ANALISIS IDENTITAS BUDAYA DALAM DE VEERTIGSTE DAG KARYA FRANS LOPULALAN

dokumen-dokumen yang mirip
Konstruksi Identitas Budaya tokoh ik dalam cerita Onder de sneeuw een Indisch graf. Makalah. diajukan untuk melengkapi. Persyaratan mencapai gelar

KAJIAN IDENTITAS BUDAYA DALAM FRAGMEN FAMILIEFEEST KARYA THEODOR HOLMAN

: Astrina Nadia Wandasari NPM : : Eliza Gustinelly S.S., M.A. NIP : : Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

ANALISIS MAKNA KIASAN PUISI DE WOLKEN KARYA MARTINUS NIJHOFF DARI SUDUT PANDANG TOKOH AKU

UNIVERSITAS INDONESIA. Makalah Non-Seminar. Mutiara Aprilliannov. Pembimbing. Dr. Lilie Mundalifah Roosman

Pelajaran 1-6 PENGANTAR

Terkuak Sejarah Soekarno Tidak Pernah Dibuang ke Boven Digul,

NAAR NEDERLAND HANDLEIDING

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Cerita sang pejuang. Haduuh ayah kenapa aku harus menjual makanan ini sekarang. Aku mau. Aku memberi ikan gurame kepada salah satu ibu-ibu yang sedang

HASIL WAWANCARA DENGAN KETUA ADAT PANJAITAN JABODETABEK( NELSON PANJAITAN)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

KALIMAT PASIF DALAM BAHASA BELANDA 1 Sugeng Riyanto (Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran)


PRONOMINA DALAM BAHASA BELANDA (HET VOORNAAMWOORD) 1 Sugeng Riyanto (Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran)

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Barat. Indramayu disebut dengan kota mangga karena Indramayu merupakan

Mempunyai Pendirian Dalam Masyarakat

I. PENDAHULUAN. mempunyai tata cara dan aspek-aspek kehidupan yang berbeda-beda. Oleh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tempuh dalam pelaksanaan penelitian ini adalah observasi dan wawancara. Observasi yang

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

ANGKET SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS SS S TS STS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

HARAPAN, DOA, DAN SELAMAT

BAB I PENDAHULUAN. Belanda, meskipun saat ini penggolongan penduduk telah dihapus semenjak adanya

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PEMANGGILAN RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM PADA SUATU PERSEROAN TERBATAS MENURUT

1. a. Seberapa sering kamu dan seluruh keluargamu menghabiskan waktu bersamasama? b. Apa saja yang kamu lakukan bersama dengan keluargamu?

BAB I PENDAHULUAN. penuturnya dilindungi oleh Undang-undang Dasar Dalam penjelasan Undangundang

LAPORAN PERJALANAN MUSIM PANAS 2015

ALAT UKUR. Pengantar

BAB IV DAMPAK DARI KONFLIK DAYAK DAN MADURA DI SAMALANTAN. hubungan yang pada awalnya baik-baik saja akan menjadi tidak baik, hal

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. turun temurun. Kebiasaan tersebut terkait dengan kebudayaan yang terdapat dalam

BAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR

BAB V KESIMPULAN. Banda Aceh. Selain sebagai sentral informasi, warung kopi juga dapat

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

Liburan 63. Bab 6. Liburan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

BAB I PENDAHULUAN. Hitam dan putih adalah konsep dualisme yang ada di masyarakat, dimana

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Masyarakat Kampung Mosso di perbatasan provinsi papua kota Jayapura

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

MATERI I MATERI I. subyek yang ikut berperan

Zat dan penyalahgunaan bagian tubuh yang lain Meraih kehidupan! 14 Maret 2015

BAB V PENUTUP. Belanda meneruskan serangan ke daerah-daerah yang belum berhasil dikuasai

Kompetensi Dasar : 12.2 Menulis Teks Pidato/Ceramah/Khotbah dengan Sistematika dan Bahasa yang Efektif

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN TEORETIS

========================================= KTP Pada Zaman Hindia Belanda

BAB I PENDAHULUAN. Jurnal Teologi Gema Duta Wacana edisi Musik Gerejawi No. 48 Tahun 1994, hal. 119.

