BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Ismail, 2016

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran sains di Indonesia dewasa ini kurang berhasil meningkatkan

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Abdul Latip, 2015

BAB I PENDAHULUAN. martabat manusia secara holistik. Hal ini dapat dilihat dari filosofi

DAFTAR ISI Ismail, 2016

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Julia Artati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan seseorang menjadi manusia

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan keterampilan sepanjang hayat (Rustaman, 2006: 1). Sistem

2016 PEMBELAJARAN STEM PAD A MATERI SUHU D AN PERUBAHANNYA D ENGAN MOD EL 6E LEARNING BY D ESIGNTM UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erie Syaadah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB I PENDAHULUAN. (BSNP, 2006). Pendidikan sains ini diharapkan dapat memberikan penguasaan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pendekatan Pembelajaran Multiple Representations. umum berdasarkan cakupan teoritik tertentu. Pendekatan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ayu Eka Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya menggunakan prinsip-prinsip matematika. Oleh karena itu,

saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Sains diartikan sebagai bangunan ilmu pengetahuan dan proses.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewi Murni Setiawati, 2013

BABI PENDAHULUAN. sendiri dan alam sekitar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015

Mengingat pentingnya LS, ternyata Indonesia juga telah memasukan LS ke dalam kurikulum maupun pembelajaran. Salah satunya menerapkan Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu dalam kemajuan ilmu pendidikan. Mutu pendidikan perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang melek terhadap sains dan teknologi (UNESCO,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu aspek yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

I. PENDAHULUAN. Kimia merupakan salah satu ilmu yang memunculkan fenomena yang abstrak.

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS DAN SIKAP CALON GURU NON IPA TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERANGKA SAINS SEBAGAI PENDIDIKAN UMUM

2015 KONSTRUKSI DESAIN PEMBELAJARAN IKATAN KIMIA MENGGUNAKAN KONTEKS KERAMIK UNTUK MENCAPAI LITERASI SAINS SISWA SMA

PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN DOMAIN KOMPETENSI DAN PENGETAHUAN SAINS SISWA SMP PADA TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh.

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran fisika masih menjadi pelajaran yang tidak disukai oleh

BAB I PENDAHULUA N A.

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal

Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No. 299 Bandung

2015 PENERAPAN MOD EL INKUIRI ABD UKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP D AN LITERASI SAINS SISWA SMA PAD A MATERI HUKUM NEWTON

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Fisika memegang peranan penting. Indonesia sebagai negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. mudah dihadirkan di ruang kelas. Dalam konteks pendidikan di sekolah,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan pada Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standar Proses,

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Hayat dan Yusuf (2010) setiap warga negara perlu literate terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mengajarkan sains, guru harus memahami tentang sains. pengetahuan dan suatu proses. Batang tubuh adalah produk dari pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. sarana dalam membangun watak bangsa. Tujuan pendidikan diarahkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Upaya peningkatan mutu pendidikan dalam ruang lingkup pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. semua potensi, kecakapan, serta karakteristik sumber daya manusia kearah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Widya Nurfebriani, 2013

I. PENDAHULUAN. yang ada saat ini seperti Course Builder, Visual Basic, atau Dream weaver

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Berdasarkan hal tersebut, negara-negara di dunia berkompetisi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peserta didik di Indonesia sebagian besar lebih memilih menghindari pembelajaran di bidang sains.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan berkualitas menjadi hal penting yang harus dimiliki oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam merupakan pengetahuan yang diperoleh melalui. pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan, dan deduksi untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Perolehan Skor Rata-Rata Siswa Indonesia Untuk Sains

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memberikan. kemampuan yang dapat memecahkan masalah atau isu-isu yang beredar.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yossy Intan Vhalind, 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

