PENDAHULUAN Latar Belakang Umbi-umbian di Indonesia masih kurang mendapat perhatian, karena komoditi ini dianggap sebagai makanan kelas rendahan yang dihubungkan dengan kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai bahan pangan dan pembuatan produk olahannya. Peningkatan panen umbi talas cukup meningkat setiap tahunnya namun luas tanaman untuk sentra pertumbuhan umbi talas berkurang. Data perkembangan produksi, luas panen dan produktivitas umbi talas selama dasa warsa terakhir (2003-2012) menunjukkan peningkatan sebanyak 3,25% yang dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan produksi, luas panen, dan produktivitas umbi talas selama 10 tahun terakhir (2003-2011) Tahun Luas Produksi Pertumbuhan Pertumbuhan Produktivitas Panen (000 t) (%) (%) (kw/ha) (000 ha) 2003 16084-1284 - 125 2004 17055 6,03 1317,9 2,64 129 2005 16913 0,83 1276,5-3,14 132 2006 18524 9,52 1244,5-0,25 149 2007 19264 3,99 1239,8-0,38 155 2008 1932 0,29 1213,5-159 2009 19986 3,44 1227,5 1,15 163 2010 19988 0,1 1201,5-2,11 166 2011 21757 8,85 1204,9 0,28 180 2012 21990 1,07 1205,5 0,4 18,2 Rata-rata (%/tahun) 3,25 0,37 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 Pengolahan talas saat ini memanfaatkan umbi segar yang dijadikan berbagai hasil olahan, diantaranya yang paling populer adalah keripik talas. Produk olahan umbi talas dengan bahan baku tepung talas masih terbatas karena
tepung talas belum banyak tersedia di pasaran. Padahal penggunaan tepung talas memungkinkan munculnya produk olahan talas yang lebih beraneka ragam seperti, kerupuk, cake, dan kue-kue kering lainnya. Konversi umbi segar talas menjadi bentuk tepung yang siap pakai terutama untuk produksi makanan olahan disamping mendorong munculnya produk-produk yang lebih beragam juga dapat mendorong berkembangnya industri berbahan dasar tepung sehingga dapat meningkatkan nilai jual komoditas talas. Peluang pengembangan talas sebagai bahan pangan berpati non beras cukup besar dan terus didorong oleh pemerintah. Penepungan talas juga diharapkan dapat menghindari kerugian akibat tidak terserapnya umbi segar talas di pasar ketika produksi panen berlebih. Latar belakang dari pembuatan tepung talas antara lain karena umbi talas memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Tujuan dari pembuatan tepung talas antara lain untuk memperpanjang masa simpan yang dapat disubsitusikan ke produk lain yang disukai oleh masyarakat dan mempunyai kandungan kalsium yang cukup tinggi sehingga dapat dikonsumsi sebagai salah satu sumber kalsium. Tepung talas digunakan sebagai produk perantara karena mempunyai kandungan gizi yang cukup tinggi sehingga dapat membantu kekurangan gizi pada masyarakat. Keunggulan dari pengolahan umbi talas menjadi tepung talas adalah tepung talas lebih praktis dan mudah didistribusikan, meningkatkan daya guna, hasil guna, dan nilai guna, lebih mudah diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi, lebih mudah dicampur dengan tepung-tepung dan bahan-bahan lainnya. Tepung talas dapat digunakan sebagai pengganti tepung terigu. Kelebihan dari tepung talas adalah penggunaannya sebagai bahan dasar
produk olahan patiseri (cake) dapat mengurangi import tepung terigu dari negara lain untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tepung terigu. Kacang hijau adalah sejenis tanaman budidaya dan palawija yang dikenal luas di daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan (Fabaceae) ini memiliki banyak manfaat dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber pangan yang berprotein nabati tinggi. Kacang hijau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 22% dan merupakan sumber mineral yang penting, antara lain kalsium dan fosfor. Sedangkan kandungan lemaknya merupakan asam lemak tidak jenuh. Kandungan kalsium dan posfor