PERMINTAAN DAN PENAWARAN MINYAK GORENG SAWIT INDONESIA KHOIRU RIZQY RAMBE

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

31 Universitas Indonesia

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam bab ini adalah dengan menggunakan

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja,

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

BAB III METODE PENELITIAN. di peroleh dari Website Bank Muamlat dalam bentuk Time series tahun 2009

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara upah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

BAB III METODE PENELITIAN. minyak kelapa sawit Indonesia yang dipengaruhi oleh harga ekspor minyak

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi

III. METODE PENELITIAN. runtut waktu (time series) atau disebut juga data tahunan. Dan juga data sekunder

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan kajian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data time

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dengan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agriculture, Manufacture Dan Service di Indonesia Tahun Tipe

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH BEA KELUAR MINYAK KELAPA SAWIT MENTAH TERHADAP HARGA MINYAK GORENG DANDY DHARMAWAN

III. METODE PENELITIAN. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi,

BAB II LANDASAN TEORI. Data merupakan bentuk jamak dari datum. Data merupakan sekumpulan

III. METODELOGI PENELITIAN. Data yang digunakan oleh penulis adalah data sekunder dalam bentuk tahunan dari tahun

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

BAB III METODE PENELITIAN. data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini daerah yang akan dijadikan lokasi penelitian adalah

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dalam penelitian ini adalah ekspor kayu lapis Indonesia di pasar

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Pengaruh Tingkat

BAB III METODE PENELITIAN Data diperoleh dari BPS RI, BPS Provinsi Papua dan Bank Indonesia

BAB III METODE PENELITIAN. penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya. merupakan data tahunan dan hanya pada sektor industri.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, jenis data yang

PROYEKSI PERMINTAAN KEDELAI DI KOTA SURAKARTA

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

BAB III METODE PENELITIAN. Statistik). Data yang diambil pada periode , yang dimana di dalamnya

III METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Modal Kerja, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung. Deskripsi

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

III. METODE PENELITIAN. bentuk runtut waktu (time series) yang bersifat kuantitatif yaitu data dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis sumber data sekunder

III. METODOLOGI PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Pencarian data dilakukan melalui riset perpustakaan (library research)

IV. METODE PENELITIAN. Indonesia sehubungan dengan tujuan penelitian, yaitu menganalisis faktor-faktor

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis akan melaksanakan langkah-langkah sebagai

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pertumbuhan

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. berbentuk time series selama periode waktu di Sumatera Barat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai. tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah daya saing produk industri pengolahan

METODE PENELITIAN. keperluan tertentu. Jenis data ada 4 yaitu data NPL Bank BUMN, data inflasi, data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDB pada

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

III. METODE PENELITIAN. tingkat harga umum, pendapatan riil, suku bunga, dan giro wajib minimum. Data

III. METODE PENELITIAN. Jenderal Pengelolaan Utang, Bank Indonesia dalam berbagai edisi serta berbagai

III. METODE PENELITIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1.Objek Penelitian Dalam penelitian ini terdiri dari varabel terikat dan variabel bebas. Dimana

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

IV. METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi/Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Jawa Timur. Pemilihan Provinsi

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Obyek dari penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah besarnya

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil objek di seluruh provinsi di Indonesia, yang berjumlah 33 provinsi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. mempengaruhi Anggaran Pertahanan di Indonesia, yaitu :

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda

III. METODE PENELITIAN. Kabupaten ini disahkan menjadi kabupaten dalam Rapat Paripurna DPR

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Yang menjadi objek dari penelitian ini adalah ekspor industri tekstil dan

Model Persamaan Simultan

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB 5 ANALISA MODEL PERSAMAAN REKURSIF FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN EKSPOR CPO INDONESIA

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA DOMESTIK MINYAK SAWIT (CPO) DI INDONESIA TAHUN Oleh HARIYANTO H

IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Laporan Kebijakan Moneter, Laporan Perekonomian Indonesia, Badan Pusat

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pulau Pasaran terletak di kota Bandar Lampung berada pada RT 09 dan RT 10

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah penelitian yang bertujuan untuk menganalisis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 1. Apakah investasi mempengaruhi kesempatan kerja pada sektor Industri alat

Transkripsi:

PERMINTAAN DAN PENAWARAN MINYAK GORENG SAWIT INDONESIA KHOIRU RIZQY RAMBE DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Permintaan dan Penawaran Minyak Goreng Sawit Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juli 2016 Khoiru Rizqy Rambe NIM H34120001

ABSTRAK KHOIRU RIZQY RAMBE. Permintaan dan Penawaran Minyak Goreng Sawit Indonesia. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI. Selama 12 tahun terakhir, harga minyak goreng sawit Indonesia cenderung meningkat. Peningkatan harga minyak goreng sawit didorong oleh permintaan atau penawarannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan, penawaran, dan harga minyak goreng sawit Indonesia. Penelitian ini menggunakan data dari 1990 hingga 2014. Model persamaan simultan digunakan untuk menganalisis permintaan dan penawaran minyak goreng sawit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan dan populasi penduduk berpengaruh signifikan terhadap permintaan minyak goreng sawit. Hal tersebut berimplikasi bahwa minyak goreng sawit dapat dikategorikan sebagai barang normal dan kebutuhan pokok di Indonesia. Sementara harga minyak goreng sawit, produksi CPO, dan harga riil CPO Domestik berpengaruh signifikan terhadap penawaran minyak goreng sawit. Harga minyak goreng sawit Indonesia tidak dipengaruhi secara signifikan oleh jumlah permintaan dan penawarannya secara terpisah. Kata Kunci : Barang Normal, Minyak Goreng Sawit, Persamaan Simultan ABSTRACT KHOIRU RIZQY RAMBE. Demand and Supply of Indonesia Cooking Palm Oil. Supervised by NUNUNG KUSNADI. In the last 12 years, Indonesia palm-cooking oil price tend to increase significantly. The increase of palm-cooking oil price was driven by either its demand or supply. This study aimed to determine factors affecting of demand, supply, and Indonesia palm-cooking oil price. This research used time series data from 1990 to 2014. Simultaneous equation model was performed to analyse demand and supply of palm-cooking oil. The result indicated that income and population significantly influenced demand for palm-cooking oil. These implied that palm-cooking oil is categorized as normal good and staple food in Indonesia. While the price of palm-cooking oil, palm oil production, and real price of CPO Domestic significantly influenced supply of palm-cooking oil. Indonesia palmcooking price was not significantly affected by demand and supply separatedly. Keyword : Normal Good, Palm-cooking Oil, Simultaneous Equation

PERMINTAAN DAN PENAWARAN MINYAK GORENG SAWIT INDONESIA KHOIRU RIZQY RAMBE Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2016 sampai Maret 2016 ini ialah permintaan dan penawaran produk, dengan judul Permintaan dan Penawaran Minyak Goreng Sawit Indonesia. Terima kasih penulis ucapkan kepada orang tua dan keluarga tercinta atas segala doa dan dukungannya. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS, yang telah memberikan bimbingan baik secara teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Serta ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS,selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan masukan dalam kuliah di Departemen Agribisnis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman Departemen Agribisnis 49 yang telah memberikan bantuan dan masukan-masukan yang sangat membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2016 Khoiru Rizqy Rambe