Tren Penelitian Sains dan Penelitian Pendidikan Sains

R PENGEMBANGAN MODUL INTERAKTIF LITERASI SAINS UNTUK PEMBELAJARAN IPA TERPADU PADA TEMA BIOTEKNOLOGI DI BIDANG PRODUKSI PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang tersebut, tugas utama guru adalah mendidik, mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. kunci penting dalam menghadapi tantangan di masa depan. Menurut Hayat dan

I. PENDAHULUAN. mengatur dan menyelesaikan tugas-tugas yang mempengaruhi kehidupannya

I. PENDAHULUAN. proses aktualisasi siswa melalui berbagai pengalaman belajar yang mereka dapatkan.

2015 PENGARUH PEMBELAJARAN IPA TERPAD U TIPE INTEGRATED TERHAD AP PENGUASAAN KONSEP D AN BERPIKIR KRITIS SISWA SMP PAD A TOPIK TEKANAN

BAB I PENDAHULUAN. siswa Indonesia mampu hidup menapak di buminya sendiri.

I. PENDAHULUAN. fenomena alam ( Natural Philosophy). Hal ini berarti sains yang merupakan hasil

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu kimia adalah ilmu yang termasuk ke dalam rumpun IPA yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin mendorong upayaupaya pembaharuan dalam pemanfaatan hasil-hasil teknologi dalam proses belajar. Para guru dituntut agar mampu menggunakan alat-alat yang dapat disediakan oleh sekolah, dan tidak tertutup kemungkinan bahwa alat-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman. Di samping mampu menggunakan alat-alat yang tersedia, guru juga dituntut untuk dapat mengembangkan keterampilan membuat media pembelajaran yang akan digunakannya apabila media pembelajaran tersebut belum tersedia. Media pembelajaran merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan oleh guru dalam membantu dan mempermudah berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar. Wahyuni dkk. (2013, hlm. 269-278) mengemukakan bahwa media dapat membantu guru dalam menyampaikan informasi, umpan balik dan respon positif dari siswa, menambahkan motivasi belajar dan meningkatkan perhatian serta konsentrasi belajar siswa. Kehadiran media dalam pembelajaran IPA memiliki peran yang sangat penting. Materi IPA yang sulit ditunjukkan secara nyata, bersifat abstrak, berukuran mikroskopis, dan sulit disampaikan dengan kata-kata akan menjadi mudah disampaikan dan menarik bagi siswa. Penggunaan media untuk mendapatkan pengalaman langsung dapat dilakukan menggunakan obyek sebenarnya, atau menggunakan alat-alat praktikum dalam kegiatan laboratorium. Pengalaman belajar juga dapat diperoleh dengan memanfaatkan media berupa obyek tiruan yang menyerupai benda aslinya, misalnya menggunakan alat peraga, gambar, video, dan simulasi komputer melalui virtual lab. Virtual lab merupakan media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai media praktikum alternatif bila praktikum real tidak dapat dilakukan dengan berbagai macam alasan, salah satunya alat dan bahan. Virtual Lab 1

