PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu)

dokumen-dokumen yang mirip
OLEH : I NENGAH KADI NIM Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Pembimbing I

NILAI PENDIDIKAN AGAMA HINDU DALAM PENEMPATAN PATUNG GANESHA DI DESA MANISTUTU KECAMATAN MELAYA KABUPATEN JEMBRANA

Oleh Ni Putu Dwiari Suryaningsih Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia berbeda dengan yang ada di India, ini disebabkan oleh

Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa

Oleh I Gusti Ayu Sri Utami Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

UPACARA NGADEGANG NINI DI SUBAK PENDEM KECAMATAN JEMBRANA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Nilai Pendidikan Agama Hindu)

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 68

RITUAL MEKRAB DALAM PEMUJAAN BARONG LANDUNG DI PURA DESA BANJAR PACUNG KELURAHAN BITERA KECAMATAN GIANYAR

ARTIKEL KARYA SENI TRIDATU OLEH : I WAYAN ENDRA WIRADANA NIM :

ESTETIKA SIMBOL UPAKARA OMKARA DALAM BENTUK KEWANGEN

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

TRADISI NYAKAN DI RURUNG DALAM PERAYAAN HARI RAYA NYEPI DI DESA PAKRAMAN BENGKEL KECAMATAN BUSUNGBIU KABUPATEN BULELENG (Kajian Teologi Hindu)

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA

Oleh Ni Putu Ayu Putri Suryantari Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

ornamen yang disakralkan. Kesakralan ornamen ini berkaitan dengan lubang pintu kori agung yang difungsikan sebagai jalur sirkulasi yang sifatnya sakra

1) Nilai Religius. Nilai Nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan. Kiriman I Ketut Partha, SSKar., M. Si., dosen PS Seni Karawitan

INTERAKSI SOSIAL DALAM PELAKSANAAN RITUAL KEAGAMAAN MASYARAKAT HINDU-BALI (Studi Pada Ritual Ngaben di Krematorium)

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, manfaat, dan keaslian penelitian yang dilakukan.

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: RIAK KEHIDUPAN. PENCIPTA : IDA AYU GEDE ARTAYANI. S.Sn, M. Sn

SURAT TUGAS Nomor: 42/UN48.15/KP/2012

LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK

Kata Kunci: Lingga Yoni., Sarana Pemujaan., Dewi Danu

BAB 1 PENDAHULUAN. Konstruksi identitas jender, Putu Wisudantari Parthami, 1 FPsi UI, Universitas Indonesia

EKSISTENSI PURA TELEDU NGINYAH PADA ERA POSMODERN DI DESA GUMBRIH KECAMATAN PEKUTATAN KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

Komodifikasi Banten Di Desa Pejaten, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan

Pendidikan Anak Usia Dini (Kesenjangan Kurikulum dan Penyelenggaraan) (Kadek Widiastuti/ )

SENI BUDAYA BALI. Tradisi Omed Omedan Banjar Kaja Sesetan Bali. Oleh (Kelompok 3) :

Desain Penjor, Keindahan Yang Mewarnai Perayaan Galungan & Kuningan

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU

PROFIL DESA PAKRAMAN BULIAN. Oleh: I Wayan Rai, dkk Fakultas Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja

BAB V KESIMPULAN. 5.1 Alasan Kehadiran Rejang Sangat Dibutuhkan dalam Ritual. Pertunjukan rejang Kuningan di Kecamatan Abang bukanlah

TRADISI NYAAGANG DI LEBUH PADA HARI RAYA KUNINGAN DI DESA GUNAKSA KECAMATAN DAWAN KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

Kreativitas Busana Pengantin Agung Ningrat Buleleng Modifikasi

PENUTUP. Karya seni kriya tekstil dengan tema Rangda Dalam Karya. Artwear adalah sebuah ungkapan dan ekspresi pribadi penulis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EKSISTENSI TIRTHA PENEMBAK DALAM UPACARA NGABEN DI KELURAHAN BALER-BALE AGUNG KECAMATAN NEGARA KABUPATEN JEMBRANA (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

Implikasi Kondisi Ekonomi Orang Tua Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Oleh:

