BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Tanah Gambut

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

III. BAHAN DAN METODE

Topik C4 Lahan gambut sebagai cadangan karbon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. penyusun tanah gambut terbentuk dari sisa-sisa tanaman yang belum melapuk

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. . Gambar 4 Kondisi tegakan akasia : (a) umur 12 bulan, dan (b) umur 6 bulan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Lahan Rawa Pengertian Tanah Gambut

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Tanah Gambut

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

Pengukuran Biomassa Permukaan dan Ketebalan Gambut di Hutan Gambut DAS Mentaya dan DAS Katingan

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Radjagukguk (2001) menyatakan bahwatanah gambut adalah tanah-tanah

V HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

TINJAUAN PUSTAKA. didalamnya, manfaat hutan secara langsung yakni penghasil kayu mempunyai

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Definisi Tanah Pengertian Gambut

III. METODOLOGI PE ELITIA

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Eucalyptus grandis mempunyai sistematika sebagai berikut: : Eucalyptus grandis W. Hill ex Maiden

II. TINJAUAN PUSTAKA. tersebut berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya. Proses

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

Pengelolaan lahan gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Biomassa berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus

BAB III METODE PENELITIAN

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. menyebabkan pemanasan global dan perubahan iklim. Pemanasan tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Hasanah (2007) padi merupakan tanaman yang termasuk genus

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sekitar 60 Pg karbon mengalir antara ekosistem daratan dan atmosfir setiap

PENDUGAAN CADANGAN KARBON BIOMASSA DI LAHAN GAMBUT KEBUN MERANTI PAHAM, PT PERKEBUNAN NUSANTARA IV, LABUHAN BATU, SUMATERA UTARA ZAINI A

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Biomassa dan Karbon Biomassa Atas Permukaan di Kebun Panai Jaya, PTPN IV Tahun 2009

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. Peta lokasi pengambilan sampel biomassa jenis nyirih di hutan mangrove Batu Ampar, Kalimantan Barat.

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Umum Bahan Gambut Riau

The Effect of Lands Use Change From Peat Bog Forest to Industrial Forest Acacia Crassicarpa on Physical and Chemical Properties of Peat Soil

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. membiarkan radiasi surya menembus dan memanasi bumi, menghambat

II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Lahan Gambut

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. di antara dua sungai besar. Ekosistem tersebut mempunyai peran yang besar dan

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi lahan pertanian (Hairiah dan Rahayu 2007). dekomposisi oleh bakteri dan mikroba yang juga melepaskan CO 2 ke atmosfer.

MODUL TRAINING CADANGAN KARBON DI HUTAN. (Pools of Carbon in Forest) Penyusun: Ali Suhardiman Jemmy Pigome Asih Ida Hikmatullah Wahdina Dian Rahayu J.

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Oktober November 2014 di Desa Buana Sakti, Kecamatan Batanghari, Kabupaten Lampung Timur.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) seperti karbon dioksida

II. TINJAUAN PUSTAKA. iklim global ini telah menyebabkan terjadinya bencana alam di berbagai belahan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Curah hujan tinggi, tanah masam & rawa bergambut. Curah hujan mm/tahun, dataran bergunung aktif. Dataran tinggi beriklim basah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Lingkungan Tumbuh Kelapa Sawit

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

IV. METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Bahan dan Alat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambut dan Karbon Tersimpan pada Gambut