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xi DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 2 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 4 Ruang Lingkup Penelitian 4 TINJAUAN PUSTAKA 4 KERANGKA PEMIKIRAN 7 Kerangka Pemikiran Teoritis 7 Kerangka Pemikiran Operasional 9 METODE PENELITIAN 10 Jenis dan Sumber Data 10 Metode Pengolahan dan Analisis Data 11 HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Permintaan Minyak Goreng Sawit Indonesia 18 Penawaran Minyak Goreng Sawit Indonesia 19 Harga Minyak Goreng Sawit Indonesia 21 SIMPULAN DAN SARAN 22 Simpulan 22 Saran 23 DAFTAR PUSTAKA 23 LAMPIRAN 27 RIWAYAT HIDUP 37

DAFTAR TABEL 1 Tabel Order Condition 16 2 Hasil Estimasi Model Permintaan Minyak Goreng Sawit dan Elastisitasnya 18 3 Hasil Estimasi Model Penawaran Minyak Goreng Sawit dan Elastisitasnya 20 4 Hasil Estimasi Model Harga Minyak Goreng Sawit dan Elastisitasnya 21 DAFTAR GAMBAR 1 Grafik Produksi CPO dan Total Ekspor CPO Indonesia Tahun 1990-2014 2 2 Grafik Produksi dan Harga Minyak Goreng Sawit Indonesia Tahun 1990-2013 3 3 Kurva Keseimbangan Pasar 8 4 Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional 10 DAFTAR LAMPIRAN 1 Data Riil Penelitian 25 2 Hasil Estimasi Persamaan Permintaan Minyak Goreng Sawit 26 3 Uji Normalitas Persamaan Permintaan Minyak Goreng Sawit 26 4 Uji Multikolinieritas Persamaan Permintaan Minyak Goreng Sawit 27 5 Uji Autokorelasi Persamaan Permintaan Minyak Goreng Sawit 27 6 Uji Heteroskedastisitas Persamaan Permintaan Minyak Goreng Sawit 28 7 Hasil Estimasi Persamaan Penawaran Minyak Goreng Sawit 29 8 Uji Normalitas Persamaan Penawaran Minyak Goreng Sawit 29 9 Uji Multikolinieritas Persamaan Penawaran Minyak Goreng Sawit 30 10 Uji Autokorelasi Persamaan Penawaran Minyak Goreng Sawit 30 11 Uji Heteroskedastisitas Persamaan Penawaran Minyak Goreng Sawit 31 12 Hasil Estimasi Persamaan Harga Minyak Goreng Sawit 32 13 Uji Normalitas Persamaan Harga Minyak Goreng Sawit 32 14 Uji Multikolinieritas Persamaan Harga Minyak Goreng Sawit 33 15 Uji Autokorelasi Persamaan Harga Minyak Goreng Sawit 34 16 Uji Heteroskedastisitas Persamaan Harga Minyak Goreng Sawit 35

PENDAHULUAN Latar Belakang Harga minyak goreng sawit sejak tahun 2001 telah mengalami peningkatan dengan rata rata pertumbuhan sebesar 10.07 persen hingga tahun 2012 (Badan Ketahanan Pangan 2014). Kenaikan tersebut dapat menurunkan daya beli masyarakat terhadap minyak goreng sawit. Padahal konsumsi minyak goreng sawit di Indonesia menyerap rata-rata pangsa pasar sebesar 86.64 persen pada tahun 2002 sampai 2008 dibanding minyak goreng jenis lainnya (Sipayung dan Purba 2015). Hal tersebut menyebabkan minyak goreng sawit dapat dikategorikan sebagai komoditas yang strategis, karena kelangkaan minyak goreng sawit dapat menimbulkan dampak ekonomis cukup berarti bagi perekonomian nasional. Stabilitas harga minyak goreng sawit dapat terjaga apabila ketersediannya di pasar domestik dapat terjamin. Peningkatan produksi minyak goreng sawit harus dilakukan seiring dengan semakin tingginya permintaan minyak goreng sawit. Salah satu penyebab semakin tingginya permintaan minyak goreng sawit adalah jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai 237 641 326 jiwa pada tahun 2010 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.40 persen per tahun dari tahun 2010 sampai 2014 (BPS 2015). Peningkatan permintaan terhadap minyak goreng sawit juga dapat terlihat dengan meningkatnya konsumsi minyak goreng sawit dari 6.6 menjadi 8.1 kg/kapita/tahun pada periode tahun 2009 sampai 2013 (Badan Ketahanan Pangan 2014). Peningkatan produksi minyak goreng sawit dapat dilakukan dengan pengembangan industri minyak goreng sawit di Indonesia. Jumlah perusahaan pelaku industri minyak goreng sawit telah meningkat dari 43 unit usaha tahun 2006 menjadi 57 unit usaha pada tahun 2011. Industri minyak goreng sawit tersebut tersebar di enam provinsi yaitu Sumatera Utara, Riau, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur. Peningkatan jumlah pelaku industri tersebut telah mampu meningkatkan produksi minyak goreng sawit Indonesia hingga mencapai 4 883 000 ton pada tahun 2013 (Badan Ketahanan Pangan 2014). Kapasitas produksi minyak goreng sawit di Indonesia paling tinggi berada di Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Utara dengan produksi minyak goreng sawit masing- masing sebesar 21.46 persen dan 19.94 persen dari produksi minyak goreng sawit nasional (Sipayung dan Purba 2015). Pengembangan industri minyak goreng sawit ini sangat berkaitan dengan ketersediaan CPO sebagai input produksi minyak goreng sawit di pasar domestik. Produksi CPO Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang signifikan sejak tahun 1990 yang hanya 2 412 juta ton menjadi 28.4 juta ton pada tahun 2013 (Pusdatin 2015). Namun hingga saat ini, produksi CPO Indonesia sebagian besar untuk kepentingan ekspor. Bahkan pada tahun 2013, ekspor CPO Indonesia mencapai 72.45 persen dari total produksi CPO Indonesia (Badan Pusat Statistik 2015). Perkembangan produksi dan ekspor CPO Indonesia dari tahun 1990 hingga 2014 dapat dilihat pada grafik 1 sebagai berikut.

