BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan manusia terhadap kayu sebagai bahan konstruksi bangunan atau furnitur terus meningkat seiring dengan meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, sementara ketersediaan kayu sebagai bahan baku terus menurun. Produksi kayu bulat 5 tahun terakhir dalam kurun waktu 2001-2005 berkisar antara 11-21 juta m 3 /tahun, kecuali tahun 2005 produksi kayu bulat tersebut mencapai 24 juta m 3. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan kayu pada tiap tahunnya terus meningkat, padahal masih banyak sumber bahan baku alternatif lain yang dapat dimanfaatkan. Mengingat terbatasnya pasokan kayu dari hasil hutan, maka parlu dilakukan penggantian serat alam dari kayu dengan serat alam non-kayu untuk bahan penguat. Salah satunya dengan menggunakan bambu. Bambu diduga memiliki kesesuaian sebagai bahan baku pembuatan papan partikel ditinjau dari segi anatomis dan komposisi kimianya karena kandungan terbesar dalam batang bambu adalah selulosa (52,9%) dan mempunyai serat panjang (3 4 mm). kualitas bambu berada diantara kayu dan rumput-rumputan, tetapi rasio antara panjang dan lebar serat, bambu adalah yang tertinggi di antara ketiganya, sehingga bambu merupakan bahan baku yang baik untuk pembuatan papan partikel (Suranta, 2009). Polipropilena merupakan suatu bahan polimer yang memiliki banyak keunggulan diantaranya sifat kekerasan dan kerapuhannya yang tinggi dan bahannya yang ringan serta harganya yang murah. Telah dilakukan modifikasi terhadap polipropilena yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dari bahan diantaranya dengan penambahan bahan organik seperti selulosa (Qiu, 2005).
Untuk meningkatkan kesesuaian sifat polimer (compatibility) seperti hidrofilitas, salah satu cara yang telah dikembangkan adalah dengan memodifikasi permukaan polimer agar dapat berinteraksi dengan bahan lain. Salah satu metoda modifikasi yang efektif untuk memasukkan sifat-sifat yang diinginkan adalah teknik grafting (Shi, 2001). Nasution (2009), telah memodifikasi polipropilena terdegradasi dengan maleat anhidrida yang menggunakan benzoil peroksida sebagai inisiator. Dari hasil uji FTIR menunjukkan terjadinya reaksi grafting antara maleat anhidrida dengan polipropilena. Kemudian Monika (2009) melanjutkan penelitian tersebut dengan membuat papan partikel dari kayu kelapa sawit polipropilen dengan menggunakan maleat anhidrida yang telah digrafting dengan polipropilen terdegradasi sebagai coupling agent. Kemudian Agustwo (2010) juga melakukan penelitian yang sama tetapi dengan memvariasikan berat divinilbenzen. Dari penelitian keduanya, diperoleh kesimpulan bahwa selulosa yang terdapat dalam serbuk kayu kelapa sawit dapat bereaksi dengan polipropilen terdegradasi yang telah digrafting dengan maleat anhidrida sehingga menghasilkan papan partikel yang memenuhi standar SNI 03-2105-2006. Pembuatan papan komposit dari serbuk bambu dan polipropilen selain dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan bambu, juga dapat menghasilkan produk inovatif sebagai bahan bangunan pengganti kayu. Beberapa penelitian tentang bambu telah dilakukan, diantaranya Widya (2006) yang meneliti tentang morfologi serat dan sifat fisis dari 6 jenis bambu. Dari keenam jenis bambu yang diteliti, ternyata bambu betung memiliki kadar holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) yang paling tinggi yaitu sekitar 83,9 %, sehingga akan memungkinkan memberikan hasil yang baik jika digunakan sebagai bahan baku papan partikel. Kemudian Suranta (2009), meneliti tentang karakteristik papan partikel dari 3 jenis bambu dengan menggunakan perekat urea formaldehid. Hasilnya, papan partikel yang terbuat dari bambu betung telah memenuhi standart JIS A 5908 2003. Hanya saja sekarang ini urea formaldehid telah dilarang digunakan dalam pembuatan papan partikel karena menimbulkan emisi. Selanjutnya Orina (2010), meneliti tentang karakteristik papan partikel dari bambu betung dengan menambahkan paraffin. Dari hasil yang diperolehnya, hasil pengujian sifat fisis telah memenuhi standar JIS A 5908 2003, tetapi pengujian mekanis belum memenuhi standar.
