BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penulisan Tindakan korupsi di Indonesia semakin marak dipublikasikan di media massa maupun media cetak. Jumlah kasus korupsi di Indonesia meningkat 12% di sepanjang tahun 2014. Lembaga Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis bahwa dari laporan kepolisian dan KPK, tercatat 629 kasus korupsi dengan berbagai jenis seperti suap, penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan dana serta pemalsuan data. Data tahun 2014 ini lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah kasus korupsi tahun 2013 sebanyak 560 kasus (Jokonomics, 20/02/2015). Berbagai kebijakan telah dilakukan untuk memberantas korupsi namun pada kenyataannya sampai saat ini belum cukup untuk mencegah terjadinya korupsi di negeri ini. Salah satu lembaga yang memiliki peranan penting dalam pencegahan korupsi adalah pendidikan. Namun saat ini, hal yang sangat mengkhawatirkan adalah kenyataan bahwa kecurangan pun banyak terjadi di dalam lingkungan pendidikan termasuk di perguruan tinggi. Dalam dunia pendidikan, prestasi akademik yang tinggi dianggap gerbang menuju kehidupan yang lebih baik. Mahasiswa berkompetisi secara ketat untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Ketatnya persaingan untuk berprestasi, membuat mahasiswa sering melupakan bahwa tujuan utama dari pendidikan adalah menjadikan dirinya cerdas dan berkarakter baik. Sehingga tidak sedikit mahasiswa yang memalsukan kemampuan dengan cara yang instan agar dapat berprestasi, atau dapat dikatakan kecurangan akademik. 1
Kecurangan akademik bukanlah masalah yang baru. Fenomena kecurangan akademik ini telah menjadi masalah di sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia. Para peneliti mengungkapkan fenomena kecurangan akademik di Indonesia. Salah satunya pada tahun 2011, Indrianita (2011) dalam Frederika dan Prasetyawati (2013) melakukan penelitian terhadap mahasiswa UI dari berbagai fakultas (Psikologi, Hukum, FIB, FISIP, Teknik, FIK, FKM, MIPA, Fasilkom, dan Ekonomi). Dari 178 data partisipan didapatkan bahwa sebagian besar mahasiswa berada dalam kategori kecurangan akademik yang tinggi, yakni dengan prosentase sebesar 53,4%. Kasus mengenai kecurangan akademik yang mencengangkan dari ABC Australia tahun 2013 silam, ABC berhasil mengungkapkan kecurangan massal yang dilakukan lebih dari 160 mahasiswa hukum tingkat akhir Universitas Tasmania dalam tes online mata kuliah Prosedur Pidana dan Perdata. Nilai yang mereka telah dapatkan semester tersebut ditetapkan untuk dihapus dalam catatan akademis dan terpaksa harus mengulang ujian akhir mereka. (ABCNet, 30/08/2013). Hasil penelitian dan isu ini menggambarkan kondisi pendidikan yang sangat memprihatinkan. Mahasiswa pelaku kecurangan dikhawatirkan akan menjadi kebiasaan buruk yang akan berpengaruh terhadap masa depan mereka. Para generasi muda yang sudah terbiasa melakukan kecurangan ketika dalam proses pendidikan, tidak menutup kemungkinan akan melakukan kecurangan juga dalam dunia kerja. Menurut Sony Warsono, dkk (2009: 2) akuntansi adalah proses sistematis untuk mengolah transaksi menjadi informasi keuangan yang bermanfaat bagi para penggunannya. Akuntansi itu sendiri terdiri dari 3(tiga) komponen utama yaitu input (masukan) yang berupa transaksi, proses sistematis yang terdiri dari fungsi 2
pengidentifikasian transaksi sampai dengan penyusunan informasi keuangan dan yang terakhir yaitu output yang berupa informasi keuangan. Kegiatan akuntansi tidak terlepas dari seorang akuntan dan baik tidaknya suatu laporan keuangan ditentukan oleh banyak faktor, salah satunya yaitu akuntan karena akuntan yang nantinya akan membuat laporan keuangan dari proses akuntansi tersebut. Semua akuntan harus memenuhi standar kode etik yang ada. Kode etik akuntan Indonesia memuat 8 prinsip etika yaitu (1) tanggung jawab profesi, dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai professional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan professional dalam semua kegiatan yang dilakukan, (2) kepentingan publik, setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme, (3) Integritas, integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau 2 peniadaan prinsip, (4) objektivitas, setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya, (5) kompetensi dan kehati-hatian professional, setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hatihati, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan professional pada tingkat yang diperlukan, (6) kerahasiaan, setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa professional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tesebut tanpa persetujuan, (7) perilaku professional, setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan 3
