BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Rekapitulasi Wisatawan Mancanegara Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Adhita Dwi Septiani, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Mie merupakan jenis makanan hasil olahan tepung yang sudah. dikenal oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Mie juga merupakan

I PENDAHULUAN. gembili, sagu, kimpul, gadung dan sebagainya (Muhandri, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tabel 1.1 Daftar Impor Bahan Pangan Indonesia Tahun

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

PENDAHULUAN. kemiskinan. Padahal potensi umbi-umbian cukup tinggi untuk digunakan sebagai

memenuhi kebutuhan warga negaranya. Kemampuan produksi pangan dalam negeri dari tahun ke tahun semakin terbatas. Agar kecukupan pangan nasional bisa

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

beras atau sebagai diversifikasi bahan pangan, bahan baku industri dan lain sebagainya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

BAB I PENDAHULUAN. makanan. Dalam sejarah, kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami

BAB I PENDAHULUAN. tanaman pangan lokal umbi-umbian, namun sampai saat ini pemanfaatan. Tanaman talas merupakan tumbuhan asli daerah tropis.

BAB I PENDAHULUAN. Makanan tradisional merupakan wujud budaya yang berciri kedaerahan,

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

DIVERSIFIKASI OLAHAN UMBI-UMBIAN LOKAL SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

I. PENDAHULUAN. yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

BAB I LATAR BELAKANG

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

Bab 1 PENDAHULUAN. bahan mentah seperti beras, jagung, umbi-umbian, tepung-tepungan, sayursayuran,

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pengganti nasi. Mi termasuk produk pangan populer karena siap saji dan

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang di olah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ilmiati Tsaniah, 2016

I PENDAHULUAN. Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

PENDAHULUAN. singkong, ubi, talas dan lain-lainnya. Gandum berpotensi sebagai pengganti beras

BAB I PENDAHULUAN. talas memiliki ukuran granula pati yang sangat kecil yaitu 1-4 µm. ukuran

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dikalangan masyarakat sedang marak mengkonsumsi ubi jalar ungu. Ubi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jajanan pasar Indonesia yang ada di tanah air kita merupakan ciri khas budaya

Karakteristik dan Prospek untuk Percepatan Diversifikasi Pangan

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

BAB I PENDAHULUAN. SUSENAS 1999 sampai dengan 2007 menunjukkan bahwa pola konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bangsa Indonesia adalah beras, karena beras merupakan. makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia.

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

BAB I PENDAHULUAN. fermentasi tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi (Hidayat, 2006).

BAB 1 PENDAHULUAN. akan tetapi sering dikonsumsi sebagai snack atau makanan selingan. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang gizi

BAB I PENDAHULUAN. bahan pangan sumber karbohidrat, salah satu diantaranya adalah umbiumbian.

2015 PENGEMBANGAN PRODUK BROWNIES BAKAR BERBASIS TEPUNG KACANG MERAH TERHADAP DAYA TERIMA KONSUMEN

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terigu dicukupi dari impor gandum. Hal tersebut akan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. dibuat dengan menambahkan santan, gula merah, daun pandan dan. pisang.menurut Veranita (2012), bolu kukus adalah bolu yang berbahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Pola Konsumsi Pangan Sumber Karbohidrat Tahun Sumber : Susenas ; BPS diolah BKP Kementan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. pembuatan makanan dapat menghemat devisa negara (Herlina, 2002).

I. PENDAHULUAN. kurangnya Indonesia dalam menggali sumberdaya alam sebagai bahan pangan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Kontribusi Tanaman Pangan Terhadap PDB Sektor Pertanian pada Tahun (Miliar Rupiah)

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI. bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan-bahan lainnya yang

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003).

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pada abad modern ini, filosofi makan telah banyak mengalami pergeseran. Makan

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

PERBANDINGAN KADAR PROTEIN DAN LEMAK MI ALTERNATIF DARI PATI GANYONG (Canna edulis Ker) DAN PATI UBI KAYU (Manihot utilissima Pohl) SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. ketergantungan terhadap tepung terigu, maka dilakukan subtitusi tepung terigu

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang tertuang di dalam Millenium Development Goals (MDGs).