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif karena penelitian ini hanya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Gambut Tanah gambut adalah tanah-tanah jenuh air yang tersusun dari bahan tanah organik, yaitu sisa-sisa tanaman dan jaringan tanaman yang melapuk dengan ketebalan lebih dari 50 cm. Dalam sistem klasifikasi baru (Taksonomi Tanah), tanah gambut disebut Histosols (histos = tissue = jaringan). Dalam sistem klasifikasi lama, tanah gambut disebut dengan Organosols, yaitu tanah yang tersusun dari bahan organik (Wahyunto et al. 2005). Gambut dibentuk oleh timbunan bahan sisa tanaman purba yang berlapis-lapis hingga mencapai ketebalan > 30 cm. Proses penimbunan bahan sisa tanaman ini merupakan proses geogenik (bukan pedogenik, seperti tanah-tanah mineral) yang berlangsung dalam waktu sangat lama (Hardjowigeno 1986). Menurut Wahyunto et al. (2005) jenis gambut dapat dibedakan berdasarkan bahan asal atau penyusunnya, tingkat kesuburan, wilayah iklim, proses pembentukan, lingkungan pembentukkan, tingkat kematangan, dan ketebalan lapisan bahan organiknya. Sudah tentu terdapat keterkaitan antara bahan asal atau lingkungn pembentukkannya dan tingkat kesuburannya. Demikian juga ketebalan gambut berhubungan dengan kematangannya sekaligus dengan tingkat kesuburannya. Oleh karena itu, gambut yang sama dapat memiliki lebih dari satu istilah. Noor (2001) menggolongkan ragam jenis gambut menjadi beberapa macam sebagai berikut : Berdasarkan bahan asal atau penyusunnya, gambut dibedakan atas : 1. Gambut lumutan (sedimentairy/moss peat) adalah gambut yang terdiri atas campuran tanaman air (family Liliceae) termasuk plankton dan sejenisnya. 2. Gambut seratan (fibrous/sedge peat) adalah gambut yang terdiri atas campuran tanaman sphagnum dan rumputan. 3. Gambut kayuan (woody peat) adalah gambut yang berasal dari jenis pohon-pohonan (hutan) tiang beserta tanaman semak (paku-pakuan) di bawahnya. Berdasarkan tingkat kesuburannya, gambut dibedakan menjadi tiga golongan yaitu:

5 1. Gambut eutrofik adalah gambut yang banyak mengandung mineral, terutama kalsium karbonat. Sebagian besar berada di daerah payau dan berasal dari vegetasi serat/rumput-rumputan, serta bersifat netral atau alkalin. 2. Gambut oligotrofik adalah gambut yang mengandung sedikit mineral, khususnya kalsium dan magnesium, serta bersifat asam atau sangat asam (ph < 4). 3. Gambut mesotrofik adalah gambut yang berada antara dua golongan di atas. Menurut wilayah iklim, gambut dibedakan atas : 1. Gambut tropik adalah gambut yang berada di kawasan tropik atau sub tropik. 2. Gambut iklim sedang adalah gambut yang berada di kawasan Eropa yang umumnya memiliki empat musim. Berdasarkan proses pembentukkannya, gambut dapat dibedakan atas : 1. Gambut ombrogen adalah gambut yang pembentukkannya dipengaruhi oleh curah hujan 2. Gambut topogen adalah gambut yang pembentukkannya dipengaruhi oleh keadaan topografi (cekungan) dan air tanah. Berdasarkan sifat kematangan (ripeness), gambut dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu : 1. Gambut fibrik adalah bahan tanah gambut yang masih tergolong mentah yang dicirikan dengan tingginya kandungan bahan-bahan jaringan tanaman atau sisa-sisa tanaman yang masih dapat dilihat keadaan aslinya dengan ukuran beragam, dengan diameter antara 0,15 mm hingga 2,00 cm. 2. Gambut hemik adalah bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan dan bersifat separuh matang. 3. Gambut saprik adalah bahan tanah gambut yang sudah mengalami perombakan sangat lanjut dan bersifat matang hingga sangat matang. Berdasarkan ketebalan lapisan bahan organiknya gambut dibedakan menjadi : 1. Gambut dangkal adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 50-100 cm. 2. Gambut tengahan/sedang adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 100-200 cm. 3. Gambut dalam adalah lahan gambut mempunyai ketebalan lapisan bahan organik antara 200-300 cm.