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi, (8) standar teknis, setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar professional yang relevan (Mulyadi, 2001: 53). Kecurangan akan banyak terjadi apabila akuntan tidak mematuhi kode etik akuntan. Kecurangan ini merupakan suatu tindakan yang sudah berada diluar koridor prinsip akuntansi yang berlaku umum. Akuntan harus mempunyai tingkat kejujuran yang tinggi agar laporan keuangan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Demikian juga dengan mahasiswa akuntansi harus mempunyai kejujuran yang tinggi pula karena mahasiswa akuntansi merupakan calon akuntan yang nantinya akan membuat laporan keuangan. Akan tetapi menurut hasil observasi yang telah dilakukan, mahasiswa akuntansi sering kali melakukan tindak kecurangan, sebagai contoh menyontek pada saat ujian demi mendapatkan nilai yang diinginkan, menitip absen saat mereka berhalangan hadir agar presentase kehadiran penuh, mengcopypaste tugas teman, melakukan suap kepada dosen dan masih banyak lagi kecurangan mereka yang lainnya. Ketika mereka masih mahasiswa sudah melakukan tindak kecurangan, maka ketika mahasiswa tersebut tidak lagi menjadi seorang calon akuntan dan sudah menjadi akuntan yang sesungguhnya tidak menutup kemungkinan mahasiswa tersebut juga akan melakukan tindak kecurangan yang melanggar etika. Albercht (2012) menyatakan bahwa terdapat tiga elemen kunci (The Fraud Triangle) yang mendasari seseorang melakukan perbuatan fraud yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Jika salah satu dari ketiga elemen tersebut dapat diminimalisir, maka risiko kecurangan juga 4
dapat diminimalisir. Tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi dikenal sebagai dimensi Fraud Triangle yang mempengaruhi terjadinya kecurangan (W. Steve Albrecht, dkk., 2012: 31). Teori ini diadopsi dari teori dalam bidang keuangan seperti dikemukakan oleh Alvin A. Arens, dkk., yang mengungkapkan bahwa ada 3 kondisi yang berasal dari pelaporan keuangan yang curang dan penyalahgunaan aktiva diuraikan dalam SAS 99 (AU 316) yang disebut dengan segitiga kecurangan (Fraud Triangle). (Alvin A. Arens, dkk., 2008: 432). Menurut W. Steve Albrecht, dkk., (2012:31-49) tekanan merupakan situasi dimana seseorang merasa perlu memilih melakukan perilaku kecurangan. kesempatan merupakan suatu situasi dimana seseorang merasa memiliki kombinasi situasi dan kondisi yang memungkinkan dalam melakukan kecurangan akademik dan tidak terdeteksi. Rasionalisasi merupakan pembenaran diri atau alasan yang salah untuk suatu perilaku yang salah. Teori diatas didukung pada penelitian yang dilakukan oleh Becker et al. (2006) yang menggunakan konsep fraud triangle dalam meneliti model The Academic Dihonesty Scale modifikasi pada mahasiswa bisnis karena mahasiswa serta pelaku bisnis berkutat dengan praktik yang kadang bertentangan dengan etika bahkan harus menggunakan keseimbangan dari keduanya untuk membuat keputusan dalam dunia bisnis. Hasil dari penelitian Becker ini berhasil membuktikan bahwa ketiga elemen dalam konsep fraud triangle ini memiliki pengaruh terhadap perilaku kecurangan (academic dishonesty). Penelitian ini juga memiliki hasil yang serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnamasari dan Irianto (2014) dan 5
Santoso dan Adam (2014). Pencegahan dan pembinaan dalam lembaga pendidikan sangat diperlukan dalam menanggulangi fenomena kecurangan akademik. Salah satunya adalah dengan pemberian pendidikan moral bagi perserta didik. Moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam perilaku yang harus dipatuhi. Kematangan moral (moral maturity) seorang mahasiswa akan melahirkan mahasiswa yang berintegritas tinggi. Integritas yang dimiliki oleh mahasiswa akan menentukan apakah mahasiswa memiliki dorongan untuk melakukan kecurangan atau tidak. Integritas tersebut berkaitan dengan moralitas mahasiswa, ketaatan mahasiswa terhadap aturan akuntansi, latar belakang mahasiswa dan lain-lain. Integritas mahasiswa tersebut dapat menjelaskan kemungkinan mahasiswa mengambil keputusan-keputusan yang bersifat kurang etis atau bahkan melanggar kode etik. Probovury (2015) melakukan penelitian mengenai pengaruh integritas mahasiswa terhadap kecurangan akademik sebagai calon akuntan. Dalam penelitiannya Probovury (2015) mendapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh negatif dan signifikan terhadap perilaku kecurangan akademik. Penelitian ini juga mendukung penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Veronikha (2013) yang menyatakan terdapat hubungan negative yang signifikan antara moral judgement maturity dengan perilaku menyontek. Faktor lainnya yang mempengaruhi perilaku kecurangan akademik adalah tingkat religiusitas. Penelitian yang dilakukan oleh Conroy dan Emerson (2004), Kenedy dan Lawton (1998), Lam dan Shi (2008) dalam Hui Ho (2009) menunjukkan 6