BAB I PENDAHULUAN. makanan tradisional yang sangat beragam. Makanan tradisional Indonesia

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Konsumsi beras di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia kaya akan berbagai jenis tanaman umbi-umbian, baik

I. PENDAHULUAN. perdagangan antar wilayah, sehingga otomatis suatu daerah akan membutuhkan

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pariwisata saat ini merupakan industri terbesar dan menjadi salah satu sektor terkuat yang mempengaruhi perekonomian global. Pariwisata telah memberikan devisa yang cukup besar bagi berbagai negara, khususnya negara Indonesia. Negara yang memiliki kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau atau disebut juga sebagai nusantara atau negara maritim, telah menyadari pentingnya sektor pariwisata terhadap perekonomian Indonesia dikarenakan pertumbuhan pariwisata Indonesia selalu di atas pertumbuhan ekonomi Indonesia (Soebagyo, 2012:153). Data Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia mengenai rekapitulasi perkembangan kunjungan wisatawan mancanegara adalah sebagai berikut: Tahun Tabel 1.1 Rekapitulasi Wisatawan Mancanegara Tahun 2007-2011 Wisatawan Mancanegara Jumlah Pertumbuhan (%) Rata-rata Lama Tinggal (hari) Rata-rata Pengeluaran per orang (USD) Per Hari Per Kunjungan Penerimaan Devisa Jumlah (juta USD) Pertumbuhan (%) 2007 5.505.759 13,02 9,02 107,70 970,98 5.345,98 20,19 2008 6.234.497 13,24 8,58 137,38 1.1.178,54 7.347,60 37,44 2009 6.323.730 1,43 7,69 129,57 995,93 6.297,99-14,29 2010 7.002.944 10,74 8,04 135,01 1.085,75 7.603,45 20,73 2011 7.649.731 9,24 9,24 142,69 1.118.,26 8.554,39 12,51 Sumber: Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia tahun 2012 Berdasarkan data pada tabel 1.1 penerimaan devisa negara dari sektor pariwisata pada tahun 2007 mencapai USD 5.345,98 dengan jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 5.505.759 orang, tahun 2008 menunjukan adanya peningkatan kunjungan wisatawan, dengan total 6.234.497 orang dengan penerimaan devisa USD 7.347,60, sedangkan tahun 2009 mengalami penurunan devisa dengan jumlah USD 6.297,99 dan peningkatan kunjungan wisatawan

2 dengan total 6.323.730 orang, tahun 2010 mencapai USD 7.603,45 dengan jumlah kunjungan wisatawan sebanyak 7.002.944 orang, dan pada tahun 2011 terjadi peningkatan penerimaan devisa negara dengan jumlah USD 8.554,39 dan total kunjungan wisatawan sebanyak 7.649.731 orang. Secara teori pariwisata merupakan industri yang dipercaya menjadi penyedia lapangan pekerjaan maupun menjadi ujung tombak pertumbuhan ekonomi pada suatu negara antara lain melalui wisata budaya, olahraga, industri, dan pertualangan. Selain wisata tersebut ada pula wisata lain yang diminati oleh masyarakat lokal maupun asing yaitu kuliner atau yang disebut gastronomi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga tahun 2003, wisata adalah bepergian bersama-sama (untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang, bertamasya, dan sebagainya). Sedangkan kuliner berarti masakan atau makanan. Jadi dapat disimpulkan bahwa wisata kuliner ialah perjalanan yang memanfaatkan masakan serta suasana lingkungannya sebagai objek tujuan wisata. Kuliner sebagai salah satu komponen wisata yang perlu dijaga dan dilestarikan karena merupakan bagian dari kebudayaan meskipun ditengah arus modernisasi kuliner asing yang menjadi competitor bagi para pelaku usaha kuliner. Melestarikan wisata kuliner sebagai tujuan wisata dilakukan dengan mengadakan kegiatan promosi kuliner ataupun melakukan inovasi yang dikemas agar dapat menarik perhatian masyarakat lokal maupun mancanegara serta didukung oleh lembaga asosiasi pemerintah atau swasta yang bergerak di bidang kuliner. Dewasa ini kontribusi gastronomi terhadap sektor pariwisata sangat berpengaruh, karena semakin banyaknya inovasi produk kuliner yang tercipta dari hasil kreasi modifikasi makanan. Ide dan kreativitas yang muncul memberikan sentuhan yang berbeda untuk menciptakan suatu produk olahan makanan yang memiliki ciri khas tersendiri dengan cita rasa yang menggugah selera. Seiring berkembangnya kuliner, ada berbagai permasalahan dalam bidang pangan akibat peralihan minat konsumsi masyarakat terhadap makanan modern telah memberikan dampak makanan tradisional atau pangan lokal berkurang, karena menurunnya minat masyarakat untuk mengetahui dan membudidayakan pangan lokal khususnya umbi-umbian yang menjadi salah satu alasan mengapa