6 4. Gambut sangat dalam adalah lahan gambut yang mempunyai ketebalan lapisan bahan organik > 300 cm. 2.2 Sifat dan Karakteristik Gambut Bulk Density (BD) tanah gambut sangat rendah jika dibandingkan dengan tanah mineral. BD tanah gambut beragam antara 0,01 gr/cm 3-0,20 gr/cm 3, tergantung pada kematangan bahan gambut penyusunnya (Noor 2001). BD yang rendah pada tanah gambut menyebabkan rendahnya daya tumpu tanah gambut. Umumnya BD tanah gambut semakin dalam akan semakin kecil. BD dari hutan rawa campuran di lapisan atas berkisar antara 0,10 gr/cm 3-0,15 gr/cm 3, sedangkan lapisan bawah berkisar 0,05 gr/cm 3-0,10 gr/cm 3 (Driessen dan Sudjadi 1984). Makin rendah kematangan gambut, maka nilai BD semakin rendah. Tingkat dekomposisi menjadi acuan dalam klasifikasi tanah. Soil Survey Staff (1998) tanah gambut atau histosol mengklasifikasikan kedalam empat sub ordo berdasarkan tingkatan dekomposisinya yaitu : 1. Folist : bahan organik belum terdekomposisi di atas batu-batuan. 2. Fibrist : bahan organik fibrik dengan BD < 0,1 gr/cm 3. 3. Hemists : bahan organik hemik dengan BD 0,1-0,2 gr/cm. 4. Saprists : bahan organik saprik dengan BD > 0,2 gr/cm. Tingkat kematangan gambut dapat mempengaruhi beberapa sifat fisik gambut. Semakin matang gambut, semakin meningkat kerapatan bongkahnya berarti semakin tinggi bulkdensity. Semakin matang gambut maka kandungan bahan mineral tanah organik semakin meningkat (Pohan et al. 1991). Gambut memiliki porositas yang tingi sehingga memiliki daya menyerap air yang sangat besar. Apabila jenuh, gambut saprik, hemik dan fibrik dapat menampung air berturut-turut sebesar 450%, 450%-850% dan lebih dari 850% dari bobot keringnya atau hingga 90% dari volumenya (Najiyati et al. 2005). Sedangkan menurut Andriesse (1988) diacu dalam Barchia (2006) Kapasitas mengikat air maksimum untuk gambut fibrik 850-3000%, gambut hemik 450-850% dan gambut saprik < 450%. Sama seperti yang ditulis oleh Andriesse et al. (2007) bahwa kandungan air dalam bahan fibrik selalu nampak lebih tinggi dari bahan saprik. Kadar abu pada tanah gambut dapat dijadikan gambaran kesuburan tanah gambut. Kadar abu dan kadar bahan organik memiliki hubungan dengan tingkat 3 3

7 kematangan gambut. Makin tinggi kadar abu, menunjukkan makin tingginya bahan mineral yang terkandung pada gambut. Semakin dalam ketebalan gambut, maka kadar abu akan semakin rendah (Noor 2001). Andriesse (2007) menyebutkan bahwa kandungan karbon organik gambut dapat bervariasi dari 12-60%. Kisaran yang besar tersebut menunjukkan jenis bahan organik, tahap dekomposisi. Sedangkan untuk kadar abu pada gambut yang berkualitas baik adalah 1-7%. Hasil penelitian Kanapathy (1976), diacu dalam Andriesse (2007) menunjukkan bahwa tanah-tanah gambut di Malaysia memiliki nilai berkisar 58% (di tanah permukaan) sampai 25% (di tanah lapisan bawah), kandungan karbon yang lebih tinggi di sampel permukaan juga menunjukkan dekomposisi, sedangkan hasil penelitian Lim et al. (1991) di Serawak menunjukkan suatu kisaran sebesar 20-38% sedangkan nilai 50% diberikan untuk Indonesia. Dari kedua penelitian tersebut menunjukkan kandungan karbon organik yang lebih tinggi di horizon permukaan tanah gambut dalam dibandingkan yang di tanah gambut dangkal. 2.3 Pengertian Biomassa dan Karbon Dalam Hutan Biomassa adalah berat kering atau berat basah dari bagian-bagian yang hidup dari organisme, populasi atau komunitas per satuan luas tertentu. Biasanya biomassa dinyatakan dalam berat kering. Biomassa tumbuhan adalah jumlah berat kering dari seluruh bagian yang hidup dari tumbuhan dan untuk memudahkannya dibagi menjadi biomassa di atas permukaan tanah (daun, buah, ranting, cabang, batang) dan biomassa di bawah permukaan tanah (akar) (Anwar et al. 1984). Sedangkan menurut Chapman (1976) biomassa adalah berat bahan organik suatu organism per satuan unit area pada suatu saat. Biomassa umumnya dinyatakan dengan satuan berat kering (dry weight) atau kadang-kadang dalam berat kering bebas abu (ash free dry weight). Biomassa antara lain digunakan sebagai dasar perhitungan bagi kegiatan pengelolaan hutan, karena hutan dapat dianggap sebagai sumber dan rosot (sink) dari karbon. Jumlah stok biomassa tergantung pada terganggu atau tidaknya hutan, ada atau tidaknya permudaan alam, dan peruntukkan hutan (IPCC 1995). Dury et al. (2002), diacu dalam Ginoga (2004) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan karbon antara lain adalah iklim, topografi, karakteristik tanah, spesies dan komposisi umur pohon, serta tahap pertumbuhan pohon. Tingkat serapan karbon yang tinggi umumnya terjadi pada lokasi lahan dengan

