Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang
|
|
- Lanny Tanudjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 1 Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Novelina MS Hutapea Dosen Fakultas Hukum USI Ringkasan Manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan yang sangat mulia, berakal budi, berakhal dan bermartabat. Oleh sebab itu, pelanggaran terhadap hak asasi manusia seperti memperdagangkan sesuatu barang dagangan yang dapat dibeli, dijual, dipindahkan, dipekerjakan dan diabaikan hak-haknya adalah suatu perbuatan yang tidak manusiawi dan harus diberantas. Penanggulangan tindak pidana perdagangan manusia (orang) bertujuan untuk mencegah dan memberantas tindak kriminal tersebut. Upaya penanggulangan telah direalisasikan dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 yang telah mengatur secara khusus tentang tindak pidana perdagangan orang sekaligus dengan sanksi pidana yang diancamkan bagi pelakunya. Namun selain penanggulangan yang mengandalkan hukum sebagai instrumennya, perlu pula dilaksanakan upaya lain tanpa menggunakan instrument hukum (pidana) untuk mencapai efektivitas penanggulangan tindak pidana perdagangan orang. Kata kunci : perdagangan orang, tindak pidana, manusiawi Pendahuluan Perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia dan juga merupakan salah satu bentuk perlakuan terburuk dari pelanggaran harkat serta martabat manusia. Tidak ada satupun negara di dunia ini yang menyetujui bentuk-bentuk perdagangan orang dan terus mengupayakan pemberantasan terhadap tindakan tersebut didasari pemahaman bahwa manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa yang paling sempurna dan harus dijunjung tinggi harkat serta martabatnya sehingga tidak layak untuk diperdagangkan. Perdagangan orang dari waktu ke waktu khususnya perempuan dan anak telah meluas dalam bentuk jaringan kejahatan baik yang terorganisasi maupun tidak terorganisasi, baik bersifat antar negara maupun dalam negeri. Keadaan ini telah mengancam masyarakat, bangsa dan negara serta ancaman pula terhadap norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia. Kajian terhadap masalah kejahatan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat memang tidak cukup sampai penjatuhan pidana saja terhadap pelaku tanpa mencari apa latar belakang yang menjadi pemicu terjadinya kejahatan tersebut. Hal ini didasari pada pengamatan di beberapa kasus yang terjadi bahwa faktor penyebab terjadinya kejahatan sebagai akar permasalahan justru menjadi faktor penyebab sulitnya menanggulangi kejahatan tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa penelitian empiris menunjukkan bahwa perempuan dan anak adalah orang-orang yang tergolong rentan menjadi objek perdagangan orang. Salah satu faktor penyebabnya adalah kemiskinan. Kemiskinan membuat orang kadangkala mau
2 2 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 melakukan apa saja demi dapat bertahan hidup dan menopang kehidupan anggota keluarga yang lainnya.kondisi kemiskinan ini pula yang menjadi objek perhatian manusia lainnya yang mau mengambil kesempatan dari kesulitan sesamanya manusia. Tawaran untuk mendapatkan pekerjaan pun akan mudah diterima oleh pihak yang membutuhkannya, tanpa menyadari adanya jebakan di balik tawaran pekerjaan yang diajukan, seperti kemujngkinan untuk tujuan pelacuran atau eksploitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan dan bentuk-bentuk lain dari eksploitasi yang menimbulkan penderitaan bagi korban baik secara fisik maupun psikis. Dengan demikian, harus dipahami bahwa meskipun telah ada sanksi yang tegas sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang, namun penegakan hukum harus tetap dibarengi dengan perbaikan taraf perekonomian masyarakat, pendidikan formal dan informal yang memadai serta kesadaran hukum masyarakat sebagai basis untuk dapat hidup layak, mandiri serta tidak mudah terpengaruh terhadap bujuk rayu untuk memperoleh pekerjaan tanpa tujuan yang jelas. Pencegahan dan penanganan tindak pidana perdagangan orang bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, masyarakat dan keluarga. Upaya ini dilakukan dengan mewujudkan langkah-langkah yang komprehensif dan terpadu maupun dengan mengembangkan kerja sama internasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Rumusan Masalah 1. Apa faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang? 2. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana perdagangan orang? Metode Penelitian 1. Metode penelitian kepustakaan (library research) Dengan menggunakan metode kepustakaan, data sekunder yang diperlukan untuk menjawab/membahas permasalahan yang telah dirumuskan diperoleh dengan mengumpulkan, membaca dan menganalisa secara sistematis dan logis buku-buku kepustakaan dan juga perundang-undangan yang ada relevansinya dengan permasalahan yang telah dirumuskan. 2. Metode penelitian lapangan (field research) Selain membutuhkan data sekunder, data primer juga sangat dibutuhkan untuk penyelesaian penelitian ini dan untuk itu penelitian dilaksanakan di Pengadilan Negeri Pematangsiantar untuk mempelajari kasus yang telah diputus berkaitan dengan tindak pidana perdagangan orang dan penerapan sanksi pidana terhadap pelaku sebagai salah satu upaya penanggulangannya setelah Undang-undang Nomor 1 Tahun 2007 berlaku.