3 masyarakat kurang mengkonsumsi pangan lokal. Perkembangan kuliner khususnya pada produk pastry (cake) mayoritas menggunakan bahan dasar tepung terigu, yang mana konsumsi terigu saat ini diperkirakan 17 kg/kapita/tahun. Hanya dalam waktu 30 tahun konsumsi terigu meningkat hingga 500%. Indonesia menjadi negara importir gandum keenam terbesar di dunia setelah Brasil, Mesir, Iran, Jepang dan Algeria. Gandum dikonsumsi bukan dalam bentuk butiran, melainkan bentuk tepung. Cake merupakan makanan yang menggunakan bahan baku utama tepung dan tanpa atau dengan menambahkan lemak, telur untuk memberikan kesan lembut dan rasa juga gula ditambahkan untuk memberikan rasa manis merupakan cirri khas produk ini sistem pencampuran bahan secara krimming dan penambahan bahan pengembang berguna untuk menambah volume produknya. (Marleen S., 2010:2). Tepung merupakan salah satu dari dua bahan pembentuk susunan yang dipergunakan dalam produk-produk pastry dan bakery. Sebagian besar tepung yang dipergunakan adalah tepung terigu, dengan kuantitas yang bervariasi. Salah satu upaya untuk meningkatkan percepatan gerakan penganekaragaman konsumsi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan adalah dengan mengembalikan pola penganekaragaman konsumsi pangan yang telah mengakar di masyarakat sebagai wujud kearifan masyarakat. Kearifan lokal sebagai sumber karbohidrat masyarakat di pedesaan yang biasa dikonsumsi adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar, talas, ganyong (sebek), dan gembili (kemilik). Pangan tersebut dapat dijadikan sebagai pangan alternatif pengganti beras, di sisi lain dapat melestarikan pangan lokal agar tidak punah sekaligus dapat menjadikan icon negara Indonesia. Karena beras bukan berasal dari nusantara melainkan dari negara India. Menurut Suyatno, Ir., MKes.(2010), penggunaan aneka ragam bahan pangan yang tersedia dalam konsumsi sehari-hari dapat dinyatakan dalam satuan bahan penukar. Beberapa jenis bahan pangan yang dapat dijadikan sebagai sumber energi (bahan pangan pokok) pengganti beras dihitung berdasarkan berat 100 gram beras dapat dilihat pada tabel berikut:

4 No. Tabel 1.2 Bahan Pangan Penukar Komposisi pangan setara Jenis Pangan dengan 100 gr beras (gr) Ukuran 1. Nasi 200-2. Jagung 100-3. Singkong 250 Sedang 4. Ubi Jalar 250 Sedang 5. Kentang 400 Sedang 6. Sagu 100-7. Terigu 100-8. Talas 435 Sedang 9. Cantel 110-10. Garut 100-11. Jali 140-12. Jawawut 110-13. Gadung 420 Sedang 14. Gembili 445 Sedang 15. Suweg 610 Sedang Sumber: Suyatno UNDIP tahun 2010 Upaya meningkatkan daya tarik konsumsi masyarakat terhadap kearifan pangan lokal yaitu dengan mengemas atau mencari alternatif produk pangan modifikasi atau inovasi yang menggunakan bahan baku pangan lokal sehingga potensi yang ada pada pangan lokal tidak punah. Inovasi produk makanan berbahan dasar lokal saat ini kurang begitu berkembang. Banyak potensi produk hasil bumi lokal untuk diolah menjadi makanan berkelas, seperti halnya umbiumbian. Pangan pokok masyarakat Indonesia berbentuk butiran, yaitu beras dan jagung. Agar menyerupai beras, sebagai pangan pokok maka jagung dibentuk menjadi grits, yaitu butiran kecil hasil pemecahan butir jagung menjadi 6-8 bagian. Orang awam mengenal grits jagung ini sebagai Beras jagung. Beras dikonsumsi lebih dari 90 persen populasi, sehingga pemahaman ketahanan pangan seolah-olah identik dengan kecukupan/ketersediaan beras. Padahal komoditas pangan sumber karbohidrat di negeri ini sangat beragam, baik yang tergolong