I. PENDAHULUAN. Etnis Bali memiliki kebudayaan dan kebiasaan yang unik, yang mana kebudayaan

DESKRIPSI KARYA SENI MONUMENTAL Judul Karya Seni Monumental (kriya Seni): Predator. Pencipta I Made Sumantra, S.Sn, M.Sn

SKRIP KARYA SENI GENITRI OLEH: I PUTU GEDE WAHYU KUMARA PUTRA NIM: PROGRAM STUDI S-1 SENI KARAWITAN JURUSAN SENI KARAWITAN

SANKSI PACAMIL DI DESA BLAHBATUH GIANYAR DITINJAU DARI PENDIDIKAN KARAKTER

IMPLEMENTASI AJARAN TRI HITA KARANA PADA SEKAA TARUNA PAGAR WAHANA DI DESA ADAT PELAGA KECAMATAN PETANG, KABUPATEN BADUNG

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk yang. terdiri dari ribuan pulau-pulau dimana masing-masing penduduk dan suku

UPACARA NGEREBEG DI PURA DUUR BINGIN DESA TEGALLALANG, KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB IV HASIL DAN ANALISIS DATA

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

DAFTAR PUSTAKA. Agus, Bustanuddin, Agama Dalam Kehidupan Manusia, Pengantar Antropologi Agama.Jakarta : Raja Grafindo Persada.2007.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang luas, besar, dan memiliki keanekaragaman

Fungsi Produk Seni Kerajinan Ukir Kayu Guwang

PEMENTASAN WAYANG LEMAH PADA UPACARA CARU BALIK SUMPAH DI DESA PAKRAMAN KENGETAN KECAMATAN UBUD KABUPATEN GIANYAR (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai di masyarakat. Karya sastra ini mengandung banyak nilai dan persoalan

KOMODIFIKASI SARANA UPACARA UMAT HINDU DI PASAR KARANG LELEDE KOTA MATARAM SAYU KADEK JELANTIK

UPACARA WAYONAN DALAM NGEBEKIN DI DESA PAKRAMAN BANYUNING KECAMATAN BULELENG KABUPATEN BULELENG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

TUGAS AGAMA DEWA YADNYA

EKSISTENSI TRADISI ADAT NGONCANG DI DESA PEGADUNGAN, KACAMATAN SUKASADA, KABUPATEN BULELENG DITINJAU DARI SEGI NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA

PERSEPSI UMAT HINDU TERHADAP KEBERDAAN KREMATORIUM SANTAYANA DENPASAR BALI. Oleh Putu Wiwik Rismayanti Sari Dewi Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. Hukum yang diciptakan manusia mempunyai tujuan untuk. menciptakan keadaan yang teratur, aman, dan tertib, demikian pula dengan

DI DESA PAKRAMAN CEKENG, KECAMATAN SUSUT, KABUPATEN BANGLI : PERSFEKTIF PENDIDIKAN AGAMA HINDU

KARAKTERISTIK BANGUNAN BALE METEN, SERTA PROSES PEMBANGUNANNYA

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA DALAM DONGENG JEPANG DAN DONGENG BALI. Abstract

LANDASAN PENDIDIKAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA NI WAYAN RIA LESTARI NIM :

3. Karakteristik tari

BAB I PENDAHULUAN. secara lahir dan batin, yang oleh masyarakat disebut soroh. Soroh merupakan

KEARIFAN EKOLOGI MASYARAKAT BAYUNG GEDE DALAM PELESTARIAN HUTAN SETRA ARI-ARI DI DESA BAYUNG GEDE, KECAMATAN KINTAMANI, KABUPATEN BANGLI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

UPACARA NGEREBEG DI DESA PAKRAMAN MANDUANG KECAMATAN KLUNGKUNG KABUPATEN KLUNGKUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

UPACARA NGAJAGA-JAGA DI PURA DALEM DESA ADAT TIYINGAN KECAMATAN PETANG KABUPATEN BADUNG (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

CARUT MARUT KURIKULUM DI INDONESIA BERSUMBER DARI DISTORSI LANDASAN PENDIDIKAN. Oleh : I Made Bagus Andi Purnomo NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Bentuk-bentuk adat istiadat dan tradisi ini meliputi upacara perkawinan, upacara

BAB II KAJIAN TEORI. Dalam buku Tri Widiarto yang berjudul Psikologi Lintas Budaya