3 3 Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang - Novelina MS Hutapea Pembahasan a. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Pidana Perdagangan Orang Usaha untuk memahami kejahatan itu sebenarnya telah berabad-abad lalu dipikirkan oleh para ilmuwan terkenal. Plato ( sm) menyatakan dalam bukunya Republiek bahwa emas, manusia merupakan sumber dari banyak kejahatan. Sementara itu, Aristoteles ( sm) menyatakan bahwa kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa yang perlu untuk hidup, tetapi untuk kemewahan. Sedangkan Thomas Aquino ( ) memberikan pendapatnya tentang pengaruh kemiskinan atas kejahatan. Orang kaya yang hidup untuk kesenangan dan memboros-boroskan kekayaannya, jika suatu kali jatuh miskin, mudah menjadi pencuri. Bonger menempatkan satu lagi penulis masa lampau yaitu Thomas More ( ). Penulis buku Utopia (1516) ini menceritakan bahwa hukuman berat yang dijatuhkan kepada penjahat pada waktu itu tidak berdampak banyak untuk menghapus kejahatan yang terjadi. Untuk itu katanya, harus dicari sebab musabab kejahatan dan menghapuskannya. Dengan demikian, mencari sebab musabab atau faktor-faktor penyebab terjadinya suatu kejahatan sebagaimana halnya dengan kejahatan perdagangan perempuan dan anak menjadi suatu penelitian yang penting untuk membahas kejahatan itu dan mengupayakan penanggulangannya. Di dalam ilmu kriminologi sebagai ilmu yang berobjekan kejahatan adalah etilogi kriminologi yang merupakan cabang ilmu kriminologi yang mencari sebab musabab dari kejahatan. Dalam kriminologi, etilogi kejahatan merupakan kajian yang paling utama. Dengan berpedoman pada kajian secara kriminologi khususnya etilogi kriminologi, maka dalam penulisan/ penelitian ini dapat dikemukakan beberapa faktor penyebab tindak pidana perdagangan orang terutama perempuan dan anak, sebagai berikut: 1. Faktor Ekonomi. Kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor yang mempunyai andil dalam menciptakan kerentanan terhadap perdagangan, tetapi keinginan untuk menikmati penghasilan yang lebih tinggi dapat mendorong orang untuk memasuki siklus migrasi dengan menghadapi resiko diperdagangkan. Penduduk yang miskin mungkin akan lebih rentan terhadap perdagangan. Hal ini tidak hanya disebabkan lebih sedikitnya pilihan yang tersedia untuk mencari nafkah, tetapi juga karena mereka memegang kekuasaan sosial yang lebih kecil, sehingga mereka tidak mempunyai terlalu banyak akses untuk memperoleh bantuan dan ganti rugi. Disamping itu dengan status sosial mereka yang lebih rendah, penduduk miskin juga mempunyai kekuatan yang lebih sedikit untuk menyuarakan keluhannya.