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2 35000 30000 25000 20000 15000 10000 5000 0 QCPO (000 ton) XCPO (000 ton) Gambar 1. Grafik Produksi CPO dan Total Ekspor CPO Indonesia Tahun 1990-2014 (ribu ton) Sumber : Badan Pusat Statistik 2015 Kegiatan ekspor CPO tersebut harus tetap mempertimbangkan kebutuhan CPO domestik yang terus bertambah. Penggunaan CPO domestik pada tahun 2014 mencapai 88 juta ton dan diperkirakan akan meningkat menjadi 10.8 juta ton pada tahun 2015. Penggunaan CPO domestik tersebut didominasi untuk produksi minyak goreng sawit dan margarin yaitu sebesar 5.7 juta ton pada tahun 2014. Sedangkan pada tahun 2015, penggunaan CPO untuk produksi minyak goreng sawit dan margarin meningkat menjadi 5.9 juta ton 1. Dengan demikian peningkatan kebutuhan CPO domestik harus tetap dipertimbangkan dalam pemilihan keputusan ekspor CPO Indonesia. Perumusan Masalah Minyak goreng sawit telah menjadi produk paling dominan digunakan di Indonesia dibanding dengan jenis minyak goreng lainnya seperti minyak goreng kelapa. Hal ini terjadi seiring dengan semakin meningkatnya produksi CPO Indonesia dan perkembangan industri minyak goreng sawit. Perkembangan tersebut semakin menekan industri produk substitusinya yaitu minyak goreng kelapa yang terkendala semakin langkanya bahan baku kelapa. Bahkan konsumsi minyak goreng sawit di Indonesia telah menyerap rata-rata pangsa pasar sebesar 86.64 persen pada tahun 2002-2008 sedangkan minyak goreng kelapa hanya mampu menyerap 5.31 persen pangsa pasar pada periode yang sama (Sipayung dan Purba 2015). Dengan semakin strategisnya posisi minyak goreng sawit dalam industri minyak goreng Indonesia menyebabkan stabilitas harga minyak goreng sawit perlu dijaga karena menyangkut kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. 1 Anonim. 2014. 2015, Konsumsi CPO Domestik 10 Juta Ton [Internet]. [Diunduh pada 2015 Oktober 12]. Tersedia pada: http://www.bumn.go.id/ptpn6/berita/2681/2015,.konsumsi.cpo.domestik.10.juta.ton

Harga minyak goreng sawit tentu saja dipengaruhi jumlah produksi minyak goreng sawit Indonesia. Perkembangan industri minyak goreng sawit yang ditandai dengan pertambahan jumlah perusahaan telah mampu meningkatkan produksi minyak goreng sawit Indonesia. Produksi minyak goreng sawit Indonesia memang berfluktuasi sejak tahun 1990, namun menunjukkan trend yang semakin meningkat hingga tahun 2013 (Gambar 2). Produksi minyak goreng sawit tersebut didukung dengan semakin tingginya produksi CPO Indonesia sebagai input utama dalam proses produksi minyak goreng sawit. Produksi CPO Indonesia semakin meningkat seiring dengan perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia. Pada tahun 2000 Indonesia hanya memiliki luas areal kelapa sawit 4 158 077 ha, namun pada tahun 2013 telah berkembang hingga 10 465 020 ha. Perkembangan luas perkebunan kelapa sawit tersebut berdampak positif terhadap jumlah produksi kelapa sawit Indonesia yaitu 7 000 508 ton pada tahun 2000 meningkat sekitar empat kali lipat menjadi 27 746 125 ton pada tahun 2013(Ditjenbun 2014). Produksi minyak goreng sawit yang semakin meningkat juga diikuti dengan kenaikan harga minyak goreng sawit di pasar domestic (Gambar 2). Mengapa peningkatan produksi minyak goreng sawit tetap diikuti oleh peningkatan harga minyak goreng sawit di Indonesia? 3 12000 6000 10000 5000 8000 4000 6000 4000 3000 2000 HMGDR (Rp/Kg) QMG (000 ton) 2000 1000 0 0 Gambar 2. Grafik Produksi dan Harga Minyak Goreng Sawit Indonesia Tahun 1990-2013 (dalam ribu ton) Sumber : Badan Ketahanan Pangan 2014 Harga minyak goreng sawit yang semakin tinggi di pasar dapat disebabkan oleh pengaruh dari supply push atau demand pull. Menurut Bakari et.al (2013), kemampuan perubahan permintaan dan penawaran yang tidak dapat diprediksi dalam pasar dapat menyebabkan harga minyak goreng sawit juga tidak dapat diprediksi. Peningkatan harga minyak goreng sawit yang terjadi dapat mengganggu perekonomian rumah tangga penduduk Indonesia karena minyak goreng sawit telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Lalu apakah peningkatan harga minyak goreng sawit Indonesia lebih kuat dipengaruhi oleh kekuatan permintaan atau kekuatan penawaran?

4 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menentukan faktor faktor yang mempengaruhi permintaan minyak goreng sawit Indonesia. 2. Menentukan faktor faktor yang mempengaruhi penawaran minyak goreng sawit Indonesia. 3. Menentukan faktor faktor yang mempengaruhi harga minyak goreng sawit Indonesia. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi berbagai pihak yang berkepentingan. 1. Bagi pemerintah sebagai bahan masukan dalam menetapkan kebijakan terkait perdagangan minyak goreng sawit di Indonesia. 2. Bagi peneliti selanjutnya, sebagai salah satu bahan rujukan dan bahan pembanding bagi penelitian selanjutnya yang sejenis. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membatasi ruang lingkup hanya pada industri minyak goreng sawit Indonesia. Penelitian ini tidak membedakan bentuk pengusahaan kelapa sawit antara Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara, dan Perkebunan Besar Swasta karena penelitian ini diarahkan pada total keseluruhan hasil produksi dari ketiga bentuk pengusahaan tersebut. Penelitian ini melihat perkembangan industri minyak goreng sawit Indonesia dan menduga faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran minyak goreng sawit Indonesia. Pendugaan dilakukan dengan menggunakan metode persamaan simultan. TINJAUAN PUSTAKA Permintaan Minyak Goreng Sawit Harga komoditas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap komoditas tersebut. Pada komoditas minyak goreng kelapa, harga minyak goreng kalapa berpengaruh nyata terhadap permintaan minyak goreng kelapa Indonesia (Ratri 2004). Pada komoditas daging dan kecap diketahui bahwa harga komoditas tersebut berpengaruh nyata terhadap permintaannya (Hadiwijoyo 2009; Maryani 2007, Afifa 2006). Pengaruh negatif antara harga dan permintaan juga terjadi pada penelitian Chalik (2002) tentang komoditas kayu. Demikian juga pada komoditas susu segar di Jawa Timur diketahui bahwa permintaan susu segar dipengaruhi oleh harga susu segar di Jawa Timur (Zuhriyah 2010). Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa harga berpengaruh negatif terhadap

