BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang menyerang organ paru dan organ tubuh lain akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis(m. tuberculosis). World Health Organization(WHO) menyatakan TB merupakan salah satu dari tiga penyakit infeksi terpenting yang menyebabkan morbiditas dan mortalitas terbanyak di dunia dan merupakan peringkat kedua penyebab kematian karena infeksi setelah HIV/AIDS. Indonesia merupakan negara ketiga di dunia dalam urutan jumlah pasientbsetelah India (24%) dan Cina (11%) dengan persentase 10% dari total pasientb di dunia. Menurut WHO jumlah kasus TB pada usia 15 tahun lebih tinggi (299.528 kasus) dibandingkan usia 0 14 tahun (26.054 kasus), sedangkan berdasarkan jenis kelamin kasus TB pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada perempuan dengan rasio 1.4 (WHO, 2014). Secara umum prevalensi kasus TB masih tinggi di Indonesia dan khususnya di kota Medan Sumatera Utara. Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas), prevalensi TB berdasarkan diagnosis sebesar 0,4% dari jumlah penduduk. Dengan kata lain, rata-rata tiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 400orang yang didiagnosis kasus TB oleh tenaga kesehatan. Penyakit TB paru dinyatakan pada responden untuk kurun waktu 1 tahun berdasarkan diagnosis yang ditegakkan oleh tenaga kesehatan melalui pemeriksaan dahak, foto toraks atau keduanya. Hasil Riskesdas 2013 tersebut tidak berbeda dengan Riskesdas 2007 yang menghasilkan angka prevalensi TB paru 0,4%. Sementara kasus TB di Sumatera Utara juga cenderung tinggi dari
100.000 penduduk terdapat 120 orang yang didiagnosis kasus TB (Kemenkes, 2014). Permasalahan TB ini mengundang para ahli dan peneliti untuk melakukan penelitian sebagai upaya preventif, kuratif, dan rehabilitatif dalam menurunkan angka morbiditas dan mortalitas TB. Faktor kuman/ bakteri bukan merupakan faktor tunggal dalam kasus TB, tetapi disertai juga faktor-faktor lain seperti sistem imun yang rendah dalam melawan infeksi M. tuberculosis dan faktor genetik (Bid, 2005). Beberapa penelitian yang dilakukan menemukan bahwa kadar vitamin D yang rendah dalam tubuh menunjukkan kemampuan pertahanan tubuh terhadap infeksi M. tuberculosis yang rendah juga. Metabolit aktif vitamin D adalah 1,25- dihidroksivitamin D [1,25-(OH)2D], suatu hormon imunomodulator yang berperan penting pada sistem imun. Hormon tersebut akan meningkatkan regulasi innate (natural) immunitymelalui fagositosis oleh monosit atau makrofag serta menurunkan regulasi acquired immunitymelalui inhibisi ekspresi MHC kelas II oleh antigen precenting cell, menghambat proliferasi limfosit dan produksi imunoglobulin. Vitamin Dmerupakan salah satu mediator yang dapat menghambat pertumbuhan M. tuberculosisdi dalam makrofag dan monosit (Selvaraj,2008). Meskipun satu per tiga penduduk dunia telah terinfeksim. tuberculosis, hanya sekitar 10% yang akan berkembang menjadi TB. Faktor genetik merupakan salah satu faktor yang dapat menerangkan mengapa sebagian orang lebih resisten terhadap infeksi M. Tuberculosisdaripada yang lainnya. Kerentanan terhadap TB adalah poligenik, melibatkan multikandidat gen yaitu varian dari gen major
histocompatibility complex(mhc) dan non-mhc. Gen Reseptor vitamin D (RVD) merupakan salah satu gen kandidat penting dari gen non-mhc yang berperan pada kejadian TB. Varian polimorfisme dari gen RVD telah dianggap penting hubungannya dengan kerentanan dan resistensi terhadap TB paru.vitamin D akan memberikan efek setelah berinteraksi dengan RVD yang merupakan suatu reseptor hormon inti. Reseptor vitamin D (RVD) adalah ligand-activated transcription factor yang terdapat pada sel monosit, limfosit T, dan limfosit B (Haussler, 2008). Varian polimorfisme gen RVD dipengaruhi oleh suku bangsa dan geografi.gen RVD ApaI merupakan salah satu polimorfisme gen reseptor vitamin D. Genotip gen RVDaa pada pasien TB di Romania dikaitkan dengan penurunan resiko TB aktif, sedangkan genotip heterozigot Aapada poplasi Romania dan Afrika dikaitkan dengan kerentanan TB dengan hasil bermakna(simon, 2013).Penelitian yang dilakukan Selvaraj etal, 2008pada populasi India genotip homozigot AA berhubungan dengan resistensi TB paru laki-laki tetapi tidak pada perempuan. Penelitian peran polimorfisme ApaIgen RVD terhadap kecepatan konversi sputum pada pasien TB paru telah dibuktikan oleh Babb et al, 2007 pada populasi campuran Afrika Selatan. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa waktu yang dibutuhkan seseorang untuk mengkonversi sputum menjadi negatif secara independen dapat diprediksi oleh genotip RVD dimana kategorisasi antara responden cepat dan responden lambat ada kecenderungan yang signifikan untuk konversi sputum lebih cepat pada gen RVD ApaI alel A dan FokI alel f. Efek pemberian vitamin D terhadap terapi TB telah banyak diteliti diantaranya pada populasi di Indonesia, pasien TB di RS. Cipto Mangunkusumo
