BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

BAB I PENDAHULUAN. henti-hentinya bagi perusahaan-perusahaan yang berperan di dalamnya. Banyaknya

BAB I PENDAHULUAN. persaingan bisnisnya menunjukan perkembangan yang cukup pesat, namun tidak

BAB I PENDAHULUAN. pembelian dan mengkonsumsi. Untuk memenuhi ketiga aktivitas tersebut, terjangkau terutama bagi masyarakat berpenghasilan sedang.

BAB I PENDAHULUAN. tiap tahun naik sekitar 14%-15%, dalam rentang waktu tahun 2004 sampai dengan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis UKDW

BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Keberadaan perusahaan ritel yang bermunculan di dalam negeri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. adanya pertumbuhan dan kemajuan ekonomi. Seiring dengan majunya

BAB I PENDAHULUAN. Pasar ritel di Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar

BAB I PENDAHULUAN UKDW. alat pemasaran yang disebut dengan bauran pemasaran(marketing mix). Marketing

BAB I PENDAHULUAN UKDW. ritel modern seperti minimarket daripada pasar tradisional. strategis serta promosi yang menarik minat beli.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Info Bisnis, Maret 2007:30 ( 8/10/2009).

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk. Kelangsungan usaha eceran sangat

BAB I PENDAHULUAN. persaingan pasar yang ketat ini sebuah bisnis atau perusahaan dituntut untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel, bahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyaknya bisnis ritel tradisional yang mulai membenahi diri menjadi bisnis ritel

BAB I PENDAHULUAN. tersaingi atau bahkan tergeser oleh adanya bisnis eceran modern atau biasa disebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usaha atau bisnis ritel di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk mengetahui image dari suatu produk dipasar, termasuk preferensi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menjadi pasar yang sangat berpotensial bagi perusahaan-perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Buchari Alma, 2005:130

BAB I PENDAHULUAN. ritel yang telah mengglobalisasi pada operasi-operasi ritel. Pengertian ritel secara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan barang dagangan (merchandising), penetapan harga, pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Loyalitas pelanggan merupakan bagian penting bagi suatu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. peritel tetap agresif melakukan ekspansi yang memperbaiki distribusi dan juga

I PENDAHULUAN. Indonesia masih memperlihatkan kinerja ekonomi makro nasional yang relatif

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. yang lain (Kotler dan Amstrong, 2008:5). Dalam definisi manajerial, banyak

PENGARUH BAURAN RITEL TERHADAP CITRA TOKO (STUDI PADA KONSUMEN TOSERBA LARIS PURWOREJO)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dunia bisnis jasa saat ini sudah banyak dijumpai di setiap kota

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya produk yang ditawarkan oleh pihak pemasar kepada

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis eceran (retailer business) yang ada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN Sejarah PT Carrefour di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. semakin penting dari pemasaran di abad ke-21. Hal ini didukung oleh Levy dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. dunia usaha ke persaingan yang sangat ketat untuk memperebutkan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan keberadaan industri dagang khususnya pada sektor ritel

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sehari-hari, baik itu kebutuhan yang bersifat primer

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kotler (2009 ; 215) : Eceran (retailing)

BAB I PENDAHULUAN. Usaha ritel dapat kita pahami sebagai kegiatan yang berkaitan dengan aktivitas

Judul : Pengaruh Retail Marketing Mix

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat seiring

BAB I PENDAHULUAN. berupa pusat-pusat pertokoan, plaza, minimarket baru bermunculan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan usaha dalam bidang ritel dalam perkembangannya sangat

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. mengandalkan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) dalam melamar pekerjaan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Dewasa ini permintaan dan kebutuhan konsumen mengalami perubahan dari waktu

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH CITRA MEREK DAN HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA RAMAI SWALAYAN PETERONGAN SEMARANG

Telaah Teoritis. Bauran Penjualan Eceran (Retailing Mix)

PENGARUH GENDER DAN TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN MENGENAI PELAYANAN HYPERMART SOLO GRAND MALL

BAB I PENDAHULUAN. eceran di Indonesia yang telah berkembang menjadi usaha yang berskala

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, terjadi pula pergeseran tata kehidupan masyarakat secara menyeluruh

BAB I PENDAHULUAN. Dalam laju pertumbuhan perekonomian yang sangat ketat di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. banyak bermunculan perusahaan dagang yang bergerak dibidang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam sektor industri manufaktur maupun jasa. Perusahaan harus

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cukup pesat beberapa tahun belakangan ini, dengan berbagai format dan jenisnya.

