BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar (Mardiasmo, 2011: 21).

BAB I PENDAHULUAN. dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB I PENDAHULUAN. kontraprestasi yang langsung dapat digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. umum (Mohammad Zain, 2007). Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat. Pengertian pajak adalah iuran kepada kas negara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sumber penerimaan negara di peroleh dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Dalam pembangunan, tidak akan tercapai apabila tidak ada kerja

BAB I PENDAHULUAN. langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah selalu ingin mensejahterakan rakyatnya dan ini dapat dilihat

BAB I PENDAHULUAN. kepada keadilan sosial. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, negara harus

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah mengandalkan berbagai pemasukan negara sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor

BAB I PENDAHULUAN. Self assessment system ini baru akan berhasil dengan baik apabila syaratsyarat diatas dapat dipenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. sumber penerimaan merupakan satu hal yang sangat wajar. Berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan tahun 2012 terlihat pada tabel berikut ini: Tabel 1.1 Perkembangan Penerimaan Pajak (triliun rupiah)

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional, sebagaimana tertuang dalam alinea II Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Asia Tenggara dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 250 juta

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, pemerintah mengandalkan sumber-sumber penerimaan negara. Nota Keuangan dan APBN Indonesia tahun 2015 yang diunduh dari

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. ekstensifikasi (peningkatan jumlah wajib pajak) dan intensifikasi (peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang tidak bisa hanya

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan yang sama untuk mengetahui masalah perpajakan di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu instrumen suatu negara termasuk Indonesia dalam. memperoleh pendapatan untuk melaksanakan kegiatan pemerintahan adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari ekspor dan berbagai jenis bantuan dari luar negeri masih dirasa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Tujuan utama dari kebijakan keuangan negara di bidang penerimaan dalam

BAB I PENDAHULUAN. uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Semakin tinggi pemasukan pajak

BAB I PENDAHULUAN. dengan melihat semakin bertambahnya jumlah penduduk. perpajakan, Indonesia menganut system self assessment yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suryani N. A., 2016 Pengaruh Pelayanan Fiskus dan Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak

BAB I PENDAHULUAN. Sumber penerimaan Negara Indonesia berasal dari bermacam-macam sektor,

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk pembangunan negara. Meskipun pendapatan negara dari

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

Bab 3. Penjelasan Mengenai Ketentuan Sunset Policy Berdasarkan Pasal 37A Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB I PENDAHULUAN. Pemungutan Pajak Daerah dalam upaya peningkatan pendapatan asli. secara terus menerus melalui penggarapan sumber-sumber baru dan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan tersebut, maka pemerintah perlu banyak memperhatikan masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan suatu negara akan berkembang dan berjalan dengan lancar

BAB I PENDAHULUAN. untuk belanja rutin maupun pembangunan (Suryadi: 2006). Dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang terus-menerus berlangsung secara

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penerimaan pajak merupakan sumber pembiayaan negara yang dominan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pajak dapat memperbaiki hal tersebut dan menjadi solusi yang efektif.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Sebagian masyarakat telah menganggap pajak sebagai

BAB I PENDAHULUAN. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. dimana semua hasil penerimaan tersebut akan digunakan untuk membiayai

BAB I PENDAHULUAN. pajak dapat dinikmati oleh semua rakyat Indonesia. terutang dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan. Sebagaia timbal balik

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terusmenerus. dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. pelaksanaan dan pembangunan nasional tersebut serta bertujuan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. internal adalah pajak, sedangkan sumber penerimaan eksternal misalnya pinjaman

BAB I PENDAHULUAN. Belanja Negara. Salah satu yang termasuk dalam APBN adalah pajak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pemerintahan suatu negara dibentuk sebagai perwakilan suatu rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kesejahteraan rakyat. Salah satunya disebabkan oleh lebih besarnya

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang ikut mendorong pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berasal dari pajak. Sehingga tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Wajib Pajak merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat kecil baik materiil maupun spiritual. Untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah tentunya berusaha untuk dapat meningkatkan dan meratakan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui. Berbeda dengan pajak yang mempunyai umur tidak terbatas, dengan melihat semakin bertambahnya jumlah penduduk.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menggali sumber-sumber pendapatannya secara lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. yang berasal dari dalam negeri, salah satunya berupa pajak.