permintaan karena kenaikan harga suatu komoditas akan mengurangi jumlah permintaannya Jumlah penduduk juga dapat mempengaruhi jumlah permintaan suatu komoditas. Hasil penelitian Tarigan et.al (2013) menunjukkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh secara statistik terhadap permintaan beras di Sumatera Utara. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hadiwijoyo (2009), jumlah penduduk juga berpengaruh positif terhadap permintaan daging. Namun menurut Maryani (2007) dalam penelitiannya tentang permintaan dan penawaran industri kecap Indonesia, jumlah penduduk tidak berpengaruh signifikan terhadap permintaan kecap. Hal ini karena kecap hanya merupakan penyedap makanan yang penggunaannya sehari-hari tidak terlalu banyak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk akan berpengaruh positif terhadap suatu komoditas yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat. Salah satu kebutuhan pokok di Indonesia adalah minyak goreng sawit sehingga semakin banyak jumlah penduduk Indonesia akan meningkatkan jumlah permintaan minyak goreng kelapa sawit. Faktor lain yang mempengaruhi permintaan adalah pendapatan. Semakin tinggi pendapatan masyarakat berpengaruh positif terhadap permintaan karena daya beli masyarakat akan meningkat (Hadiwijoyo 2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ratri (2004) dihasilkan bahwa pendapatan per kapita juga berpengaruh nyata terhadap permintaan minyak goreng kelapa. Variabel pendapatan per kapita tersebut kurang responsif pada jangka pendek sedangkan pada jangka panjang memberikan respon yang baik terhadap permintaan minyak goreng sawit. Namun hasil penelitian Maryani (2007) menyebutkan bahwa pendapatan per kapita tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan kecap di Indonesia. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa minyak goreng kelapa sebagai barang normal. Selain harga komoditas itu sendiri, harga lain yang turut berpengaruh adalah harga komoditas lain yang merupakan produk substitusinya. Harga produk substitusi berpengaruh positif terhadap permintaan suatu produk karena saat harga produk substitusi naik maka konsumen akan berpindah ke produk lainnya sehingga permintaan produk tersebut meningkat. Pada komoditas minyak goreng kelapa, harga minyak goreng sawit berpengaruh nyata terhadap permintaan minyak goreng kelapa (Ratri 2004). Demikian juga halnya pada komoditas daging sapi dimana harga ikan sebagai produk substitusinya berpengaruh nyata terhadap permintaan daging sapi (Hadiwijoyo 2009). 5 Penawaran Minyak Goreng Sawit Harga minyak goreng sawit tidak hanya mempengaruhi jumlah permintaan, tetapi juga berpengaruh terhadap penawaran. Namun berbeda dengan permintaan, pada penawaran suatu minyak goreng sawit, harga akan berpengaruh positif terhadap jumlah penawarannya. Sehingga harga minyak goreng sawit yang semakin meningkat akan mendorong peningkatan penawarannya juga di pasar domestik. Hal ini juga sesuai dengan komoditas daging sapi dan kecap dimana harga komoditas tersebut berpengaruh nyata dan positif terhadap penawarannya (Hadiwijoyo 2009; Maryani 2007). Namun menurut Ratri (2004), harga minyak goreng kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap penawaran minyak goreng kelapa

6 di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian terhadap penawaran susu segar di Jawa Timur juga diketahui bahwa harga susu segar tidak berpengaruh nyata terhadap penawarannya (Zuhriyah 2010). Penawaran minyak goreng sawit Indonesia tentu sangat dipengaruhi produksi minyak goreng sawit dan ketersediaan CPO sebagai bahan baku utamanya. Semakin banyak jumlah produksi dan ketersediaan bahan baku akan mendorong peningkatan penawaran minyak goreng sawit Indonesia. Demikian juga halnya pada komoditas daging sapi dimana jumlah produksi daging sapi dan jumlah populasi sapi Indonesia berpengaruh nyata terhadap penawarannya (Hadiwijoyo 2009). Upah produksi merupakan faktor lain yang mempengaruhi penawaran suatu komoditas. Namun pengaruh upah terhadap penawaran adalah negatif karena semakn tinggi upah produksi menyebakan biaya produksi meningkat sehingga dapat mengurangi kemampuan perusahaan untuk memproduksi produk lebih banyak. Menurut Maryani (2007), upah produksi pada industri kecap berpengaruh nyata terhadap penawaran kecap Indonesia. Hal yang sama juga terjadi pada industri minyak goreng kelapa, upah tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap penawaran minyak goreng kelapa (Ratri 2004). Harga Minyak Goreng Sawit Harga minyak goreng sawit terbentuk dari interaksi antara permintaan dengan penawaran minyak goreng sawit di pasar. Menurut Bakari et.al (2013), terdapat kecenderungan tidak tetapnya tingkat permintaan dan penawaran yang menyebabkan perubahan harga minyak goreng. Menurut Abdullah dan Wahid (2010) harga suatu komoditas yang diperjualbelikan secara internasional akan saling terkait antara harga domestik dan harga internasionalnya. CPO sebagai komoditas yang diperjualbelikan secara internasional, harganya dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dan penawaran terhadap CPO dan juga pengaruh lainnya seperti harga minyak kedelai sebagai produk substitusinya. Harga dan stok minyak kedelai dapat mempengaruhi harga CPO yang terbentuk di pasar karena keduanya merupakan barang substitusi yang sangat dekat kaitannya (Chuangchid et.al 2012). Harga suatu komoditas juga dipengaruhi perkembangan permintaan akan produk turunannya. Peningkatan harga minyak dunia dan semakin berkembangnya isu ramah lingkungan menyebabkan permintaan biodiesel semakin tinggi. Banyak negara yang mulai mengembangkan biodiesel karena dianggap lebih ramah lingkungan sehingga menyebabkan adanya tambahan permintaan terhadap penghasil biodiesel yang salah satunya adalah CPO sehingga harga CPO juga meningkat. Hasil penelitian Siregar et.al (2014) juga menyebutkan bahwa harga minyak goreng sawit Indonesia dipengaruhi oleh harga CPO internasional. Peningkatan harga CPO internasional dapat menyebabkan terjadinya kekurangan pasokan CPO domestic akibat ekspor yang berlebihan sehingga harga minyak goreng sawit sebagai produk turunannya meningkat. Pemerintah Indonesia dalam mengantisipasi hal tersebut mengeluarkan kebijakan pajak ekspor yang dianggap akan mampu mengurangi harga minyak goreng sawit Indonesia.

7 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Harga Minyak Goreng Sawit Industri minyak goreng sawit berada dalam pasar yang bersaing sehingga harga yang terbentuk di pasar ditentukan oleh interaksi yang terjadi antara seluruh penjual dan pembeli dalam pasar. Melalui konsep permintaan dan penawaran pasar dapat disimpulkan bahwa harga suatu barang pada pasar yang bersaing ditentukan oleh permintaan pasar dan penawaran pasar untuk barang tersebut. Permintaan pasar minyak goreng sawit adalah jumlah total minyak goreng sawit yang diinginkan dan dapat dibeli oleh konsumen pada setiap tingat harga yang mungkin, dengan asumsi harga barang lain yang berkorelasi, pendapatan, iklan, dan variabel lain tidak berubah (Baye 2010). Hukum permintaan (Law of demand) menyatakan bahwa hubungan antara harga barang dengan jumlah permintaan bersifat kebalikan dimana semakin tinggi harga barang maka semakin sedikit jumlah permintaan terhadap barang tersebut. Dengan demikian kurva permintaan mempunyai slope negatif (menurun). Namun permintaan minyak goreng sawit tidak hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut. Menurut Baye (2010), beberapa faktor seperti iklan, pendapatan, harga barang lain yang berkorelasi, jumlah konsumen dan harapan konsumen akan menyebabkan perubahan permintaan (demand) yang dapat menggeser keseluruhan titik pada kurva permintaan. Faktor-faktor tersebut disebut demand shifter. Pergeseran kurva ke kanan disebut peningkatan permintaan, dan sebaliknya pergeseran kurva ke kiri disebut penurunan permintaan. Sedangkan penawaran pasar minyak goreng sawit adalah jumlah total minyak goreng sawit yang diproduksi oleh seluruh produsen dalam pasar yang bersaing pada setiap tingkat harga, dengan asumsi harga input, teknologi dan variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi penawaran tidak berubah (Baye 2010). Sama seperti konsep dalam hukum permintaan, perubahan harga suatu barang akan mengubah jumlah yang ditawarkan. Kenaikan (penurunan) harga barang dan faktor-faktor lain tetap akan meningkatkan (menurunkan) jumlah barang yang ditawarkan. Hal ini dikenal sebagai Hukum Penawaran (Law of Supply). Kondisi ini mengakibatkan bentuk kurva penawaran mempunyai slope positif. Perubahan penawaran minyak goreng sawit selain dikarenakan perubahan harga komoditas itu sendiri, juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lain. Menurut Baye (2010), terdapat beberapa variabel yang dapat mempengaruhi posisi kurva penawaran yang disebut supply shifter. Supply shifter tersebut terdiri dari harga input, tingkat teknologi yang digunakan dalam berproduksi, jumlah perusahaan dalam pasar, pajak dan harapan produsen. Perubahan faktor-faktor tersebut akan menggeser kurva penawaran. Jika kurva bergeser ke kanan disebut kenaikan penawaran, dan sebaliknya jika kurva bergeser ke kiri disebut penurunan penawaran. Gambaran mengenai pembentukan harga minyak goreng sawit dapat dilihat dengan interaksi kurva permintaan pasar dan kurva penawaran pasar pada Gambar 3 berikut.