2 menggunakan program komputer untuk mensimulasikan serangkaian percobaan tanpa melakukan kegiatan secara langsung. Siswa mengamati dan mempelajari setiap tahap percobaan melalui monitor komputer. Virtual lab dapat memperkuat kegiatan praktikum yang tidak dapat dipraktikumkan secara nyata. Berdasarkan hasil observasi dan kajian literatur, virtual lab dapat mendukung siswa untuk mengeksplorasi dan memvisualisasikan konsep-konsep abstrak terutama dalam menggambarkan penerapan pengetahuan (Murniza, et al, 2010) dan meningkatkan literasi sains siswa, (Suanda, 2010). Penggunaan virtual lab dalam pembelajaran memiliki beberapa keuntungan diantaranya: 1) memungkinkan siswa untuk menghasilkan karya eksperimen yang lain karena efektif dari segi waktu dan biaya; 2) memungkinkan siswa untuk memperoleh visualisasi pada tingkat makroskopik, submikroskopik, dan tingkat simbolik; 3) memberikan presentasi dinamis dari dunia partikel submikro; 4) berkontribusi pada pemahaman yang lebih baik dari kandungan kimia; dan 5) alat motivasi yang kuat. (Herga, et al, 2014). Virtual lab juga mampu meningkatkan kinerja konseptual dan penyelidikan, (Chien, et al, 2015). Selain itu, berdasarkan hasil penelitian awal yang dilakukan oleh August, et all (2011), menyatakan bahwa dunia virtual dapat menghadirkan Science, Technology, Engineering, and Mathematic (STEM) kepada siswa melalui kegiatan menarik dan berorientasi sosial. Praktikum nyata kurang bisa membantu dalam membangun keterampilan STEM, untuk itulah virtual lab dikembangkan dalam rangka membangun keterampilan-keterampilan STEM. Pendidikan STEM merupakan gerakan global dalam praktik pendidikan yang mengintegrasikan dengan berbagai pola integrasi untuk mengembangkan kualitas SDM yang sesuai dengan tuntutan keterampilan abad ke-21. pembelajaran sains berbasis STEM sebagai salah satu wujud dari pendidikan STEM kompatibel dengan sistem kurikulum yang berlaku di Indonesia masa kini. (Firman, H., 2015) STEM merupakan pendekatan dalam perkembangan dunia pendidikan khususnya di bidang IPA. Pendidikan STEM dibentuk berdasarkan perpaduan

3 beberapa disiplin ilmu menjadi satu bentuk kesatuan ilmu baru yang utuh. Disiplin ilmu yang menjadi komponen dari pendekatan STEM yaitu sains, teknologi, engineering, dan matematika. Pengintegrasian beberapa disiplin ilmu ini dalam satu kesatuan tersebut diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang kompeten dan berkualitas tidak saja dalam hal penguasaan konsep tetapi juga mengaplikasikannya dalam kehidupan. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Jones (2008) bahwa pendekatan STEM merupakan perpaduan dari sains, teknologi, teknik, dan matematika ke dalam satu kurikulum secara keseluruhan. Integrasi dari pendekatan STEM ini akan membantu siswa dalam menganalisis dan memecahkan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan nyata sehingga siswa siap untuk bekerja. Pengetahuan yang digunakan dalam memecahkan masalah tersebut merupakan definisi literasi sains. Literasi sains merupakan Pengetahuan ilmiah individu dan penggunaan pengetahuan itu untuk mengidentifikasi pertanyaan, untuk memperoleh pengetahuan baru, untuk menjelaskan fenomena ilmiah, dan untuk menarik kesimpulan berdasarkan bukti. Programme for International Student Assessment (PISA) adalah salah satu studi internasional yang dirancang dan diprogram oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) (Ekohariadi, 2010) berupa asesmen internasional yang menyediakan informasi tentang seberapa jauh sekolah membekali sisa untuk menghadapi situasi kehidupan nyata. Berdasarkan hasil PISA tahun 2000, 2003, dan 2006 skor literasi sains siswa Indonesia usia 15 tahun berturut-turut adalah 393, 395, dengan skor rata-rata semua negara peserta 500 dan simpangan baku 100. Pada PISA 2009 skor siswa Indonesia adalah 383 dengan rerata skor negara peserta adalah 501 (OECD, 2010) dan PISA 2012 dengan skor 382, berada di peringkat 64 dari 65 negara peserta. Rendahnya skor perolehan siswa Indonesia mencerminkan rendahnya prestasi belajar IPA siswa Indonesia dengan rata-rata sekitar 34% untuk konteks (Firman, 2007). Hasil capaian tersebut mengindikasikan bahwa rata-rata kemampuan sains siswa Indonesia baru pada sampai kemampuan mengingat dan mengenali pengetahuan ilmiah berdasarkan fakta sederhana tetapi belum mampu untuk