I. PENDAHULUAN. kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan

PEMENTASAN TARI RATU BAKSAN DI PURATAMPURYANG DESA PAKRAMAN SONGAN KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI (Perspektif Pendidikan Agama Hindu)

CARU PANGALANG SASIH DI DESA ADAT MENGWI KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG ( Kajian Filosofis Hindu )

ANGKLUNG TIRTHANIN TAMBLINGAN DI DESA PAKRAMAN SELAT KECAMATAN SUKASADA KABUPATEN BULELENG

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Analisis Situasi

PENGGUNAAN KAJANG DALAM RITUS KEMATIAN (KELEPASAN) KLEN BRAHMANA BUDDHA DI DESA BUDAKELING DAN SEBARANNYA DI DESA BATUAN (Kajian Antropologi Agama)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

LAPORAN PERKEMBANGAN YAYASAN PITRA YADNYA INDONESIA

KARYA ILMIAH : KARYA SENI MONUMENTAL

BAB I PENDAHULUAN. Pusat Pelestarian Kesenian Wayang Kulit Tradisional Bali di Kabupaten Badung 1

Persepsi Masyarakat Terhadap Upacara Pengerupukan Pra Hari Raya Nyepi di Kecamatan Wonosari

KOMUNIKASI SIMBOLIK DALAM TRADISI CARU PALGUNA DI DESA PAKRAMAN KUBU KECAMATAN BANGLI KABUPATEN BANGLI

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Salah satu

Oleh I Gede Juli Agus Puja Astawa Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

KODE ETIK DOSEN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

JURNAL PENELITIAN AGAMA HINDU 73

TAMAN NARMADA BALI RAJA TEMPLE IN PAKRAMAN TAMANBALI VILLAGE, BANGLI, BALI (History, Structure and Potential Resource For Local History) ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya adalah suatu konsep yang secara formal didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman,

Penggunaan Kajang dalam Ritus Kematian (Kelepasan) Klen Brahmana Buddha di Desa Budakeling dan Sebarannya di DesaBatuan

KARYA ILMIAH: KARYA SENI MONUMENTAL JUDUL KARYA: MELASTI PENCIPTA: A.A Gde Bagus Udayana, S.Sn.,M.Si. Art Exhibition

Transkripsi:

PATULANGAN BAWI SRENGGI DALAM PROSESI NGABEN WARGA TUTUAN DI DESA GUNAKSA, KABUPATEN KLUNGKUNG (Kajian Estetika Hindu) Oleh I Wayan Agus Gunada Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Ngaben merupakan prosesi kematian umat Hindu di Bali yang dilakukan dengan jalan membakar jenasah, pada prosesinya pembakaran jenasah tersebut umumnya menggunakan sarana wadah yang bernama petulangan. Petulangan sebagai sarana pembakaran umumnya mengambil wujud binatang yang dianggap suci dan dikeramatkan, bentuk petulangan sendiri tergantung kepada bhisama-bhisama yang tercantum pada masing-masing treh/soroh/warga yang terdapat di Bali. Salah satu wujud petulangan yang ada adalah petulangan bawi srenggi yang digunakan oleh warga tutuan pada prosesi ngaben sesuai dengan piagem prasasti tutuan. Bentuk petulangan bawi srenggi merupakan petulangan yang berwujud babi hutan yang bertanduk. Wujud babi hutan ini menyimbolkan waraha awatara sebagai salah satu awatara wisnu yang menyelamatkan dunia akibat kejahatan Hiranyaksa. Pada piagem tutuan ditemukan beberapa bhisama-bhisama yang penting dan wajib ditaati oleh para warga tutuan sebagai bentuk bhakti terhadap kawitan Ki Mantri Tutuan Pratisentana Sira Dalem Mangori. Dari sudut pandang Estetika dan Estetika Hindu ditemukan bahwa petulangan bawi srenggi memiliki prinsip unity kesatuan, balance keseimbangan, contrast dominasi, rhytem irama, serta mengandung unsur garis, warna dan bidang yang secara keseluruhan membentuk Petulangan Bawi Srenggi sehingga memiliki keindahan didalamnya. Dari sisi Estetika Hindu maka unsur satyam dibentuk dari filosofi makna yang terkandung, unsur siwam melalui upacara-upacara penyucian dan unsur sundaram melalui dikandungnya unsur-unsur sad angga yaitu Rupabheda, Sadrsy,a Pramana, Wanikabangga, Bhawa dan Lawanya. Secara unsur pendidikan, maka didalam petulangan bawi srenggi ditemukan fungsi serta makna pendidikan yang penting dikaitkan dengan proses pendidikan baik pendidikan formal maupun informal. Fungsi pendidikan yang terkandung didalamnya yaitu fungsi kejujuran, kesetian, kerja sama, religius dan komoditi. Makna pendidikan yang terkandung didalam petulangan bawi srenggi adalah makna pendidikan eskatologi, makna pendidikan interaksional simbolik pengukuhan bhisama, makna pendidikan keseimbangan sekala dan niskala serta makna pendidikan seni rupa Hindu. Kata Kunci : Petulangan, Bawi Srenggi, Ngaben, Tutuan, Estetika, Hindu PENDAHULUAN Prosesi ngaben sebagai salah satu bagian dari upacara pitra yajna di Bali tidak pernah lepas dari terintegrasinya unsur-unsur tradisi, seni dan unsur sosial masyarakat Bali. Ngaben sendiri memiliki konsepsi beragam yang telah dibahas oleh banyak tokoh, salah satu konsep ngaben adalah ngaben yang berasal dari kata ngapian yang berarti upacara kembali ke api, dan ngaben berasal dari kata ngebeyanin artinya upacara dengan memberikan bekal kepada orang yang meninggal. 17