bahwa seseorang yang memiliki komitmen di dalam agama mereka, maka mereka akan mampu membuat keputusan yang sesuai dengan keyakinan moral mereka. Artinya bahwa orang yang memiliki tingkat keyakinan agama yang tinggi, cenderung akan lebih sensitif dengan masalah etika yang buruk seperti tindakan kecurangan, jika dibandingkan dengan orang yang memiliki tingkat keyakinan agama yang rendah. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Donahue (1985) dalam Lung dan Chai (2010) juga menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi akan lebih memiliki sikap etis di dalam segala aspek kehidupan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi mereka untuk tidak berbuat perilaku tidak etis. Hasil penelitian lain yang sesuai dengan penelitian tersebut dilakukan oleh Bloodgood et al., (2007) menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki tingkat religiusitas tinggi pengaruhnya terhadap tingkat kecurangan yang dilakukannya lebih rendah dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat religiusitas rendah. Penelitian ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pamungkas (2014) yang menyatakan religiusitas berpengaruh negative terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan diatas maka peneliti melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Dimensi Fraud Triangle, Integritas Mahasiswa, dan Tingkat Religiusitas Terhadap Perilaku Kecurangan Akademik (Studi Pada Mahasiswa Program Studi S1 Jurusan Akuntansi Universitas Trisakti). 7
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan diatas, maka pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah tekanan berpengaruh signifikan positif terhadap perilaku kecurangan akademik? 2. Apakah kesempatan berpengaruh signifikan positif terhadap perilaku kecurangan akademik? 3. Apakah rasionalisasi berpengaruh signifikan positif terhadap perilaku kecurangan akademik? 4. Apakah integritas mahasiswa berpengaruh signifikan negatif terhadap perilaku kecurangan akademik? 5. Apakah tingkat religiusitas berpengaruh signifikan negatif terhadap perilaku kecurangan akademik? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dikemukakan peneliti dalam melakukan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui apakah tekanan berpengaruh signifikan positif terhadap perilaku kecurangan akademik. 2. Mengetahui apakah kesempatan berpengaruh signifikan positif terhadap perilaku kecurangan akademik. 3. Mengetahui apakah rasionalisasi berpengaruh signifikan positif terhadap 8
perilaku kecurangan akademik. 4. Mengetahui apakah integritas mahasiswa berpengaruh signifikan negatif terhadap perilaku kecurangan akademik. 5. Mengetahui apakah tingkat religiusitas berpengaruh signifikan negatif terhadap perilaku kecurangan akademik. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. 1. Manfaat Praktis a. Bagi Universitas Trisakti Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan mengenai fenomena kecurangan akademik yang ada di Universitas Trisakti dan faktor-faktor yang mempengaruhinya agar dapat meminimalisasi perilaku kecurangan akademik. b. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan bisa memberikan bekal bagi peneliti agar apabila kelak peneliti menjadi seorang akuntan atau auditor, peneliti menjadikan kejujuran sebagai pondasi utama dalam berkarir dan mencapai prestasi. 9
c. Bagi Pembaca Penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pembaca agar selalu menekankan kejujuran dalam dunia pendidikan dan dunia kerja. 2. Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu penelitian yang mampu menggali informasi faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kecurangan (fraud). b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bahwa Fraud Triangle tidak hanya ditemukan dalam kecurangan pelaporan keuangan tetapi juga dapat mempengaruhi perilaku kecurangan akademik. c. Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dan referensi untuk pertimbangan bagi penelitian yang relevan di masa yang akan datang. 1.5 Sistematika Penelitian Untuk melihat bagaimana gambaran jelasnya mengenai penelitian ini, maka secara garis besar penelitian ini terbagi menjadi lima bab, yaitu: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini memuat tentang latar belakang masalah penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, serta sistematika pembahasan. 10
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memuat tentang teori-teori yang menjadi tinjauan pustaka yang berhubungan dengan pembahasan penelitian yang bersangkutan, kerangka pemikiran, serta perumusan hipotesis. Tinjauan pustaka ini diambil dari buku-buku, literatur, dan sumbersumber yang dapat dipercaya dan mendukung pembahasan dalam bab ini. BAB II : METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membuat tentang metodologi penelitian, definisi variabel, teknik pengumpulan data, serta metode analisi data yang akan digunakan dalam penelitian. BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini memuat tentang deskripsi objek penelitian dan analisis pembahasan terhadap data-data hasil penelitian dengan pedoman berdasarkan landasan teori. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan memuat tentang kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik oleh penulis dalam penelitiannya, serta saran-saran yang akan dikemukakan kepada pihak-pihak yang berkepentingan jika menghadapi masalah yang sama dengan penelitian ini. 11