERRY WICOYO NIM : 11.12.5939 KELAS : 11-SI-SI-08 STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA KATA PENGANTAR Puji Syukur kita panjatkan kepada Allah SWT

Lebih terperinci

BALITSA & WUR the Netherlands,

BALITSA & WUR the Netherlands, BALITSA & WUR the Netherlands, 2014 1 PENGENDALIAN ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) PADA BUDIDAYA KENTANG SECARA PREVENTIF Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) atau hama dan penyakit berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1

I PENDAHULUAN * Keterangan : *Angka ramalan PDB berdasarkan harga berlaku Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2010) 1 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN Sektor pertanian terdiri dari beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan, dimana keempat sub sektor tersebut mempunyai peranan

Lebih terperinci

PENDAHULLUAN. Latar Belakang

PENDAHULLUAN. Latar Belakang PENDAHULLUAN Latar Belakang Tanaman kakao sebagai salah satu komoditas andalan subsektor perkebunan Propinsi Sulawesi Tenggara banyak dikembangkan pada topografi berlereng. Hal ini sulit dihindari karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Tinjauan Agronomis Bawang prei termasuk tanaman setahun atau semusim yang berbentuk rumput. Sistem perakarannya

Lebih terperinci

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN PENGARUH DOSIS PUPUK AGROPHOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) VARIETAS HORISON Pamuji Setyo Utomo Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan Pertanaman Bawang Merah Desa Sungai Nanam, Alahan Panjang, dan Salimpat termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Secara

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari Mei 2017 di Lahan Fakultas Peternakan dan Pertanian dan Laboratorium Ekologi dan Produksi Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

Usahatani Tumpang Sari Tanaman Tomat dan Cabai di Dataran Tinggi Kabupaten Garut

Usahatani Tumpang Sari Tanaman Tomat dan Cabai di Dataran Tinggi Kabupaten Garut Usahatani Tumpang Sari Tanaman Tomat dan Cabai di Dataran Tinggi Kabupaten Garut Endjang Sujitno 1), Taemi Fahmi 1), dan I Djatnika 2) 1) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, Jln. Kayuambon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

Teknik Budidaya Bawang Merah Ramah Lingkungan Input Rendah Berbasis Teknologi Mikrobia PGPR

Teknik Budidaya Bawang Merah Ramah Lingkungan Input Rendah Berbasis Teknologi Mikrobia PGPR Teknik Budidaya Bawang Merah Ramah Lingkungan Input Rendah Berbasis Teknologi Mikrobia PGPR LATAR BELAKANG Tanaman Bawang merah (Allium ascalonicum) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang banyak

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) OLEH M. ARIEF INDARTO 0810212111 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR

BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR 13 BAB III TATALAKSANA TUGAS AKHIR A. Tempat Pelaksanaan Pelaksanaan Tugas Akhir dilaksanakan di Dusun Kwojo Wetan, Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. B. Waktu Pelaksanaan

Lebih terperinci

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman

Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman Pengaruh ph tanah terhadap pertumbuhan tanaman 1. Menentukan mudah tidaknya ion-ion unsur hara diserap oleh tanaman. Pada umumnya unsur hara akan mudah diserap tanaman pada ph 6-7, karena pada ph tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Survei Kecamatan Rancabungur dan Kecamatan Kemang termasuk dalam Kabupaten Bogor, yang secara geografis terletak antara 6.9 o 6.4 o Lintang Selatan dan 6. o.3 o

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian menjadi prioritas utama dalam pembangunan wilayah berorientasi agribisnis, berproduktivitas tinggi, efisien, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun ,

HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun , HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian di DAS Ciliwung hulu tahun 1990 1996, perubahan penggunaan lahan menjadi salah satu penyebab yang meningkatkan debit puncak dari 280 m 3 /det menjadi 383

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gambir (Uncaria gambir Roxb.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi serta memiliki prospek yang baik bagi petani maupun

Lebih terperinci

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun

Buletin IKATAN Vol. 3 No. 2 Tahun PENGARUH UMUR SIMPAN BIBIT BAWANG MERAH VARIETAS SUPER PHILIP DAN RUBARU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN DI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN Yuti Giamerti dan Tian Mulyaqin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

MODUL BUDIDAYA KACANG TANAH

MODUL BUDIDAYA KACANG TANAH MODUL BUDIDAYA KACANG TANAH I. PENDAHULUAN Produksi komoditi kacang tanah per hektarnya belum mencapai hasil yang maksimum. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh faktor tanah yang makin keras (rusak) dan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis hasil penelitian mengenai Analisis Kelayakan Usahatani Kedelai Menggunakan Inokulan di Desa Gedangan, Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah meliputi

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

Sistem Usahatani Konservasi Tanah pada Pertanaman Kubis Dataran Tinggi

Sistem Usahatani Konservasi Tanah pada Pertanaman Kubis Dataran Tinggi Sistem Usahatani Konservasi Tanah pada Pertanaman Kubis Dataran Tinggi 37 Deddy Erfandi, Umi Haryati, dan Irawan Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar 12, Bogor

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI Lahan pertanian yang dijadikan objek penelitian berlokasi di daerah lahan pertanian DAS Citarum Hulu, Desa Sukapura, Kecamatan Sukasari, Kabupaten Bandung dan sebagai