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti mencoba untuk mengkarakterisasi papan partikel dari polipropilena termodifikasi maleat anhidrat dengan serbuk bambu betung. Dimana penelitian ini berbeda dari penelitian sebelumnya, karena polipropilen yang dimodifikasi dengan maleat anhidrat tidak melalui proses degradasi terlebih dahulu. 1.2.Permasalahan Berapakah perbandingan serbuk bambu betung dengan polipropilen yang telah digrafting dengan maleat anhidrat untuk mendapatkan papan partikel yang memenuhi SNI 03-2105-2006. 1.3 Pembatasan Masalah 1. Dalam penelitian digunakan perbandingan SB : PP-g-MA : PP : DVB : BPO yaitu: (80:10:10:10:2)g, (70:20:10:10:2)g, (60:30:10:10:2)g, (50:40:10:10:2)g, (40:50:10:10:2)g. 2. Serbuk bambu yang digunakan adalah dari batang bambu betung yang berumur 2 tahun dengan ketinggian 10-15 m dari permukaan tanah. 3. Pengujian sifat fisik dan mekanik dari papan komposit yang dihasilkan dilakukan uji kerapatan, kadar air, pengembangan tebal setelah direndam air, keteguhan lentur kering dan modulus elastisitas lentur sesuai dengan SNI 03-2105-2006. 1.4. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui perbandingan serbuk bambu betung dengan polipropilen yang digrafting dengan maleat anhidrat sehingga menghasilkan papan partikel yang memenuhi SNI 03-2105-2006.
1.5. Manfaat Penelitian 1. Memperbaiki nilai jual terhadap bambu. 2. Sebagai bahan informasi tambahan tentang pembuatan papan komposit. 1.6. Metodologi Penelitian Penelitian ini berupa eksperimen laboratorium. Tahapan penelitian ini adalah sebagai berikut: Tahap pertama adalah pengambilan sampel berupa batang bambu yang dilakukan secara acak. Batang bambu betung, diperoleh dari daerah Sunggal di belakang PDAM TIRTANADI, bambu berumur 2 tahun dengan ketinggian 10-15 meter dari permukaan tanah. Kemudian batang bambu dikeringkan, dihaluskan dan diayak dengan menggunakan saringan 80 mesh atau ukuran partikel serbuk 180 m. Tahap kedua adalah proses grafting maleat anhidrat kedalam polipropilen dengan benzoil peroksida dengan perbandingan PP : MA : BPO adalah 95% : 3% : 2% (berat/berat) pada suhu 165 o C didalam internal mixer. Selanjutnya PP-g-MA dimurnikan dengan cara direfluks dengan xilena, diendapkan dengan aseton, disaring dan endapannya dicuci dengan methanol berulang-ulang. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 120 o C selama 6 jam. Tahap ketiga adalah pembuatan papan komposit dengan mencampur serbuk batang bambu, PP-g-MA, polipropilena, benzoil peroksida, dan divinilbenzena kedalam gelass beaker dan diaduk. Kemudian sampel dimasukkan kedalam cetakan dan ditekan selama 15 menit dengan suhu 170 o C. Untuk pengumpulan data maka dilakukan uji keteguhan lentur kering, modulus elastis lentur, kerapatan, kadar air, dan pengembangan tebal setelah direndam air. Variabel yang digunakan adalah : 1. Variabel tetap 1. Suhu ( o C) 2. Ukuran partikel serbuk ( m)
3. Berat polipropilen (g) 4. Berat divinilbenzena (g) 5. Berat benzoil peroksida (g) 2. Variabel bebas Komposisi serbuk bambu dengan PP-g-MA adalah (80:10)g, (70:20)g, (60:30)g, (50:40)g, (40:50)g. 3. Variable terikat 1. Keteguhan lentur kering 2. Modulus elastis lentur 3. Kerapatan 4. Kadar air 5. Pengembangan tebal setelah direndam air 1.7. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer, Laboratorium Kimia Fisika FMIPA, dan Laboratorium ITB Bandung.