4 mengomunikasikan dan mengaitkan berbagai topik sains, apalagi menerapkan konsep-konsep yang kompleks dan abstrak (Sudiatmiko, 2012). Literasi sains adalah bagian penting dalam pendidikan sains dalam rangka mempersiapkan siswa sebagai SDM yang sejahtera di masa depannya. Oleh karenanya menjadi penting pula untuk mengetahui bagaimana gambaran tentang literasi sains siswa. Siswa yang terlibat dalam literasi sains PISA dibedakan menjadi siswa lakilaki dan siswa perempuan. Siswa pada masing-masing gender memiliki karaktersitik yang berbeda-beda baik secara fisiologis maupun psikologis (purwanto, 1996). Oleh karena itu, gender yang merupakan salah s atu komponen yang terdapat dalam studi PISA yaitu pada angket siswa dan sekolah (OECD, 2007). Di dalam hasil PISA tahun 2006 juga dipaparkan bahwa faktor perbedaan gender juga dapat mempengaruhi capaian literasi sains siswa (OECD, 2007). Selain itu juga dipaparkan bahwa faktor gender juga dapat mempengaruhi capaian literasi sains siswa. Respon sikap siswa perempuan kurang mewakili dalam bidang sains, teknologi, enginiring, dan matematika (OECD, 2014). Beberapa penelitian telah dilakukan terkait dengan masalah capaian literasi sains berdasarkan perbedaan gender, salah satunya adalah tentang perbandingan capaian literasi sains siswa di beberapa Negara Asia yang menunjukkan bahwa pada umumnya siswa laki-laki sedikit berada di atas perempuan, misalnya di Jepang, Korea, Macao-Cina. Kebalikannya, di Thailand dan di Hongkong siswa perempuan lebih unggul dibandingkan siswa laki-laki (Yusuf, 2008). Terkait dengan pemahaman konsep sains yang erat kaitannya dengan literasi sains, ternyata dalam pemahaman konsep sains ditemukan adanya suatu perbedaan yang menonjol antara pemahaman konsep siswa laki-laki dan perempuan ketika memahami suatu konsep sains (Moreno, 2010). Perbedaan gender dalam pengetahuan sains tersebut ternyata berkaitan langsung dengan kemampuan visual-spasial yaitu suatu kemampuan untuk memvisualkan atau mempresentasikan suatu objek 2D menjadi suatu objek 3D dalam suatu ruang, di mana dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa kemampuan visual-spasial

5 laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan (Halpen and LaMay, 2000; Chipman, Brush and Wilson, 1985; Fennema, 1984; Linn and Hyde, 1989; Taasoobshirazi and Carr, 2008; Balci, 2006). Adapun kemampuan visual-spasial ini diantaranya adalah kemampuan merepresentasikan, merotasikan dan menginversikan objek dua dimensi ke dalam tiga dimensi (Barnea and Dori, 1999). Adapun penelitian lain yang mendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh (Dawson dalam Balci, 2006) dalam penelitiannya tentang menyelidiki 203 siswa mengenai minatnya dalam ilmu pengetahuan yang dilakukan siswa Australia Selatan grade 7, Dawson menemukan bahwa anak laki-laki lebih cenderung tertarik pada ilmu pengetahuan dibandingkan dengan anak perempuan. Penelitian lain yangmendukung adalah penelitian yang dilakukan oleh Balci (2006), yang menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap pemahaman konsep siswa pada materi laju reaksi di mana dalam hal ini, laki-laki memiliki skor yang lebih baik dalam pemahaman konsepnya dibandingkan dengan perempuan. Pada PISA 2012 terdapat tema-tema literasi sains yang dijadikan konteks aplikasi sains. Salah satu tema yang dijadikan konteks aplikasi sains dalam PISA adalah tema lingkungan. Tema lingkungan secara global berhubungan dengan keanekaragaman hayati, keberlanjutan ekologi, pengendalian pencemaran, produksi dan hilangnya tanah, secara sosial berhubungan dengan distribusi penduduk, pembuangan limbah, dampak lingkungan, dan cuaca lokal sedangkan secara personal berhubungan dengan perilaku ramah lingkungan, penggunaan dan pembuangan materi. (PISA, 2012). Perubahan iklim adalah perubahan yang disebabkan oleh aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung yang mengubah komposisi atmosfer secara global dan mengakibatkan perubahan variasi iklim yang dapat diamati dan dibandingkan dalam kurun waktu tertentu. Salah satu isu lingkungan yang mengkhawatirkan saat ini yaitu masalah pencemaran lingkungan khususnya pencemaran air.

