BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Hemoglobinopati adalah kelainan pada sintesis hemoglobin atau variasi

BAB I PENDAHULUAN. rantai globin, yaitu gen HBA yang menyandi α-globin atau gen HBB yang

BAB I PENDAHULUAN. adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh dan

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB 1 PENDAHULUAN. Mikrositer hipokrom adalah gambaran morfologi sel darah merah

BAB I PENDAHULUAN. β-thalassemia mayor memiliki prognosis yang buruk. Penderita β-thalassemia. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyebab intrakorpuskuler (Abdoerrachman et al., 2007). dibutuhkan untuk fungsi hemoglobin yang normal. Pada Thalassemia α terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produksi rantai globin mengalami perubahan kuantitatif. Hal ini dapat menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. persenyawaan heme yang terkemas rapi didalam selubung suatu protein

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Istilah talasemia berasal dari kata Yunani yaitu Thalassa (laut) dan Haema (darah)

PENGHITUNGAN INDEKS FORMULA ERITROSIT PADA UJI SARING THALASEMIA MINOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Salah satu kondisi berbahaya yang dapat terjadi. pada ibu hamil adalah anemia.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Uji Diagnostik Indeks Darah dan Identifikasi Molekuler Karier Talasemia β pada Pendonor Darah di Banyumas

BAB 1 PENDAHULUAN. Thalassemia β adalah kelainan sel eritrosit bawaan akibat berkurang atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dibandingkan populasi anak sehat (Witt et al., 2003). Pasien dengan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan. Kelainan dan penyakit genetika. Kariotipe kromosom. Deteksi Mutasi DNA. Teknik pengecatan pada kromosom 5/25/2016

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

PELATIHAN THALASSEMIA 29 November 2010 s/d 1 Desember 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mediterania dan daerah sekitar khatulistiwa (Abdoerrachman et al., 2007).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. serta diwariskan melalui cara autosomal resesif (Cappillini, 2012).

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Central RSUP Dr. Kariadi


PERBANDINGAN MUTASI BAND

BAB II HEMOGLOBINOPATI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. komponen utama adalah hemoglobin A dengan struktur molekul α 2 β 2.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

THALASEMIA A. DEFINISI. NUCLEUS PRECISE NEWS LETTER # Oktober 2010

Sensitivitas dan Spesifisitas α-globin Strip Assay dalam Mendeteksi Mutasi Thalassemia-α

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Talasemia adalah gangguan produksi hemoglobin yang diturunkan, pertama kali ditemukan

Prosiding Seminar Nasional dan Rapat Tahunan Bidang MIPA 2014 ISBN: Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor

BAB I PENDAHULUAN. sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuabaet al., 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Definisi dan klasifikasi Gagal Ginjal Kronik. 1. Gangguan fungsi ginjal ditandai dengan adanya penurunan laju filtrasi

PENDEKATAN DIAGNOSIS LABORATORIUM TALASEMI

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsi dari organ tempat sel tersebut tumbuh. 1 Empat belas juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. orangtua kepada anaknya sejak masih dalam kandungan. Talasemia terjadi akibat

VALIDASI METODE TES STRIP (α-globin Strip Assay) TERHADAP METODE PCR RUTIN DALAM MENDETEKSI MUTASI THALASSEMIA ALFA TIPE SOUHTEAST ASIA (--SEA)

Surveilans Penderita Talasemia di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Tahun 2004

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

Sejawat Yth. Salam dan sampai jumpa di seminar Panitia

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Thalassemia adalah penyakit kelainan darah herediter dimana tubuh

GENETIKA (BIG100) Tempat : R122 Waktu Jam : 7 8 Pukul : Pengajar : Bambang Irawan Hari Supriandono

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Thalasemia

Varian Molekular Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase

Thalassemia-α pada Populasi Medan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

ABSTRAK. Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr., M.Kes. Pembimbing II : Hartini Tiono, dr.

BAB IV METODE PENELITIAN. Bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Kesehatan Anak. Penelitian akan dilakukan di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang.