BAB I PENDAHULUAN. non migas. Siti Kurnia Rahayu (2010) mengungkapkan bahwa Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari official assessment system menjadi self assessment system.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB 4 PEMBAHASAN. 4.1 Rencana dan Realisasi Penerimaan Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia memiliki berbagai permasalahan perpajakan yang umumnya

BAB I PENDAHULUAN. kenyataannya Indonesia tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Bisa dilihat

BAB 1 PENDAHULUAN. negara Indonesia saat ini bersumber dari dalam negeri yaitu pajak. yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membiayai pembangunan dan pengeluaran rutin lainnya di

BAB I PENDAHULUAN. Pembiayaan suatu Negara sangatlah bergantung kepada besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan Belanja Negara (APBN), sumber pembiayaannya berasal dari sektor

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Pemerintah membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. pajak pratama kepada Wajib Pajak untuk menagih pajak yang terutang, selain dari

I. PENDAHULUAN. maupun eksternal. Upaya untuk mengurangi ketergantungan sumber

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. disebabkan masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui dengan baik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut P. J. A. Adriani yang telah diterjemahkan oleh R.

BAB I LATAR BELAKANG PENELITIAN. penting untuk membangun dan memperbaiki infrastruktur maupun meningkatkan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Hukum Pajak. Kewajiban Perpajakan (Pertemuan #9) Semester Genap

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia pajak merupakan bagian dari sumber penerimaan negara yang

Team project 2017 Dony Pratidana S. Hum Bima Agus Setyawan S. IIP

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar diantara bentuk-bentuk

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 80% dari penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan negara dari pajak juga perlu ditingkatkan karena pajak merupakan

2015 PENGARUH PENAGIHAN PAJAK DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dari tahun ke tahun kontribusi pajak pada penerimaan negara terus

BAB I PENDAHULUAN. Menurut UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 1, Pajak adalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarka. Dari defenisi tersebut tergambar bahwa salah satu fungsi pajak, yaitu sebagai

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sumber penerimaan negara berasal dari berbagai sektor, baik sektor internal maupun eksternal. Salah satu sumber penerimaan negara dari sektor internal adalah pajak, sedangkan pinjaman eksternal misalnya pinjaman luar negeri. Dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan sumber penerimaan eksternal, pemerintah harus berusaha untuk memaksimalkan penerimaan internal (Puspa Arum, 2012: 2). Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Pajak diartikan sebagai pungutan yang dilakukan oleh suatu negara kepada warga negaranya berdasarkan undang-undang dimana atas pungutan tersebut negara tidak memberikan kompensasi langsung kepada warga negaranya (Mardiasmo, 2011: 1). Pajak saat ini merupakan sumber penerimaan utama negara yang digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah dan pembangunan. Hal ini tertuang dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) dimana penerimaan pajak merupakan penerimaan dalam negeri yang terbesar (Mardiasmo, 2011: 21). Namun, fenomena yang terjadi menurut kepala seksi Hubungan Eksternal Ditjen Pajak, Kementrian Keuangan, mencatat wajib pajak orang pribadi yang seharusnya 1

2 membayar pajak atau yang mempunyai penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) baru sekitar sekitar 60 juta orang, tetapi jumlah yang mendaftarkan dirinya sebagai Wajib Pajak hanya 20 juta orang dan yang membayar pajaknya atau melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak penghasilannya hanya 8,8 juta orang, sementara badan usaha yang terdaftar sebanyak 5 juta, yang mau mendaftar sebagai wajib pajak hanya 1,9 juta dan yang membayar pajak atau melaporkan surat pemberitahuan (SPT) hanya 520 ribu badan usah, hal ini disebabkan rendahnya pengetahuan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban serta dalam memahami administrasi perpajakan (Direktorat Jenderal Pajak, 2010). Berikut ini adalah tabel 1.1 yang menggambarkan perkembangan kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara dalam beberapa tahun terakhir. Tabel 1.1 Kontribusi Penerimaan Pajak terhadap Penerimaan Negara (milyar rupiah) Tahun Penerimaan Negara Penerimaan Pajak Persentase (%) 2009 848.763 619.922 74 2010 995.272 723.307 73 2011 1.210.600 873.874 73 2012 1.338.110 980.518 74 2013 1.502.005 1.148.365 77 Sumber: Badan Pusat Statistik (diolah) Dari tabel 1.1 di atas dapat dilihat penerimaan pajak memberi kontribusi yang cukup tinggi pada penerimaan negara yaitu dengan persentase di atas 50%. Upaya penerimaan untuk meningkatkan penerimaan pajak terus dilakukan dalam hal ini merupakan tugas dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Direktorat Jenderal Pajak