Ngaben sebagai suatu upacara, terlaksana dengan beragam sarana yang cukup unik dan menarik, salah satunya adalah petulangan sebagai sarana pembakaran jenasahnya. Secara filosofis masyarakat Bali meyakini bahwa petulangan pada upacara ngaben akan menajdi wahana yang mengantarkan atma sang mati menuju tempat sesuai dengan karmanya semasih hidup. Secara teoritis beberapa tokoh menyebutkan bahwa petulangan merupakan tempat pembakaran jenasah yang mengambil bentuk-bentuk hewan yang dianggap memiliki nilainilai kesucian dan kesakralan. Secara empiris, salah satu petulangan yang cukup unik wujudnya adalah petulangan bawi srenggi yang digunakan oleh soroh warga tutuan, petulangan ini berbentuk hewan babi dengan atribut seperti raja dengan menggunakan ketu dan terdapat tanduk dikepalanya. Secara pragmatis penelitian mengenai petulangan bawi srenggi yang digunakan oleh warga tutuan di desa Gunaksa Kabupaten Klungkung akan berguna untuk membedah segala unsur konsepsi utamanya mengenai kandungan konsepsi esetika Hindu serta kaitannya dengan fungsi serta makna Pendidikan yang terkandung didalamnya sehingga dapat menjadi suatu pedoman praktis dalam menginformasikan keberadaan petulangan di Bali PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian terhadap petulangan bawi srenggi maka dapat disebutkan bahwa secara penggunaan maka dalam proses penggunaannya, petulangan bawi srenggi digunakan karena merupakan bhisama yang sudah turun temurun ada dalam piagem prasasti tutuan yang terdapat di pura Bukit Buluh Desa Gunaksa, selain itu pula alasan lain bahwa terdapat konsepsi filsafat waraha awatara didalamnya sehingga masyarakat warga tutuan meyakini bahwa keberadaan waraha yang disimbolkan dalam bawi srenggi akan mampu mengantarkan dan menyelamatkan atma sehingga mendapatkan tempat sesuai dengan karmanya. Bentuk petulangan bawi srenggi secara struktural dibentuk dari tiga hal yaitu petulangan, baturan dan sanan. Secara bentuk petulangan bawi srenggi mengambil wujud babi hutan dengan pepayasan dan ketu yang bertanduk, baturan merupakan alas dari petulangan yang berbentuk balok dengan beragam hiasan ornamen Bali serta sanan yang berbetuk persegi yang terbuat dari bambu sebagai sarana untuk menggotong petulangan. Simbol-simbol yang terdapat dalam petulangan bawi srenggi sangat banyak dan kaya akan makna didalamnya. Secara konsepsi estetika maka ditemukan bahwa keindahan dalam petulangan bawi srenggi terbentuk dari adanya unsur unity atau kesatuan bentuk antara masing-masing struktur petulangan. Balance keseimbangan bahwa masing-masing struktur saling mendukung. Contrast bahwa dalam petulangan wujud-wujud yang berbeda yang membentuknya memberikan kesan dinamis dan dominan. Irama bahwa warna dalam petulangan menggambarkan kesan harmonis dan berirama. Garis dalam petulangan bawi srenggi terbentuk dalam dua hal yaitu garis semu dan garis nyata. Warna yang terdapat didalam petulangan bawi srenggi didominasi oleh warna hitam dan emas dimana warna hitam sebagai warna proporsi tubuh sedangkan warna emas untuk pepayasan. Bidang-bidang yang terkandung didalam petulangan bawi srenggi terbentuk dari dua bidang yaitu geometris dan non geometris. Pada sisi estetika Hindu maka konsepsi satyam siwam sundaram tercermin pada konsepsi kebenaran bahwa dalam petulangan bawi srenggi terdapat suatu nilai dharma berupa esensi filosofis waraha awatara. Siwam atau kesucian dalam petulangan bawi srenggi tercermin kepada dua hal yaitu kesucian undagi dan kesucian petulangan melalui ritual sakralisasi mulai dari proses pembuatan hingga penggunaan. Konsep sundaram tercermin dari adanya usnur sad angga yang berupa rupabheda, lawanya, pramana, sadrsya, bhava dan wanikabangga. Khusus dalam esensi bhava ditemukan dari sembilan bhava utama didalam petulangan bawi srenggi didominasi oleh tiga Bhava yaitu Bhava Srangga rasa asmara, Bhava Adbhuta rasa takjub dan Bhava Santa Rasa damai yang disimbolkan oleh Dewa 18