BAB I PENDAHULUAN. retail, terutama yang berbasis toko (store based retailing), harus mampu

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ANDALAS SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari profit orientied kepada satisfied oriented agar mampu

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya Negara Indonesia yang dapat dilihat dari segi

Bisma, Vol 1, No. 3, Juli 2016 KEBIJAKAN STORE ATMOSFER PADA KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA MINI MARKET BINTANG TIMUR DI SOSOK

I. PENDAHULUAN. negara- negara ASEAN yang lain. Hal ini disebabkan pemerintah Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, banyak bermunculan produsen atau

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Globalisasi menuntut kebutuhan akan arus informasi dan pengetahuan yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. yang bergerak dibidang perdagangan eceran (retail) yang berbentuk toko,

BAB I PENDAHULUAN. bisnis ritel, juga disebabkan oleh semakin banyaknya bisnis ritel luar negeri

BAB I PENDAHULUAN. mereka memanfaatkan peluang-peluang bisnis yang ada dan berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. para pelaku usaha ritel modern telah memberi warna tersendiri bagi

BAB I PENDAHULUAN. Usaha bisnis ritel di kota Padang mengalami perkembangan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. mudah, fasilitas, dan pelayanan yang memadai. menjadi ancaman bagi peritel lokal yang sebelumnya sudah menguasai pasar.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi semakin meningkat dan beragam seiring dengan perkembangan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. Barat, 2013.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring

BAB I PENDAHULUAN. dahulu keinginan dan kebutuhan, konsumen pada saat ini dan yang akan datang.

ANALISIS PENYEBAB KONSUMEN BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL (STUDI KASUS DI PASAR TRADISIONAL SUNTER KIRANA)

BAB I PENDAHULUAN. selera konsumen dan perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suci Rahayu, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perkembangan yang cukup positif. Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia

PENGARUH GENDER DAN PENDIDIKAN TERHADAP KEPUASAN KONSUMEN MENGENAI PELAYANAN HYPERMART SOLO GRAND MALL SKRIPSI. Disusun oleh: HAIKAL HABIB HUSAIN

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Fenomena persaingan yang ada telah membuat para pengusaha

BAB I PENDAHULUAN UKDW. buka-tutup, mati-hidup dan terus bergulir tanpa henti dengan berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis eceran, yang kini populer disebut bisnis ritel, merupakan bisnis yang

BAB I PENDAHULUAN. bisnis ritel modern sendiri yang baru lahir (Utami, 2006:4).Meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis ritel di Indonesia pada saat ini semakin cepat salah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dunia bisnis dituntut untuk mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan untuk meminimalkan atau menyiasati kondisi uncertainty guna mencapai keberhasilan dalam derajat persaingan bisnis yang kian menajam. Salah satu industri yang tidak terlepas dari kondisi ini adalah industri ritel tradisional. Berkembang nya perekonomian Asia akhir-akhir ini merupakan salah satu faktor semakin berkembangnya bisnis ritel terutama bisnis ritel modern, banyak perusahaan-perusahaan asing yang berinvestasi di sektor ritel modern. Usaha ritel modern merupakan usaha yang sangat diminati oleh kalangan dunia usaha karena perannya yang sangat strategis. Pangsa pasar ritel modern terbesar terhadap pangsa pasar-pasar tradisional di Asia dipegang oleh Singapura dengan prosentase 78% untuk ritel modern, Cina dengan 53% pangsa pasar ritel modern, Thailand dengan 39% pangsa pasar ritel modern, sedangkan Indonesia dengan prosentase 28,2% ritel modern dengan 71,8% pangsa pasar tradisional. (www.ritelonline.com/ac Nielsen,2009). Tabel 1.1 Prosentase Ritel Modern Dengan Ritel Tradisional Di 4 Negara Asia 100 80 60 40 20 Modern Tradisional 0 Singapura China Thailand Indonesia 1