3 melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi sebagai salah satu upaya agar penerimaan pajak maksimal. Ekstensifikasi wajib pajak adalah kegiatan yang berkaitan dengan penambahan jumlah wajib pajak terdaftar dan perluasan objek pajak dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak, sedangkan intensifikasi pajak adalah kegiatan optimalisasi pengendalian penerimaan pajak terhadap objek serta subjek pajak yang telah tercatat atau terdaftar dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak, dan dari hasil pelaksanaan ekstensifikasi wajib pajak (Surat Edaran DJP, SE-06/PJ.9/2001). Usaha yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk meloloskan diri dari pajak merupakan usaha yang disebut perlawanan terhadap pajak yang diwujudkan dalam bentuk perlawanan aktif dan perlawanan pasif. Perlawanan pasif wajib pajak tidak membayar pajak karena antara lain (1). Pemahaman terhadap hukum pajak yang kurang karena sulit dimengerti, (2). Tingkat kepedulian dan kesadaran terhadap pajak yang masih perlu ditingkatkan, (3). Pengawasan dan pemungutan pajak yang belum berjalan efektif, (4) Pengawasan dan penggunaan hasil pemungutan pajak belum efektif. (Oyok Abuyamin, 2014: 38) Sebagian besar wajib pajak memperoleh pengetahuan pajak dari petugas pajak, selain itu juga diperoleh dari televisi, radio, majalah pajak, surat kabar, bukubuku pajak, internet maupun dari seminar-seminar pajak serta pelatihan pajak. Namun, kegiatan penyampaian tentang pengetahuan pajak ini tidak sering dilakukan. Kurangnya sosialisasi ini menimbulkan rendahnya kesadaran masyarakat yang

4 berdampak pada rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak dalam melakukan kewajiban perpajakannya (Supriyati dan Hidayat, 2008: 22). Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari persentuhan panca indra terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya dapat diperoleh melalui upaya pengajaran dan pelatihan, serta melalui pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan non-formal (Notoatmodjo, 2007: 67). Dalam kaitannya dengan pajak, pengetahuan pajak merupakan pengetahuan mengenai konsep ketentuan umum di bidang perpajakan, jenis pajak yang berlaku di Indonesia mulai dari subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, perhitungan pajak terutang, pencatatan pajak terutang sampai dengan bagaimana pengisian pelaporan pajak. Dapat disimpulkan bahwa pengetahuan pajak adalah informasi pajak yang dapat digunakan oleh wajib pajak sebagai dasar untuk bertindak, mengambil keputusan, dan untuk menempuh arah atau strategi tertentu sehubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban di bidang perpajakan (Veronica, 2009: 82). Peran serta wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan, sehingga kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dapat meningkat. Dalam kaitannya dengan wajib pajak, kepatuhan dapat didefinisikan sebagai wajib pajak yang patuh dalam memenuhi serta melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Siti Kurnia, 2010: 77).

5 Menurut Fallan (1999) yang dikutip oleh Siti Kurnia (2010: 140) memberi kajian pentingnya aspek pengetahuan perpajakan bagi wajib pajak sangat mempengaruhi sikap wajib pajak terhadap sistem perpajakan suatu negara yang dianggap adil. Dengan meningkatnya pengetahuan perpajakan masyarakat melalui pendidikan perpajakan baik formal maupun non-formal akan berdampak positif terhadap pemahaman dan kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak. Dengan penyuluhan perpajakan secara intensif dan kontinyu akan meningkatkan pemahaman wajib pajak tentang kewajiban membayar pajak sebagai wujud gotong royong nasional dalam penghimpunan dana untuk kepentingan pembiyayaan pemerintah dan pembangunan nasional. Fenomena pajak sebagai tulang punggung penerimaan negara merupakan fenomena yang selalu menarik untuk dikaji. Disatu sisi negara membutuhkan pajak sebagai sumber penerimaan terbesar, disisi lain dibutuhkan kesukarelaan yang tinggi dari wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Dapat dikatakan hanya sedikit rakyat di tiap-tiap negara yang rela dan tanpa menggerutu melaksanakan kewajiban perpajakannya. Bahkan lebih banyak wajib pajak yang berusaha meloloskan diri dari pajak baik dengan cara memanipulasi maupun meminimalisasi jumlah pajak yang harus di bayar (Sony Devano dan Siti Kurnia, 2006: 89). Permasalahan kesukarelaan membayar pajak terjadi di negara-negara di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Hal ini ditunjukan dengan rasio penerimaan pajak Indonesia (tax ratio) yang masih rendah hanya sekitar 13% dibandingkan