Bahasa dan Sastra Indonesia 3. untuk. SMP/MTs Kelas IX. Maryati Sutopo. Kelas VII. PUSAT PERBUKUAN Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

BAB VII RAGAM SIMPUL

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ada sejak lama, yaitu sekira abad ke-16. Awalnya Tanjidor tumbuh dan

KALIMAT DALAM BAHASA BELANDA (DE ZIN) 1 Sugeng Riyanto (Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran)

dari periode yang awal sampai pada periode-periode berikutnya?. Perkembangan terjadi bila berturut-turut masyarakat bergerak dari satu bentuk yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BUPATI KULON PROGO Sambutan Pada Acara UPACARA BENDERA 17 APRIL 2014 TINGKAT KABUPATEN KULON PROGO Wates, 17 April 2014

SUTI: PEREMPUAN PINGGIR KOTA

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan :... Kelas / Semester : 6 / 2 Tema / Topik : Wirausaha Petemuan ke : 1 Alokasi Waktu : 1 Hari

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pnt. : Biarlah orang yang takut akan TUHAN berkata:

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Koentjaranigrat (2009:144) mendefenisikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosional orang lain, perasaan yang sama dengan apa yang dirasakan orang lain.

Pelajaran 04: MENGATASI KECANDUAN (Bagian 2) Memutuskan Mata Rantai 27 Juli 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Simalungun terbagi atas beberapa bagian seperti upacara adat Marhajabuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. menentukan dan menetapkan masa depan masyarakat melalui pelaksana religinya.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Prasetya dalam bukunya yang berjudulilmu

UNIVERSITAS INDONESIA NILAI DAN KRITIK SOSIAL DALAM BUKU ANAK HET BOEK VAN ALLE DINGEN (2004) KARYA GUUS KUIJER SKRIPSI BASTEN GOKKON

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebudayaan di negara manapun di dunia ini. Kebudayaan apapun dapat

BAB II BIOGRAFI BAPAK ROSSUL DAMANIK DALAM KONTEKS BUDAYA SIMALUNGUN DI KECAMATAN SIDAMANIK KABUPATEN SIMALUNGUN

-AKTIVITAS-AKTIVITAS

BAB I PENDAHULUAN. Musik dipergunakan untuk memuja dewa-dewi yang mereka percaya sebagai. acara-acara besar dan hiburan untuk kerajaan.

Berbahasa dan Bersastr

Karunia Karunia Pelayanan Lainnya: 1 Melayani Mengajar Menasihati

K2 KEMAMPUAN KUESIONER KARUNIA-KARUNIA ROH

Tahun C Pesta Keluarga Kudus : Yesus, Maria, Yusuf LITURGI SABDA. Bacaan Pertama 1 Sam. 1:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dahulu, bangsa Indonesia kaya akan hasil bumi antara lain rempah-rempah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai

ini. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda, salah satunya di

BAB 1 PENDAHULUAN. Pelajaran 2011/2012. Bab 1 ini mencakup latar belakang masalah penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia terdiri dari beranekaragam suku bangsa dan memiliki berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian kata-kata untuk mempertegas ritual yang dilakukan.

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar belakang permasalahan. 1) Gambaran umum tentang orang Tionghoa yang ada di Indonesia.

Buku BI 3 (12 des).indd 1 16/12/ :41:24

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan

Keberanian. Dekat tempat peristirahatan Belanda pada zaman penjajahan, dimulailah perjuangan nya.

Tata Upacara Pernikahan Sipil

Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat (GPIB)

Sinopsis. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Rosyadi (2006) menjelaskan bahwa kebudayaan Cina banyak memberikan

Transkripsi:

ANALISIS IDENTITAS BUDAYA DALAM DE VEERTIGSTE DAG KARYA FRANS LOPULALAN Penulis : Rani Dwika Artati NPM : 0906643515 Pembimbing : Mursidah NIP : 0706050099 Fakultas : Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Prodi : Sastra Belanda

KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah non-seminar yang berjudul Analisis Identitas Budaya dalam De Veertigste Dag Karya Frans Lopulalan dengan baik. Penulisan makalah non-seminar ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. Makalah ini membahas mengenai identitas budaya dari tokoh Frans sebagai generasi kedua orang Maluku di Belanda dalam cerita De Veertigste Dag. Penyusunan makalah non-seminar ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : (1) Ibu Mursidah M.Hum., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya yang mengarahkan penulis dalam penyusunan makalah nonseminar; (2) Orang tua dan keluarga yang telah membantu penulis secara moral dan material dalam menyusun makalah non-seminar; (3) Teman-Teman penulis khusunya dari program studi Sastra Belanda angkatan 2009 dan 2008 yang telah memberikan dukungan moral dalam penyusunan makalah non-seminar. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan wawasan kepada kita mengenai identitas budaya generasi kedua dari orang Maluku yang tinggal di Belanda, serta bagaimana ik sebagai generasi kedua tersebut mempertahankan budaya dan kebiasaan-kebiasaannya sebagai orang Maluku. Penulis menyadari bahwa makalah non-seminar ini jauh dari sempurna dan memiliki banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun penyusunannya. Oleh karena itu, penulis mohon maaf bila ada yang kurang tepat dan kurang berkenan pada penulisan makalah nonseminar ini. i

Penulis juga dengan senang hati menerima saran dan kritik untuk penyempurnaan makalah non-seminar ini agar lebih baik lagi. Jakarta, 27 Februari 2013 Penulis ii

ABSTRAK Nama : Rani Dwika Artati Program Studi : Sastra Belanda Judul : Analisis Identitas Budaya dalam De Veertigste Dag Karya Frans Lopulalan (Analysis of Cultural Identity in Frans Lopulalan s De Veertigste Dag ) Makalah ini merupakan analisis identitas budaya dalam De Veertigste Dag Karya Frans Lopulalan. Tujuan makalah ini memaparkan bagaimana identitas budaya generasi kedua orang Maluku di Belanda, yang digambarkan melalui tokoh utama ik (Frans) dalam De Veertigste Dag. Makalah ini menggunakan teori identitas budaya being and becoming dari Stuart Hall. Kata kunci: Identitas Budaya, Frans Lopulalan, Orang Maluku di Belanda. Abstract This paper is an analysis of cultural identity in Frans Lopulalan s De Veertigste Dag. The Purpose of this paper explain about cultural identity of the Moluccas second generation in The Netherland, described by the protagonist ik (Frans) in De Veertigste Dag. This paper uses theory being and becoming of cultural identity from Stuart Hall keywords: cultural identity, Frans Lopulalan, Moluccas in The Netherland iii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i ABSTRAK...iii DAFTAR ISI...iv I. PENDAHULUAN...1 1.1. Latar Belakang...1 1.2. Rumusan Masalah...2 1.3. Tujuan Penulisan...3 1.4. Metode Penulisan...3 1.5. Landasan Teori...3 II. PEMBAHASAN...5 2.1. Ikhtisar Cerita...5 2.2. Analisis...5 III. KESIMPULAN...11 DAFTAR PUSTAKA...12 iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang KNIL atau Koninklijke Nederlandsch-Indische Leger merupakan tentara kerajaan Hindia Belanda yang ditugaskan untuk berjuang membantu Belanda dalam menjaga ketertiban dan kedamaian. Anggota KNIL terdiri dari orang-orang Eropa dan pribumi. Di antara orang-orang pribumi tersebut, banyak orang Maluku yang bergabung menjadi anggota KNIL. Sejak pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda tahun 1949, tentara Belanda harus pergi dari Indonesia, termasuk tentara yang berasal dari Maluku. Tetapi banyak orang Maluku enggan meninggalkan Indonesia. Di tahun yang sama beberapa politisi Maluku memutuskan untuk memproklamasikan negara sendiri, yang disebut dengan RMS atau Republik Maluku Selatan. Pemerintah pusat menganggap RMS sebagai pemberontak dan kemudian juga menjalankan militer ofensif terhadap RMS. Menghadapi keadaan yang tidak kondusif tersebut, banyak orang Maluku yang pro-belanda mengajukan perlindungan kepada Pemerintah Belanda. Melalui perundingan yang panjang antara Belanda dan Indonesia pada tahun 1951, pemerintah Belanda menyanggupi untuk menerima 12.500 mantan anggota KNIL beserta keluarganya untuk sementara waktu mengungsi ke Belanda. Pada dasarnya orang-orang Maluku yang tinggal di Belanda lebih senang kembali dan tinggal di tanah asalnya, Maluku. Memburuknya hubungan Belanda dan Indonesia pada tahun 60-an, membuat mereka lebih memilih untuk menetap di Belanda, sehingga terbentuklah permukiman orang-orang Maluku di Belanda. Generasi pertama dari orang-orang Maluku yang pindah ke Belanda ini tetap mempertahankan kebiasaan-kebiasaannya sebagai orang Maluku, walaupun mereka sudah lama tinggal di Belanda. Mereka selalu menanamkan nilai-nilai budaya Maluku kepada anak cucu mereka, seperti mengajarkan untuk pergi ke gereja Maluku setiap hari Minggu dan melakukan tradisi budaya Maluku seperti acara perayaan keagamaan dan kematian. Generasi pertama lebih mempertahankan dan memegang teguh budaya Maluku daripada generasi selanjutnya yang justru lebih berakulturasi dengan 1