Menurut asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia, bisnis ritel di Indonesia dapat di bedakan menjadi dua kelompok besar,yaitu ritel tradisional dan ritel modern.ritel modern pada dasarnya merupakan pengembangan dari ritel tradisional. Format ritel ini muncul dan berkembang seiring perkembangan perekonomian, teknologi, dan gaya hidup masyarakat yang membuat masyarakat menuntut kenyamanan yang lebih dalam berbelanja. Ritel Tradisional merupakan ritel sederhana dengan tempat yang tidak terlalu luas,barang yang di jual terbatas jenisnya.sistem manajemen yang sederhana memungkinkan adanya proses tawar menawar harga.bentuknya bisa berupa warung,toko dan pasar.dengan pesatnya perkembangan sektor ritel khususnya modern,ternyata membawa dampak negative bagi Pasar Tradisional. Bagi sebagian konsumen ritel modern banyak memberikan alternative belanja.disisi lain pasar tradisional masih harus berurusan dengan permasalahan klasik seputar pengelolaan yang kurang professional dan ketidaknyamanan belanja. Dewasa ini ketika dunia sedang mengalami krisis global, perekonomian nasional pun terkena dampak krisis ekonomi global tersebut begitu pula dengan hal nya ritel tradisional yang menunjukan penurunan pertumbuhan yang signifikan. Lingkungan persaingan yang dinamis antara pasar tradisional dan modern mengakibatkan posisi pasar tradisional mengalami pergesaran dengan dugaan terjadinya penurunan daya tarik pasar tradisional seiring dengan perubahan dinamis pasar modern yang disesuaikan dengan kondisi pembeli. Revitalisasi beberapa pasar tradisional yang telah dilakukan di Indonesia melalui renovasi bangunan ternyata belum cukup untuk meningkatkan daya tarik. Tabel 1.2 dibawah ini menunjukan pertumbuhan ritel tradisional di Indonesia sebagai berikut. 2

Tabel 1.2 Pertumbuhan Ritel Tradisional dan Modern di Indonesia Tipe Pasar Tahun Persentase (%) Jumlah (unit) Tradisional 2009 2010 15 8,1 2.545.000 1.957.105 Modern (Minimarket) 2009 2010 38 42 Sumber : Nielsen Retail Esthablisment Survey/Desember 2010 11.927 16.922 Dari tabel 1.2 menunjukan adanya permasalahan pada proses pertumbuhan khusus nya ritel tradisional. Semakin lama terlihat peningkatan pertumbuhan ritel modern (Minimarket) dan menyebabkan penurunan ritel tradisional, data Nielsen tahun 2009-2010 menunjukan pasar tradisional di kota besar dan perdesaan turun 15% di tahun 2009 dan turun kembali di tahun 2010 sebesar 8,1%. Dengan begitu secara kesuluruhan dari tahun 2009-2010 jumlah pasar tradisional menciut 23,1 % dari 2.545.000 unit pada 2009-2010 menjadi 1.957.105 unit. Penurunan pertumbuhan ritel tradisional dari tahun-ketahun, diduga karena maraknya pertumbuhan ritel modern dari Eropa dan Amerika yang mencapai 1-3% pertahun, serta mulai banyak berkembangnya bisnis franchise minimarket dimana minimarket banyak dilirik masyarakat karena kemudahan dan kedekatan berbelanja. Perbedaan pertumbuhan pasar modern dibanding pasar tradisional, dari hasil survei terlihat peran pasar tradisional masih relevan pada konsumen Indonesia. Kebanyakan rumah tangga Indonesia berkunjung ke pasar tradisional sekali sehari. Konsumen Indonesia masih mencari bahan makanan segar dari pasar tradisional, seperti sayuran, daging, dan buah segar. Tetapi, hubungan personal dan emosional di pasar tradisional itu perlu diperbaiki dengan membersihkan pasar tradisional. 3