Harga S 1 S 2 8 P 1 Pe P 2 D 1 D 2 Q 1 Q 2 Kuantitas Gambar 3. Kurva Keseimbangan Pasar Dari Gambar 3 kita dapat melihat bagaimana penentuan harga minyk goreng sawit pada pasar yang bersaing. Pada saat permintaan dan penawaran awal diperoleh harga keseimbangan sebesar P e dan kuantitas keseimbangan sebesar Q 1. Apabila terjadi perubahan pada faktor faktor yang menyebabkan pergerseran kurva permintaan ke D 2 seperti peningkatan jumlah konsumen, maka akan terbentuk harga baru yang semakin meningkat dari harga keseimbangan yaitu P 1. Peningkatan harga ini akan direspon oleh produsen dengan meningkatkan produksinya sehingga penawaran akan meningkat dan kurva penawaran bergeser ke S 2. Akibat dari peningkatan penawaran tersebut maka harga akan kembali turun ke titik P e namun dengan kuantitas keseimbangan yang baru yaitu Q 2. Demikian pula sebaliknya, apabila terjadi perubahan pada faktor faktor yang menyebabkan pergeseran kurva penawaran seperti ditemukannya teknologi produksi yang baru sehingga perusahaan dapat berproduksi lebih banyak, maka kurva penawaran akan bergeser dari S 1 ke S 2. Pergeseran kurva tersebut menyebabkan harga produk menjadi turun ke P 2. Akibat adanya penurunan harga yang terjadi, maka konsumen akan cenderung meningkatkan konsumsinya sehingga menyebabkan peningkatan permintaannya dan kurva bergeser ke D 2. Dengan demikian keseimbangan akan kembali pada titik harga P e dengan kuantitas Q 2. Jika keseimbangan pasar digambarkan sebagai perpotongan kurva permintaan dan kurva penawaran, maka menurut (Baye 2010) secara matematis keseimbangan pasar dapat dituliskan dalam persamaan berikut : Q d (P e ) = Q s (P e ) Dimana: Q d (P) adalah jumlah barang yang diminta pada tingkat harga P Q s (P) adalah jumlah barang yang ditawarkan pada tingkat harga P P e adalah harga keseimbangan

9 Kerangka Pemikiran Operasional Minyak goreng sawit merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Konsumsi terhadap minyak goreng sawit dilakukan di semua lapisan masyarakat sehingga minyak goreng sawit dapat dikategorikan sebagai komoditas yang strategis di Indonesia. Dengan demikian, stabilitas harga minyak goreng sawit Indonesia harus terjaga karena dapat mengganggu pemenuhan kebutuhan masyarakat. Berdasarkan data Badan Ketahanan Pangan (2014), harga minyak goreng sawit mengalami peningkatan sejak tahun 2001 dengan rata-rata peningkatan 10.07 persen hingga tahun 2012. Terjadinya peningkatan harga tersebut tentu dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran minyak goreng sawit di pasar domestik. Sisi penawaran minyak goreng sawit dapat dilihat dari produksi minyak goreng sawit di Indonesia. Minyak goreng sawit diproduksi dengan menggunakan input utama yaitu CPO. Ketersediaan CPO akan mempengaruhi jumlah minyak goreng sawit yang dapat diproduksi oleh perusahaan-perusahaan minyak goreng sawit. Produksi CPO Indonesia sebenarnya telah mencapai 28.4 juta ton pada tahun 2013, namun sekitar 72.45 persen diekspor untuk memenuhi permintaan internasional (Pusdatin 2015). Kegiatan ekspor tersebut tentu saja dapat mengganggu kebutuhan industri pengolahan CPO di Indonesia sehingga jumlah minyak goreng sawit yang dihasilkan berkurang. CPO sebagai input produksi juga mempengaruhi penawaran minyak goreng sawit terkait harga CPO domestik karena semakin tinggi harga CPO domestik akan mengurangi kemampuan perusahaan untuk berproduksi. Harga minyak goreng sawit juga dipengaruhi kekuatan permintaannya. Sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat Indonesia, jumlah permintaan terhadap minyak goreng sawit juga tinggi dan dapat menyebabkan gejolak harga. Populasi penduduk Indonesia yang terus meningkat dan mencapai 237 641 326 jiwa pada tahun 2010 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.40 persen per tahun dari tahun 2010-2014 menyebabkan semakin tingginya tingkat permintaan terhadap minyak goreng sawit (BPS 2015). Peningkatan permintaan terhadap minyak goreng sawit juga dapat terlihat dari semakin tingginya konsumsi minyak goreng sawit perkapita dari 6.6 menjadi 8.1 kg/kapita/tahun pada periode tahun 2009-2013 (Badan Ketahanan Pangan 2014). Permintaan terhadap minyak goreng sawit juga dipengaruhi produk substitusinya yaitu minyak goreng kelapa. Apabila harga minyak goreng kelapa menurun dan menyebabkan peningkatan permintaannya maka akan menyebabkan penurunan jumlah permintaan minyak goreng sawit. Selain itu pendapatan perkapita dapat mempengaruhi permintaan. Apabila suatu minyak goreng sawit termasuk barang normal maka peningkatan pendapatan akan menyebabkan peningkatan permintaannya, sedangkan apabila termasuk barang inferior maka peningkatan pendapatan justru menyebabkan penurunan permintaan terhadap minyak goreng sawit tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan analisis permintaan dan penawaran minyak goreng sawit Indonesia. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode persamaan simultan. Skema kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada gambar berikut.

10 Kenaikan Harga Minyak Goreng Sawit Indonesia Permintaan Minyak Goreng Sawit Dipengaruhi : 1. Harga Minyak Goreng Sawit 2. Harga Minyak Goreng Kelapa 3. Pendapatan Perkapita 4. Populasi Penduduk Penawaran Minyak Goreng Sawit Dipengaruhi : 1. Harga Minyak Goreng Sawit 2. Produksi CPO 3. Harga CPO Domestik Harga Minyak Goreng Sawit Metode Persamaan Simultan Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Harga Minyak Goreng Sawit Indonesia Gambar 4. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang menggunakan data statistik tahunan dari tahun 1990-2014. Sumber data berasal dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Perdagangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian dan Jurnal-jurnal Ekonomi serta instansi-instansi lain yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data tentang antara lain : produksi CPO, produksi minyak goreng sawit Indonesia, pendapatan per kapita Indonesia, jumlah penduduk Indonesia, harga minyak goreng sawit dalam negeri, harga minyak goreng kelapa sebagai produk substitusi, permintaan minyak goreng sawit dalam negeri.