kebudayaan-kebudayaan Belanda, seperti contohnya; mereka tidak lagi pergi ke gereja Maluku atau lebih memilih untuk menikahi orang yang berkulit putih. Bukan sesuatu hal yang mudah bagi generasi pertama orang Maluku yang tinggal di Belanda untuk mempertahankan identitasnya sebagai orang Maluku, terlebih lagi pada awalnya mereka harus tinggal di sebuah kamp pengungsian di Belanda. Pengalaman dan peristiwa yang dialami oleh orang Maluku yang tinggal di Belanda ini, antara lain dituangkan dalam buku Onder De Sneeuw Een Indisch Graf (1985) karya Frans Lopulalan. Frans Lopulalan adalah generasi kedua dari orang Maluku yang tinggal di Belanda. Selain Onder De Sneeuw Een Indisch Graf (1985), Frans Lopulalan juga mempublikasikan beberapa buku roman yang menarik, di antaranya: De Pop van Dasisca (1986), Dakloze Herinneringen (1994), Kind in De Wachtkamer (1997), Juffrouw Ziezo (1999). Lopulalan juga memfilmkan bukunya Dakloze Herinneringen, yang bercerita mengenai Maluku dan ia bekerja sama dengan John Albert Jansen dalam pengerjaan film tersebut. Onder De Sneeuw Een Indisch Graf merupakan sebuah buku autobiografi dari Frans Lopulalan. Dalam Buku tersebut terdiri dari dua fragmen besar, salah satunya berjudul De veertigste dag. De veertigste dag adalah sebuah cerita yang menggambarkan ayah Frans Lopulalan sendiri. Ayahnya adalah generasi pertama orang Maluku yang tinggal di Belanda. Dalam cerita tersebut, Frans Lopulalan menceritakan bagaimana ayahnya sebagai generasi pertama orang Maluku menanamkan nilai-nilai budaya sebagai orang Maluku kepada anak-anaknya. Cerita mengenai generasi kedua orang Maluku di Belanda, yang dalam hal ini adalah tokoh ik dalam mempertahankan tradisi, kebiasaan, dan nilai budaya Maluku yang lain dalam cerita ini, akan penulis analisis lebih lanjut pada bab-bab selanjutnya. 1.2. Rumusan Masalah Permasalahan yang diangkat dalam analisis De Veertigste Dag, yaitu bagaimana identitas budaya tokoh ik sebagai generasi kedua orang Maluku di Belanda ditampilkan dalam cerita ini. 2

1.3. Tujuan Penulisan Analisis ini bertujuan untuk memaparkan bagaimana identitas budaya generasi kedua orang Maluku di Belanda, digambarkan melalui tokoh utama ik (Frans) dalam De Veertigste Dag. 1.4. Metode Penulisan Penulis akan memaparkan analisis terhadap De Veertigste Dag karya Frans Lopulalan, dengan menerapkan teori identitas budaya being and becoming dari Stuart Hall. 1.5. Landasan Teori Dalam menganalisis cerita De Veertigste dag teori yang dipakai adalah teori identitas budaya dari Stuart Hall. Stuart Hall berpendapat bahwa identitas budaya bukanlah sesuatu yang jelas dan tanpa masalah karena identitas budaya adalah suatu produk yang tidak pernah selesai, selalu dalam proses pembentukan dan terbentuk dalam suatu representasi. Hall mengatakan bahwa ada dua cara untuk memikirkan tentang identitas budaya. Pertama dengan memposisikan identitas budaya dalam satu budaya. Kedua dengan memposisikan identitas budaya dengan mengakui adanya persamaan dan perbedaan. Dalam pengertian yang kedua ini, Hall juga mengatakan bahwa identitas budaya adalah persoalan tentang bagaimana seorang membentuk dirinya sebagai becoming dan being ( Cultural Identity and Diaspora dalam Identity, Community, Culture, Difference, 53). Identitas budaya masuk ke dalam dunia masa depan sekaligus dunia masa lalu. Stuart Hall menjelaskan mengenai identitas budaya yang masalah identifikasinya bersifat tidak tetap. Identitas adalah sesuatu yang tidak pernah berhenti pembentukannya, bukan hanya sesuatu yang ada, namun sesuatu yang terus menjadi. Identitas adalah sesuatu yang terus menerus dibentuk dalam kerangka sejarah dan budaya, sesuatu yang diposisikan pada suatu tempat dan waktu, sesuai dengan konteks. Identitas juga dipaparkan oleh Hall sebagai suatu hal yang selalu 3