Kondisi tersebut jelas merugikan para pedagang pasar tradisional karena menyebabkan pangsa pasar ritel tradisional menurun setiap tahunnya dikarenakan konsumen ritel tradisional berpindah dari ritel tradisional ke ritel modern, hal tersebut dapat dilihat jelas dalam tabel 1.3 menunjukan pangsa pasar ritel tradisional di Indonesia. Tabel 1.3 Pangsa Pasar Ritel Tradisional dan Modern di Indonesia Jenis Pasar Tahun Pangsa Pasar (%) Tradisional 2009 2010 Modern 2009 2010 Sumber : AC Nielsen tahun 2010 80 70-60 30 37 Dari tabel 1.3 tersebut menunjukan adanya penurunan pangsa pasar ritel tradisional yang mencapai 80% di tahun 2009, Di tahun 2010 kembali terjadi penurunan pangsa pasar ritel tradisional menjadi 70% - 67%, sedangkan pasar modern meningkat 30% - 37% masing-masing di tahun 2009-2010. Hal ini setidaknya menggambarkan pasang surut perkembangan pasar tradisional di tengah geliatnya arena kompetisi pasar ritel. Pasang surutnya perkembangan pasar tradisional, setidaknya dipengaruhi oleh faktor pesatnya pertumbuhan usaha ritel modern. Berdasarkan data Nielsen per tahun 2010, pertumbuhan gerai Alfamart mencapai 4.000 gerai, sedangkan Indomart berjumlah 4.110 gerai. Statistik pertumbuhan pasar modern ini menunjukkan persaingan antara pasar tradisional dan modern, dimulai dari perang harga, kualitas barang, kenyamanan belanja, dan ketersediaan lokasi pasar. Pada hakekatnya manusia mempunyai keinginan dan kebutuhan yang sangat beragam. Kebutuhan dan keinginan itu bermacam-macam baik fisik 4

maupun non fisik,sehingga apabila setiap kebutuhan dan keinginan tersebut dapat dipenuhi maka akan terpuaskan, tetapi jika kebutuhan tidak terpenuhi akan menimbulkan rasa tidak puas. Kebutuhan terdiri dari bermacam-macam mulai dari kebutuhan yang mendasar yang harus dipenuhi secara rutin disebut juga kebutuhan sehari-hari hingga pada kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan barang dan jasa, hal ini membuat peluang bagi produsen untuk menyediakan dan menghasilkan berbagai macam barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan tersebut.usaha seperti inilah yang sering disebut usaha eceran yaitu bisnis yang seluruh aktivitasnya langsung berhubungan dengan penjualan barang dan jasa ke konsumen akhir. Lingkungan persaingan antara pasar tradisional dan modern di Indonesia mengakibatkan posisi pasar tradisional di Kota Bandung mengalami pergesaran dengan terjadinya penurunan daya tarik pasar tradisional seiring dengan perubahan dinamis pasar modern yang disesuaikan dengan kondisi pembeli, tabel 1.4 dibawah ini menunjukan pertumbuhan ritel tradisional di Kota Bandung sebagai berikut. Tabel 1.4 Pertumbuhan Ritel Tradisional dan Modern di Kota Bandung Jenis Pasar Tahun Jumlah (Unit) Tradisional 2010 2011 40 35 Modern (Minimarket) 2010 2011 400 420 Sumber : AC Nielsen tahun 2011/APPSI DPW Jawa Barat tahun 2011 Tabel 1.4 menjelaskan pertumbuhan ritel modern dari tahun 2010-2011 di Kota Bandung mengalami peningkatan sebesar 20 unit minimarket, pada tahun 5

2010 berjumlah 400 unit dan pada tahun 2011 menjadi 420 unit minimarket. Sedangkan berdasarkan tabel 1.4 pertumbuhan pasar tradisional dari tahun 2010-2011 di Kota Bandung mengalami penurunan sebesar 5 unit, pada tahun 2010 berjumlah 40 unit dan pada tahun 2011 menjadi 35 unit pasar tradisional. Pertumbuhan pasar tradisional di Kota Bandung mengalami penurunan kembali dikarenakan semakin menjamurnya pasar-pasar modern di Kota Bandung, dan tata kelola pasar. Problem tata kelola pasar memang masih menjadi perkara panjang yang dirasakan dalam upaya pembangunan pasar tradisional. Selama ini mudah kita temukan berbagai alasan sederhana terkait sikap konsumen pasar tradisional yang berpaling ke pasar modern, di antranya karena lokasi pasar yang tidak strategis dan terpusat. Misalkan, dalam satu kecamatan hanya terdapat 1-2 pasar tradisional saja, sedangkan pasar modern jauh lebih menjamur dan hampir di setiap lokasi strategis. Selain itu, pengelolaan pasar perlu dilakukan dengan tujuan meningkatkan kenyaman transaksi jual beli. Persaingan antara pasar tradisional dan pasar modern semakin membuat animo masyarakat untuk membeli kebutuhan sehari-hari di pasar tradisional tergeserkan, sedangkan pemerintah menginginkan perubahan pasar tradisional menjadi pasar modern serta banyaknya pasar tradisional yang mengalami musibah penggusuran dan kebakaran. Keberadaan ritel modern di Kota Bandung tersebut jelas berdampak negatif pada ritel pasar tradisional, perkembangan yang semakin pesat dalam pasar modern membuat pasar tradisional terusik keberadaannya. Dengan tingkat persaingan yang ketat maka Pasar tradisional dituntut untuk mampu menawarkan strategi bauran penjualan eceran yang baik kepada konsumen dengan kelima faktornya, lokasi yang strategis serta kemudahan akses untuk menuju ritel tersebut, barang dagangan yang beragam, harga yang pas serta kompetitif, potongan harga yang ditawarkan menarik minat dan pelayanan yang memuaskan konsumen. Karena konsep bauran pemasaran dalam industri ritel ini merupakan inti atau penggerak semua aspek operasional dari manajemen ritel (CW. Utami,2009, Retailing Mix, Artikel FE Widya Mandala Surabaya). 6