11 Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis yang akan digunakan adalah metode kuantitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan pendekatan bentuk persamaan simultan, karena variabel-variabel yang digunakan untuk menganalisis permintaan dan penawaran minyak goreng sawit Indonesia saling berpengaruh. Masing-masing persamaan dalam penelitian ini diduga dengan metode Two-Stage Least Square (2SLS). Spesifikasi Model Simultan Model merupakan suatu penjelas dari fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses. Salah satu model yang sering digunakan dalam menganalisis masalah ekonomi adalah model ekonometrika. Model ekonometrika adalah suatu model statistika yang menghubungkan peubah-peubah ekonomi dari suatu fenomena. Suatu model dikatakan baik jika model tersebut memenuhi kriteriakriteria sebagai berikut : 1. Kriteria Ekonomi Kriteria ini ditentukan oleh dasar-dasar teori ekonomi dan berhubungan dengan tanda dari hubungan ekonomi setiap variabel. Model yang diperoleh akan dievaluasi berdasarkan teori-teori ekonomi yang ada. 2. Kriteria Statistik Kriteria ini menyangkut uji statistik untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang signifikan dari variabel-variabel eksogen terhadap variable endogen pada masing-masing persamaan, kemampuan variabel eksogen dalam menjelaskan variasi atau keragaman variabel endogen. 3. Kriteria Ekonometrik Kriteria ekonometrik didasari oleh asumsi-asumsi dari model regresi berganda sebagai berikut : 1. Error memiliki distribusi normal. 2. Variansnya tetap (homoskedastisitas). 3. Tidak ada korelasi serial antara error (tidak ada autokorelasi). 4. Tidak terjadi hubungan antar variabel bebas (tidak ada multikolinieritas). Pendekatan ekonometrika dibedakan atas persamaan tunggal dan persamaan simultan. Persamaan tunggal merupakan persamaan dimana variabel terikat (dependent variable), dinyatakan sebagai sebuah fungsi linier dari satu atau lebih variabel bebas (independent variable), sehingga hubungan sebab akibat antara variabel terikat dan variabel bebas merupakan hubungan satu arah. Sedangkan persamaan simultan adalah suatu persamaan yang membentuk sistem persamaan yang menggambarkan ketergantungan diantara berbagai variabel dalam persamaan tersebut, sehingga model ini tidak mungkin menaksir hanya pada satu persamaan dengan mengabaikan informasi yang ada pada persamaanpersamaan lainnya. Dalam penelitian ini, perumusan model mencakup persamaan penawaran minyak goreng sawit Indonesia, permintaan minyak goreng sawit Indonesia, dan harga minyak goreng sawit Indonesia. Permintaan Minyak Goreng Sawit Indonesia Faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi permintaan minyak goreng sawit Indonesia adalah harga riil minyak goreng sawit domestik, pendapatan per kapita, populasi penduduk Indonesia, dan jumlah permintaan minyak goreng sawit

12 tahun sebelumnya, sehingga persamaan permintaan minyak goreng sawit dapat dirumuskan sebagai berikut : QDMGt = a 0 + a 1 HMGDRt + a 2 ICPKt +a 3 HMGKt + a 4 POPt+ a 5 QDMGt- 1 + U 1 Dimana : QDMGt HMGDRt ICPKt HMGKt POPt QDMGt- 1 a 0 a i U 1 = Jumlah permintaan minyak goreng sawit Indonesia pada tahun ket (ton) = Harga riil minyak goreng sawit domestik pada tahun ke-t (Rp/kg) = Pendapatan per kapita Indonesia pada tahun ke-t (Rp/kap) = Harga riil minyak goreng kelapa pada tahun ke-t (Rp/kg) = Populasi penduduk Indonesia pada tahun ke-t (orang) = Lag permintaan minyak goreng sawit Indonesia (ton) = Intersep = Parameter yang diduga (i = 1,2,3 ) = Kesalahan Pengganggu (error term) Tanda parameter dugaan yang diharapkan : a 2, a 3, a 4 > 0 ; a 1 < 0 ; 0 < a 5 < 1 Penawaran Minyak Goreng Sawit Indonesia Faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi penawaran minyak goreng sawit Indonesia adalah harga riil minyak goreng sawit domestik, produksi CPO, harga CPO domestik, dan penawaran tahun sebelumnya sehingga persamaan permintaan minyak goreng sawit dapat dirumuskan sebagai berikut : QSMGt = b 0 + b 1 HMGDRt + b 2 QCPOt + b 3 PDCPOt + b 4 QSMGt- 1 + U 2 Dimana : QSMGt HMGDRt QCPOt PDCPOt QSMGt- 1 b 0 b i U 2 = Penawaran minyak goreng sawit Indonesia pada tahun ke-t (ton) = Harga riil minyak goreng sawit domestik pada tahun ke-t (Rp/kg) = produksi CPO domestik pada tahun ke-t (ton) = Harga riil CPO domestik pada tahun ke-t (Rp/Kg) = Lag penawaran minyak goreng sawit Indonesia (ton) = Intersep = Parameter yang diduga (i = 1,2,3 ) = Kesalahan Pengganggu (error term) Tanda parameter dugaan yang diharapkan : b 1,b 2 > 0 ; b 3 < 0; 0 < b 4 < 1 Harga Minyak Goreng Sawit Indonesia Harga minyak goreng sawit terbentuk dari pengaruh jumlah penawaran dan permintaan minyak goreng sawit sehingga persamaan harga minyak goreng sawit dapat dirumuskan sebagai berikut: HMGDRt = c 0 + c 1 QDMGt + c 2 QSMGt + c 3 HMGDRt- 1 + U 3 Dimana :