ABSTRAK. Dewi Tantra, 2008, Pembimbing I : Aloysius Suryawan,dr., SpOG Pembimbing II : Penny Setyawati,dr.,SpPK., M.Kes

ABNORMALITAS GEN PADA THALASEMIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dirawat di Rumah Sakit minimal selama 1 bulan dalam setahun. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah

ABSTRAK. UJI VALIDITAS INDEKS MENTZER SEBAGAI PREDIKTOR β-thalassemia MINOR DAN ANEMIA DEFISIENSI BESI PADA POPULASI ANEMIA HIPOKROM MIKROSITER

ABSTRAK. Latar belakang dan tujuan penelitian: Anemia defisiensi besi (ADB) sering bersamaan dengan anemia penyakit kronis (APK) dan keduanya

KONSEP GOLONGAN DARAH ABO DAN RHESUS. Ns. Haryati

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

Paramita Cahyaningrum Kuswandi* FMIPA UNY 2012

HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONTROL DENGAN TINGGI BADAN PADA PASIEN TALASEMIA MAYOR SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN TALASEMIA By Rahma Edy Pakaya, S.Kep., Ns

Disusun oleh : Jheniajeng Sekartaji A. NIM. G0C

Clinical classification Genotype Number of genes present Silent carrier Thalassemia α trait Hemoglobin H disease Hb Barts/ Hydrops fetalis

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pada tahun 2002 dan peringkat ke 5 di seluruh dunia (Fauci et al., 2008).

CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kejang demam merupakan salah satu kejadian bangkitan kejang yang

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB 1 PENDAHULUAN. Anemia hemolitik autoimun atau Auto Immune Hemolytic Anemia (AIHA)

Hubungan antara Tipe Mutasi Gen Globin dan Manifestasi Klinis Penderita Talasemia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan baik di negara maju maupun negara berkembang. Anemia juga masih

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. negara berkembang yang tidak hanya mempengaruhi segi kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas intelektual dapat belajar keterampilan baru tetapi lebih lambat

Identifikasi Mutasi Gen β Globin Ekson 1 Pada Pembawa Thalassemia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.


ASPEK GENETIK TALASEMIA

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah. kesehatan global, terutama pada daerah berkembang.

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Polisitemia Vera (PV) adalah salah satu jenis keganasan mieloproliferatif.

Mengatur perkembangan dan metabolisme individu. (pada peristiwa apa peran ini dapat dilihat/terjadi? ).

I. PENDAHULUAN. cukup tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) tahun 2003

HASIL DAN PEMBAHASAN

ALEL OLEH : GIRI WIARTO

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. yang ditandai dengan berkurangnya sintesis rantai. polipeptida globin (α atau β) yang membentuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia merupakan kelompok kelainan genetik yang diakibatkan oleh mutasi yang menyebabkan kelainan pada hemoglobin. Kelainan yang terjadi akan mempengaruhi produksi darah baik secara kuantitas dan/atau kualitas (Weatherall dan Clegg, 2001). Thalassemia dilaporkan telah menyebar di dunia dengan sekitar 7% dari populasi dunia merupakan pembawa sifat thalassemia, terutama sepanjang Afrika dan Asia (Langlois et al., 2008; Weatherall dan Clegg, 2001). Berdasarkan data World Health Organisation (WHO) pada tahun 2016, 300 hingga 500 ribu kelahiran baru penyandang thalassemia berat terjadi. Thalassemia ditandai dengan gangguan sintesis atau penurunan produksi protein globin pada sel darah merah menyebabkan hemoglobin menjadi abnormal atau membentuk variasi hemoglobin selain Hb A (Weatherall, 1997). Mutasi yang terjadi pada gen α-globin dan gen beta globin merupakan penyebab terbanyak terjadinya kasus thalassemia, sekaligus menjadi dua tipe utama thalassemia yaitu α-thalassemia dan β-thalassemia (Weatherall dan Clegg, 2001). α-thalassemia merupakan jenis thalassemia yang dikarenakan terjadi mutasi pada gen α-globin (HBA1 dan/atau HBA2). Mutasi yang terjadi menyebabkan abnormalitas pada bentuk rantai α-globin yang dihasilkan dan mempengaruhi stabilitas dan fungsi dari hemoglobin yang terbentuk (Harteveld dan Higgs, 2010). α-thalassemia dicirikan dengan anemia hemolitik (Setianingsih et al., 2003). Kondisi homozigot α-thalassemia dapat menyebabkan anemia baik pada hemoglobin fetus maupun hemoglobin dewasa. Hal tersebut karena rantai α- globin merupakan subunit penyusun hemoglobin fetus dan dewasa, berbeda dengan rantai beta globin yang hanya menyusun hemoglobin dewasa (Higgs et al., 1989). Berdasarkan data dari Asian Network for Thalassemia Control pada tahun 2005 dilaporkan bahwa 3-20% dari populasi Indonesia diprediksi merupakan pembawa sifat α-thalassemia atau heterozigot α-thalassemia (Viprakasit et al., 2009). 1