6 dengan negara Singapura dan Malaysia yang telah mencapai angka di atas 20%. Rendahnya tax ratio tersebut berdampak pada penerimaan negara dari sektor pajak menjadi tidak optimal. Peningkatan tax ratio sangat tergantung pada peningkatan penerimaan pajak. Apabila dilihat dari data penerimaan pajak dalam APBN saat ini sumbangan terbesar berasal dari sektor pajak penghasilan terutama PPh Migas. Namun, apabila dicermati lebih lanjut potensi yang belum tergali pada sektor pajak penghasilan adalah pada PPh orang pribadi. Berbeda dengan Amerika Serikat, data menunjukan bahwa penyumbang terbesar penerimaan pajak tahun 2007 berasal dari PPh orang pribadi yang mencapai nilai US $1,36 juta lebih besar dari pada penerimaan PPh badan (Harry Yusuf, 2001: 18). Menurut Kristanto (Inside Tax: 2008), seorang ahli perpajakan mengungkapkan bahwa dalam praktiknya di lapangan masih banyak petugas pajak yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak menyenangkan. Hal ini membuat Wajib Pajak ragu untuk memanfaatkan sunset policy karena mereka menganggap bahwa kebijakan ini sebagai suatu jebakan. Penerapan sanksi administrasi masih kurang mampu untuk membuat Wajib Pajak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik. Oleh karena pajak merupakan sumber pendapatan negara yang utama, maka pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak. mengeluarkan kebijakan yang mengatur tentang penghapusan sanksi administrasi agar penerimaan negara dapat dimaksimalkan. Kebijakan tersebut adalah kebijakan soft tax amnesty atau dikenal dengan sunset policy.

7 Pada hakikatnya kebijakan soft tax amnesty diberikan kepada Wajib Pajak yang telah terdaftar dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang belum terdaftar untuk memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Bagi Wajib Pajak yang telah terdaftar yang melakukan dan menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak sebelum 2007 yang mengakibatkan timbulnya PPh yang masih harus dibayar maka kepadanya diberikan insentif pajak berupa penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran pajak. (Booklet Direktorat Jenderal Pajak). Ada dua jenis pengampunan yang diberikan oleh Undang-undang KUP. Pertama adalah pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi berupa bunga atas pembetulan SPT tahunan untuk tahun pajak sebelumnya. Yang kedua adalah penghapusan sanksi administrasi atas pajak yang tidak atau kurang bayar untuk Tahun Pajak sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak Orang Pribadi yang mendaftarkan diri secara sukarela untuk mendapatkan NPWP. Terhadap Wajib Pajak (WP) yang tidak memanfaatkan fasilitas sunset policy, Direktorat Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Apabila hasil pemeriksaan menunjukan langsung adanya pajak yang tidak atau kurang dibayar, maka terhadap Wajib Pajak bersangkutan dikenai sanksi administrasi. Selain itu, apabila Direktorat Jenderal Pajak memiliki atau mendapatkan data atau kekurangan lain yang menyebabkan adanya pajak yang masih harus atau kurang dibayar, maka Wajib Pajak

8 juga dapat dikenai sanksi administasi atas pajak yang masih harus atau kurang dibayar tersebut. Dengan adanya sunset policy diharapkan Wajib Pajak mengambil kesempatan tersebut sehingga penerimaan pajak negara bertambah. Dan negara pun akan melakukan tugansya untu mensejatrakan rakyatnya dalam bentuk memebrikan fasilitas untuk rakyarnya. Kepatuhan Wajib Pajak menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000, yaitu suatu tindakan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksanaan perpajakan yang berlaku disuatu negara. Kepatuhan Wajib Pajak juga dapat didefinisikan sebagai kepatuhan Wajib Pajak dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk melaporkan kembali Surat Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam menghitungan dan memperhitungkan besarnya pajak yang terutang, serta membayar kewajiban perpajaknnya. Kepatuhan Wajib Pajak dalam hal penyetoran pajak belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik. Kondisi yang menunjukkan bahwa pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam hal penyetoran pajak belum sepenuhnya baik adalah masih banyaknya Wajib Pajak yang belum melunasi tunggakan pajak. Dari seluruh jumlah tunggakan Wajib Pajak setiap tahunnya rata-rata dilunasi di bawah 50% per tahun dari jumlah pajak yang tertunggak (Wahyu Daniel, 2008: 30).