8 kesuburan yang tinggi dan tingkat curah hujan cukup, dan pada tanaman yang cepat tumbuh walaupun tingkat dekomposisi yang juga cukup tinggi pada lokasi tersebut. Pengelolaan hutan yang baik seperti pengaturan penjarangan dan rotasi pohon juga mempengaruhi tingkat serapan karbon. Biomassa hutan dinyatakan dalam satuan berat kering oven persatuan luas yang terdiri dari berat daun, bunga, buah, cabang, ranting, batang, akar serta pohon mati. Besarnya biomassa hutan tanaman ditentukan oleh umur tanaman, diameter, tinggi, kesuburan tanah serta sistem silvikultur yang diterapkan. Pendugaan biomassa hutan tanaman tropis sangat diperlukan karena berpengaruh pada siklus karbon (Morikawa 2002, diacu dalam Heriyanto dan Siregar 2007). Informasi besarnya biomassa pohon di atas dan di dalam tanah sangat diperlukan untuk mempelajari cadangan karbon dan hara lainnya dalam suatu ekosistem. Berat kering rata-rata biomassa pohon (di atas permukaan tanah) dari berbagai jenis pohon dalam hutan sekunder di Jambi berkisar antara 13 kg/pohon (diameter 12 cm) sampai 1800 kg/pohon (diameter 24 cm) (Ketterings 1999, diacu dalam Noordwijk et al. 2006). Hairiah dan Rahayu (2007) menyebutkan bahwa berdasarkan keberadaannya di alam maka tiga komponen karbon (Biomassa, nekromassa dan bahan organik tanah) dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu : (1) Karbon di atas permukaan tanah meliputi biomassa pohon, biomassa tumbuhan bawah, nekromassa dan seresah; dan (2) Karbon di dalam tanah meliputi biomassa akar dan bahan organik tanah. Di daerah tropika basah, karbon tersimpan dalam akar sering diabaikan walaupun jumlahnya cukup besar. Hal ini disebabkan oleh sulitnya pengukuran akar di lapangan karena melibatkan perusakan lahan, dan membutuhkan waktu serta tenaga yang banyak. Suhendang (2002) menyatakan bahwa diperkirakan hutan Indonesia dengan luas 120,4 juta hektar mampu menyimpan karbon sekitar 15,05 milyar ton karbon. Sedangkan Murdiyarso et al. (1994) menyatakan bahwa hutan tropis di Indonesia diperkirakan memiliki cadangan karbon berkisar antara 161-300 ton C/ha.

9 2.4 Acacia crassicarpa Cunn. Ex Benth A. crassicarpa merupakan salah satu jenis akasia tropika yang termasuk dalam family Leguminoceae, sub family Mimosaceae (Doran et al. 1997). Umumnya dikenal dengan nama Northem Wattle (Australia) atau Red Wattle(Papua New Guinea). Penyebaran jenis tanaman ini antara 8 o LS 12 o LS. Secara alami tumbuh di Australia bagian Utara, Irian Jaya Bagian Selatan dan Papua New Guinea (Turnbull 1986). Jenis ini dapat tumbuh hingga ketinggian 20 m dpl bahkan dijumpai pada ketinggian sekitar 700 m dpl dengan sebaran lokasi pada daerah bebas kabut (frost) dengan rata-rata curah hujan tahunan berkisar 1.000-2.000 mm/thn. Memiliki berat jenis 670-710 kg/m 3 merupakan kayu yang kuat (World Agroforestry Centre 2011). A. crassicarpa merupakan jenis cepat tumbuh serta mempunyai daya adaptasi yang tinggi. Pada kondisi alami tanaman ini toleran pada kondisi yang lebih kritis dibandingkan dengan Acacia mangium Wild., Acacia auriculiformis Cunn. Ex Benth., Acacia aulocarpa Cunn Ex Benth khususnya pada tanah kering dan gersang serta lahan gambut (Jayusman et al. 1994). Menurut Doran et al. (1997), A. crassicarpa Cunn. Ex Benth. dapat digunakan sebagai tanaman pelindung dan naungan, fiksasi nitrogen udara dan pelindung tanah untuk mencegah erosi. Kayunya dapat digunakan untuk kayu energi baik kayu bakar dan pembuatan arang, untuk konstruksi bangunan, meubel, bahan pembuatan kapal, lantai, veneer dan pulp. 2.5 Karbon Dalam Lahan Gambut Lahan gambut berperan sebagai penyerap dan penyimpan karbon. Tanah gambut terdiri dari timbunan bahan organik yang belum terdekomposisi sempurna, sehingga masih tersimpan unsur karbon dalam jumlah besar. Vegetasi yang tumbuh pada lahan gambut yang membentuk ekosistem hutan rawa, mengikat karbon dioksida dari atmosfer melalui proses fotosintesis dan menambah simpanan karbon dalam ekosistem tersebut. Hutan pada lahan gambut mempunyai peranan penting dalam penyimpanan karbon. Keragaman pohon dengan tumbuhan bawah dan serasah di permukaan tanah yang banyak merupakan timbunan karbon yang tersimpam dalam tubuh tanaman. Cadangan karbon lahan gambut berbeda pada tipe penggunaan lahan yang berbeda.