berubah dan tidak pernah tetap. Oleh karena itu, seseorang dapat mengalami perubahan identitas seiring dengan perkembangan kehidupannya. (Hall, 1990: 227) 4

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Ikhtisar Cerita De veertigste dag karya Frans Lopulalan bercerita tentang ingatan -ingatan dari tokoh ik atau Frans mengenai saat-saat terakhir kehidupan dan kematian dari ayahnya. Ayah Frans termasuk dalam generasi pertama orang Maluku yang tinggal di Belanda. Dia tiba di Belanda saat berusia 31 tahun, bersama dengan sanak keluarga dan orang orang Maluku lainnya. Dalam cerita ini diungkapkan eratnya hubungan kekeluargaan warga Maluku yang pindah ke Belanda. Keakraban itu amat terlihat pada saat prosesi pemakaman ayah Frans dan setelah acara tersebut berlangsung. Mereka masih melakukan kebiasaan-kebiasaan dari negeri asal mereka (Maluku) dalam mengurus acara pemakaman, seperti menyanyikan lagu berduka cita yang berjudul Iring dikau atau melakukan tradisi Malam Penghiburan. Generasi pertama orang Maluku seperti ayah Frans, kakak dan adik ayahnya, berupaya menanamkan nilai-nilai budaya Maluku pada anak-anak mereka. Mereka tetap mempertahankan kebiasaan-kebiasaan dan tradisi orang Maluku, meskipun berada di Belanda. Hidup sebagai imigran di negeri orang tidak mudah, budaya Barat amat berbeda dari budaya Timur, begitu pula keadaan alam, iklim, dan cuacanya. Mereka juga kecewa terhadap Belanda yang tidak memperhatikan orang-orang Maluku dan merasa ditelantarkan oleh Belanda. Misalnya, biaya pemakaman adik dan kakak Frans, sebagai anak-anak dari mantan tentara KNIL tidak ditanggung oleh pemerintah Belanda. 2.2. Analisis Identitas adalah sesuatu yang tidak pernah berhenti pembentukannya, karena identitas adalah sesuatu hal yang cair. Maksud dari kata cair di sini adalah, identitas tersebut dapat berubah-ubah tergantung dengan siapa seseorang berinteraksi, kapan, dan dimana ia berada. Hall telah menegaskan bahwa identitas bukan sesuatu yang kaku dengan karakteristik tetap yang tidak berubah dari zaman ke zaman. Hal itu 5