Lebih terperinci

PENGENALAN AGROTEKNOLOGI TANAMAN KENTANG SPESIFIK LOKASI DI KECAMATAN KAYU ARO BARAT, KABUPATEN KERINCI

PENGENALAN AGROTEKNOLOGI TANAMAN KENTANG SPESIFIK LOKASI DI KECAMATAN KAYU ARO BARAT, KABUPATEN KERINCI PENGENALAN AGROTEKNOLOGI TANAMAN KENTANG SPESIFIK LOKASI DI KECAMATAN KAYU ARO BARAT, KABUPATEN KERINCI Henny H, Itang Ahmad Mahbub Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Jambi Abstract Science and

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA TOMAT

PETUNJUK PELAKSANAAN GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA TOMAT PETUNJUK PELAKSANAAN GELAR TEKNOLOGI BUDIDAYA TOMAT Ir.. SISWANI DWI DALIANI BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN BENGKULU 2012 PETUNJUK PELAKSANAAN NOMOR : 26/1801.18/011/A/JUKLAK/2012 1. JUDUL RDHP :

Lebih terperinci

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering

Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Efektivitas Pupuk Organik Kotoran Sapi dan Ayam terhadap Hasil Jagung di Lahan Kering Abstrak Sumanto 1) dan Suwardi 2) 1)BPTP Kalimantan Selatan, Jl. Panglima Batur Barat No. 4, Banjarbaru 2)Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini termasuk

Lebih terperinci

DAMPAK TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG MERAH LOKAL PALU TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI

DAMPAK TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG MERAH LOKAL PALU TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI DAMPAK TEKNOLOGI BUDIDAYA BAWANG MERAH LOKAL PALU TERHADAP PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI Lintje Hutahaean, Syamsul Bakhri, dan Maskar Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani sehingga sektor pertanian memegang peranan penting sebagai penyedia

Lebih terperinci

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA

VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA VI ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BELIMBING DEWA Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai struktur biaya, penerimaan dan pendapatan dari kegiatan usahatani yang dijalankan

Lebih terperinci

LAPORAN HASIL PERCOBAAN

LAPORAN HASIL PERCOBAAN LAPORAN HASIL PERCOBAAN PENGUJIAN LAPANGAN EFIKASI FUNGISIDA RIZOLEX 50 WP (metil tolklofos 50%) (385/PPI/8/2008) TERHADAP PENYAKIT BUSUK DAUN Phytophthora infestans PADA TANAMAN KENTANG Pelaksana : H.

Lebih terperinci

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row

Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row Teknologi Budidaya Tumpangsari Ubi Kayu - Kacang Tanah dengan Sistem Double Row PENDAHULUAN Ubi kayu dapat ditanam sebagai tanaman tunggal (monokultur), sebagai tanaman pagar, maupun bersama tanaman lain

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph) KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), Lembang, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan dari bulan September hingga November 2016.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan di desa Cengkeh Turi dengan ketinggian tempat ± 25 di atas permukaan laut, mulai bulan Desember sampai

Lebih terperinci

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh :

PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI. Oleh : PETUNJUK LAPANGAN ( PETLAP ) PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI Oleh : BP3K KECAMATAN SELOPURO 2016 I. Latar Belakang PEMUPUKAN TEPAT JENIS dan DOSIS UNTUK MENINGKATKAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN USAHATANI SAYURAN BERKELANJUTAN BERBASIS KENTANG DI DAS SIULAK, KABUPATEN KERINCI JAMBI HENNY H.

PERENCANAAN USAHATANI SAYURAN BERKELANJUTAN BERBASIS KENTANG DI DAS SIULAK, KABUPATEN KERINCI JAMBI HENNY H. PERENCANAAN USAHATANI SAYURAN BERKELANJUTAN BERBASIS KENTANG DI DAS SIULAK, KABUPATEN KERINCI JAMBI HENNY H. SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. 5.1 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Wonosobo Secara geografis Kabupaten Wonosobo terletak di provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah sebesar 984,68 km2 pada koordinat 7o21 LS (Lintang Selatan)

Lebih terperinci

Model Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya Spesifik Lokasi di Daerah Hulu Sungai (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS

Model Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya Spesifik Lokasi di Daerah Hulu Sungai (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Model Usahatani Konservasi Berbasis Sumberdaya Spesifik Lokasi di Daerah Hulu Sungai (Studi Kasus: Lahan Pertanian Berlereng di Hulu Sub DAS Cikapundung, Kawasan Bandung Utara) SEMINAR HASIL-HASIL PENELITIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di

I. PENDAHULUAN. negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman sayuran cukup penting di Indonesia, baik untuk konsumsi di dalam negeri maupun untuk ekspor. Komoditas sayuran dapat tumbuh dan berproduksi di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Penelitian P1(a) P4 (2) P3 (a) P1 (b) P5 (a) P4 (b) P3 (1) P3 (a) P5 (a) P4 (1) P2 (2) P3 (2) P1 (a) P4 (a) P2 (1) P4 (a) P1 (2) P3 (1) P4 (1) P3 (2) P4 (b) P2 (b) P4 (2) P2

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai prospek pengembangan dan pemasaran yang cukup baik karena banyak dimanfaatkan oleh

Lebih terperinci