9 Ditjen Pajak dan Menteri Keuangan telah menerbitkan aturan Sunset Policy Jilid II yang juga disebut-sebut sebagai Reinventing Policy. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan, baik yang telah maupun yang belum menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan, SPT Tahunan Orang Pribadi, SPT Masa PPh ataupun SPT Masa PPN, akan diberikan penghapusan sanksi administrasi atas keterlambatan penyampaian SPT, pembetulan SPT yang diberlakukan mulai 1 Mei 2015 hingga akhir 31 Desember 2015. Mentri Keuangan telah menerbitkan PMK Nomor 29/PMK.03/2015 yang mengatur tentang tax amnesty berupa penghapusan sanksi administrasi bunga. Berbeda dengan sunset policy, tax amnesty dapat diartikan sebagai pengampunan pajak yang diberikan pemerintah ke seluruh warga negara, dengan harapan masyarakat bersedia mendaftarkan diri menjadi wajib pajak. Bentuk tax amnesty yang paling longgar adalah dengan tidak menagihkan pokok pajak di masa lalu, termasuk sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi pidananya. Tujuannya adalah untuk menambah jumlah wajib pajak terdaftar, agar ke depan dan seterusnya mulai membayar pajak. Sementara tax amnesty yang diberikan pemerintah sesuai PMK Nomor 29 adalah penghapusan sanksi administrasi berupa denda bunga sebesar 2 persen per bulan yang sebelumnya diberlakukan sebagai konsekuensi dari utang pajak atau kurang bayar pajak. Keringanan ini berlaku setahun dan hanya diberikan kepada WP yang melunasi utang pajaknya sebelum 2016. Mentri Keuangan Bambang Brodjonegoro dikutip dari (www.cnnindonesia.com) Berbagai upaya telah dilakukan Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. Salah satu upaya yang dilakukan

10 adalah dengan diberikannya fasilitas Sunset Policy terhadap wajib pajak yang belum mempunyai NPWP maupun yang sudah mempunyai NPWP. Fasilitas tersebut terdapat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau Dikenal dengan Sunset Policy. Direktorat Jenderal Pajak diharapkan dapat meningkatkan perbaikan sistem dan administrasi perpajakan, meningkatkan kepatuhan wajib pajak, peningkatan jumlah wajib pajak dan meningkatkan target penerimaan pajak. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai PENGARUH PENGETAHUAN PERPAJAKAN DAN SUNSET POLICY TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI (Studi Survei pada KPP Pratama Garut). 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Seberapa besar pengaruh Pengetahuan Perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. 2. Seberapa besar Pengaruh Sunset Policy terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. 3. Seberapa besar pengaruh Pengetahuan Perpajakan dan Sunset Policy terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi.

11 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah tersebut di atas, maka penulis merumuskan tujuan penelitian, yaitu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh: 1. Pengetahuan Perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. 2. Sunset Policy terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. 3. Pengetahuan Perpajakan dan Sunset Policy terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian ini yaitu bagi: 1. Penulis 1) Dapat mewujudkan suatu bentuk skripsi, sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian kesarjanaan program studi Akuntansi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Widyatama. 2) Diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai pengaruh dari Pengetahuan Perpajakan dan Sunset Policy terhadap kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi. 2. Direktorat Jenderal Pajak Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan referensi atau bahan pertimbanagn untuk para instansi agar bisa dijadikan bahan

12 pertimbangan dalam meningkatkan pengetahuan perpajakan serta mempertimbangkan dan menilai kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dalam hal Sunset Policy 3. Pihak Lain 1) Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi tulisan lain yang sejenis dan juga sebagai sumber informasi dalam penelaahan lebih lanjut. 2) Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi khususnya untuk mengkaji topik-topik yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis memperoleh data pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Garut. Jalan Pembangunan Nomor 224 Garut. Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari 2016 sampai dengan selesai.