Wisnu, Dewa Brahma Dan Dewa Siwa. Dari sisi fungsi pendidikan maka ditemukan bahwa sebagai benda upakara petulangan bawi srengggi mengandung fungsi pendidikan karakter berupa fungsi pendidikan kejujuran, kerja sama, Religius, kesetiaan dan fungsi manifest berupa fungsi pendidikan komoditi. Lebih dari itu dari sudut pandang makna maka terdapat beberapa makna pendidikan yang terkandung didalam petulangan bawi srenggi yaitu makna pendidikan eskatologis, makna pendidikan keseimbangan sekala dan niskala, makna pendidikan interaksional simbolik pengukuhan bhisama oleh warga tutuan dan makna pendidikan seni rupa Hindu. Konsepsi estetika Hindu pada petulangan bawi srenggi merupakan konsepsi dasar yang membentuk petulangan bawi srenggi sebagai wujud keindahan yang tidak hanya untuk pemuasan keindahan jasmani namun juga keindahan pada sisi rohani. Satyam dalam petulangan bawi srenggi terkonsepsi pada makna filosofis waraha awatara, siwam terkonsepsi pada proses kesucian dan penyucian serta sakralisasi, dan sundaram terkonsepsi kepada pembentukan penerimaan rasa indah melalui unsur sad angga. Selain itu konsepsi estetika Hindu nyatanya memiliki keterkaitan pada fungsi pendidikan dan makna pendidikan yang memberikan gambaran bahwa secara realita petulangan bawi srenggi sebagai wujud sarana upakara mengandung esensi-esensi pengetahuan yang cukup menarik untuk diintegrasikan pada proses pendidikan dan mengandung nilai pendidikan didalamnya. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan temuan maka dapat disimpulkan bahwa secara konsepsi petulangan bawi srenggi merupakan tempat pembakaran jenasah warga tutuan yang didasarkan atas bhisama pada piagem prasasti tutuan. Didalamnya terdapat esensi filosofis waraha awatara dan mengandung berbagai simbol-simbol Hindu. Secara konsepsi keindahan maka petulangan bawi srenggi terbentuk melalui berbagai unsur-unsur estetika sehingga memberikan nilai-nilai keindahan yang mampu memberikan keindahan jasmani maupun rohani. Secara fungsi dan makna, maka petulangan bawi srenggi mengandung banyak sekali unsur fungsi pendidikan dan makna pendidikan yang terintegrasi dengan konsep estetika Hindu yang memberikan pengetahuan dan wawasan yang dapat menjadi bagian dari materi dan media pendidikan khususnya pendidikan seni rupa Hindu yang merupakan bagian dari praktek keagamaan Hindu. DAFTAR PUSTAKA 19

