BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

dokumen-dokumen yang mirip
EFEK MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN KERJA SAMA DAN HASIL BELAJAR SISWA. Fitria Silviana

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya dan dapat membangun pengetahuannya sendiri (student centered. digunakan guru dalam kegiatan pembelajaran masih kurang.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penunjang yang sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan guna meningkatkan sumber daya manusia. Salah satu usaha yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Biologi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. SMA Negeri 12 Bandar Lampung terletak di jalan H. Endro Suratmin

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. kelas. 1 Dalam undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. hasil belajar siswa disekolah. Kurikulum yang digunakan saat ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan. memanfaatkan semua komponen yang ada secara optimal.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas salah satunya dalam bidang dasar dan pengukuran listrik.

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana seseorang memperoleh

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. unggul dalam persaingan global. Pendidikan adalah tugas negara yang paling

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan khususnya di sekolah dasar (SD) menjadi fokus perhatian dalam rangka

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses mengubah tingkah laku siswa agar menjadi manusia

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya manusia yang bermutu. lagi dalam rangka meningkatkan mutu sumber daya manusia bangsa

I. PENDAHULUAN. Pembelajaran IPA di sekolah saat ini menuntut para guru harus selalu. kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan melalui

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. (Langeveld, dalam Hasbullah, 2009: 2). Menurut Undang-Undang Republik. Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Suryosubroto, 2009:2).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. (Depdiknas, 2003). Dalam memajukan sains guru di tuntut lebih kretatif. dalam penyelenggaraan pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewi Elyani Nurjannah, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran aktif merupakan langkah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31. Ayat (3) mengamanatkan agar pemerintah mengusahakan dan

BAB I PENDAHULUAN. Materi Ekologi merupakan materi yang mempelajari hubungan timbal balik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sendiri maupun lingkungannya. Menurut Undang undang No. 20 Tahun 2003

II. TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang diperoleh melalui

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam mempersiapkan manusia yang berkualitas bagi

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan faktor terpenting dalam era globalisasi, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

konstribusi yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan manusia semakin meningkat (Burns dan Bottino, 1989). Namun sangat disayangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Slameto (2003:1) dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003:

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia dimana kualitas sumber daya manusia

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam menciptakan manusia yang bertakwa

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi sarana proses belajar-mengajar untuk mencapai hasil prestasi siswa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, manusia hampir tidak pernah dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya. Dengan. demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan yang mendasar yang harus dimiliki oleh manusia, karena dengan pendidikan manusia akan lebih mampu untuk mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses dengan cara-cara tertentu agar seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Proses dari serangkaian kegiatan pembelajaran merupakan ruang lingkup dari pendidikan, salah satunya adalah pembelajaran sains. Sains merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian. Fisika merupakan bagian dari sains yang pada hakikatnya sebagai kumpulan pengetahuan yang dapat berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, teori, dan model yang biasa disebut produk. Young dan Freedman (2012:1) mengatakan bahwa, fisika adalah salah satu ilmu yang paling dasar dari ilmu pengetahuan. Fisika adalah proses yang membawa pada prinsip-prinsip umum yang mendeskripsikan bagaimana perilaku dunia fisik. Selain itu, yang paling penting dalam fisika adalah proses dalam pembelajaran. Pendidikan yang baik yang diharapkan oleh 1

2 masyarakat mengharuskan adanya pendidik yang profesional dalam mengelola proses pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah proses pembelajaran yang lemah. Anak kurang didorong untuk bekerja aktif pada proses pembelajaran (Sanjaya, 2006:1). Proses pembelajaran di dalam kelas sering sekali di arahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Mata pelajaran fisika sebagai salah satu cabang dari sains yang mempelajari gejala-gejala alam dan peristiwa alam baik yang dapat dilihat maupun bersifat abstrak. Hal ini merupakan tantangan bagi guru yang berperan sebagai fasilitator harus mampu merancang pembelajaran yang tepat agar siswa dapat memahami gejala-gejala alam dan peristiwa alam baik yang dapat dilihat ataupun yang bersifat abstrak. Pembelajaran fisika perlu disesuaikan dengan cara fisikawan terdahulu dalam memperoleh pengetahuan. Pembelajaran fisika harus diarahkan untuk mencari tahu dan berbuat sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam (Depdiknas, 2006). Berdasarkan pernyataan di atas, dalam pembelajaran fisika menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan berpusat pada siswa. Banyak opini yang mengatakan bahwa mutu pendidikan Indonesia terutama dalam mata pelajaran fisika masih rendah. Adapun data yang mendukung opini tersebut antara lain yaitu data The Trends in Internasional