4 4 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 Pada saat ini peran perempuan dalam keluarga bukan lagi hanya sekedar sebagai istri dan ibu, tapi lebih dari itu, peran perempuan sudah meluas sampai kepada harus bertanggung jawab untuk memastikan bahwa keluarganya masih dapat bertahan hidup. Banyak perempuan dalam sebuah keluarga menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga. Keadaan seperti ini memungkinkan bahwa perempuan memutuskan untuk meninggalkan keluarganya bermigrasi. Dalam situasi inilah maka perempuan tersebut rentan menjadi korban kekerasan, eksploitasi dan perdagangan dalam proses migrasi. Banyak perempuan Indonesia membantu menghidupi keluarga mereka dengan bekerja di sawah atau di perkebunan, atau dengan bekerja di rumah dalam industri rumah tangga. Pendapat dari kegiatankegiatan ini pada masa sekarang sudah tidak cukup lagi untuk menghidupi keluarga, atau karena keluarga tidak mempunyai tanah lagi, anggota keluarga bermigrasi untuk mencari pekerjaan. Untuk menghidupi keluarga mereka, perempuan bermigrasi ke kota-kota besar dan ke luar negeri untuk menjadi pembantu rumah tangga atau pengasuh anak/orang lanjut usia. Demikian juga halnya dengan anakanak yang terpaksa mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga karena faktor kemiskinan juga sangat rentan terhadap perdagangan untuk tujuan eksploitasi seksual. Biasanya anak-anak korban perdagangan ini bekerja pada tempat-tempat kasar dengan upah rendah, seperti di perkebunan, jermal, pekerja restoran, tenaga penghibur, perkawinan kontrak, dan dijadikan pekerja seks komersial. 2. Faktor pendidikan dan ketrampilan. Dewasa ini memang tingkat pendidikan di Indonesia telah mencapai kemajuan, tetapi tetap saja masih banyak penduduk yang mengecap tidak lebih dari beberapa tahun pendidikan di bangku sekolah dasar. Keadaan ini lebih dipertajam lagi dengan situasi yang menggambarkan kehadiran perempuan di sekolah justru cenderung lebih rendah dari laki-laki. Tingkat pendidikan juga jelas dapat dilihat dari perbedaannya antara di desa dan di kota, dimana perempuan yang berada di pedesaan mempunyai pendidikan yang sangat rendah dibandingkan dengan perempuan yang tinggal di kota. Apa yang melatarbelakangi keadaan ini adalah tidak terlepas dari pendapatan pencaharian yang jelas berbeda antara di desa dan di kota. Di dalam keluarga yang tidak mampu, mengirimkan semua anak mereka bersekolah adalah sangat sulit. Berdasarkan kesulitan itu, prioritas utama biasanya akan diberikan pada anak laki-laki. Tingkat pendidikan yang rendah dan kebutahurufan akan membuat perempuan menghadapi resiko yang lebih besar untuk menghadapi eksploitasi dan perdagangan, karena mereka tidak mampu membaca atau memahami kontrak kerja atau dokumen imigrasi. Hambatan itu juga akan semakin
5 5 Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang - Novelina MS Hutapea menyulitkan mereka dalam mencari bantuan, karena mereka tidak mengetahui hak-hak mereka. Tidak hanya pendidikan yang rendah menyebabkan kaum perempuan terutama di pedesaan yang sulit memperoleh pekerjaan, akan tetapi ditambah lagi dengan tidak adanya ketrampilan yang dapat diperoleh dari pendidikan informal sebagai bekal untuk mencari nafkah. Hal ini menyebabkan adanya sejumlah janji akan dipekerjakan di luar daerah ataupun di luar negeri dengan penghasilan yang cukup tinggi, menjadi faktor pendorong bagi mereka untuk menerima tawaran tanpa menyadari maksud-maksud buruk dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan kesulitan hidup para kaum perempuan yang berasal dari keluarga tidak mampu tersebut. 