5 serealia seperti jagung, sorgum, hanjeli dan hermada, serta aneka umbi seperti ubi kayu, ubi jalar, talas, gadung, gembili, suweg, iles-iles, kentang, garut dan ganyong (Widowati:2000). Kekurangan pangan domestik, lebih sering diatasi secara pintas yaitu dengan impor beras dan gandum. Dampaknya adalah program diversifikasi konsumsi pangan pokok dengan memberdayakan sumber karbohidrat lokal hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Sebaliknya konsumsi gandum, dalam bentuk terigu semakin meningkat. Impor biji gandum tahun 1998/1999 masih sebesar 3.1 juta ton (Welirang, 2000) saat ini mencapai 5 juta ton (Khudori, 2008). Dalam Pedoman Teknis Pengelolaan Produksi Ubi Jalar dan Aneka Umbi (2013:1) Komoditas ubi jalar dan aneka umbi selain berperan untuk memenuhi kebutuhan pokok karbohidrat juga dapat dijadikan sebagai sumber utama substitusi beras atau sebagai tanaman divertifikasi pangan. Upaya peningkatan produksi komoditas ini baik melalui peningkatan produktivitas maupun perluasan areal, terfokus pada kegiatan yang bersifat stimulant yaitu berupa pengembangan model demonstrasi area. Pada tahun 2011 pelaksanaan kegiatan tersebut mencapai luasan yang terbatas (10.150 ha pada 22 provinsi) dan tahun 2012 menurun dengan luasan hanya 850 hektar di 2 (dua) provinsi 9 kabupaten. Namun dari hasil data statistik kegiatan tersebut menjadi salah satu pemicu peningkatan produksi dan produktivitas, masing-masing sebesar 11,02% dan 9,51% (ARAM II 2012) bila dibandingkan dengan produksi tahun 2011 (angka tetap). Berdasarkan hasil tersebut, maka pada tahun 2013 fokus peningkatan produktivitas ubijalar dan pangan alternatif akan dilanjutkan walaupun cakupan luas yang difasilitasi Pemerintah meningkat sedikit bila dibandingkan tahun 2012 yaitu menjadi 1.225 ha untuk ubijalar dan 110 ha untuk aneka umbi (pangan alternatif/lokal). Pengembangan aneka umbi/pangan alternatif/lokal (talas, garut, gembili, dan ganyong dan gadung) pada tahun tahun sebelumnya melalui pembinaan dan sosialisasi telah berhasil memacu daerah untuk mengembangkan areal bagi komoditas tersebut dan menjadikannya sebagai komoditas andalan daerah. Komoditi garut telah menjadi komoditas andalan Kabupaten Sragen (Jateng) dan Gunung Kidul (DIY) sebagai bahan baku pembuatan tepung dan

6 emping garut rendah kolesterol dan komoditi Ganyong menjadi andalan Kabupaten Ciamis sebagai bahan baku pembuatan tepung. Begitu juga halnya dengan talas selain sebagai komoditas pangan pokok di daerah tertentu juga sudah memasuki pangsa pasar internasional (khusus talas satoimo). Melalui beberapa kegiatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang dilakukan pada tahun sebelumnya, produktivitas komoditi talas mencapai 200 ku/ha, garut 100 ku/ha, gembili 120 ku/ha, ganyong 170 ku/ha dan kimpul 20 ku/ha. Daerah sentra pangan lokal seperti talas (satoimo) antara lain terdapat di Propinsi Bengkulu (Kepahiang) dan Sulawesi Selatan (Bantaeng), garut terdapat di Propinsi Jawa Barat (Garut), Jawa Tengah (Sragen, Sukoharjo, Kendal) dan DI. Yogjakarta (Gunung Kidul), gembili terdapat di Provinsi Banten (Kab. Pandeglang), ganyong terdapat di Jawa Barat (Ciamis), dan kimpul terdapat di Malang Jawa Timur. Keadaan produksi dan produktivitas aneka umbi (pangan alternatif/lokal) pada kegiatan pada suatu areal pertanaman dengan luasan tertentu yang dapat menjadi pusat percontohan bagi petani dan masyarakat sekitarnya dalam upaya peningkatan produktivitas yang signifikan yaitu pengembangan/ demonstrasi area (Dem area) tahun 2011 di beberapa daerah dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut : Tabel 1.3 Produksi Aneka Umbi Melalui Dem area Tahun 2011 No. Provinsi/Kabupaten Komoditi Luas panen (Ha) Perilaku (Ku/Ha) Produksi (ton) 1. 2. Jawa Barat Bogor Talas 5 226 113 Garut Garut 5 200 100 Ciamis Ganyong 5 70 35 Banten Lebak Talas 5 125 62.5 Pandeglang Gembili 5 150 75 3. Jawa Tengah Talas Jepang 5 90 45 4. Kalbar/ Bengkayang Talas 5 100 50 5. Sulsel/Jeneponto Talas 5 110 55 6. Sultra Talas 5 100 50 Sumber: Data daerah pelaksana kegiatan dem area pangan alternatif tahun 2011

