BAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. asasi perempuan dan anak diantaranya dengan meratifikasi Konferensi CEDAW (Convention

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB I PENDAHULUAN. Pemahaman di dalam masyarakat terhadap trafficking masih sangat. atau terendah di dalam merespon isu ini. 2

B A B 1 P E N D A H U L U A N. Perdagangan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan terjadi

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BERITA NEGARA. No.1048, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Perdagangan Orang. Pencegahan. Penanganan. Panduan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human trafficking) merupakan fenomena yang. berkembang secara global dan merupakan dampak negatif dari semakin

I. PENDAHULUAN. setelah China, India, dan USA. Kondisi ini menyebabkan jumlah pencari kerja

BAB V PENUTUP. kriminalitas namun perdagangan anak juga menyangkut tentang pelanggaran terhadap

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

BAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan orang merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari

BAB I PENDAHULUAN. serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang. ditentukan dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2007.

Institute for Criminal Justice Reform

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya kasus trafiking yang tidak dipungkiri sering terjadi di Indonesia sendiri.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PENGATURAN-PENGATURAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA. Oleh: Nurul Hidayati, SH. 1.

LATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style

WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA ASAL INDONESIA TERKAIT TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG BERDASARKAN HUKUM NASIONAL DAN HUKUM INTERNASIONAL *

Lex et Societatis, Vol. II/No. 9/Desember/2014

GUBERNUR KEPULAUAN RIAU

BAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor

BAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Di masa lalu

Mewaspadai Modus Operandi Human Trafficking (Perdagangan Orang) Dan Strategi Penanggulangannya

STIMIK AMIKOM YOGYAKARTA

BAB III KETENTUAN RESTITUSI TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PASAL 48 AYAT 2 UU RI NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP

TINJAUAN YURIDIS KEJAHATAN PERDAGANGAN MANUSIA (HUMAN TRAFFIKKING) SEBAGAI KEJAHATAN LINTAS BATAS NEGARA. Oleh: Novianti 1

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang

PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 25/KEP/MENKO/KESRA/IX/2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. orang migrasi ke kota untuk bekerja. Adanya migrasi ke kota membawa

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN Oleh : Yulia Monita 1.

HUKUMAN MATI NARAPIDANA NARKOBA DAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Nita Ariyulinda *

Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

UPAYA PENANGGULANGAN PERDAGANGAN TENAGA KERJA (TRAFFICKING IN PERSON FOR LABOR) DI INDONESIA

Setiap negara memiliki kelebihan dan kekurangan akan faktor tenaga kerja, negara berkembang membutuhkan tenaga kerja ahli dengan kemampuan khusus, dim

DAERAH TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PERDAGANGAN ORANG TERUTAMA PEREMPUAN DAN ANAK. BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai

BAB I PENDAHULUAN. kekuatan pertahanan keamanan negara lainnya membina. terjadi dikalangan masyarakat pada umumnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau

ANGGOTA GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN

BAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan

I. PENDAHULUAN. adalah perdagangan orang, terutama perempuan dan anak ( trafficking in persons especially

BAB I PENDAHULUAN. Nazala, RM, Transnational Actors Organized Crime,dalam ceramah kelas Tranasionalisme Dalam Politik Dunia, Pada 01 Oktober

I. PENDAHULUAN. Pelanggaran dan kejahatan kemanusiaan terjadi dalam berbagai bentuk, salah satu

I. PENDAHULUAN. orang itu sendiri merupakan fenomena kejahatan terorganisir Internasional yang memiliki daya

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

Perdagangan anak yang dipahami disini adalah perdagangan orang. Undang-undang Republik Indonesia No.21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Masih banyaknya masalah yang telah disebutkan sebelumnya dapat dilih at bahwa India membutuhkan waktu yang cukup lama dalam menerapkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini, sebab sebagai mahluk yang bermartabat tinggi, manusia bagaimana pun

HAK ANAK DALAM KETENAGAKERJAAN

BAB III DESKRIPSI ASPEK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:

BAB I PENDAHULUAN. mengikat maka Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial, sejak dalam kandungan sampai dilahirkan anak. mempunyai hak atas hidup dan merdeka serta mendapat perlindungan baik

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan negara persinggahan. Negara Indonesia menjadi negara. Hal ini pula yang menjadi suatu kendala bagi Negara Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. feminisme yang berkembang mulai abad ke-18 telah menjadi salah satu penanda

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA HUMAN TRAFFICKING: SEBUAH KEGAGALAN PEMBANGUNAN MANUSIA

24 HUKUM DALAM PERMASALAHAN PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA. Oleh: Andi Rezky Aprilianty Punagi, Ishartono, & Gigin Ginanjar Kamil Basar

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari, baik di lingkup domestik (rumah tangga) maupun publik.

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan jumlah penduduk dunia meningkat sangat pesat, ditandai dengan

PERDAGANGAN ORANG (TRAFFICKING) TERUTAMA PEREMPUAN & ANAK DI KALIMANTAN BARAT

IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI KABUPATEN SUBANG PROVINSI JAWA BARAT

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

BAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan

KONVENSI HAK ANAK : SUATU FATAMORGANA BAGI ANAK INDONESIA?

K105 PENGHAPUSAN KERJA PAKSA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG LARANGAN PERDAGANGAN PEREMPUAN SERTA IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA MOHAMMAD FADIL / D

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA,

MASALAH PERDAGANGAN MANUSIA YANG TERJADI DI INDONESIA. Nama : Akbar Pradipta Nomor : Dosen : Mohammad Idris.P,DRS,MM

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset masa depan dalam kehidupan berbangsa. Anak

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

Asesmen Gender Indonesia

B A B PENDAHULUAN. Perdagangan manusia merupakan salah satu bentuk kejahatan yang merampas hak

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan human trafficking yang terjadi di Indonesia kini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak dalam wujudnya yang illegal dan terselubung berupa human trafficking. Suatu bentuk penguasaan atas diri orang lain yang dilakukan dengan cara membujuk, merayu, menipu, bahkan mengancam kelompok yang rentan (dalam hal ini perempuan dan anak-anak) untuk direkrut dan dibawa kedaerah lain bahkan kenegara lain untuk diperjualbelikan dan dipekerjakan diluar kemauan dan keinginan orang tersebut dalam berbagai bentuk pekerjaan yang bersifat eksploitatif. Selanjutnya isu human trafficking menjadi suatu permasalahan besar yang menarik perhatian regional maupun internasional. Human trafficking merupakan tindakan yang bertentangan dengan Hak Asasi Manusia. Awalnya, human trafficking dinilai hanya sebatas sebagai tindakan kriminal memperkerjakan orang sebagai Pekerja Seks, akan tetapi saat ini permasalahan tersebut sudah jauh berkembang menjadi masalah yang lebih memprihatinkan. Bentuk-bentuk human trafficking antara lain kerja paksa seks dan eksploitasi seks, pembantu rumah tangga (PRT), Penari penghibur, pengantin pesanan, dan transpalansi organ tubuh. Hal ini terjadi akibat adanya faktor-faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya praktik human trafficking antara lain, kualitas hidup miskin, perilaku konsumtif, factor budaya masyarakat yang