3 Mathematics and Sciense Study (TIMSS) yang menyebutkan siswa Indonesia hanya mampu menjawab konsep dasar atau hapalan dan tidak mampu menjawab soal yang memerlukan nalar dan analisis, untuk bidang sains tahun 2011 berada di peringkat 40 dari 45 negara peserta dengan memperoleh skor 406 masih jauh dari skor internasional yaitu 500. Rendahnya hasil TIMSS ini tidak terlepas dari proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah-sekolah. Rendahnya hasil belajar siswa Indonesia juga didukung dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan guru fisika di kelas X SMA Negeri 1 Langsa, hasil belajar kognitif fisika siswa secara umum masih tergolong dalam kategori rendah yaitu masih ada siswa yang memperoleh nilai 20 yang sangat jauh dari kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu di bawah 75. Sejalan dengan hasil angket yag telah dibagikan ke siswa, sekitar 75 % siswa mengatakan selama ini hasil belajarnya masih di bawah KKM Secara khusus pada materi suhu dan kalor, tidak sedikit dari siswa yang masih kurang paham terhadap konsep dari materi tersebut, sehingga diperoleh hasil belajar yang belum sesuai dengan KKM. Sejalan dengan pendapat Silaban dan Utari (2015:521) yang mengatakan bahwa, materi suhu dan kalor bersifat abstrak sehingga sulit diamati oleh siswa secara langsung, juga menuntut keterampilan dalam menggunakan aljabar dan persamaan matematika dalam penyelesaiannya, serta kemampuan menerjemahkan tabel, grafik dan persamaan. Materi suhu dan kalor memerlukan pencapaian tahapan belajar kognitif pada taksonomi bloom yang tinggi karena terdapat kata menganalisis di salah satu kompetensi dasarnya di silabus.

4 Menurut Purwanto (2010:45), hasil belajar adalah perubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Aspek perubahan itu mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang dikembangkan oleh Bloom yaitu mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Sudjana (2005:22) yang mendefinisikan bahwa, hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Pembelajaran fisika di SMA Negeri 1 Langsa juga jarang melakukan praktikum atau kegiatan eksperimen karena terkendala waktu dan target materi, sehingga siswa tidak dapat melakukan pembelajaran yang dapat melatih kemampuan berpikir dimana siswa kurang diberi kesempatan unuk mengkonstruksikan pemahaman pada materi pelajaran, sehingga hasil belajar yang tercapai masih dikatakan rendah. Siswa sebagai makhluk sosial dituntut mampu mengatasi segala permasalahan yang timbul sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan sosial. Siswa juga harus mampu menampilkan diri sesuai dengan norma atau aturan yang berlaku, oleh karena itu siswa dituntut menguasai keterampilan sosialnya (social skill). Salah satu keterampilan sosial tersebut adalah kemampuan kerja sama. Kerja sama kelompok adalah satu set keterampilan yang digunakan individu untuk mendorong keberhasilan kelompok (Hughes dan Jones, 2011:57). Kemampuan kerja sama dapat disimpulkan adalah suatu upaya yang dilakukan individu dalam menyelesaikan suatu kegiatan secara bersama-sama untuk keberhasilan kelompok atau pencapaian hasil belajar yang lebih tinggi. Kerjasama