7 Gembili (dioscorea esculenta) merupakan tanaman umbi-umbian yang sekarang sudah sulit dijumpai di pasar. Penanamannya masih cukup luas di pedesaan walaupun juga semakin terancam kelestariannya. Gembili menghasilkan umbi yang dapat dimakan. Umbi biasanya direbus dan bertekstur kenyal. Umbi gembili serupa dengan umbi gembolo, namun berukuran lebih kecil. Tumbuhan gembili merambat dan rambatannya berputar ke arah kanan (searah jarum jam jika dilihat dari atas). Batangnya agak berduri. Gembili juga dianggap sebagai tumbuhan berpotensi besar pada masa depan. Umbi gembili banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung gembili. Tepung tersebut dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan berbagai produk pangan, seperti roti, pangsit, atau produk sereal instan. Berdasarkan hasil penelitian Richana dan Sunarti (2005) menunjukkan bahwa tepung gembili dapat dijadikan sebagai tepung komposit bersama tepung lain, meskipun beberapa sifat fisikokimianya masih perlu diperbaiki. Salah satu kelemahan dari tepung gembili adalah warna tepung yang agak gelap karena terjadi reaksi pencoklatan selama proses pengolahan. Hal ini terlihat ketika umbi dipotong, tidak lama kemudian terjadi proses pencoklatan pada permukaan umbi, oksidasi dengan udara sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat di dalam bahan pangan tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan karena enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang dikatalisis oleh polyphenol oksidase. Menurut Endang Bekti K. (2010) kandungan zat gizi gembili dalam 100 gram dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1.4 Komposisi Zat Gizi Gembili dalam 100 gram Sumber: Depkes RI tahun 1987 dalam Jurnal Teknologi Pangan (Endang:2010)

8 Salah satu upaya meningkatkan produktivitas gembili yaitu dengan membuat satu produk makanan cake yang menggunakan bahan dasar gembili yang dijadikan tepung sebagai pengganti tepung terigu dari olahan modifikasi yang menghasilkan produk cake baru dengan broccoli atau brokoli (Brassiaca Oleracea L) merupakan bahan pangan yang berasal dari pesisir Laut Mediterania yang kemudian terbesar di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Tanaman broccoli ini termasuk jenis tanaman kubis-kubisan atau Brassicaceae. Broccoli tidak hanya enak, tetapi juga memiliki banyak kandungan gizi di dalamnya. Broccoli mengandung kadar vitamin C yang sangat tinggi, folat, kalsium, kaya flavonoid, beta karoten, dan senyawa anti kanker yaitu sulforaphane dan indoles. (Joseph dkk,:2002), serta dipadukan dengan mousse yang merupakan cream beku dan memiliki tekstur sedikit kasar, yang berbahan dasar cream yang terbuat dari putih telur dan heavy cream, terkadang ditambahkan kuning telur dan gelatin. Mengapa mousse? Karena untuk menampilkan sesuatu yang berbeda dan mousse juga dapat dengan mudah diterima oleh masyarakat. Alternatif ini menjadi terobosan untuk mengenalkan kepada masyarakat, menekan cost pada produk cake, mengurangi jumlah pemakaian bahan dasar tepung terigu, dan menaikkan sisi ekonomis dari gembili itu sendiri. Harapannya broccoli mousse bilik ini dapat diterima oleh masyarakat dan memiliki nilai ekonomis yang terjangkau baik dari kalangan bawah, menengah, atas. Dalam hal ini penulis ingin mengangkat produk berbahan dasar lokal yang memiliki cita rasa berkelas. Produk ini perpaduan antara broccoli diolah menjadi mousse dengan lapisan cake berbahan dasar tepung gembili yang disebut bilik (gembili cake). Berdasarkan hasil pra penelitian 28 November 2012 produk broccoli mousse bilik (gembili cake) tekstur dari cake agak kasar karena tepung gembili tidak diayak, warna agak kuning, aroma broccoli menyengat, dan warna dari broccoli hijau muda. Adapun solusi agar tekstur dapat diperbaiki dengan cara mengayak terlebih dahulu tepung gembili sebelum diolah, serta untuk menetralisir aroma broccoli agar tidak menyengat yaitu dengan menambahkan garam dan dengan cara ekstraksi. Masa simpan broccoli mousse bilik sendiri tidak tahan lama jika dalam suhu ruang, akan tetapi produk ini tahan hingga 21 hari apabila