6 Pencemaran air adalah salah satu materi pelajaran pencemaran lingkungan yang banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Pada kurikulum 2013 tingkat SMP terdapat kompetensi dasar yang berhubungan dengan tema pencemaran lingkungan yaitu pada kompetensi dasar (3.9) Mendeskripsikan pencemaran dan dampaknya bagi mahluk hidup. Kompetensi dasar ini terdapat dalam Kompetensi Inti ketiga SMP kelas VII. Untuk memahami peranan manusia dalam pengelolaan lingkungan, mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan diperlukan pemahaman yang memadai tentang sifat-sifat material kimia baik sifat fisika maupun sifat kimia, memahami perubahan material baik secara fisika maupun secara kimia, sehingga diharapkan siswa lebih arif dalam memilih dan mengelola limbah material kimia supaya tidak mencemari lingkungan. Selain itu, pencemaran air adalah salah satu konten yang bersifat mikroskopis artinya tidak bisa menggambarkan keadaan mikroskopis yang terkandung pada air tercemar. Praktikum nyata hanya bisa menggambarkan keadaan yang tampak dimata siswa saja tidak mampu untuk menggambarkan keadaan partikel-partikel yang terkandung pada air yang tercemar, sehingga diperlukan virtual lab untuk dapat menjelaskan keadaan mikroskopis yang terjadi pada keadaan air tercemar tersebut. Berdasarkan uraian permasalahan di atas akan dilakukan pengembangan virtual lab berbasis STEM dalam pembelajaran IPA dan diteliti efektivtasnya dalam meningkatkan literasi sains siswa berdasarkan perbedaan gender pada tema pencemaran air B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang akan dikaji adalah bagaimanakah virtual lab berbasis STEM dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan literasi sains siswa berdasarkan perbedaan gender pada tema pencemaran air? Rumusan masalah tersebut dapat dijabarkan ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :

7 a. Bagaimanakah karakteristik virtual lab berbasis STEM tema pencemaran yang telah dikembangkan? b. Bagaimanakah keterlaksanaan pembelajaran IPA tema pencemaran air dengan menggunakan virtual lab berbasis STEM? c. Bagaimanakah efektivitas virtual lab berbasis STEM dalam pembelajaran IPA dalam meningkatkan literasi sains siswa? d. Adakah perbedaan peningkatan literasi sains siswa laki-laki dan perempuan setelah pembelajaran menggunakan virtual lab berbasis STEM tema pencemaran air? e. Bagaimanakah tanggapan siswa laki-laki dan perempuan, serta guru terhadap pembelajaran IPA dengan menggunakan virtual lab berbasis STEM? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan media belajar yang berbentuk virtual lab berbasis STEM dalam pembelajaran IPA dalam meningkatkan literasi sains siswa pada tema pencemaran air. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memperoleh informasi karakteristik virtual lab berbasis STEM tema pencemaran air yang telah dikembangkan dengan melihat hasil evaluasi ahli dan guru terhadap virtual lab berbasis STEM pada tema pencemaran air 2. Memperoleh informasi keterlaksanaan pembelajaran IPA tema pencemaran air dengan menggunakan virtual lab berbasis STEM 3. Memperoleh hasil efektivitas virtual lab berbasis STEM dalam pembelajaran IPA dalam meningkatkan literasi sains siswa pada tema pencemaran air