HMGDRt = Harga riil minyak goreng sawit domestik pada tahun ke-t (Rp/kg) QDMGt = Jumlah permintaan minyak goreng sawit Indonesia pada tahun ket (ton) QSMGt = Penawaran minyak goreng sawit Indonesia pada tahun ke-t (ton) HMGDRt- 1 = Lag Harga riil minyak goreng sawit domestik (Rp/kg) c 0 = Intersep c i = Parameter yang diduga (i= 1,2) U 3 = Kesalahan Pengganggu (error term) Tanda parameter dugaan yang diharapkan : c 1 > 0; c 2 <0; 0 < c 3 < 1 Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 1. Permintaan Minyak Goreng Sawit Indonesia Diduga bahwa harga riil minyak goreng kelapa sebagai substitusi dari minyak goreng sawit, populasi penduduk Indonesia, dan pendapatan per kapita berpengaruh positif, sedangkan harga riil minyak goreng sawit Indonesia berpengaruh negatif terhadap permintaan minyak goreng sawit Indonesia. 2. Penawaran Minyak Goreng Sawit Indonesia Diduga bahwa harga riil minyak goreng sawit dan produksi CPO Indonesia berpengaruh positif, sedangkan harga CPO berpengaruh negatif terhadap penawaran minyak goreng sawit Indonesia. 3. Harga Minyak Goreng Sawit Indonesia Harga minyak goreng sawit terbentuk dari pengaruh permintaan dan penawaran minyak goreng sawit. Persamaan harga minyak goreng sawit menggunakan variabel selisih jumlah permintaan dan penawaran minyak goreng sawit dan variabel ini berpengaruh positif terhadap harga. Identifikasi Model Maksud dari masalah identifikasi adalah apakah taksiran angka dari parameter persamaan struktural dapat diperoleh dari koefisien bentuk tereduksi yang ditaksir (Gujarati 2000). Dalam teori ekonometrika, terdapat dua kemungkinan situasi dalam suatu identifikasi yaitu: 1. Persamaan Underidentified Suatu persamaan dikatakan underidentified jika bentuk statistiknya tidak tunggal. Suatu sistem dikatakan underidentified ketika satu atau lebih persamaanpersamaan yang ada dalam sistem tersebut underidentified sehingga tidak mungkin dilakukan pendugaan dari seluruh parameter yang ada dengan teknik ekonometrik manapun. 2. Persamaan Identified Jika suatu persamaan memiliki bentuk statistik tunggal, maka persamaan tersebut dapat diidentifikasi (Identified), dan persamaan tersebut bisa exactlyidentified, maka metode yang sesuai untuk pendugaan adalah Indirect Least square (ILS) atau metode kuadat terkecil tak langsung, sedangkan jika 13

14 persamaan overidentified, maka salah satu metode yang dapat digunakan untuk pendugaan adalah Two-stages least square (2SLS). Dalam tahap identifikasi, terdapat dua tahap yaitu: 1. Order Condition Order Condition adalah suatu kondisi yang perlu dari identifikasiidentifikasi yang bertujuan untuk mengetahui apakah persamaan-persamaan yang ada dapat diidentifikasi. Langkah-langkah dalam order condition : 1) Bila (K-M) > (G-1), maka persamaan tersebut dinyatakan teridentifikasi secara berlebih (overidentified). 2) Bila (K-M) = (G-1), maka persamaan tersebut tepat teridentifikasi (exactlyidentified). 3) Bila (K-M) < (G-1), maka persamaan tersebut tidak teridentifikasi. Dimana : K = Total variabel dalam model, yaitu variabel endogen dan eksogen. M = Jumlah variabel eksogen yang terdapat dalam satu persamaan G tertentu dalam model. = Total persamaan dalam model, yaitu peubah endogen dalam model. 2. The Rank Condition of Identifiability The Rank Condition of Identifiability digunakan untuk mengidentifikasi persamaan yang setelah dilakukan uji Order condition (kondisi ordo) menghasilkan kesimpulan dapat diidentifikasi, yang selanjutnya dilihat apakah persamaan tersebut exactlyidentified (identifikasi tepat) atau overidentified (terlalu diidentifikasikan). Model persamaan simultan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tiga persamaan struktural dengan total 12 variabel di dalam model yang terdiri dari tiga variabel endogen dan sembilan variabel eksogen. Berdasarkan rumus identifikasi model di atas, setiap persamaan yang terdapat dalam penelitian ini termasuk dalam kategori overidentified sehingga metode yang cocok digunakan adalah Two Stage Least Square (2SLS). Tabel 1. Pengujian Order Condition Persamaan K M G K-M G-1 Identified Permintaan 12 5 3 7 2 Overidentified Penawaran 12 4 3 8 2 Overidentified Harga 12 2 3 10 2 Overidentified Pengujian Model dan Hipotesis Pengujian terhadap suatu model apakah peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah responnya, umumnya menggunaan uji statistik F. Hipotesis yang digunakan di dalam pengujian ini adalah : H 0 : ai = 0 ; dimana i = 1, 2,..., k H 1 : paling sedikit ada satu nilai ai yang tidak sama dengan nol Uji statistiknya adalah : Fhit = jumlah kuadrat tengah regresi/(k) jumlah kuadrat sisa/(n-k-1)

15 Jika Fhit > F (α/2; n-k-1), artinya tolak H 0 Jika Fhit < F (α/2; n-k-1), artinya terima H 0 Dimana : n = Jumlah tahun pengamatan k = jumlah peubah respon Jika H 0 ditolak, maka model dugaan dapat digunakan untuk meramalkan hubungan antara peubah respon dengan peubah penjelasnya pada tingkat kepercayaan tertentu (α/2 persen). Jika terjadi sebaliknya, maka model dugaan tidak dapat meramalkan hubungan antara peubah respon dengan peubah responnya. Pengujian apakah secara parsial peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah respon pada suatu persamaan, umumnya menggunakan uji statistik t. Langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : H 0 : ai = 0 H 1 : ai > 0 atau ai < 0 Uji statistiknya : thit = ai - 0 Sai Dimana Sai adalah simpangan baku dari parameter dugaan ai, kemudian hasil dugaan thitung dibandingkan dengan ttabel. Jika thit > t (α; n-k-1), artinya tolak H0 dimana parameter dugaan secara sistematik berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan α persen. Jika thit < t (α; n-k-1), artinya terima H 0 dimana parameter dugaan tersebut tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan α persen. Koefisien Determinasi Uji kesesuaian model digunakan untuk mengukur kemampuan dari peubah penjelas untuk menerangkan keragaman atau variasi dari peubah endogen pada masing-masing persamaan. Ukuran yang digunakan untuk uji ini adalah koefisien determinasi (R 2 ). Suatu angka yang mengukur keragaman pada variabel dependent yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi disebut koefisien determinasi. Nilai R 2 berkisar antara 0 < R 2 < 1, dengan kriteria pengujiannya adalah R 2 yang semakin tinggi (mendekati satu) menunjukkan model yang terbentuk mampu menjelaskan keragaman dari variabel dependen, demikian sebaliknya. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut: R 2 = Jumlah kuadrat regresi Jumlah kuadrat total Uji Normalitas Menurut Widarjono (2009), uji normalitas residual secara formal dapat dideteksi dengan metode Jarque-Bera (JB). Adapun formula uji statistic JB adalah sebagai berikut : JB = n [ ( ) ] Dimana S=koefisien skewness dan K=koefisien kurtosis.