9 disimpan di frezzer. Sebelum gembili cake ini dipasarkan kepada masyarakat, adapun serangkaian uji yang dilakukan oleh penulis yaitu melalui uji organoleptik/panelis, uji beda produk antara broccoli mousse bilik berbahan dasar tepung gembili dan tepung terigu, uji daya terima konsumen, serta uji daya tahan simpan untuk meyakinkan konsumen tentang kualitas dari produk ini. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti dengan judul UJI BANDING BROCCOLI MOUSSE BILIK DENGAN BAHAN DASAR TEPUNG GEMBILI (Dioscorea Esculenta) DAN TEPUNG TERIGU. 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah Hasil pengamatan ke lapangan produk broccoli mousse belum banyak dipasarkan. Biasanya broccoli mousse berbahan dasar tepung terigu pada cakenya. Untuk itu peneliti mengembangkannya menjadi broccoli mousse bilik (gembili cake) guna meningkatkan nilai jual dari gembili, yang kemudian diolah menjadi tepung sebagai bahan dasar dari produk tersebut. Produk ini merupakan inovasi produk yang berbeda dan belum ada dipasaran. Tepung gembili adalah tepung lokal yang memiliki potensi untuk menggantikan sebagian tepung dalam produk makanan berbasis terigu. Berdasarkan permasalahan di atas, maka perumusan yang dapat diuraikan adalah sebagai berikut: a. Bagaimanakah deskripsi pengolahan broccoli mousse bilik? b. Berapa konsentrasi tepung gembili yang menghasilkan produk inovasi broccoli mousse bilik dengan kualitas terbaik? c. Bagaimanakah hasil dari uji daya terima konsumen terhadap broccoli mousse bilik? d. Bagaimanakah kelayakan usaha broccoli mousse bilik dilihat dari sisi aspek finance studi kelayakan bisnis? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui deskripsi pengolahan broccoli mousse bilik.

10 b. Untuk mengetahui konsentrasi tepung gembili yang menghasilkan produk inovasi broccoli mousse bilik dengan kualitas terbaik. c. Untuk mengidentifikasi hasil dari uji daya terima konsumen terhadap broccoli mousse bilik. d. Untuk menganalisis kelayakan usaha broccoli mousse bilik dilihat dari sisi aspek finance studi kelayakan bisnis. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Secara Teoritis Untuk mengembangkan ilmu kuliner yang dipengaruhi kreativitas dalam berinovasi produk kuliner khususnya dalam pengembangan cake berbasis pangan lokal. Melestarikan bahan pangan lokal agar dapat diterima oleh mayarakat lokal maupun internasional. Selain itu meningkatkan mutu dan nilai ekonomis gembili serta menjadikan gembili sebagai icon Indonesia. b. Secara Personal Menggali potensi dan mengembangkan kemampuan berpikir seseorang untuk selalu produktif. Meningkatkan kemampuan seorang wirausaha Pastry maupun Bakery dalam mengolah cake berbasis pangan lokal. Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program Manajemen Industri Katering serta untuk memperoleh gelar Sarjana Pariwisata.