berarti, bahwa identitas budaya tidak abadi di masa lalu, melainkan terbuka untuk larut dalam perubahan sejarah, kebudayaan dan kekuasaan. (Stuart Hall, 1990: 227) Sejak kecil ik dibesarkan dalam lingkungan budaya Maluku yang dibawa oleh generasi pertama, yaitu ayah ik. Ayahnya beserta dengan generasi pertama orangorang Maluku lainnya di Belanda, selalu menerapkan kebiasaan-kebiasaan budaya Maluku kepada anak-anaknya. Mereka seperti menciptakan Maluku kecil di Belanda dengan terus menerus melakukan tradisi-tradisi budaya Maluku dalam lingkungan keluarga dan kehidupan sehari-hari. Orang tua ik berperan penting dalam pembentukan identitas pada dirinya. Identitas adalah sesuatu yang terus menerus dibentuk dalam kerangka sejarah dan budaya. Lingkungan keluarga merupakan peran penting dalam penanaman masuknya unsur unsur budaya kepada diri seseorang. Het was de toon van vroeger [...] waar ik bij mijn oom en tante en mij neven en nichten vakantie zou gaan houden. [...] Kijk jongen, zei hij, naar de grond starend, je hoeft echt niet te bang te zijn. Jij bent nog klein, maar je vader was al een man van éénedertig toen we in Nederland kwamen. Ik droeg je broer op mijn arm toen ik zonder cent op zak voet aan wal zette in Rotterdam. [...] hoe ver je ook gaat, je familie is altijd in de buurt. Je hoeft nooit echt bang te zijn... (hlm. 487) Kutipan tersebut merupakan ingatan ik ketika ia masih kecil akan pergi berlibur bersama tante, paman dan saudara sepupunya. Keakraban keluarga terlihat di sini. Pentingnya nilai kekeluargaan juga ditanamkan secara tidak langsung oleh pamannya, yang menekankan bahwa sebagai anak kecil ik tidak perlu takut karena di manapun mereka berada selalu ada keluarga. Dari kutipan di atas juga terlihat bahwa anak-anak tidak hanya dididik oleh orang tua kandung, tapi juga oleh tante dan pamannya. Kemanapun mereka pergi harus selalu ingat sanak saudara, karena jika terjadi sesuatu, keluarga lah yang akan menolong. Keluarga berperan penting membentuk identitas ik, sebagai bagian dari keluarga Maluku. Semasa kecil, ik juga dididik untuk selalu pergi ke gereja. Setiap minggu ayah ik beribadah ke gereja dengan wewangian rempah-rempah, dan selalu mengajaknya ikut ke gereja. Wewangian rempah merupakan bagian tradisi Maluku yang terus dipertahankan ayahnya, dan secara tidak langsung dia ingin menanamkan kebiasaan tersebut pada anaknya. Het eerste wat ik gewaar werd was de aromatische kruidengeur, vermengd met de achte geur van mijn vader aftershave, die hij al gebruikte toen ik nog een kind was en zondags naast hem in de kerkbank zat (hlm. 488) 6

Identitas sebagai orang Maluku yang taat beragama, dengan pergi ke gereja setiap hari minggu dan kebanggaan terhadap kekayaan tanah airnya (rempah-rempah) tercermin dari kebiasaan tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Stuart Hall bahwa identitas budaya adalah sesuatu yang terus dibentuk dan bersifat cair, berubah-ubah sesuai dengan konteksnya. Hal ini berkaitan dengan tokoh ik yang seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya usia, maka ia mengalami beberapa perubahan dalam hidupnya dan juga dalam identitasnya. Semakin dewasa, perlahan ik mulai bersentuhan dengan kebudayaan Belanda dan menjadi vernederlanst, atau semakin menjadi seperti orang Belanda. Untuk memenuhi kebutuhannya, Ik mulai bergaul dan berinteraksi dengan orangorang Belanda, sehingga perlahan ia mulai meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan oleh ayahnya. Ik telah menikah dengan wanita berkulit putih yang merupakan orang Belanda. Ik tidak lagi melanjutkan studinya, tidak pergi ke gereja seperti yang telah diajarkan oleh ayahnya dulu, dan dia tidak lagi tinggal bersama di pemukiman orangorang Maluku. Hal itu tercermin dalam kutipan: Frans hield op met studeren, wist niet meer hoe de kerk er van binnen uitzag, was getrouwd met een blanke en stond op het punt om te gaan scheiden. (hlm. 493). Perubahan identitas ini tidak lagi dipengaruhi oleh lingkungan keluarga, tetapi oleh lingkungan masyarakat Belanda yang berinteraksi dengan tokoh ik. Perubahan yang terjadi membuat jarak dirinya dengan lingkungan Maluku di Belanda menjadi besar. Namun hubungan kekerabatan antara ik dan generasi pertama orang Maluku tetaplah kuat. Ik sebagai pribadi berkembang. Semakin dewasa, semakin luas pergaulan dan interaksinya dengan masyarakat dan budaya Belanda. Namun, di sisi lain kesadarannya sebagai anak keturunan Maluku semakin menguatkan identitas dirinya. Nadat ik één- en andermaal de naam Lopulalan had herhaald, vroeg hij: Abbenees zeker? Ambonezen, inderdaad, antwoordde ik licht geírriteerd. Hij drentelde voor me uit, en omdat ik had gezegd dat het oude graven waren, bleef hij voor iedere verwaarloosde grafsteen staan. (hlm. 485) 7