mencakup peran perempuan dalam keluarga yang menomorduakan derajat perempuan dan perkawinan dini terhadap anak perempuan, jeratan hutang, kurangnya pencatatan kelahiran, korupsi dan lemahnya penegakan hukum, serta peran media massa yang belum maksimal dalam memberikan berita dan informasi terkait human trafficking. Penelitian ILO-IPEC pada tahun 2003 di Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Jakarta, dan Jawa Barat menyimpulkan bahwa human trafficking di Indonesia merupakan masalah yang sangat kompleks karena juga diperluas oleh faktor ekonomi dan sosial budaya. Pratik human trafficking di Indonesia, perempuan dan anak menjadi jumlah korban paling tinggi, khususnya para perempuan yang bekerja sebagai TKW. Karena hal tersebut menjadi pintu gerbang yang sangat rentan bagi para TKW untuk diperjualbelikan secara tidak manusiawi oleh para pelakunya dengan cara yang illegal. Tindakan human trafficking ini juga merupakan bentuk kejahatan yang bertumbuh palingcepat dalam dunia kejahatan terorganisir, bahkan menjadi sumber pendapatan dan keuntungan terbesar ketiga bagi organisasi kejahatan internasional, setelah perdagangan narkotika dan perdagangan gelap senjata (IOM, Trafficking In Woman And Children From The Republic Of America: A Study, 2001). Indonesia dinyatakan sebagai negara dengan kasus perdagangan orang untuk pemasaran domestik yang sangat meluas dan bahkan menjadi negara sumber (supplier) bagi praktik human trafficking internasional. Data yang laporkan oleh Embassy of the United States di Jakarta dalam Laporan Perdagangan Manusia 2013 menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara asal utama, negara tujuan dan negara transit untuk kegiatan human

trafficking (www.indonesian.jakarta.usembssy.gov). Sebuah data resmi Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tahun 2010 yang lalu mengungkap secara jelas posisi Indonesia dalam human trafficking ini berada di tier 2, yang mana Indoneisa termasuk dalam kategori negara-negara dengan pemerintah yang tidak sepenuhnya memenuhi standar minimum Undang-Undang, tetapi melakukan beberapa upaya yang berarti untuk memenuhi standar tersebut. Pemerintah Indonesia telah mengundangkan UU Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO) sejak tanggal 19 April 2007 yang lebih berfokus pada tindak pidananya. Namun, ditetapkannya Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tersebut belum dapat meredakan rasa kekhawatiran dan keadilan masyarakat, karena permasalahan human trafficking belum dapat diselesaikan dengan optimal melalui perundangan ini (Resmila, 2013). Adanya kesenjangan sosial ekonomi antar daerah dan perbedaan tingkat pendapatan dengan negara-negara tetangga telah menjadi alasan bagi banyak warga Indonesia meninggalkan kampung halamannya untuk mencari kehidupan yang lebih baik di kota-kota besar dan di luar negeri sebagai tenaga kerja (Labetubun, 2009). Pusat Penelitian Pengembangan dan Informasi Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia menunjukan bahwa sepanjang tahun 2009 Indonesia telah menempatkan tenaga kerja dengan jumlah penempatan pertahun mencapai 632.172 orang. Kemudian pada tahun 2010, jumlah TKI tersebut berada pada 575.804 orang dan pada tahun 2011 jumlah penempatan TKI tidah jauh berbeda yakni berada pada angka 586.802 orang. Selanjutnya, pada tahun 2012

mengalami perbedaan jumlah penempatan TKI yaitu 494.609 orang dan jumlah tersebut kembali meningkat drastis pada tahun 2013 sebanyak 512.168 orang. Berikut ini merupakan tabel data Penempatan TKI tahun 2009-2013: No Tahun Jumlah TKI 1 2009 632.172 2 2010 575.804 3 2011 586.802 4 2012 494.609 5 2013 512.168 Table 1.1: Tabel Penempatan TKI tahun 2009-2013 (PUSLITFO BNP2TKI 2013) Para TKI yang di berangkatkan oleh pemerintah Indoensia ke luar negri akan bekerja dalam dua kategori yakni TKI yang bekerja formal yang secara umum akan bekerja pada sebuah perusahaan dan TKI yang bekerja informal yang akan melakukan pekerjaan di dalam rumah dan berprofesi sebagai penata laksana rumah tangga (PLRT), perawat atau penjaga orang tua/jompo, perawat bayi, supir keluarga, dan perawat kebun. Jumlah kasus human trafficking di Indonesia yang tinggi tersebut disebabkan tidak adanya peraturan perundang-undangan yang komperhensif dan lemahnya penegakan hukum ditambah dengan kurangnya kepekaan pejabat pemerintah serta kesadaran masyarakat (Suhardin, 2008). Meningkatnya kasus kejahatan human trafficking disebabkan karena kemajuan teknologi dalam era globalisasi, dimana mobilitas manusia semakin meningkat. Hal ini terjadi tidak

