BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini mortalitas dan morbiditas neonatus pada bayi preterm / prematur masih sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan maturitas organ pada bayi lahir seperti paru, otak dan gastrointestinal. Di negara barat sampai 80 % dari kematian neonatus adalah akibat prematuritas, dan pada bayi yang selamat, 10 % mengalami permasalahan dalam jangka panjang. Penyebab persalinan preterm tidak dapat diketahui. Telah banyak penelitian yang telah dikerjakan pada persalinan prematur yang diawali terjadinya ketuban pecah dini. Akan tetapi sulit menentukan penyebab pasti tersebut. Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada umur kehamilan antara 20 sampai sebelum 37 minggu dihitung sejak hari pertama haid terakhir (HPHT). Tanda-tanda klinis persalinan preterm yaitu adanya kontraksi uterus minimal dua kali dalam 10 menit, dengan durasi 30-40 detik, dan dilatasi serviks 0-3 cm (Cunningham, 2010). Pada penelitian yang ada didapatkan bahwa infeksi merupakan penyebab 25 40 % dari seluruh persalinan preterm. Invasi mikroorganisme ke dalam cairan amnion terjadi 12,8 % pada persalinan preterm dan 51 % terjadi pada pasien dengan insufisiensi servik (Creasy & Resnik, 2009). 1
2 Dalam keadaan normal, selaput ketuban pecah dalam proses persalinan. Menurut Eastman, insiden ketuban pecah dini ini kira-kira 12 % dari semua kehamilan normal. Sedangkan insidensi ketuban pecah dini preterm terdapat sekitar 2-5 % dari seluruh kehamilan (Getahun, 2010). Meskipun beberapa kemajuan dalam memperpanjang periode laten setelah terjadinya ketuban pecah dini preterm dan pencegahan kemungkinan terulangnya, akan tetapi ketuban pecah dini preterm tetap menjadi kontributor utama bagi keseluruhan masalah lahir prematur (Mochtar, 2012). Pecahnya selaput ketuban berkaitan dengan perubahan proses biokimia yang terjadi dalam kolagen matriks ekstra seluler amnion, korion, dan apoptosis membran janin. Membran janin dan desidua bereaksi terhadap stimuli seperti infeksi dan peregangan selaput ketuban dengan memproduksi mediator seperti prostaglandin, sitokin, dan protein hormon yang merangsang aktivitas Matrix Degrading System (Soewarto, 2010). Ketuban Pecah Dini Preterm masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada ibu maupun janin di Indonesia. Hal ini terkait dengan terjadinya persalinan preterm, sepsis neonatorum serta kematian perinatal. Berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi ketuban pecah dini preterm melalui studi faktor risiko. Infeksi merupakan faktor risiko terbesar dimana sumber utama adalah infeksi ascenden vagina. Kelahiran prematur merupakan masalah yang cukup besar mengingat besarnya angka morbiditas dan mortalitas perinatal. Sebagian besar ketuban pecah dini menyebabkan terjadinya persalinan prematur (Cunningham, 2010).
3 Mekanisme pecah ketuban yang terjadi sebelum aterm terjadi oleh karena berbagai faktor yang akhirnya mempercepat lemahnya membran ketuban. Hal ini peningkatan sitokin-sitokin lokal dan ketidakseimbangan dalam interaksi antara matrix metalloproteinase (MMP) dan tissue inhibitor matrixmetyalloproteinase (TiMP), peningkatan aktivitas-aktivitas kolagenase dan protease, peningkatan tekanan intrauterin (misalnya : Polyhydramnios). Selanjutnya faktor risiko klinis, termasuk gangguan jaringan ikat (misalnya pada sindrom Ehlers-Danlos). Asending infeksi melalui kolonisasi bakteri juga dapat menyebabkan lokal respon inflamasi termasuk memproduksi sitokin-sitokin, prostalglandin, dan MMP yang dapat menyebabkan melemahnya dan terjadi degradasinya dari membran ketuban (Goldsmith, et al., 2005). Infeksi intrauterin disebabkan oleh bakteri yang dianggap menjadi penyebab utama infeksi terkait persalinan prematur. Sehingga hal ini mendorong kami untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Terdapat banyak pertentangan mengenai penatalaksanaan ketuban pecah dini preterm yang bervariasi dari yang tidak memberikan tindakan sampai pada tingkat yang berlebihan. Hal ini dapat menyebabkan komplikasi yang ditimbulkan makin besar. Diperlukan suatu penelitian preventif dibidang penekanan terhadap infeksi. Dalam dasawarsa terakhir ini para pakar kedokteran Obstetri Fetomaternal memusatkan perhatian pada proses inflamasi yang terjadi pada ketuban pecah dini dan ekspresi dari Prostaglandin E2 dan mediator-inflamasi seperti Interleukin-6 yang ditemukan dalam darah dan cairan amnion.
4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan kadar Interleukin-6 (IL-6) serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal? 2. Apakah terdapat perbedaan kadar Prostaglandin E2 (PGE2) serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui perbedaan kadar Interleukin-6 dan Prostaglandin E2 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal. 1.3.2 Tujuan khusus Untuk membuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar Interleukin-6 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal. Untuk membuktikan bahwa terdapat perbedaan kadar Prostaglandin E2 serum pada kehamilan preterm dengan ketuban pecah dini dan kehamilan preterm normal.
5 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan Manfaat pada pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu untuk mengetahui peran IL-6 dan kaitannya dengan PGE2 pada terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan pretem. 1.4.2 Manfaat bagi pelayanan Manfaat pada pelayanan, yaitu dapat sebagai masukan dalam pengembangan upaya pengelolaan termasuk pencegahan terjadinya ketuban pecah dini pada kehamilan preterm melalui deteksi dini sehingga dapat menurunkan kejadian ketuban pecah dini dengan pemberian anti prostaglandin pada kehamilan preterm.