10 Lahan gambut menyimpan karbon yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tanah mineral. Di daerah tropis karbon yang disimpan tanah dan tanaman pada lahan gambut bisa lebih dari 10 kali karbon yang disimpan oleh tanah dan tanaman pada tanah mineral (Tabel 1). Tabel 1 Kandungan karbon di atas permukaan tanah (dalam biomassa tanaman) dan di bawah permukaan tanah pada hutan gambut dan hutan tanah mineral (ton/ ha) Komponen hutan Hutan gambut Hutan primer tanah mineral Atas permukaan 150-200 200-350 Bawah permukaan tanah 300-6.000 30-300 Sumber : Agus dan Subiksa (2008) Perbedaan kandungan karbon yang sangat menonjol ditentukan oleh luasan dan kedalaman gambut. Jika suatu daerah memiliki jenis gambut dalam dan luas, dapat dipastikan memiliki kandungan karbon tinggi. Kandungan karbon, memiliki kecendrungan menurun seiring dengan menurunnya luasan lahan gambut, baik terjadi secara alami oleh pelapukan dan tingkat kematangan gambut maupun oleh adanya percepatan pemanfaatan gambut oleh aktivitas manusia seperti reklamasi dan pembukaan lahan gambut (Wahyunto et al. 2005). 2.6 Persamaan Alometrik Persamaan alometrik dapat digunakan untuk menaksir besarnya biomasa atau kandungan karbon suatu tegakan hutan. Dalam pelaksanaannya, pohon-pohon sampel yang akan digunakan untuk pengukuran biomassa ditebang dan dilakukan pengukuran secara intensif pada bagian organ pohon, seperti akar, batang, cabang/dahan dan daun. Hubungan antar setiap variabel bergantung dengan variabel bebas tersebut akan membentuk sebuah persamaan yang dikenal dengan persamaan alometrik. Persamaan alometrik digambarkan dalam suatu sumbu XY, dengan variabel bebas diletakkan pada sumbu X dan variabel bergantung pada sumbu Y. Secara umum, bentuk persamaan alometrik dituliskan sebagai berikut: Y = a X b dimana : Y = Variabel bergantung (dalam hal ini berupa biomassa atau karbon) X = Variabel bebas (diameter batang dan tinggi pohon) a dan b = konstanta Dalam penyusunan model penduga karbon, digunakan satu atau dua peubah bebas, apabila nilai korelasi dari diameter dan tinggi pohon menunjukkan keeratan yang

11 tinggi, maka hanya digunakan satu peubah bebas yaitu diameter karena nilai tinggi sudah dapat dijelaskan oleh nilai diameter dan pengukuran diameter dianggap lebih mudah dan praktis untuk di peroleh di lapangan. Namun apabila korelasi antara diameter dan tinggi kecil maka digunakan dua peubah bebas yaitu diameter setinggi dada dan tinggi pohon. Model yang digunakan untuk menyusun sebuah model penduga massa karbon menurut Brown, et al (1989) adalah : Model dengan satu peubah bebas W = ad C = ad b b Model dengan dua peubah bebas a. W = ad b Hbc b. W = ad b Htot c. C = ad b Hbc d. C = ad b Htot c c c c Keterangan : W = Biomassa (kg), C = Massa karbon (kg), D = Diameter setinggi dada (cm), Hbc = Tinggi pohon bebas cabang (m), Htot = Tinggi pohon total (m) dan a,b,c = Konstanta Untuk memperoleh model yang baik, maka perlu pengujian menggunakan nilai simpangan baku (s), koefisien determinasi (R 2 ), dan koefisien determinasi yang disesuaikan (R 2 adjusted), dan PRESS (Predicted residual sum of square). Kriteria model yang baik adalah model yang memiliki nilai s terkecil, nilai R 2 dan R 2 adjusted yang terbesar dan PRESS paling kecil. (Draper dan Smith 1992).