Kutipan di atas memperlihatkan ik yang dengan rasa bangga dan sedikit jengkel menegaskan kepada petugas pemakaman bahwa dirinya adalah orang Ambon, saat orang tersebut bertanya dan melafalkan kata yang salah Abbenees untuk Ambonees. Ik sebagai orang Maluku dan juga sebagai pendatang yang berada di antara orang-orang Belanda, juga merasa terdiskriminasi oleh lingkungan Belanda. Malam hari sebelum ayah ik meninggal, ia duduk dan minum bir di sebuah kafe, dan ia merasakan suatu keganjilan ketika berada di tempat tersebut. Ia merasa dijauhi oleh orang-orang di yang ada di kafe tersebut. Alle stoelen waren bezet en er zaten zelf mensen op tafeltjes. Het bevreemdde mij dat niemand bij mij aan tafel kwam zitten en dat men op weg naar het toilet in een boog om mij heen liep. Ik keek van mijn bierglas op naar de mensen om mij heen, en weer terug, en realiseerde mij opeens dat ik alleen maar monden zag bewegen en geen geluiden meer hoorde. (hlm. 487) Dalam kutipan di atas, ik sebagai orang Maluku merasa asing di antara pengunjung kafe. Walaupun semua kursi dalam kafe tersebut telah penuh, tidak ada yang duduk di dekatnya dan orang-orang menghindari dirinya dengan tidak melewati tempat duduknya. Ik juga merasa orang-orang disekitar telah membicarakan sesuatu yang tidak dimengerti oleh ik dan ia merasa bahwa orang-orang tersebut telah mencibirnya. Sebagai orang Maluku, ik juga merasa kecewa terhadap Belanda yang tidak memperhatikan orang-orang Maluku di Belanda, yang merupakan mantan tentara KNIL. Op kleine afstand bleef ik nog even kijken naar de graven, beide van eenvoudige omvang, van goedkoop steenmateriaal. [...] Ondaks alle schatten die ze met hun botte manieren uit Indié hebben weggestolen, konden de Belanda s mijn broer noch mijn zusje een behoorlijk graaf garanderen. (hlm. 486) Kutipan tersebut menggambarkan bagaimana adik perempuannya yang bernama Trixje dan kakaknya yang bernama Freddy, dimakamkan dengan sangat sederhana dan menggunakan material bebatuan yang murah. Hal tersebut telah menganggu pikiran ik. Pengorbanan tentara KNIL yang telah membantu pemerintah Belanda pada masa kolonial ternyata tidak dibalas setimpal oleh Belanda. 8

Orang-orang Maluku yang telah berjuang untuk KNIL dan mengorbankan kehidupannya di tanah air yang ditinggalkannya, merasa diperlakukan tidak sepantasnya. Makam dari saudara ik yang merupakan anak dari mantan tentara KNIL selayaknya mendapatkan subsidi dari pemerintah Belanda, sehingga makam tersebut menjadi lebih baik. Kebiasaan-kebiasaan yang terus dipertahankan oleh generasi pertama orangorang Maluku di Belanda secara perlahan tertanam dalam diri ik. Ik sadar atas identitasnya sebagai orang Maluku, namun tetap menyesuaikan diri dengan kebiasaan yang berlaku bagi masyarakat Belanda, seperti kutipan berikut ini Mijn broer grijnsde veelbetekenend. Oh ja Frans. We moeten samen een tekst verzinnen voor de rouwkaarten. Rouwkaarten? en je zit net aan de telefoon! Voor al die Hollandse kennissen van pa.. (hlm. 490) Ketika saudara kandung ik, Bert meminta bantuan ik untuk membuat rouwkaarten (kartu duka cita) untuk teman-teman dari ayah ik. Kemudian ia bertanya untuk apa membuat rouwkaarten tersebut. Ik merasa heran kenapa harus membuat kartu duka cita tersebut, karena pada dasarnya kartu duka cita itu adalah kebiasaan Belanda, bukan kebiasaan Maluku. Ik sebagai anak dan juga sebagai bagian dari budaya Maluku turut andil dalam prosesi rangkaian acara pemakaman ayahnya. Ia ikut dalam acara Malam Penghiburan, acara yang khas dari budaya Maluku yang dilakukan semalam sebelum prosesi pemakaman dilakukan. Tijdens de pauzes tussen de gezangen drongen tot in de kerk de geluiden uit het gemeenschapsgebouw door, veroorzaakt door kaarters, schakers en drinkers [...] Als ik mijn ogen sloot kon ik mij voorstellen dat het een bruiloftsfeest betrof (hlm. 494) Digambarkan acara tersebut meriah bagaikan pesta pernikahan. Pada acara tersebut orang-orang menyanyikan lagu-lagu gereja, bermain kartu, meminum minuman keras, dan juga ada orang yang membawa baki yang dipenuhi dengan kopi dan teh layaknya pada suatu acara pernikahan. Pada saat prosesi pemakaman pun semakin terasa kental budaya Malukunya, dengan berkumandangnya lagu Iring Dikau sebagai lagu duka cita yang mengiringi upacara pemakaman orang Maluku. Seperti pada potongan teks; Nadat de broers van mijn vader de kist op hun schouders hadden genomen, rees de menigte op en het lied het Iring Dikau door het kerkgebouw galmen (hlm. 494) 9