3. Faktor Hukum. Faktor hukum sangat menentukan terselenggaranya perlindungan terhadap hak-hak seseorang. Faktor hukum dalam hal ini dimaksudkan berkaitan dengan undang-undang yang bias gender dan juga undang-undang yang mengatur tentang penghapusan perdagangan orang khususnya perempuan dan anak di Indonesia. Undangundang dan kebijakan dapat membuat perempuan semakin rentan terhadap perdagangan. Sebagai contoh, jika ada persoalan yang menempatkan seorang perempuan meminta cerai dari suaminya karena suaminya suka melakukan kekerasan yang menyebabkan dirinya telah mengalami cukup lama dan banyak penderitaan. Menurut undang-undang perkawinan seorang perempuan yang menuntut cerai dengan alasan apapun tidak berhak menuntut tunjangan dari mantan suaminya. Dengan demikian ia harus mencari jalan untuk menghidupi dirinya sendiri. Jika perempuan itu berpendidikan rendah dan tidak mempunyai banyak pengalaman kerja, pilihan yang ada terbatas jumlahnya, sehingga sangat rentan menjadi korban perdagangan orang. Contoh kasus yang dikemukakan di atas hanyalah salah satu dari masih banyaknya kasus yang menggambarkan belum terakomodasinya dengan maksimal pengaturan perlindungan terhadap hak-hak perempuan Indonesia menjadi potensi kerentanan perempuan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang. b. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tujuan pembangunan suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam proses pelaksanaan pemerataan pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, dalam realitanya menunjukkan masih banyak rakyat marginal. Kenyataan ini menggambarkan bahwa memang masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menikmati hasilhasil pembangunan dan hidup dalam kemiskinan. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya kemiskinan menjadi salah satu faktor rentannya
6 6 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@2013 perempuan dan anak menjadi korban perdagangan. Sampai saat ini pemerintah belum mampu mengentaskan masalah kemiskinan ini. Demikian juga masalah lapangan kerja dan kesempatan kerja yang masih membuat diskriminasi antara perempuan dan laki-laki membuat kaum perempuan mempunyai peluang yang lebih sempit untuk mendapatkan pekerjaan. Banyak perusahaan-perusahaan yang tidak mau menerima calon tenaga kerja perempuan yang sudah menikah. Kebutuhan hidup keluarga membuat perempuan yang menganggur mudah tergiur menerima bujukan atau janji dari penyalur tenaga kerja untuk bekerja di luar negeri, tanpa menyadari bahwa tujuan sebenarnya adalah untuk mengeksploitasi mereka. Dengan demikian dilema pengangguran dan diskriminasi gender dalam memperoleh pekerjaan juga menjadi kendala pemerintah dalam menanggulangi perdagangan perempuan, sementara untuk mengungkapkan tindak pidana ini pun masih banyak kendala yang dihadapi oleh pemerintah. Banyak tindak kriminal perdagangan orang ini yang tidak dilaporkan, apalagi dalam kasus-kasus perdagangan perempuan dan anak dengan tujuan eksploitasi seksual. Biasanya hal itu dianggap sebagai aib yang harus ditutup rapat-rapat dan tidak perlu diketahui orang banyak. Di sisi lain banyaknya kasus yang tidak dilaporkan adalah disebabkan kurangnya pengetahuan korban atau keluarganya untuk mengadukan kasus yang menimpa korban sendiri ataupun keluarganya. Keadaan ini lebih dipersulit lagi dengan keadaan perekonomian korban atau keluarga dari korban yang pada umumnya berasal dari keluarga tidak mampu untuk membiayai segala sesuatu yang berkaitan selama proses pelaporan sampai persidangan berlangsung, misalnya biaya transport. Faktor lainnya yang menyebabkan sulitnya menanggulangi tindak pidana perdagangan orang adalah telah teroganisasinya dengan rapi jaringan kejahatan tersebut, dan sudah melintasi batas negara (transnasional). Pola dan pelakunya sangat susah untuk dilacak sebab domisili mereka biasanya tidak jelas dan selalu berpindah-pindah. Dengan kerapian dan luasnya jaringan kejahatan trafficking ini, pemerintah khususnya aparat penegak hukum maupun aparat lainnya yang terkait dalam masalah ini sulit untuk membekuk para pelakunya dan kemudian memprosesnya secara hukum sampai akar-akarnya. Disisi lain praktek penyuapan terhadap aparat penegak hukum yang masih membudaya di Indonesia juga mempengaruhi sulinya mengungkapkan tindak pidana perdagangan orang ini. Pada ketika proses hukum berlangsung apabila kasus perdagangan orang itu terungkap, banyak yang tidak dilanjutkan ketahap penuntutan dan persidangan dengan alasan tidak cukup bukti. Hal ini dapat dipahami karena sebagai kejahatn terorganiser dibidang perdagangan perempuan dan anak maka