Berdasarkan mutasi yang terjadi, α-thalassemia dibagi menjadi dua yaitu α- thalassemia delesi dan α-thalassemia non-delesi. Pada α-thalassemia delesi, seluruh sekuen gen α-globin tertentu hilang atau mengalami delesi. Terdapat empat jenis manifestasi klinis dari α-thalassemia delesi yaitu Hb Bart s hydrop foetalis (delesi 4 gen), penyakit Hb H (delesi 3 gen), α-thalassemia trait (delesi 2 gen) disebut juga pembawa α-thalassemia, dan α-thalassemia silent trait (delesi 1 gen) disebut juga pembawa α-thalassemia jenis ringan (Kan et al.,1968). Berdasarkan jumlah gen yang hilang pada alah satu kromosom homolog, α- thalassemia delesi dibagi menjadi 2 yaitu α 0 - thalassemia atau α-thalassemia tipe 1 ketika terjadi delesi pada kedua gen α-globin dan α + -thalassemia atau α- thalassemia tipe 2 ketika terjadi delesi hanya pada satu gen α-globin (Ikehara, 2011). Bentuk pembawa thalassemia terjadi pada individu dengan manifestasi klinis α-thalassemia trait baik homozigot α + -thalassemia atau heterozigot α 0 - thalassemia dan α-thalassemia silent trait yaitu heterozigot α + -thalassemia. Individu pembawa α-thalassemia secara fisik normal tetapi jika dilakukan skrining hematologis akan menampilkan hasil yang sedikit dibawah kisaran individu normal pada beberapa parameter. Pada uji indeks sel darah merah menunjukkan nilai Mean Corpuscular Volume (MCV) <80 fl, Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) <25 pg. Pada uji elektroforesis hemoglobin/hplc diperoleh nilai Hb A2 berkisar antara 1,5-3% dan Hb F <1%. Pada hasil sediaan apusan darah memperlihatkan morfologi sel darah merah mikrosit dan hipokromia (Pagon et al., 2013). Skrining pembawa α-thalassemia dilakukan sebagai salah satu strategi pencegahan kelahiran baru penyandang thalassemia berat (penyakit Hb H dan HB Bart s hydrop foetalis) juga untuk mengurangi jumlah kelahiran baru pembawa α- thalassemia. Perkawinan antar pembawa thalassemia memiliki kemungkinan melahirkan anak penyandang thalassemia dan hampir 50% kemungkinan anaknya juga pembawa thalassemia. Namun, kemungkinan ini kembali pada jenis mutasi yang terjadi pada orang tuanya, misalnya jika diketahui kedua orangtua membawa α- thalassemia jenis ringan maka kemungkinan anaknya penyandang thalassemia 2

berat adalah 0%, begitupun pada kasus mutasi lain yang hanya terjadi pada satu gen α-globin pada kedua orang tua (Vichinsky, 2009). Mutasi penyebab α-thalassemia yang umum terjadi di Asia Tenggara adalah mutasi delesi dua gen (α 0 -thalassemia) yang disebut South East Asia deletion (-- SEA deletion) dan mutasi delesi satu gen (α + -thalassemia) yaitu delesi - α 3,7 dan delesi -α 4,2, kelainan yang terjadi karena ketiga mutasi ini dapat berupa heterozigot maupun homozigot (Liu et al., 2004; Chong et al., 2000; Baysal dan Huisman, 1994; Chang et al., 1992; Bowden et al., 1992). Di Indonesia, Setianingsih et al. (2003) melaporkan prevalensi jenis mutasi yang terjadi pada α- thalassemia meliputi 0,5-2% mutasi delesi -α 3,7, 0,2% mutasi delesi -α 4,2, pada etnis jawa diperoleh 8% mutasi delesi -- SEA dan 58% mutasi delesi -α 3,7. Daerah titik potong dari delesi -- SEA telah dilaporkan oleh Nava et al. (2006) namun pada delesi -α 3,7 dan delesi -α 4,2 belum dilaporkan. Selain itu, sekuen alel dari tiga delesi tersebut belum dikarakterisasi dengan baik pada populasi Indonesia. Terdapat kemungkinan pada alel dengan mutasi yang sama memiliki titik potong yang berbeda sehingga membentuk lebih dari satu haplotype. Salah satunya delesi -α 3,7 terbagi menjadi 3 haplotype berdasarkan titik potongnya dan ditemukan pada populasi yang berbeda (Higgs et al., 1989). Identifikasi titik potong yang tepat dapat membantu pengembangan metode skrining yang cepat dengan sensitifitas dan spesifitas yang tinggi untuk deteksi mutasi spesifik penyebab thalassemia yang umum dijumpai pada populasi tertentu. Dalam hal ini utamanya untuk pengembangan metode skrining cepat untuk deteksi mutasi delesi -- SEA, delesi -α 3,7 dan delesi -α 4,2 pada populasi Indonesia. Pada tahun 2012 hingga 2016 telah dilakukan skrining pembawa thalassemia oleh Yayasan Thalassemia Indonesia / Persatuan Orang tua Penyandang Thalassemia (YTI/POPTI) Yogyakarta bekerjasama dengan Laboratorium Klinik Prodia dan Fakultas Biologi UGM. Dari skrining tersebut didapatkan dari total 360 sampel sebanyak 14 sampel diprediksi sebagai pembawa α-thalassemia dan 17 sampel sebagai pembawa α-thalassemia jenis ringan, hal ini didasarkan pada nilai haemoglobin, indeks eritrosit, sediaan apusan darah dan 3