5 merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia, karena dengan kerjasama manusia dapat melangsungkan kehidupannya. Berdasarkan pengamatan di sekolah SMA Negeri 1 Langsa, guru-guru sudah melakukan penialaian kemampuan kerja sama siswa pada lembar penilaian afektif yang menjadi tuntutan pada penilaian kurikulum 2013, namun hasil yang diperoleh pada kemampuan kerja sama siswa masih dikatakan rendah, ini didukung dengan hasil angket yang telah dibagikan ke siswa-siswa di SMA Negeri 1 Langsa tersebut, yaitu sekitar 68,1 % siswa setuju dengan pernyataan angket dimana kemampuan kerja sama siswa masih rendah. Hal ini diindikasikan karena penggunaan strategi, metode maupun model yang kurang bervariasi atau seringnya guru menjadi pusat pembelajaran (teacher centered). Rendahnya kemampuan kerja sama yang dimiliki siswa mengakibatkan hasil belajar rendah. Hal ini didukung oleh pendapat Travakoli (2014:36) yang mengatakan kemampuan sosial yang baik termasuk bekerja sama dalam kelompok akan menjadikan siswa memiliki hasil belajar yang lebih baik dibandingkan siswa yang kemampuan sosialnya kurang baik. Melihat hal tersebut, maka dibutuhkan suatu pembelajaran yang tepat untuk mencapai kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan kerja sama diantara siswa dan meningkatkan hasil belajar, salah satu diantaranya adalah dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation (GI), karena dengan model pembelajaran kooperatif tipe GI siswa lebih aktif untuk mencari sendiri informasi pelajaran yang akan dipelajari, sehingga akan berdampak pada peningkatan hasil belajar.

6 Model pembelajaran kooperatif tipe GI adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun prosedur investigatif yang digunakan (Arends, 2007:14). Menurut Arends (2007:5) model cooperatif learning dikembangkan untuk mencapai paling sedikit tiga tujuan penting; prestasi akademis, toleransi dan penerimaan terhadap keanekaragaman, dan pengembangan keterampilan sosial. Tujuan kognitif dari model kooperatif tipe GI adalah siswa memiliki pengetahuan konseptual akademis, dan keterampilan menyelidiki. Tujuan sosial dari model group investigation adalah kerja sama dalam kelompok kompleks (Arends, 2007:18). Berdasarkan tujuan dari model kooperatif tipe group investigation di atas, maka pada penelitian ini dipilih model kooperatif GI karena dianggap siswa dapat meningkatkan kemampuan kerja sama dan hasil belajar. Model pembelajaran kooperatif tipe GI tetap menawarkan siswa untuk berkesempatan memiliki pembelajaran mereka sendiri serta menunjukkan pengetahuan dan pemahaman mereka (Mitchell, dkk., 2008:394). Menurut Ibrahim, dkk., (2000:371), model pembelajaran kooperatif tipe GI siswa akan bekerja sama dalam kelompok untuk melakukan inkuiri kompleks, sehingga nantinya akan memperoleh informasi akademik dan keterampilan inkuiri. Pernyataan ini menjelaskan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation akan menghasilkan kegiatan kerja sama siswa dalam lingkungan belajar dan memiliki hubungan terhadap hasil belajar. Pembelajaran kooperatif tipe GI merupakan bentuk pembelajaran yang berdasarkan konstruktivisme. Kegiatan investigasi dalam model pembelajaran ini

7 menuntut siswa untuk mendapatkan sendiri pengetahuan dan pengalaman yang baru melalui diskusi kelompok dalam rangka memecahkan masalah yang diberikan, agar siswa dapat menyelesaikan permasalahan yang diberikan dibutuhkan suatu kegiatan eksperimen dan dengan mengunakan suatu media LKS agar siswa dapat mengembangkan kemampuan berfikir dan kreativitas secara optimal dan memiliki kesempatan untuk menyusun sendiri konsep-konsep dalam struktur kognitifnya, selanjutnya dapat diaplikasikan dalam kehidupannya. Sagala (2005:220) mengatakan, Metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari. Kegiatan eksperimen dalam pembelajaran kooperatif tipe group investigation sangat membantu pembelajaran fisika yang selama ini dianggap sangat sulit. Menurut Djamarah (2002:95) Kegiatan eksperimen siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu proses, mengamati suatu objek, keadaan atau proses sesuatu. Berdasarkan itu para guru dipandang perlu untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksperimen dalam pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk dapat memahami materi pelajaran dengan lebih menarik, sehingga memberikan dampak yang lebih efektif terhadap kemajuan siswa. Kooperatif tipe GI cukup efektif terhadap hasil belajar fisika siswa karena membuat siswa belajar lebih aktif dengan banyak berpikir (Wahyuni dkk, 2014:33-37). Sejalan dengan hasil penelitian Wiratana, dkk., (2013:11), Suhendri dan Sahyar (2012:70-80), Harahap dan Turnip (2014:156-162), Aristi (2014:1-7)