7 7 Penanggulangan Tindak Pidana Perdagangan Orang - Novelina MS Hutapea orang atau organisasi yang menjadi pelaku kejahatan ini adalah pemilik modal yang besar dan memungkinkan mereka melakukan penyuapan terhadap aparat penegak hukum. Secara juridis langkah yang tepat untuk menganggulangi tindak pidana perdagangan orang adalah dengan upaya penegakan hukum dan menjatuhkan saksi pidana yang tepat bagi pelakunya. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, sebenarnya sudah ada perundang-undangan di Indonesia yang sudah merumuskan tentang tindak pidana perdagangan orang, seperti KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) walaupun peraturannya belum sejelas ketentuan yang sudah diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dengan demikian dapat dipahami bahwa selama ini bukan berarti bahwa para pelaku perdagangan orang khususnya perempuan dan anak tidak dapat dijerat dengan hukum positif Indonesia. Ada beberapa ketentuan perundang-undangan yang dapat dipakai untuk menjerat hukum para pelaku kejahatan itu karena sudah mengkriminalisasi sejumlah perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai perdagangan yang dapat dihukum. Undang-undang yang mengkriminalisasi kejahatan perdagangan (trafficking) orang ini tersebut, dapat berfungsi : 1. Menyusun pedoman bagi para penegak hukum untuk mengambil tindakan hukum terhadap pelaku trafficking dengan menggunakan undang-undang yang sudah ada itu, 2. Membuat rekomendasi untuk reformasi hukum nasional terutama KUHP agar sejalan dengan peraturan-peratura internasional, seperti konvensi PBB. Selama belum keluarnya Undang- Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang tersebut, maka untuk menerapkan ketentuan pidana terhadap pelaku perdagangan perempuan, landasan juridis yang dipergunakan adalah KUHP, sedangkan untuk pelaku perdagangan anak dipakai KUHP dan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Berdasarkan penelitian di lapangan yaitu Pengadilan Negeri Pematangsiantar, telah diterapkan sanksi pidana yang maksimal bagi pelaku tindak pidana perdagangan orang sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 seperti dalam putusan Nomor : 101/Pid.B/2008 PN-PMS, tanggal 13 Agustus 2008, dalam upaya menanggulangi tindak pidana perdagangan orang. Kesimpulan dan Saran a. Kesimpulan 1. Faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang adalah faktor kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan, dan pengaturan hukum yang masih kurang memberikan perlindungan, khususnya terhadap perempuan.
8 8 ilmiah dosen upload : biro sistem informasi data & hubungan masyarakat@ Penanggulangan tindak pidana perdagangan orang dapat diupayakan dengan cara penegakan hukum dan menerapkan sanksi yang tegas bagi pelaku sekaligus mencari dan menanggulangi faktor penyebab terjadinya tindak pidana perdagangan orang tersebut. b. Saran Agar pemerintah mengusahakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi masyarakat khususnya bagi yang masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah untuk menghindari banyaknya pengangguran terutama perempuan yang rentan menjadi korban perdagangan orang dan perlu dilaksanakan penyuluhan yang terprogram dengan baik kepada masyarakat khususnya di desa yang penduduknya masih hidup dengan taraf ekonomi yang sulit agar memahami tindak pidana perdagangan orang dan akibatnya, sehingga dapat menghindarkan diri menjadi korban perdagangan orang. Sedangkan bagi setiap pelaku perdagangan orang agar dijatuhi sanksi pidana yang maksimal sesuai dengan pengaturan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2007 mengingat bahwa akibat tindak pidana ini sangat berbahaya dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Daftar Pustaka Rosenberg Ruth, Perdagangan Perempuan Dan Anak Di Indonesia, Internasional Catholik Migration Cimission (JCMC), Jakarta. Santoso Topo Dan Zulfa Eva Achjani, Kriminologi, PT. Raja Grafindo, Jakarta. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Pemberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang. Putusan Pengadilan Negeri Nomor 101/Pid.B/2008PN-PMS, tanggal 13 Agustus Catatan : Tulisan ini telah dipublikasi pada Jurnal : Habonaron Do Bona; Edisi 2, Juli ; ISSN : Atmasasmita Romli, Teori Dan Kapita Selecta Kriminologi, Refika Aditama, Bandung. Bassar M. Sudradjat, Tindak-tindak Pidana Tertentu Di Dalam KUHP, CV. Karya Remadja, Bandung.
Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana
1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Anak
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Pengertian Tindak Pidana Perdagangan Anak Belum ada rumusan yang memadai tentang Human Trafficking, penggunaan yang paling mungkin untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia yang mempunyai harkat dan martabat yang melekat didalam diri setiap manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi
Lebih terperinciInstitute for Criminal Justice Reform
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan beberapa peraturan, khususnya tentang hukum hak asasi manusia dan meratifikasi beberapa konvensi internasional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN
Lebih terperinciPeranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak
1 Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Undang-undang Nomor 3
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan manusia atau istilah Human Trafficking merupakan sebuah kejahatan yang sangat sulit diberantas dan disebut oleh masyarakat Internasional sebagai bentuk perbudakan
Lebih terperinci- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan
Pendahuluan Kekerasan apapun bentuknya dan dimanapun dilakukan sangatlah ditentang oleh setiap orang, tidak dibenarkan oleh agama apapun dan dilarang oleh hukum Negara. Khusus kekerasan yang terjadi dalam
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Di era globalisasi dan perkembangan teknologi dan komunikasi, telah menyebabkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dan perkembangan teknologi dan komunikasi, telah menyebabkan perubahan dalam masyarakat aneka dan corak perilaku yang berbeda beda satu dengan yang lainnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kaum perempuan yang dipelopori oleh RA Kartini. Dengan penekanan pada faktor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia diawali dan pergerakan kaum perempuan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan. Pelacuran dan pornografi merupakan eksploitasi seksual secara komersial atas perempuan yang merendahkan harkat dan martabat perempuan dan merupakan pelanggaran
Lebih terperinciPeran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga
1 Peran dan Masalah yang Dihadapi Penyidik Polri dalam Proses Perkara Tindakan Kekerasan dalam Rumah Tangga Novelina MS Hutapea Dosen Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Dalam upaya penghapusan kekerasan
Lebih terperinciPELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)
PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Disusun oleh : NAMA : ELI JOY AMANDOW NRS : 084 MATA KULIAH : HAM PENDIDIKAN KHUSUS KEIMIGRASIAN ANGKATAN II 2013
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukkan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup
Lebih terperinciBAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Defenisi Human Trafficking Protokol Palermo Tahun 2000 : Perdagangan orang haruslah berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perdagangan Manusia untuk tenaga kerja (Trafficking in persons for labor) merupakan masalah yang sangat besar. Data Perdagangan Manusia di Indonesia sejak 1993-2003
Lebih terperinciNaskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA I. UMUM Keutuhan dan kerukunan rumah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka. Penegakan Hukum harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku juga berdasarkan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN
PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi sekarang ini mengakibatkan kemajuan di segala bidang, bukan saja masalah kehidupan ekonomi, tetapi telah melanda dalam kehidupan politik,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perdagangan terhadap orang di Indonesia dari tahun ke tahun jumlahnya semakin meningkat dan sudah mencapai taraf memprihatinkan. Bertambah maraknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dampak yang buruk terhadap manusia jika semuanya itu tidak ditempatkan tepat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin tingginya nilai sebuah peradaban dari masa ke masa tentunya mampu memberikan kemajuan bagi kehidupan manusia, namun tidak dapat dilupakan juga bahwa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. orang/manusia bukan kejahatan biasa (extra ordinary), terorganisir
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human trafficking) merupakan bentuk perbudakan secara modern, terjadi baik dalam tingkat nasional dan internasional. Dengan berkembangnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencari nafkah. Hal ini yang mendorong munculnya paktek perdagangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis Ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 berdampak pada kehidupan ekonomi sosial masyarakat teruma negara berkembang termasuk Indonesia. Salah satu dampaknya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa yang dipersiapkan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek perdagangan orang di Indonesia, sebenarnya sudah ada sejak lama. Hanya saja masyarakat belum menyadari sepenuhnya akan kejahatan tersebut, serta belum
Lebih terperinciPenerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan
1 Penerapan Pidana Bersyarat Sebagai Alternatif Pidana Perampasan Kemerdekaan Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk FH USI Di satu sisi masih banyak anggapan bahwa penjatuhan pidana