Jakarta (Nursyam, 2006); di kota Malang (Siswanto, 2009); dan di Wonosobo (Pratiwi, 2013) dengan hasil terapi vitamin D terbukti secara signifikan mempercepat konversi sputum. Penelitian yang sama pada populasi di luar negeri diantaranya, populasi Arab Saudi (Salahuddin, 2013), di London (Coosens, 2012) dengan hasil penelitian suplementasi vitamin D menyebabkan pemulihan radiologi dan mempercepat konversi sputum. Manfaat suplementasi vitamin D pada pasien TB paru terhadap konversi sputum dikaitkan dengan polimorfisme gen RVD telah dilakukan oleh Martineau et al, 2011 pada populasi London dengan gen RVD FokI dan TaqI. Hasilnya menyatakan bahwa suplementasi vitamin D tidak mempengaruhi konversi sputum secara signifikan pada populasi penelitian, tetapi pada pasien dengan polimorfisme TaqIgen RVD genotip tt secara signifikan mempercepat konversi sputum. Di Indonesia sendiri belum ada laporan penelitian polimorfisme ApaIgenRVDpada pasien TB dewasa etnis Batakdikaitkan dengan pemberian vitamin D. Etnis Batak merupakan etnis yang terdapat di Sumatera Utara.Menurut data sensus Badan Pusat Statistik tahun 2012 Medan ibukota propinsi Sumatera Utara memilikiluas wilayah 265,1km 2, jumlah penduduk 2.122.804 jiwa dan kepadatan penduduk 8.008 jiwa/km 2 (BPS Provinsi Sumatera Utara, 2013). Suku bangsa yang terdapat di kota Medan diantaranya suku Batak, Jawa, Tionghoa, Aceh, Minangkabau, Melayu, Sunda dan Tamil. Etnis Batak merupakan etnis mayoritas di Sumatera Utara yang terdiri dari Batak Karo, Batak Toba, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa TB paru dihubungkan dengan polimorfisme gen reseptor vitamin D memberikan hasil yang berbeda pada setiap
populasi yang diteliti, hal ini disebakan polimorfisme gen RVD dipengaruhi suku bangsa dan geografi. Sinaga et al, 2014 yang meneliti hubungan polimorfisme gen RVD FokI dan BsmI dengan kerentananterhadap TB paru pada etnis Batak mendapatkan hasil signifikan untuk genotip bb dan tidak signifikan pada gen RVD FokI. Faktor genetik ini menjadi menarik untuk diteliti karena karakteristiknya berbeda untuk setiap etnis atau suku bangsa seperti etnis Batak di kota Medan. Alasan pemilihan etnis Batak dalam penelitian ini, selain merupakan etnis mayoritas dengan angka penderita TB paru di kota Medan yang relatif tinggi juga publikasi penelitian polimorfisme gen RVD ApaI dihubungkan dengan TB paru pada etnis Batak belum ada. Dari latar belakang diatas, peneliti ingin melihat pengaruh pemberian vitamin Dterhadap kecepatan konversi sputum BTA pada pasien TB paru beretnis Batak dan gambaran polimorfisme ApaIgen RVD. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah penelitian ini adalah : Apakahterdapat pengaruh pemberian vitamin D terhadap kecepatan konversi sputumpada pasien TB paru beretnis Batak dihubungankan dengan polimorfisme ApaIgen RVD? 1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian vitamin D terhadap kecepatan konversi sputum pada pasien TB paru beretnis Batak dihubungankan dengan polimorfisme ApaIgen RVD.
1.3.2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui karakteristik subyek penelitian. 2. Untuk mengetahui distribusi polimorfisme ApaIgen RVD pada pasien TB paru beretnis Batak. 3. Untuk mengetahui kadar vitamin D pasien TB beretnis Batak sebelum dan sesudah pengobatan selama 8 (delapan) minggu pada kelompok yang diberi vitamin D. 4. Untuk mengetahui kadar vitamin D pasien TB beretnis Batak sebelum dan sesudah pengobatan selama 8 (delapan) minggu pada kelompok yang diberi plasebo. 5. Membandingkan kadarvitamin D pada kedua kelompok sebelum dan sesudah pemberian vitamin D. 6. Membandingkan kecepatan konversi sputum pada kedua kelompok 7. Untuk menilai kecepatan konversi sputum pada kedua kelompokberdasarkanpolimorfisme ApaI gen RVD. 1.4. Hipotesis Penelitian Ada pengaruh pemberian vitamin D terhadap kecepatan konversi sputum pada pasien TB paru etnis Batak dihubungan dengan polimorfisme ApaI gen RVD. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk : 1. Sebagai informasi gambaran polimorfisme ApaIgen RVDpada pasientbparu etnis Batak.
2. Sebagai informasi tentang peran vitamin D dalam proses mempercepat penyembuhan TB paru sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam penanggulangan TB paru. 3. Sebagai tambahan kajian pustaka bagi prodi magister ilmu biomedik tentang polimorfisme ApaIgen RVD pada pasientb paru etnis Batak dan hubungannya dengan pemberian vitamin D