8 yang menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe GI ini mempunyai keunggulan dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Pembelajaran dengan model kooperatif tipe group investigation memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan sendiri konsep-konsep fisika yang dikonstruksi oleh siswa, sehingga akan meningkatkan hasil belajar. Pembelajaran kooperatif tipe GI juga dapat meningkatkan aktivitas siswa yang di dalamnya terdapat aspek kemampuan kerja sama, hal ini sejalan dengan pendapat Wahyuningsih, dkk. (2012:5), Penggunaan model kooperatif tipe group investigation berbasis eksperimen inkuiri terbimbing dapat memacu aktivitas. Siswa dituntut aktif dalam pembelajaran dengan bekerjasama dengan kelompoknya untuk melakukan investigasi kelompok. Terkait permasalahan di atas, peneliti kira perlu untuk melakukan penelitian dengan menggunakan pembelajaran yang sama yaitu model kooperatif tipe group investigation dengan berbantuan kegiatan eksperimen, maka judul dalam penelitian ini adalah Efek Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigation terhadap Kemampuan Kerja Sama dan Hasil Belajar Fisika Siswa SMA.

9 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi masalah antara lain sebagai berikut : 1. Hasil belajar fisika siswa masih rendah. 2. Kurangnya kesempatan siswa untuk aktif dan mengkonstruksi pemahaman. pada materi pelajaran. 3. Siswa kurang melatih kemampuan berpikirnya. 4. Kemampuan kerja sama siswa masih rendah. 5. Penggunaan strategi, metode maupun model yang kurang bervariasi. 6. Kurangnya melakukan kegiatan eksperimen sekaligus menggunakan media LKS. 1.3. Batasan Masalah Memperjelas ruang lingkup masalah yang akan diteliti, maka perlu dijelaskan batasan masalah dalam penelitian ini dimana yang dilakukan pada kelas X Semester II di SMA Negeri 1 Langsa pada materi Suhu dan Kalor, yaitu : 1. Pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah model kooperatif tipe Group Investigation. 2. Aspek yang diteliti adalah kemampuan kerja sama dan hasil belajar siswa dalam ranah kognitif

10 1.4. Rumusan Masalah Mengacu pada batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah kemampuan kerja sama siswa yang diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation lebih baik daripada siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional dalam pembelajaran fisika? 2. Adakah efek dari model kooperatif tipe Group Investigation terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika? 3. Apakah terdapat hubungan antara kemampuan kerja sama dan hasil belajar siswa? 1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kemampuan kerja sama siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation dan kemampuan kerja sama siswa dengan pembelajaran konvensional. 2. Untuk mengetahui efek model kooperatif tipe Group Investigation terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran fisika. 3. Untuk mengetahui hubungan antara kemampuan kerja sama dan hasil belajar siswa.

11 1.6. Manfaat penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis: sebagai bahan kajian serta bahan masukan untuk penelitian lebih lanjut pada peneliti lain. 2. Manfaat praktis a. Bagi Sekolah Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada guru-guru agar memperhatikan faktor-faktor yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. b. Bagi Mahasiswa Penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh mahasiswa sebagai wahana penerapan ilmu yang diperoleh selama kuliah dan dapat memperbanyak ilmu pengetahuan yang didapat sehingga dapat menjadi bekal di masa depan. c. Bagi Peneliti Peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang berkaitan dengan model pembelajaran kooperatif tipe group investigaton. 1.7. Definisi Operasional Menghindari kekeliruan dan kesalahpahaman dalam pengertian yang dikehendaki pada penelitian ini, maka penulis membuat definisi operasional sebagai berikut : 1. Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam

12 menentukan topik maupun prosedur investigatif yang digunakan. Adapun fase dalam pembelajaran kooperatif tipe group investigation meliputi memilih topik, perencanaan, implementasi, analisis dan sintesis, presentasi, dan evaluasi. 2. Kemampuan kerja sama adalah suatu upaya yang yang dilakukan individu dalam menyelesaikan suatu kegiatan secara bersama-sama untuk keberhasilan kelompok atau menghasilkan kinerja yang lebih tinggi. Indikator kemampuan kerja sama berupa kerja keras ke arah tujuan kelompok, kontribusi, keterampilan interpersonal, dan tanggung jawab. 3. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Adapun kemampuan-kemampuan tersebut yang diukur dalam penelian ini mencakup ranah kognitif.