Lebih terperinci-2- Selanjutnya, peran Pemerintah Daerah dalam memberikan pelindungan kepada Pekerja Migran Indonesia dilakukan mulai dari desa, kabupaten/kota, dan p
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KESRA. Pekerja Migran. Pelindungan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 242) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBentuk Kekerasan Seksual
Bentuk Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan 1 Desain oleh Thoeng Sabrina Universitas Bina Nusantara untuk Komnas Perempuan 2 Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001-2012), sedikitnya ada 35 perempuan
Lebih terperinciPelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik
1 Pelaksanaan Penyidik Diluar Wilayah Hukum Penyidik Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Penyidikan suatu tindak pidana adalah merupakan
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak
7 Perbedaan dengan Undang Undang Perlindungan Anak Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Perlindungan Anak? Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo. Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
5 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang Apa perbedaan dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang
Lebih terperinciPerdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia
0 P a g e 1 Perdagangan dan Eksploitasi Manusia di Indonesia Perdagangan manusia (atau yang biasa disebut dalam udang-undang sebagai perdagangan orang) telah terjadi dalam periode yang lama dan bertumbuh
Lebih terperinci"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN
"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUANSEBAGAI KORBAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LUWU TIMUR" BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini kemajuan dalam penegakan hukum mendapatkan
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG. A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP
BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG A. Pengaturan Tindak Pidana Perdagangan Orang Menurut KUHP Di dalam kitab undang-undang pidana (KUHP) sebelum lahirnya undangundang no.21
Lebih terperinciBUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG
BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Orang khususnya perempuan dan anak kembali ramai dibicarakan masyarakat. Keprihatinan kita menjadi sangat besar karena korban perdagangan orang mayoritas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN tentang Perlindungan Anak Pasal 1 angka 1 (selanjutnya UU Perlindungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang Maha Esa yang lahir untuk dilindungi. Bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan harta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang merupakan mutiara keluarga yang perlu dilindungi dan dijaga. Perlu dijaga karena dalam dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. umumnya. Menurut Sadjijono dalam bukunya mengatakan:
1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu lembaga atau badan penegakan hukum untuk menyidik serta menyelesaikan segala kasus pelanggaran hukum yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan, penganiayaan, pemerasan dan perkosaan atau tindakan yang membuat seseorang merasa kesakitan baik secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini telah menimbulkan dampak yang luas terhadap berbagai bidang kehidupan, khususnya di bidang
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK
GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa anak
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senan tiasa harus kita jaga Karena dalam dirinya melekat harkat, martabat,dan hak-hak sebagai
Lebih terperinciKekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga
Lebih terperinciPELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)
NAMA : HARLO PONGMERRANTE BIANTONG NRS : 094 PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK) Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan human trafficking yang terjadi di Indonesia kini kondisinya sangat mengkhawatirkan. Pada era globalisasi sekarang ini, modern slavery marak dalam wujudnya
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU
PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENGHAPUSAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK (TRAFIKING) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA
1 BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA A. Sejarah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini. Salah satu bentuk kekerasan yang ada justru dekat dan berada di
Lebih terperinciWALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014
WALIKOTA PAREPARE PERATURAN WALIKOTA PAREPARE NOMOR 30 TAHUN 2014 T E N T A N G GUGUS TUGAS PENCEGAHAN DAN PENANGANAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DAN EKSPLOTASI SEKSUAL ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciPengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin
Bahan Bacaan: Modu 2 Pengertian Anak Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin A. Situasi-Situasi yang Mengancam Kehidupan Anak Sedikitnya
Lebih terperinciBUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,
SALINAN BUPATI PATI PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG
LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melekat dan menjadi predikat baru bagi Negara Indonesia. Dalam pandangan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Trafficking merupakan sebuah istilah yang belum dipahami sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Namun demikian, istilah ini telah melekat dan menjadi
Lebih terperinci24 HUKUM DALAM PERMASALAHAN PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA. Oleh: Andi Rezky Aprilianty Punagi, Ishartono, & Gigin Ginanjar Kamil Basar
24 HUKUM DALAM PERMASALAHAN PERDAGANGAN ANAK DI INDONESIA Oleh: Andi Rezky Aprilianty Punagi, Ishartono, & Gigin Ginanjar Kamil Basar Email: rezkyaprilianty@gmail.com; ishartono@gmail.com; giginkb@yahoo.com
Lebih terperinciLATAR BELAKANG. Click to edit Master subtitle style
LATAR BELAKANG Perdagangan anak ( trafficking ) kurang lebih dapat diartikan sebagai segala bentuk tindakan dan percobaan tindakan yang melibatkan rekruitmen,transportasi, baik di dalam maupun antar negara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada setiap orang tua yang harus dijaga, dilindungi dan diberi kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1960), hal Sayuti Thalib, Hukum Keluarga Indonesia, Cet. 5, (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986), hal. 48.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sudah menjadi kodrat alam bahwa manusia dilahirkan ke dunia selalu mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Dalam
Lebih terperinci13 ayat (1) yang menentukan bahwa :
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Anak adalah amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Anak merupakan tunas-tunas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan diperhatikan harkat, martabat dan hak-hak anak sebagai manusia seutuhnya. Hak yang
Lebih terperinciKekerasan Seksual. Sebuah Pengenalan. Bentuk
Kekerasan Seksual Sebuah Pengenalan Bentuk 1 Desain oleh : Thoeng Sabrina Universitas Bina Nusantara untuk Komnas Perempuan 2 Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001-2012), sedikitnya ada 35 perempuan
Lebih terperinciGUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK
GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a.
Lebih terperinciKEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak
1 KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Khoirul Ihwanudin 1 Abstrak Keharmonisan dalam rumah tangga menjadi hilang saat tindakan kekerasan mulai dilakukan suami terhadap
Lebih terperinciWALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN
WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KOTA PARIAMAN, Menimbang :
Lebih terperinciBUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG
BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA DAN MEKANISME PEMBINAAN, KOORDINASI, PELAKSANAAN DAN PENGAWASAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciKekerasan dalam Rumah Tangga
1. Jenis Kasus : A. LEMBAR FAKTA Kekerasan terhadap Perempuan di wilayah konflik Kekerasan dalam Rumah Tangga Lain-lain : 2. Deskripsi Kasus : 1 3. Identitas Korban : a. Nama : b. Tempat lahir : c. Tanggal
Lebih terperinciBAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan pada pembahasan penulis paparkan sebelumnya maka. dapat disimpulkan:
55 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan pada pembahasan penulis paparkan sebelumnya maka dapat disimpulkan: 1. Penanggulangan tindak pidana perdagangan anak ini sangatlah perlu dilakukan, karena perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan teknologi, membawa perubahan yang signifikan dalam pergaulan dan moral manusia, sehingga banyak
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Di tangan mereka peranperan strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 95, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4419)
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGESAHAN OPTIONAL PROTOCOL TO THE CONVENTION ON THE RIGHTS OF THE CHILD ON THE SALE OF CHILDREN, CHILD PROSTITUTION AND CHILD PORNOGRAPHY
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL
Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, : a. bahwa untuk
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU
PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Ogan Komering
Lebih terperinciBAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK
BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,
PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi
Lebih terperinciPERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN Oleh : Yulia Monita 1.
Perlindungan Hukum, Korban, Tindak Pidana Perdagangan Korban. 160 PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 Oleh : Yulia Monita 1
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH
PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPerbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi
6 Perbedaan dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi? Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang
Lebih terperinciBAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja di dalam negeri sangat terbatas sehinga menyebabkan banyak Tenaga Kerja
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 menyatakan bahwa Setiap warga Negara Republik Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,
BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN
Lebih terperinci