hemoglobin elektroforesis/hplc. Namun, pengujian ini masih sebatas uji hematologis sementara pengujian secara molekuler belum dilakukan. Pengujian secara molekuler perlu dilakukan untuk medekteksi jenis mutasi yang terjadi pada 31 sampel diatas, terutama mutasi delesi -- SEA, delesi -α 3,7 dan delesi -α 4,2 sebagai tiga mutasi umum yang terjadi pada populasi Indonesia. Selain itu juga untuk mengkonfimasi hasil prediksi pembawa α-thalassemia dari uji hematologis. Selanjutnya perlu dilakukan analisis sekuen DNA perwakilan dari tiga delesi tersebut untuk mengetahui titik potong delesinya. Pada sampel dengan delesi -- SEA dibandingkan titik potongnya dengan referensi dari luar Indonesia, sedangkan pada sampel dengan delesi -α 3,7 dan delesi -α 4,2 untuk melengkapi data titik potongnya yang belum tersedia sekaligus mengetahui haplotype dari delesi -α 3,7 pada populasi Indonesia. B. Permasalahan Berdasarkan latar belakang diatas diketahui terdapat 31 sampel dari populasi skrining yang diselenggarakan oleh YTI/POPTI Yogyakarta-Laboratorium Klinik Prodia dan Fakultas Biologi UGM dari tahun 2012-2016 yang diprediksi berdasarkan uji hematologis sebagai pembawa α-thalassemia dan pembawa α- thalassemia jenis ringan. Adapun permasalahan yang didapatkan meliputi: 1. Bagaimana distribusi mutasi delesi -- SEA, delesi -α 3,7 dan delesi -α 4,2 pada sampel? 2. Dimana daerah titik potong delesi -- SEA, delesi -α 3,7 dan delesi -α 4,2? 3. Bagaimana perbandingan hasil prediksi uji hematologis dan konfirmasi uji molekuler pada sampel? C. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mendeteksi kejadian mutasi delesi -- SEA, delesi -α 3,7 dan delesi -α 4,2 pada sampel pembawa α-thalassemia. 2. Mengetahui daerah titik potong delesi -- SEA, delesi -α 3,7 dan delesi -α 4,2. 3. Membandingkan hasil prediksi uji hematologis dan konfirmasi uji molekuler pada sampel. 4

D. Manfaat Dari penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi, referensi dan database α-thalassemia di Indonesia. Data distribusi mutasi bermanfaat untuk memberikan gambaran terkini dari jenis mutasi penyebab α-thalassemia yang umum di Indonesia sekaligus dapat memberikan rekomendasi prioritas pada skrining mutasi α-thalassemia yang akan datang. Informasi titik potong yang tepat dari mutasi bermanfaat dalam pengembangan metode cepat dan tepat untuk skrining pembawa dan penyandang α-thalassemia. Hasil evaluasi uji hematologis dengan uji molekuler bermanfaat untuk memberikan gambaran ketepatan parameter hematologis untuk memprediksi pembawa α-thalassemia. 5