pada kacang hijau bermanfaat untuk memperkuat tulang. Kacang hijau juga memiliki kandungan lemak yang rendah sehingga sangat baik bagi mereka yang ingin menghindari konsumsi lemak yang tinggi. Kadar lemak yang rendah dalam kacang hijau menyebabkan bahan makanan dan minuman yang terbuat dari kacang hijau tidak berbau. Jadi, kacang hijau yang telah diolah menjadi tepung akan lebih tahan lama disimpan. Dilihat dari segi komposisinya, kacang hijau memiliki kandungan gizi yang lumayan tinggi dibandingkan dengan jenis kacangkacangan lainnya. Kacang hijau di Indonesia menempati urutan ketiga terpenting sebagai tanaman pangan legum, setelah kedelai dan kacang tanah. Dengan potensinya ini kacang hijau dapat mengisi kekurangan protein pada umumnya, perbaikan gizi dan sekaligus menaikkan pendapatan petani. Perkembangan luas panen kacang hijau tahun 2008-2012 mengalami penurunan dengan rata-rata per tahun 278627 ha (0,10%) dan produksi peningkatan dengan rata-rata per tahun 311658 ton
(1,72%). Perkembangan luas panen, produktivitas, dan produksi 5 tahun terakhir (2008-2012) dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan luas panen, produktivitas, produksi kacang hijau tahun 2008-2012 Tahun Luas Produktivitas Produksi Panen % % (Ku/Ha (ton) (Ha) % 2008 278137 10,72 298059 2009 288206 3,62 10,91 1,77 314486 5,51 2010 258157 10,43 11,3 3,57 291705 7,24 2011 297315 15,17 11,48 1,59 341342 17,02 2012 271322 8,74 11,52 0,35 312697 8,39 Rataan 278627 0,1 11,19 1,82 311,658 1,72 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 Indonesia tercatat sebagai negara pengimpor gandum terbesar kedua di dunia setelah Mesir. Setidaknya berdasarkan laporan United State Department of Agriculture (USDA) Mei 2012, impor gandum Indonesia diprediksi menembus 7,1 juta ton, bandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 6,7 juta ton. Namun pada tahun 2013, impor tepung terigu Indonesia turun 34,92% pada kuartal I-2013 menjadi 121.778 ton, dibandingkan periode sama tahun lalu sebesar 187.115 ton. Penurunan terjadi karena sebagian importir beralih bisnis menjadi produsen produk tersebut dan banyaknya bahan baku yang tersedia di Indonesia untuk diolah menjadi tepung. Penggunaan umbi-umbian dan kacangkacangan (kedelai, kacang merah, kacang hijau) sebagai bahan makanan dapat diarahkan untuk menunjang ketahanan pangan nasional melalui program diversifikasi pangan disamping peluangnya sebagai bahan baku industri yang menggunakan pati sebagai bahan baku dasarnya. Bahan utama dalam pembuatan cookies berasal dari tepung terigu untuk membantu memberikan tekstur pada setiap jenis cookies yang dihasilkan. Namun,
penggunaan tepung terigu pada pembuatan cookies dapat digantikan dengan penggunaan tepung talas dan tepung kacang hijau. Hal ini dapat diketahui berdasarkan kandungan gizi tepung talas dan tepung kacang hijau, dimana kedua tepung tersebut memiliki komposisi yang hampir menyerupai tepung terigu. Berdasarkan hal di atas maka penulis berminat melakukan penelitian tentang Kajian Penambahan Tepung Talas (Colocasia esculenta) dan Tepung Kacang Hijau (Vigna radiata L. Wilezek) Terhadap Mutu Cookies. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kajian penambahan tepung talas dan tepung kacang hijau terhadap mutu cookies. Kegunaan Penelitian - Sebagai sumber informasi dalam teknologi pembuatan cookies subsitusi tepung terigu menggunakan tepung talas dan diperkaya kandungan karbohidratnya dengan tepung kacang hijau. - Untuk meningkatkan nilai tambah umbi talas dan kacang hijau yang pemanfaatannya lebih luas dalam industri. - Sebagai sumber data dalam penyusunan skripsi pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian,, Medan. Hipotesa Penelitian Diduga ada pengaruh penambahan tepung talas dan tepung kacang hijau terhadap mutu cookies.