BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan human trafficking yang terjadi di Indonesia kini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak dalam wujudnya yang illegal dan terselubung berupa human trafficking. Suatu bentuk penguasaan atas diri orang lain yang dilakukan dengan cara membujuk, merayu, menipu, bahkan mengancam kelompok yang rentan (dalam hal ini perempuan dan anak-anak) untuk direkrut dan dibawa kedaerah lain bahkan kenegara lain untuk diperjualbelikan dan dipekerjakan diluar kemauan dan keinginan orang tersebut dalam berbagai bentuk pekerjaan yang bersifat eksploitatif. Selanjutnya isu human trafficking menjadi suatu permasalahan besar yang menarik perhatian regional maupun internasional. Human trafficking merupakan tindakan yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Awalnya, human trafficking dinilai hanya sebatas sebagai tindakan kriminal memperkerjakan orang sebagai Pekerja Seks, akan tetapi saat ini permasalahan tersebut sudah jauh berkembang menjadi masalah yang lebih memprihatinkan. Bentuk-bentuk human trafficking antara lain kerja paksa seks dan eksploitasi seks, pembantu rumah tangga (PRT), Penari penghibur, pengantin pesanan, dan transpalansi organ tubuh. Hal ini terjadi akibat adanya faktor-faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya praktik human trafficking antara lain, kualitas hidup miskin, perilaku konsumtif, factor budaya masyarakat yang
mencakup peran perempuan dalam keluarga yang menomorduakan derajat perempuan dan perkawinan dini terhadap anak perempuan, jeratan hutang, kurangnya pencatatan kelahiran, korupsi dan lemahnya penegakan hukum, serta peran media massa yang belum maksimal dalam memberikan berita dan informasi terkait human trafficking. Penelitian ILO-IPEC pada tahun 2003 di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jakarta, dan Jawa Barat menyimpulkan bahwa human trafficking di Indonesia merupakan masalah yang sangat kompleks karena juga diperluas oleh faktor ekonomi dan sosial budaya. Pratik human trafficking di Indonesia, perempuan dan anak menjadi jumlah korban paling tinggi, khususnya para perempuan yang bekerja sebagai TKW. Karena hal tersebut menjadi pintu gerbang yang sangat rentan bagi para TKW untuk diperjualbelikan secara tidak manusiawi oleh para pelakunya dengan cara yang illegal. Tindakan human trafficking ini juga merupakan bentuk kejahatan yang bertumbuh palingcepat dalam dunia kejahatan terorganisir, bahkan menjadi sumber pendapatan dan keuntungan terbesar ketiga bagi organisasi kejahatan internasional, setelah perdagangan narkotika dan perdagangan gelap senjata (IOM, Trafficking In Woman And Children From The Republic Of America: A Study, 2001). Indonesia dinyatakan sebagai negara dengan kasus perdagangan orang untuk pemasaran domestik yang sangat meluas dan bahkan menjadi negara sumber (supplier) bagi praktik human trafficking internasional. Data yang laporkan oleh Embassy of the United States di Jakarta dalam Laporan Perdagangan Manusia 2013 menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara asal utama, negara tujuan dan negara transit untuk kegiatan human
trafficking (www.indonesian.jakarta.usembssy.gov). Sebuah data resmi Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tahun 2010 yang lalu mengungkap secara jelas posisi Indonesia dalam human trafficking ini berada di tier 2, yang mana Indoneisa termasuk dalam kategori negara-negara dengan pemerintah yang tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum Undang-Undang, tetapi melakukan beberapa upaya yang berarti untuk memenuhi standar tersebut. Pemerintah Indonesia telah mengundangkan UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) sejak tanggal 19 April 2007 yang lebih berfokus pada tindak pidananya. Namun, ditetapkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tersebut belum dapat meredakan rasa kekhawatiran dan keadilan masyarakat, karena permasalahan human trafficking belum dapat diselesaikan dengan optimal melalui perundangan ini (Resmila, 2013). Adanya kesenjangan sosial ekonomi antar daerah dan perbedaan tingkat pendapatan dengan negara-negara tetangga telah menjadi alasan bagi banyak warga Indonesia meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di kota-kota besar dan di luar negeri sebagai tenaga kerja (Labetubun, 2009). Pusat Penelitian Pengembangan dan Informasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia menunjukan bahwa sepanjang tahun 2009 Indonesia telah menempatkan tenaga kerja dengan jumlah penempatan pertahun mencapai 632.172 orang. Kemudian pada tahun 2010, jumlah TKI tersebut berada pada 575.804 orang dan pada tahun 2011 jumlah penempatan TKI tidah jauh berbeda yakni berada pada angka 586.802 orang. Selanjutnya, pada tahun 2012