16 Jika suatu variabel didistribusikan secara normal maka nilai koefisien S=0 dan K=3. Oleh karena itu, jika residual terdistribusi secara normal maka diharapkan nilai statistic JB akan sama dengan nol. Nilai statistic JB ini didasarkan pada distribusi Chi Squares dengan derajat kebebasan (df) 2. Jika nilai statistic JB yang diperoleh lebih kecil dari nilai statistic Chi Square maka kita menerima hipotesis bahwa residual mempunyai distribusi normal. Uji Multikolinearitas Menurut Gujarati (2000), uji multikolinearitas digunakan untuk melihat apakah dalam persamaan yang diduga terdapat hubungan linear antar peubah bebasnya. Adanya multikoliearitas menyebabkan pendugaan koefisien regresi tidak nyata walaupun nilai R 2 -nya tinggi. Hal tersebut dapat dideteksi dari nilai R 2 yang tinggi (0.7 1) tetapi tidak terdapat atau hanya sedikit sekali koefisien yang berpengaruh nyata. Uji multikolinieritas juga dapat dilakukan dengan uji korelasi antar variabel independen. Jika korelasi antar variabel dibawah nilai 0.8 dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah multikolinieritas. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antara kesalahan (error term) tahun t dengan kesalahan tahun t-1. Salah satu asumsi dasar dari penerapan motode regresi dengan kuadrat terkecil adalah tidak adanya korelasi antar error term. Adanya masalah autokorelasi akan menghasilkan hasil estimasi koefisien yang konsisten dan tidak bias tetapi dengan varian yang besar, atau dengan perkataan lain hasil penafsiran tidak efisien. Salah satu cara untuk mendeteksi adanya autokorelasi adalah dengan menggunakan uji Breusch Godfrey Serial Corelation LM Test. Apabila nilai probabilitas dari uji Breusch Godfrey Serial Corelation LM Test lebih besar dari taraf nyata maka dapat disimpulkan bahwa dalam persamaan tersebut tidak terdapat masalah autokorelasi. Salah satu cara untuk mengatasi masalah autokorelasi yaitu dengan menambahkan variabel AR(n). Mekanisme penambahannya yaitu dimulai dengan AR(1), AR(2), dan seterusnya sampai didapatkan model yang terbaik. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah kondisi tidak terpenuhinya asumsi dasar homoskedastisitas yang mensyaratkan bahwa penyebaran dari varian adalah sama. Uji homoskedastisitas menyatakan nilai-nilai variabel dependent bervariasi dalam satuan yang sama. Untuk mendeteksi adanya masalah heteroskedastisitas maka dilakukan uji Glejser Heteroscedasticity Test, sebagai berikut: H 0 : tidak ada heteroskedastisitas H 1 : ada heteroskedastisitas Tolak H 0 jika obs* R-square > χ 2 atau probability obs* R-square < α Pendugaan Nilai Elastisitas Elastisitas adalah ukuran tingkat kepekaan suatu peubah endogen pada suatu persamaan terhadap perubahan dari peubah penjelas. Koefisien-koefisien

yang telah diperoleh, selanjutnya dijadikan sebagai bahan perhitungan untuk menentukan nilai dugaan elastisitas. Nilai elastisitas jangka pendeknya adalah : ESR = ai (Xij) (Yt) Dimana : ESR = elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas (Xij) dalam jangka pendek ai = parameter dugaan peubah penjelas Xij Xij Yt = rata-rata peubah penjelas Xij = rata-rata peubah respon Yt Sedangkan nilai elastisitas jangka panjang diperoleh dari perhitungan sebagai berikut : ELR = ESR 1-an Dimana : ELR = elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas (Xij) dalam jangka panjang ESR = elastisitas peubah respon (Yt) terhadap peubah penjelas (Xij) dalam an jangka pendek = nilai parameter dugaan peubah bedakala Dari nilai elastisitas, jika lebih besar dari satu berarti peubah endogen responsif terhadap perubahan dari peubah penjelas maka dikatakan elastis. Jika nilai elastis kurang dari satu berarti peubah endogen tidak responsif terhadap perubahan dari peubah penjelas. Definisi Operasional 1. Permintaan minyak goreng sawit adalah jumlah total konsumsi minyak goreng sawit domestik dalam satuan ton. 2. Penawaran minyak goreng sawit adalah jumlah total produksi minyak goreng sawit Indonesia dan jumlah impor minyak goreng sawit dinyatakan dalam ton. 3. Harga riil minyak goreng sawit domestik merupakan harga minyak goreng sawit domestik setelah dideflasikan dengan Indeks Harga Konsumen (1996=100) dan dinyatakan dalam Rupiah/Kg. 4. Pendapatan per kapita adalah rata rata pendapatan penduduk Indonesia dan dinyatakan dalam satuan Rupiah. 5. Harga riil CPO domestik adalah harga CPO domestik setelah dideflasikan dengan Indeks Harga Konsumen (1996=100) dan dinyatakn dalam satuan Rupiah/Kg. 6. Harga riil minyak goreng kelapa domestik merupakan harga minyak goreng kelapa domestik setelah dideflasikan dengan Indeks Harga Konsumen (1996=100) dan dinyatakan dalam Rupiah/Kg. 7. Populasi penduduk merupakan jumlah total penduduk Indonesia dan dinyatakan dalam satuan orang. 17

18 HASIL DAN PEMBAHASAN Permintaan Minyak Goreng Sawit Indonesia Harga suatu komoditas berhubungan negatif dengan jumlah permintaan komoditas tersebut. Pada komoditas minyak goreng sawit, hubungan negatif antara harga dan jumlah permintaannya dapat terlihat dari tanda negatif koefisiennya yaitu -0.041 (Tabel 2). Namun secara statistik, harga minyak goreng sawit tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah permintaan minyak goreng sawit Indonesia. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Ratri (2004) yang menyebutkan bahwa harga minyak goreng kelapa berpengaruh signifikan terhadap permintaan minyak goreng kelapa di Indonesia. Hasil perhitungan elastisitas menunjukkan bahwa elastisitas harga minyak goreng sawit sangat inelastis dalam jangka pendek dan jangka panjang. Perubahan harga yang terjadi dalam jangka pendek hanya menurunkan permintaannya sebesar 0.03 persen, sedangkan dalam jangka panjang sebesar 0.04 persen. Sifat inelastis tersebut sesuai dengan karakteristik kebutuhan pokok dimana perubahan harga yang terjadi tidak akan berpengaruh banyak pada jumlah permintaannya. Hasil penelitian Tarigan et.al (2013) juga menyebutkan bahwa elastisitas harga pada beras bernilai kurang dari satu atau inelastis. Nilai elastisitas kurang dari satu dapat dimaklumi karena beras merupakan kebutuhan pokok sehingga respon perubahan harga tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap jumlah permintaan beras. Tabel 2. Hasil Estimasi Permintaan Minyak Goreng Sawit dan Elastisitasnya Variabel Koefisien Std. Elastisitas Elastisitas Error Jk. Pendek Jk. Panjang Konstanta -7680.97 2771.94 Harga Riil Minyak Goreng Sawit -0.041 0.360-0.03-0.04 Harga Riil Minyak Goreng Kelapa 0.351 0.379 0.317 0.357 Pendapatan perkapita 0.532* 0.273 0.179 0.457 Populasi Penduduk 23.143* 17.01 2.799 3.155 Lag Permintaan Minyak Goreng 0.221 0.113 Sawit Ket : *Signifikan pada taraf nyata 20 persen Minyak goreng kelapa merupakan salah satu produk substitusi minyak goreng sawit di Indonesia. Minyak goreng kelapa yang bersifat sebagai produk substitusi dapat dibuktikan dengan tanda koefisien positif pada koefisiennya yang bernilai 0.351. Namun berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa variabel harga minyak goreng kelapa tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan minyak goreng sawit Indonesia. Dengan demikian dapat dikatakan minyak goreng kelapa belum mampu menggantikan posisi minyak goreng sawit sebagai kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Posisi minyak goreng kelapa sebagai kebutuhan masyarakat Indonesia memang sudah mampu digantikan oleh minyak goreng sawit karena perkembangan yang pesat pada industri minyak goreng sawit sementara terjadi penurunan produksi minyak goreng kelapa (Ratri 2004). Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Chuangchid et.al (2012) untuk