hanya pada kota-kota besar di Indonesia, bahkan pada batas wilayah negara. Akan tetapi, keamanan di wilayah perbatasan sangatlah kurang sehingga semua orang termasuk para TKW dapat bebas keluar masuk.keadaan tersebut diperburuk dengan belum terlaksananya implementasi kebijakan nasional penghapusan perdagangan perempuan dan anak dengan baik. Kebijakan mengenai human trafficking di Indonesia tidak terlepas dari adanyapengaruh sistem internasional, dimana human trafficking merupakan suatu kejahatan transnasional. Protokol Plaermo yang telah diratifikasi oleh Indonesia membuat negara Indonesia harus sangat memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh masyarakat internasional, maka dalam pembentukan kebijakan nasional terutama dalam kebijakan mengenai human trafficking, harus memperhatikan keserasian antara falsafah hidup dankebutuhan bangsa negara serta masyarakat Indonesia dengan ketentuan yang ada didalam Protokol Palermo. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada periode pemerintahan yang lalu, Linda Amalia Agum Gumelar menyatakan dalam hasil wawancara redaksi BNP2TKI, bahwa 70% penyebab dari tindak kejahatan human trafficking adalah pengiriman TKI illegal keluar negeri (BNP2TKI, 2013). Tenaga kerja Indonesia diluar negeri sering dijadikan objek perdagangan manusia diantaranya kerja paksa dan perbudakan (Sinaga, 2010). Data yang ada menunjukan bahwa perempuan merupakan korban yang paling rentan terhadap kejahatan human trafficking dengan presentase sebesar 90,3% (BNP2TKI, 2013). Untuk itulah sangat diperlukan adanya perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta

perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apa pun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja. Melihat hal ini, penulis ingin lebih dalam lagi melihat bentuk implementasi protokol Palermo yang sudah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 2009 terhadap para Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang menjadi korban human trafficking. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis mengemukakan rumusan masalah yakni: Apa bentuk implementasi Protokol Palermo oleh pemerintah Indonesia tahun 2009-2013 dalam menanggulangi permasalahan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang menjadi korban human trafficking? 1.3 Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka penelitian ini ditujukan untuk memberikan penjelasan mengenai bentuk implementasi protokol Palermo oleh pemerintah Indonesia tahun 2009-2013 dalam menanggulangi permasalahan Tenaga Kerja Wanita Indonesia yang menjadi korban human trafficking. 1.4 Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmu bagi akademisi mengenai bentuk implementasi protokol Palermo pada korban human trafficking di Indonesia. b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan informasi dan pertimbangan ilmiah bagi pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya pihak yang terlibat langsung dalam permasalahan human trafficking. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam laporan penelitian ini terdiri dari empat bab, adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Penulis akan menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, ruang lingkup masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan dalam bab ini. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Penulis akan menyampaikan karya-karya ilmiah yang terkait dengan tema yang diteliti berikut dengan hasil dari penelitian tersebut dan pada bagian ini penulis akan mengemukakan konsep yang relevan untuk digunakan dalam penelitian ini. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Penulis akan menjabarkan jenis penelitian, sumber data, unit analisis, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik penyajian data. BAB IV : PEMBAHASAN Penulis akan menjawab pertanyaan dari rumusan masalah dengan mencantumkan gambaran umum terkait human trafficking dan protokol Palermo dan akan dilanjutkan dengan hasil analisis.

BAB V : PENUTUP Penulis akan menguraikan simpulan laporan penelitian dari penjelasan permasalahan dari bab satu sampai bab empat dan akan mencantumkan saran oleh penulis, serta dalam bab ini akan berisi jawaban terhadap rumusan masalah.