mengalami perbedaan jumlah penempatan TKI yaitu 494.609 orang dan jumlah tersebut kembali meningkat drastis pada tahun 2013 sebanyak 512.168 orang. Berikut ini merupakan tabel data Penempatan TKI tahun 2009-2013: No Tahun Jumlah TKI 1 2009 632.172 2 2010 575.804 3 2011 586.802 4 2012 494.609 5 2013 512.168 Table 1.1: Tabel Penempatan TKI tahun 2009-2013 (PUSLITFO BNP2TKI 2013) Para TKI yang di berangkatkan oleh pemerintah Indoensia ke luar negri akan bekerja dalam dua kategori yakni TKI yang bekerja formal yang secara umum akan bekerja pada sebuah perusahaan dan TKI yang bekerja informal yang akan melakukan pekerjaan di dalam rumah dan berprofesi sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT), perawat atau penjaga orang tua/jompo, perawat bayi, supir keluarga, dan perawat kebun. Jumlah kasus human trafficking di Indonesia yang tinggi tersebut disebabkan tidak adanya peraturan perundang-undangan yang komperhensif dan lemahnya penegakan hukum ditambah dengan kurangnya kepekaan pejabat pemerintah serta kesadaran masyarakat (Suhardin, 2008). Meningkatnya kasus kejahatan human trafficking disebabkan karena kemajuan teknologi dalam era globalisasi, dimana mobilitas manusia semakin meningkat. Hal ini terjadi tidak
hanya pada kota-kota besar di Indonesia, bahkan pada batas wilayah negara. Akan tetapi, keamanan di wilayah perbatasan sangatlah kurang sehingga semua orang termasuk para TKW dapat bebas keluar masuk.keadaan tersebut diperburuk dengan belum terlaksananya implementasi kebijakan nasional penghapusan perdagangan perempuan dan anak dengan baik. Kebijakan mengenai human trafficking di Indonesia tidak terlepas dari adanyapengaruh sistem internasional, dimana human trafficking merupakan suatu kejahatan transnasional. Protokol Plaermo yang telah diratifikasi oleh Indonesia membuat negara Indonesia harus sangat memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh masyarakat internasional, maka dalam pembentukan kebijakan nasional terutama dalam kebijakan mengenai human trafficking, harus memperhatikan keserasian antara falsafah hidup dankebutuhan bangsa negara serta masyarakat Indonesia dengan ketentuan yang ada didalam Protokol Palermo. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada periode pemerintahan yang lalu, Linda Amalia Agum Gumelar menyatakan dalam hasil wawancara redaksi BNP2TKI, bahwa 70% penyebab dari tindak kejahatan human trafficking adalah pengiriman TKI illegal keluar negeri (BNP2TKI, 2013). Tenaga kerja Indonesia diluar negeri sering dijadikan objek perdagangan manusia diantaranya kerja paksa dan perbudakan (Sinaga, 2010). Data yang ada menunjukan bahwa perempuan merupakan korban yang paling rentan terhadap kejahatan human trafficking dengan presentase sebesar 90,3% (BNP2TKI, 2013). Untuk itulah sangat diperlukan adanya perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta
perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apa pun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja. Melihat hal ini, penulis ingin lebih dalam lagi melihat bentuk implementasi protokol Palermo yang sudah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2009 terhadap para Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang menjadi korban human trafficking. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis mengemukakan rumusan masalah yakni: Apa bentuk implementasi Protokol Palermo oleh pemerintah Indonesia tahun 2009-2013 dalam menanggulangi permasalahan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang menjadi korban human trafficking? 1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka penelitian ini ditujukan untuk memberikan penjelasan mengenai bentuk implementasi protokol Palermo oleh pemerintah Indonesia tahun 2009-2013 dalam menanggulangi permasalahan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang menjadi korban human trafficking. 1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmu bagi akademisi mengenai bentuk implementasi protokol Palermo pada korban human trafficking di Indonesia. b. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan informasi dan pertimbangan ilmiah bagi pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya pihak yang terlibat langsung dalam permasalahan human trafficking. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam laporan penelitian ini terdiri dari empat bab, adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Penulis akan menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan dalam bab ini. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Penulis akan menyampaikan karya-karya ilmiah yang terkait dengan tema yang diteliti berikut dengan hasil dari penelitian tersebut dan pada bagian ini penulis akan mengemukakan konsep yang relevan untuk digunakan dalam penelitian ini. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Penulis akan menjabarkan jenis penelitian, sumber data, unit analisis, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik penyajian data. BAB IV : PEMBAHASAN Penulis akan menjawab pertanyaan dari rumusan masalah dengan mencantumkan gambaran umum terkait human trafficking dan protokol Palermo dan akan dilanjutkan dengan hasil analisis.
BAB V : PENUTUP Penulis akan menguraikan simpulan laporan penelitian dari penjelasan permasalahan dari bab satu sampai bab empat dan akan mencantumkan saran oleh penulis, serta dalam bab ini akan berisi jawaban terhadap rumusan masalah.