Pada kenyataan dilapangan sebuah lembaga melakukan survey mengenai presepsi konsumen terhadap Pasar tradisional dan modern di kota Bandung, dan berikut bisa dilihat hasilnya pada Tabel 1.5. Tabel 1.5 Presepsi Konsumen Terhadap Pasar Tradisional dan Modern di Kota Bandung No Produk Aspek Pasar (Bauran penjualan eceran) Pasar Tradisional (%) Pasar Modern (%) 1 Kualitas produk 5.59 7.03 2 Kualitas pelayanan 5.51 6.98 3 Variasi produk non pangan 6.35 7.04 4 Variasi produk pangan 5.43 7.15 5 Ragam merek 5.48 7.52 6 Kesesuaian produk dengan 6.42 7.01 kebutuhan No Harga Aspek Pasar Pasar Tradisional Pasar Modern 7 Kewajaran harga 6.44 6.13 8 Harga yang lebih murah terhadap 6.49 5.74 pasar lain 9 Daya tarik harga 6.08 6.22 10 Kesesuaian harga dengan kualitas 6.04 7.16 No Lokasi Aspek Pasar Pasar Tradisional Pasar Modern 11 Jangkauan lokasi 6.75 6.87 12 Fasilitas publik 5.08 7.17 13 Kestrategisan lokasi 6.35 7.21 Sumber : Pengolahan Data Primer/Rina Indiastuti,Fitri Hastuti,dan Yudi Azis (FE Unpad) 7

Berdasarkan Tabel 1.3 ini diketahui meski kewajaran harga di Pasar Tradisional lebih besar (6,44%), harga yang lebih murah (6,49%), daya tarik harga (6,08%), dan kesesuaian harga dengan kualitas (6,04%) bukan segalagalanya bagi konsumen. Ada faktor lain seperti kualitas produk (7,03%) jangkauan lokasi (6,87%) dan sebagainya. Salah satu pasar tradisional yang masih bertahan di Kota Bandung yaitu pasar tradisional Ujungberung, pasar yang berfungsi untuk menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Ujungberung merupakan daerah di sebuah kecamatan di Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan ini merupakan wilayah bottle neck atau leher botol di Kota Bandung jika kita akan keluar kota khususnya ke luar kota di arah timur Kota Bandung. Ujung berung dikenal sebagai kecamatan yang memiliki banyak pesantren dan pemandangan yang indah, Selain itu seiring dengan pertumbuhan penduduk perumahan-perumahan yang mulai banyak didirikan di Ujungberung. Dibukanya ritel modern seperti Minimarket kemudian hadirnya Grosir-grosir baru menyebabkan persaingan untuk berbelanja semakin ketat. Dengan tingkat persaingan yang ketat maka Pasar tradisional Ujungberung dituntut untuk mampu menawarkan strategi bauran penjualan eceran yang baik kepada konsumen. Dari penjelasan diatas mengakibatkan berbagai macam dampak, salah satunya adalah tingkat loyalitas pelanggan Pasar Ujung berung rendah dengan adanya pilihan tempat belanja yang beragam. Persaingan bisnis ritel yang semakin ketat di kawasan Ujung berung Bandung membuat Pasar Ujung berung sulit mengharapkan pencapaian target penjualan maupun tingkat transaksi. Loyalitas pelanggan dapat dilihat dari frekuensi dan peresentase kunjungan konsumen, Seperti yang di alami oleh Pasar Ujung berung hasil wawancara dengan pengelola Pasar Ujung berung menyatakan bahwa sejak Pasar Ujung berung mengalami musibah kebakaran pada Minggu (17/1/2010) malam, pelanggan Pasar Ujung berung mengalami penurunan. Pada Tabel 1.5 Penurunan jumlah pelanggan Pasar Ujung berung berdasarkan jumlah penduduk Ujung berung sebagai berikut. 8