8 4. Memperoleh informasi perbedaan peningkatan literasi sains siswa laki-laki dan siswa perempuan setelah pembelajaran IPA menggunakan virtual lab berbasis STEM tema pencemaran air. 5. Memperoleh informasi tanggapan siswa laki-laki dan perempuan, serta guru terhadap pembelajaran IPA dengan menggunakan virtual lab berbasis STEM D. MANFAAT PENELITIAN Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pengembangan virtual lab berbasis STEM untuk meningkatkan literasi sains siswa pada tema pencemaran air adalah sebagai berikut : 1. Sebagai media belajar bagi siswa dalam meningkatkan literasi sains siswa terkait aspek konten, proses, konteks aplikasi yang berhubungan dengan tema pencemaran air sehingga siswa tidak hanya mampu menguasai konten tetapi juga dapat merespon sikap terhadap isu-isu sains terkait pada pencemaran air; 2. Sebagai media praktikum alternatif bagi guru atau tenaga pendidik dalam rangka meningkatkan kegiatan belajar mengajar di kelas; 3. Bukti empiris tentang keunggulan dan kelemahan penggunaan virtual lab berbasis STEM pada kegiatan praktikum pencemaran air dalam meningkatkan literasi sains siswa; 4. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan proses pengembangan virtul lab berbasis STEM pada materi lain. E. STRUKTUR ORGANISASI TESIS Struktur organisasi tesis berisi rincian tentang urutan penulisan dari setiap bab dan bagian bab dalam tesis, mulai dari bab I hingga bab V. Bab I berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari tesis yang terdiri dari : 1). latar belakang; 2). rumusan masalah; 3). tujuan

9 penelitian; 4). Manfaat penelitian; 5). Struktur organisasi tesis; dan 6). Definisi operasional. Bab II berisi uraian tentang kajian pustaka. Kajian pustaka mempunyai peran yang sangat penting, kajian pustaka berfungsi sabagai landasan teoritik dalam menyusun pertanyaan penelitian, tujuan. Bab III berisi penjabaran yang rinci mengani metode penelitian yang terdiri dari : 1). Desain penelitian; 2). Subjek penelitian; 3). Instrument penelitian; 4). Prosedur penelitian; dan 5). analisis data. Bab IV berisi tentang temuan dan pembahasan. Bab ini menyampaikan dua hal yang utama, yakni (1) temuan penelitian berdasarkan hasil pengolah dan analisis data dengan berbagai kemungkinan bentuknya sesuai dengan urutan rumusan permasalahan penelitian, dan (2) pembahasan temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya Bab V berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi, yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian sekaligus mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian tersebut. F. DEFINISI OPERASIONAL 1. Virtual Lab Pengertian virtual adalah teknologi yang memungkinkan pengguna bisa berinteraksi terhadap objek nyata yang disimulasikan menggunakan komputer. Laboratory adalah tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Jadi, Virtual lab adalah kegiatan ilmiah berupa praktikum yang dilakukan dengan menggunakan komputer di mana pengguna dapat berinteraksi dengan objek nyata secara simulasi. 2. Virtual lab berbasis STEM Virtual Lab berbasis STEM yang digunakan dalam penelitian ini virtual lab yang mengandung pendekatan STEM yang dikemas dengan software adobe flash CS 6 profesional.

10 3. Pembelajaran IPA Pembelajaran IPA dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang bersifat terpadu dengan tipe webbed dimana tipe ini menekankan pada pembelajaran tematik yaitu tema pencemaran air. Keterlaksanaan pembelajaran difasilitasi dengan menggunakan instrumen observasi pembelajaran. 4. Literasi Sains Literasi Sains dalam penelitian ini berdasarkan framework PISA (2012) meliputi pengetahuan sains dan proses sains yang dibingkai oleh konteks, dan sikap sains. Alat ukur untuk menggali literasi sains adalah soal pretespostes berbentuk pilihan ganda untuk domain pengetahuan sains dan proses sains serta skala sikap ilmiah.