Walaupun mereka telah lama tinggal di Belanda, namun mereka tetap mengumandangkan lagu Maluku dalam prosesi pemakaman. Dalam cerita ini sangat jelas bagaimana pribadi ik amat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dalam pembentukan identitasnya. Walaupun dalam perjalanannya, ik berkembang dan berinteraksi dengan lingkungan dan orang-orang di luar keluarga. Terlebih saat-saat menjelang kematian ayahnya, ik semakin sadar bahwa ia adalah orang Maluku, yang tetap melakukan kebiasaan-kebiasaan dan tradisi Maluku. 10

BAB III KESIMPULAN Identitas adalah sesuatu yang tidak pernah berhenti pembentukannya, bukan hanya sesuatu yang ada, melainkan sesuatu yang terus menjadi. Karena identitas bukanlah sesuatu yang kaku dengan karakteristik tetap yang tidak berubah dari waktu ke waktu. Identitas budaya berubah sesuai dengan waktu, tempat dan konteksnya. Identitas budaya sebagai wujud (identity as being) dan identitas budaya sebagai proses menjadi (identity as becoming) tercermin juga dalam cerita De veertigste dag karya Frans Lopulalan. Tokoh ik yang merupakan generasi kedua dari orang Maluku yang tinggal di Belanda telah mengalami proses pembentukan identitas budayanya. Pada masa kecilnya tokoh ik memiliki identitas sebagai orang Maluku yang tinggal di Belanda. Lingkungan keluarga menjadi peran penting dalam pembentukan identitas tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, ik berkembang menjadi pribadi yang semakin seperti orang Belanda, menikah dengan wanita kulit putih dan tidak berkunjung lagi ke gereja seperti yang telah diajarkan ayahnya ketika ia masih anakanak. Walaupun ik telah berubah semakin seperti orang Belanda, tetapi ia tidak sepenuhnya meninggalkan budaya Maluku. Terlebih saat-saat menjelang kematian ayahnya, justru kesadaran ik sebagai orang maluku semakin menguat. Ik sebagai generasi kedua orang Maluku yang tinggal di Belanda tetap menegaskan identitas dirinya sebagai orang Maluku. 11

DAFTAR PUSTAKA Data primer: Lopulalan, Frans. 1985. De Veertigste Dag dalam Onder de sneeuw een Indisch graf. Amsterdam: In de Knipscheer. Data Sekunder: Rutherford, Jonathan. 1990. Identity: Community, culture, difference. London: Lawrence & Wishart. Sumber internet: http://franslopulalan.wordpress.com/wie-is-frans-lopulalan/ (Diunduh pada tanggal 24 Desember 2012 pukul 19.05) http://www.dbnl.org/tekst/_ind004199801_01/_ind004199801_01_0010.php (Diunduh pada tanggal 24 Desember 2012 pukul 21.00) http://www.scholieren.com/boekverslag/56649 (Diunduh pada tanggal 24 Desember 2012 pukul 19.00) http://www.nederlandseliteratuur.info/pagina31.html (Diunduh pada tanggal 24 Desember 2012 pukul 19.30) 12