Tabel 1.6 Jumlah Pelanggan Pasar Ujung berung Berdasarkan Peresntase Jumlah Penduduk Pasar Tahun Jumlah Penduduk Persentase (%) Jumlah Pelanggan Ujung berung 2010 62.898 80 50.318 2011 67.144 70 47.000 Sumber : Pengelola Pasar Ujung berung 2011 Dari Tabel 1.5 menjelaskan pelanggan Pasar Ujung berung dari tahun 2010-2011 mengalami penurunan sebanyak 3.318 orang pelanggan, pada tahun 2010 berjumlah 50.318 orang pelanggan dan pada tahun 2011 menjadi 47.000 orang pelanggan. Dari penjelasan di atas mengakibatkan berbagai macam dampak, salah satunya adalah tingkat loyalitas pengunjung Pasar tradisional Ujungberung dengan adanya pilihan tempat belanja yang beragam. Persaingan bisnis ritel yang semakin ketat di kawasan Ujungberung Kota Bandung sulit mengharapkan pencapaian target penjualan maupun tingkat transaksi pembelian yang terus meningkat atau stabil. Dari uraian diatas penurunan loyalitas pelanggan yang terjadi pada Pasar Ujung berung diduga karena dari beberapa faktor bauran penjualan eceran yang tidak sesuai dengan harapan konsumen. Dampak dari banyak nya ritel modern yang menjamur di Kota besar membuat konsumen memiliki tempat pilihan belanja utama namun tidak menjadikan konsumen loyal, karena konsumen dapat dengan leluasa berpindah-pindah belanja dari satu gerai ke gerai yang lain untuk mencari tempat yang paling cocok, faktor daya tariknya mencakup aspek kenyamanan, tempat, dan penawaran harga produk. Jika pelanggan mendapatkan faktor daya tarik tersebut akan menurunkan loyalitas pelanggan, namun jika pasar tradisional Ujung berung mampu membenahi 9

bauran penjualan eceran nya hal ini akan menaikan loyalitas pelanggan. Jadi, kesimpulannya bahwa bauran penjualan eceran akan mempengaruhi tingkat loyalitas pelanggan. Dengan memperhatikan masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai bauran penjualan eceran. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Bauran Penjualan Eceran Terhadap Loyalitas Pelanggan Pasar Tradisional Ujung berung. 1.2. Identifikasi masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas,maka permasalahan yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana bauran penjualan eceran pada pasar Ujung berung menurut pengunjung? 2. Bagaimana Loyalitas pengunjung pada pasar Ujung berung? 3. Bagaimana pengaruh bauran bauran penjualan eceran terhadap loyalitas pengunjung pada pasar Ujung berung? 1.3 Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian sidang sarjana Fakultas Bisnis & Manajemen, jurusan Manajemen S-1 Universitas Widyatama. Sedangkan tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui bauran penjualan eceran pada pasar Ujung berung. 2. Untuk mengetahui Loyalitas pengunjung pada pasar Ujung berung. 3. Untuk mengetahui pengaruh bauran penjualan eceran terhadap loyalitas pengunjung pada pasar Ujung berung. 10