Gelgel, I Putu Dan Wayan Budi Utama. 2013. Bhisama Parisada Dasar Hukum, Kekuatan Ghazali, Adeng Mochtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung : Alfabeta Gelgel, I Putu Dan Wayan Budi Utama. 2013. Bhisama Parisada Dasar Hukum, Kekuatan Ghazali, Adeng Mochtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung : Alfabeta Hendrik Rapar, Jan. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Kanisius Kaler, I Gusti Ketut. 2008. Ngaben, Mengapa Mayat Dibakar?. Denpasar: Pustaka Bali Post. Kebayantini, Ni Nyoman. 2013. Komodifikasi Upacara Ngaben Di Bali. Denpasar : Udayana University Pers Koentjaraningrat. 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : PT. Dian Rakyat Kutha Ratna, Nyoman. 2015. Estetika Sastra Dan Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Madrasuta, Ngakan Made. 2013. Mengungkap Misteri Kematian. Jakarta : Media Hindu Gelgel, I Putu Dan Wayan Budi Utama. 2013. Bhisama Parisada Dasar Hukum, Kekuatan 20

Ghazali, Adeng Mochtar. 2011. Antropologi Agama. Bandung : Alfabeta Hendrik Rapar, Jan. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta : Kanisius Kaler, I Gusti Ketut. 2008. Ngaben, Mengapa Mayat Dibakar?. Denpasar: Pustaka Bali Post. Kebayantini, Ni Nyoman. 2013. Komodifikasi Upacara Ngaben Di Bali. Denpasar : Udayana University Pers Koentjaraningrat. 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : PT. Dian Rakyat Kutha Ratna, Nyoman. 2015. Estetika Sastra Dan Budaya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Madrasuta, Ngakan Made. 2013. Mengungkap Misteri Kematian. Jakarta : Media Hindu Parwati, Ni Nyoman. 2009. Patulangan Gardabha Dalam Upacara Ngaben Di Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar (Kajian Pendidikan Agama Hindu). (Skripsi). Denpasar: Universitas Ritzer, George Dan Douglas J. Goodman. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta : Prenada Media Sachari, Agus. 2002. Estetika Makna, Simbol Dan Daya. Bandung : Penerbit ITB Sadulloh, Uyoh. 2014. Pedagogik Ilmu Mendidik. Bandung : Alfabeta Sudarsana, I. K. (2016). PEMIKIRAN TOKOH PENDIDIKAN DALAM BUKU LIFELONG LEARNING: POLICIES, PRACTICES, AND PROGRAMS (Perspektif Peningkatan Mutu Pendidikan di ). Jurnal Penjaminan Mutu, (2016), 44-53. Sudarsana, I. K. (2015). PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DALAM UPAYA PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA. Jurnal Penjaminan Mutu, (Volume 1 Nomor 1 Pebruari 2015), 1-14. Sukayasa, I Wayan. 2007. Teori Rasa : Memahami Tasu, Ekspresi Dan Metodenya. Denpasar : Program Magister (S2) Ilmu Agama Dan Kebudayaan Universitas Hindu Denpasar Bekerja Sama Dengan Penerbit Widya Dharma Sukraaliwan, I Nyoman. 2007. Upacara Ngaben Massal Masyarakat Desa Pakraman Sudaji. Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng : Sebuah Kajian Budaya. (Tesis). Denpasar: Universitas Udayana Suyoga, I Putu Gede. 2014. Arsitektur Bade Transformasi Konsep Menuju Bentuk. (Tesis). Denpasar : Universitas Titib, I Made. 2006. Persepsi Umat Hindu Di Bali Terhadap Svarga, Naraka Dan Moksa Dalam Svargarohanaparwa Persfektif Kajian Budaya. Surabaya : Paramita Titib, I Made. 2011. Tri Sandya Sembahyang Dan Berdoa. Surabaya : Paramita Tri Guna, Ida Bagus Gede Yudha. 2000. Teori Tentang Simbol. Denpasar : Widya Dharma Tri Guna, Ida Bagus Gede Yudha. 2003. Estetika Hindu Dan Pembangunan Bali. Denpasar : Widya Dharma 21