BAB I PENDAHULUAN 1. 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, permasalahan perumahan dan permukiman di kota-kota di Indonesia semakin kompleks dan sulit diselesaikan. Beberapa permasalahan utama yang muncul mulai dari ketidakseimbangan antara perkembangan penduduk yang semakin tinggi dengan keterbatasan ruang yang tersedia untuk bermukim, hingga kesenjangan antara tingginya kebutuhan rumah dengan jumlah rumah yang terbangun (backlog). Kondisi ini diikuti dengan ancaman semakin memburuknya kualitas lingkungan perkotaan, salah satu yang paling parah adalah masalah permukiman kumuh. Salah satu sebab utamanya yaitu ketidakmampuan daya beli masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terhadap tingginya harga rumah. Berbagai permasalahan permukiman tersebut sangatlah kompleks dan saling terkait antara satu dengan yang lainnya. Di sisi lain, pemerintah daerah juga dinilai lamban dalam melakukan penanganan permasalahan permukiman. Padahal, pada era otonomi daerah atau era bergesernya paradigma pembangunan dari yang bersifat sentralisasi menjadi desentralisasi ini telah menjadikan pemerintah daerah sebagai ujung tombak dalam penanganan permasalahan daerah. Terlebih lagi, urusan permukiman ini merupakan salah satu urusan wajib Pemerintah Daerah seperti yang telah disebutkan dalam PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Oleh karena itu, peran Pemerintah Daerah sangat vital dalam penyelenggaraan permukiman layak huni bagi seluruh masyarakat, termasuk bagi MBR. Urgensi penyelesaian ini sangat tinggi, mengingat rumah merupakan hak dasar bagi setiap orang yang bahkan secara tegas telah disebutkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat (1) 1
yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik. Pada kenyataannya, banyak Pemerintah Daerah yang kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan permukiman di wilayahnya, terutama permukiman kumuh. Kebijakan dan program pemerintah daerah seringkali belum bisa atau bahkan gagal menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh dan masalah sulitnya akses rumah layak huni oleh Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Penyebab utama ketidakmampuan penyelesaian permasalahan ini salah satunya ditengarai akibat pendekatannya masih mengandalkan rasionalitas tradisional. Hal ini seperti yang telah disampaikan beberapa ahli seperti Healey (1996), Innes (1995), serta Friend dan Hickling (2005) yang menyatakan bahwa pendekatan rasionalitas tradisional yang mengandalkan hirarki formal, sektoral, top down, teknokratik, prosedur yang kaku, serta menekankan perhitungan dan aspek fisik semata ini seringkali gagal dalam menghadapi permasalahan perkotaan yang semakin kompleks dalam beberapa dekade terakhir. Perencanaan dan pembangunan di masa kini sangat membutuhkan pendekatan yang inovatif agar mampu menyelesaikan permasalahan perkotaan yang semakin kompleks tersebut. Khususnya dalam hal ini adalah permasalahan permukiman yang telah menjadi salah satu masalah kompleks perkotaan. Hal ini terbukti dengan pendekatan yang inovatif dalam hal program dari Pemerintah Daerah, permasalahan permukiman ini mulai mampu diselesaikan. Contohnya seperti yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Bandung, khususnya pada masa Walikota Ridwan Kamil, yang dianggap berhasil dan berinovasi dalam menyelenggarakan program untuk menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh. Keberhasilan ini diketahui dari menangnya Pemerintah Kota Bandung dalam Penghargaan Adiupaya Puritama bidang perumahan dan kawasan permukiman tahun 2014 yang diselenggarakan oleh Kementerian Perumahan Rakyat bekerjasama dengan pemangku kepentingan terkait di bidang perumahan. Menangnya Kota Bandung pada masa Walikota Ridwan Kamil ini kemudian memunculkan pertanyaan untuk menemukan program apa saja yang dianggap 2
telah berhasil, khususnya terkait dengan penanganan permukiman kumuh. Sebab Pemerintah Kota Bandung sebelum masa Walikota Ridwan Kamil dianggap belum mampu menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh. Hal ini juga seperti Pemerintah Daerah di kota-kota lain di Indonesia juga sering gagal menyelesaikan permukiman kumuh. Oleh karena itu, keberhasilan Pemerintah Kota Bandung pada masa Walikota Ridwan Kamil ini penting untuk diteliti untuk dapat menjadi pembelajaran. Berdasarkan dari kajian dokumen Penghargaan Adiupaya Puritama tersebut, disertai dengan wawancara tim juri, observasi dan wawancara awal, ditemukan tiga program permukiman yang dianggap sebagai inovasi dalam menangani permasalahan permukiman kumuh. Ketiga program tersebut yaitu: (1) program penataan prasarana, sarana, dan utilitas permukiman padat penduduk di Babakan Ciamis (program jangka pendek); (2) program penataan kawasan permukiman kumuh di sempadan sungai di Babakan Surabaya (program jangka menengah); serta (3) program apartemen rakyat dan revitalisasi kawasan membangun tanpa menggusur di Babakan Siliwangi (program jangka panjang). Pemilihan ketiga program tersebut dikarenakan selain karena dianggap inovasi, juga karena sesuai dengan batasan penelitian ini yang berkaitan dengan penanganan permukiman kumuh dan keberpihakan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Adapun proses kajian dan alasan pemilihan ketiga program tersebut menjadi unit amatan penelitian secara lebih rinci dapat dilihat dalam lampiran penelitian ini. Selanjutnya setelah ditemukan ketiga program tersebut, penelitian ini berupaya untuk menemukan wujud inovasi dalam proses program tersebut. Inovasi ini dapat berupa gagasan, metode, dan alat/teknologi. 3
1.2. Pertanyaan Penelitian Seperti apa inovasi Pemerintah Kota Bandung dalam program penyelesaian permukiman kumuh di Babakan Ciamis, Babakan Surabaya, dan Babakan Siliwangi? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pertanyaan penelitian di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian yaitu: menemukan wujud inovasi Pemerintah Kota Bandung dalam program penyelesaikan permasalahan permukiman kumuh. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Memberikan wawasan dan pembelajaran (lesson learned) mengenai inovasi program dalam menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh. 2. Menjadi preseden dan pembelajaran bagi pemerintah daerah lain ataupun pihak-pihak yang berkepentingan dalam upaya menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh. 1.5. Batasan Penelitian 1.5.1. Fokus Fokus penelitian ini yaitu menekankan pada program Pemerintah Kota Bandung yang berpihak kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh sebagai upaya peningkatan kualitas lingkungan perkotaan, mulai dari gambaran program hingga keseluruhan proses seperti persiapan, pelaksanaan, hingga pasca pelaksanaan program. Hal ini dilakukan agar dapat memperoleh wujud inovasi dan pembelajaran dalam proses program tersebut. 4
1.5.2. Lokasi Lokasi penelitian ini berada di Kota Bandung, khususnya di tiga lokasi program permukiman yang dianggap sebagai inovasi dan berpihak kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dalam menyelesaikan permasalahan permukiman kumuh. Program pertama (program penataan prasarana, sarana, dan utilitas permukiman padat penduduk), berlokasi di Kelurahan Babakan Ciamis, Kecamatan Sumur Bandung. Program kedua (program penataan kawasan permukiman kumuh di sempadan sungai), berlokasi di Kelurahan Babakan Surabaya, Kecamatan Kiara Condong. Sedangkan program ketiga (program apartemen rakyat dan revitalisasi kawasan membangun tanpa menggusur), berlokasi di tiga titik, yaitu Babakan Siliwangi, Rusunawa Sadang Serang, dan Kawasan Paldam Jalan Jakarta. 5