1.4 Kegunaan Penelitian Melalui penelitian ini, penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat berguna bagi : 1. Penulis, yaitu untuk membandingkan antara teori-teori yang telah didapat selama di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di lapangan sehingga dapat mengimplementasikan teori tersebut dengan benar. 2. Perusahaan, yaitu sebagai bahan masukan maupun pertimbangan yang dapat membantu perusahaan untuk menjalankan strategi pemasaran dengan baik, khusus nya bauran penjualan eceran. 1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian Loyalitas pelanggan sebagai suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dengan bauran penjualan eceran yang dilakukan oleh pemasar. Para pelanggan yang puas akan menjadi pelanggan yang loyal terhadap perusahaan. Perusahaan yang unggul dalam pasar harus mengamati harapan pelanggannya, kinerja perusahaan yang dirasakan pelanggannya serta kepuasan bagi para pelanggannya, karena bagi perusahaan yang berwawasan pelanggan adalah sasaran sekaligus kiat bauran penjualan ecerannya. Dalam menciptakan loyalitas bagi para pelanggannya perusahaan memerlukan penerapan retailing mix pada pada pemasaran bisnis ritel/ecerannya. Ritel atau eceran harus mempunyai bauran yang penting untuk diperhatikan demi kelangsungan bisnis ritel tersebut. Dengan memperhatikan semua bauran tersebut, suatu bisnis ritel dapat menjadi lebih unggul dibandingkan peritel lainnya. Menurut Hendry Ma ruf (2005;114) dan C.Widya Utami (2008;61) retailing marketing mix terdiri dari 7 komponen yaitu : 1. Tempat (Place) Tempat adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produk agar dapat diperoleh dan tersedia bagi pelanggan pasaran. 11

2. Barang dagangan (Merchandise) Produk adalah kegiatan pengadaan barang-barang yang sesuai dengan bisnis yang dijalani gerai ( produk berbasis pakaian, makanan, barang kebutuhan rumah tangga, produk umum, dan lain-lain atau kombinasi ) untuk disediakan dalam gerai pada jumlah, waktu, dan harga yang sesuai untuk mencapai sasaran peritel. 3. Harga (Price) Harga adalah sejumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk mendapatkan produk. 4. Promosi (Promotion) Promosi adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk mengkomunikasikan keunggulan produk dan membujuk pelanggan sasaran untuk membelinya. 5. Atmosfer toko (Store Atmosphere) Atmosphere toko adalah desain lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna untuk merancang respon emosional dan persepsi pelanggan dan untuk mempengaruhi pelanggan dalam membeli barang. 6. Layanan (Retail service) Merupakan pelayanan yang diberikan pada konsumen untuk mendefernsiasikan suatu gerai dengan gerai lainnya. 7. Orang (People) Orang adalah pelaku yang turut ambil bagian dalam pengujian jasa dan dalam hal ini mempengaruhi persepsi pembeli. Yang termasuk elemen ini adalah personil perusahaan dan konsumen. Menurut Kotler dan Amstrong ( 2007 : 333 ) retailing adalah : All activities involved in selling goods or service directly to final consumer for personal,non business use. Dari definisi tersebut dapat diartikan sebagai berikut : retailing adalah semua aktivitas yang terlibat dalam penjualan barang-barang atau jasa-jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Bauran penjualan eceran meliputi kegiatan yang berhubungan secara langsung dengan penjualan barang atau jasa pada konsumen akhir untuk keperluan pribadi, keluarga atau rumah tangganya. Penjualan eceran dapat lebih 12

maju apabila mau bekerja lebih baik lagi guna membangun citra ritel yang lebih baik dimata konsumen. Pada hakikatnya tujuan suatu bisnis adalah untuk menciptakan dan mempertahankan para pelanggan. Pengunjung yang loyal adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan dalam meningkatkan profabilitas dalam jangka panjang. Apabila penerapan Bauran penjualan eceran dapat dijalankan dengan baik dan tepat sasaran, maka diharapkan pelanggan akan memiliki loyalitas. Sedangkan definisi Loyalitas menurut Oliver (2007 : 175 ) Loyalitas adalah komitmen yang dipegang kuat untuk membeli lagi produk atau jasa tertentu dimasa depan meskipun ada pengaruh situasi dan usaha pemasaran yang berpotensi menyebabkan peralihan perilaku. Definisi Loyalitas menurut Griffin ( 2005 : 31 ) adalah orang yang melakukan pembelian secara teratur, membeli antar lini produk dan jasa, mereferensikan kepada orang lain, menunjukan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing. Pelanggan yang loyal merupakan aset penting bagi pebisnis. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik yang dimilikinya, sebagaimana diungkapkan Griffin (2005:31). Pelanggan yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Melakukan pembelian secara teratur 2. Membeli diluar lini produk/jasa 3. Merekomendasikan produk lain 4. Menunjukan kekebalan daya tarik produk sejenis dari pesaing Dari pengertian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa loyalitas terbentuk dari dua komponen; loyalitas sebagai perilaku yaitu pembelian ulang yang konsisten dan loyalitas sebagai sikap yaitu sikap positif terhadap suatu bauran eceran karena ditambah dengan pola pembelian yang konsisten. Serta loyalitas juga mempunyai peran penting dalam sebuah bisnis, hal ini menjadi alasan utama bagi sebuah bisnis untuk menarik dan mempertahankan pelanggan. 13

Tujuan dari Bauran penjualan eceran adalah memberikan nilai pelanggan dan ukuran keberhasilannya adalah kepuasan pelanggan dalam jangka panjang, maka pelanggan wajib menjadi prioritas setiap perusahaan. Kepuasan pelanggan merupakan modal besar bagi perusahaan dalam membentuk loyalitas pelanggan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa bauran penjualan eceran merupakan pembentukan loyalitas pelanggan ( Fandy Tjiptono,2000:161). Melihat hal-hal yang diamati dan dikemukakan diatas, maka penulis merumuskan hipotesis sebagai berikut: Terdapat hubungan yang positif antara bauran penjualan eceran dengan loyalitas pelanggan. Sugiyono ( 2004 : 51 ) mendefinisikan pengertian hipotesis yaitu sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan teori yang relevan, belum didasarkan fakta-fakta empiris yang diperoleh dari pengumpulan data. Gambar 1.5 Skema Model Penelitian Bauran Penjualan Eceran (X) 1.Tempat (Place) 2. Barang dagangan (Merchandise) 3.Harga (Price) 4.Promosi (Promotion) 5.Atmosfer toko (Store atmosphere) Loyalitas (Y) 1. Pembelian ulang 2. Penggunaan fasilitas lainnya 3. Rekomendasi 4. Kekebalan ( Griffin, 2005 : 31 ) 6.Layanan (Retail service) 7.Orang (People) (Ma ruf,2005;114) 14

Berdasarkan hipotesis diatas, penelitian ini mempelajari hubungan dua variabel. Variabel pertama adalah bauran penjualan eceran sebagai variabel bebas, yang diberi simbol X. Variabel kedua adalah loyalitas pelanggan, sebagai variabel terikat yang diberi simbol Y. 1.6 Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Mohammad Nazir (2003:54) mendefinisikannya sebagai berikut: Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu pbjek, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Melalui jenis penelitian deskriptif maka dapat diperoleh deskripsi masing-masing mengenai tanggapan responden terhadap tingkat bauran ritel dan loyalitas pasar. Sifat penelitian verifikatif pada dasarnya ingin menguji kebenaran dari suatu hipotesis yang ada di lapangan. Penelitian verifikatif digunakan untuk meneliti pengaruh variabel independen dan variabel dependen yaitu pengaruh antara bauran penjualan eceran terhadap loyalitas pelanggan pasar tradisional Ujung berung. Data yang berhasil dikumpulkan selama penelitian kemudian di analisis lebih lanjut dengan menggunakan dasar-dasar teori yang ada, sehingga dapat memperjelas gambaran objek yang diteliti. Teknik pengumpulan data yang di pergunakan dalam penelitian ini meliputi : 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Penulis mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang di teliti untuk memperoleh data primer dilakukan melalui : a) Kuesioner Yaitu menyebarkan beberapa pertanyaan kepada responden yang telah ditetapkan sebagai sampel. b) Observasi Yaitu melakukan penelitian dan pengamatan secara langsung mengenai objek yang diteliti, melihat, mengamati, dan mencatat data yang di perlukan. c) Wawancara 15

Yaitu dilakukan untuk mempermudah memperoleh data. Wawancara dilakukan kepada semua yang terkait dalam memperoleh data dan informasi. 2. Penelitian Kepustakaan ( Library Research) Dengan membaca berbagai literatur dan bahan-bahan yang berhubungan dengan maslah yang dibahas untuk mencari teori-teori yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian Dalam rangka pengumpulan data untuk penyusunan skripsi ini, penulis melakukan penelitian di pasar tradisional Ujung berung kota Bandung. Waktu penelitian dimulai pada bulan Februari 2012 sampai skripsi ini selesai. 16