BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam suatu kegiatan pengadaan barang dan jasa, khususnya bidang jasa konstruksi yang dibiayai oleh Pemerintah, dimana pelaksana pekerjaan jasa konstruksi tersebut adalah Penyedia Jasa atau sering juga disebut dengan istilah kontraktor. Menurut BusinessDictionary.com 1 kontraktor memiliki arti sebagai berikut, Independent entity that agrees to furnish certain number or quantity of goods, material, equipment, personnel, and/or services that meet or exceed stated requirements or specifications, at a mutually agreed upon price and within a specified timeframe to another independent entity called contractee, principal, or project owner. Also called construction firm. Sementara menurut Wikipedia 2, Kontraktor adalah sinonim dengan kata Pemborong, definisi lain Kontraktor berasal dari kata kontrak artinya surat perjanjian atau kesepakatan kontrak bisa juga berarti sewa, jadi kontraktor bisa disamakan dengan orang atau suatu badan hukum atau badan usaha yang di kontrak atau di sewa untuk menjalankan proyek pekerjaan berdasarkan isi kontrak yang dimenangkannya dari pihak pemilik proyek yang merupakan instansi /lembaga 1 BusinessDictionary.com, Contractor, http://www.businessdictionary.com/definition/contractor.html, diakses tanggal 28 Mei 2016. 2 Wikipedia, Kontraktor, https://id.wikipedia.org/wiki/kontraktor, diakses tanggal 28 Mei 2016.
2 pemerintahan, badan hukum, badan usaha, maupun perorangan, yang telah melakukan penunjukan secara resmi. Kegiatan-kegiatan pengadaan jasa konstruksi milik pemerintah juga sering disebut dengan proyek-proyek konstruksi milik Pemerintah dan dilaksanakan oleh penyedia jasa serta didapatkan melalui proses tender. Proses tender umumnya diikuti oleh beberapa peserta tender dengan jumlah minimal tiga peserta tender (Perpres No 4 tahun 2015) 3. Setelah proses tender dilalui, maka akan ditetapkan satu penyedia jasa terbaik yang akan menjadi calon pemenang tender. Penyedia jasa calon pemenang tender tersebut dinilai paling baik dikarenakan sudah memenuhi persyaratan administrasi, persyaratan teknis dan tentu saja dengan harga penawaran yang termurah dibandingkan dengan penawaran dari peserta tender yang lain. Tahapan selanjutnya setelah proses tender yaitu proses penandatanganan kontrak yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Pihak pertama adalah pemilik pekerjaan yang mewakili pemerintah dalam hal ini adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Penyedia Jasa selaku pelaksana pekerjaan konstruksi. Setelah kontrak ditandatangani maka berlakulah asas pakta sunt servanda atau dapat diartikan bahwa setiap perjanjian menjadi hukum yang mengikat bagi 3 Perpres 4 tahun 2015 tentang perubahan keempat Perpres 54 tahun 2010, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 5).
3 para pihak yang melakukan perjanjian. Hal ini juga sesuai dengan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata 4 yang menyatakan bahwa Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sahnya suatu perjanjian berdasarkan KUHPerdata 5 Pasal 1320 menyatakan bahwa untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Selain dari syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, hal yang utama di dalam suatu perjanjian atau kontrak pengadaan barang dan jasa milik pemerintah adalah itkad baik. Dimana asas tersebut terdapat didalam KUHPerdata Pasal 1338 ayat (3) yang berbunyi Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Hal ini memiliki makna bahwa perjanjian atau kontrak pengadaan jasa konstruksi harus direncanakan dengan baik dan anggaran tidak di mark up, ditender dengan fair dan dilaksanakan dengan tepat waktu dan tepat mutu serta tepat jumlahnya. 4 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23. 5 Ibid.
4 Adapun tahapan-tahapan pengadaan barang dan jasa khususnya dibidang jasa konstruksi milik pemerintah secara lengkap dapat dijelaskan dalam siklus pengadaan barang dan jasa berikut ini: Perencanaan Pengadaan Pelaksanaan kontrak Membentuk Panitia Pengadaan Penandatanganan Kontrak Menyusun HPS Pelaksanaan Proses Tender Menetapkan Sistem Pengadaan Gambar 1.1 Siklus Pengadaan Barang dan Jasa pada Instansi Pemerintah 6. Siklus pengadaan Barang dan Jasa pada Instansi Pemerintah di atas menjelaskan bahwa pengadaan Barang dan Jasa khususnya di bidang jasa konstruksi dimulai dari perencanaan pengadaan. Hal ini memiliki arti bahwa setiap pengadaan jasa konstruksi harus dimulai dari tahapan perencanaan yang matang dan presisi serta memiliki sasaran atau target yang terukur. 6 Perpres 70 tahun 2012, Perubahan kedua Perpres 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 155.
5 Perencanaan pengadaan barang/jasa memegang peranan sangat penting dalam suatu proses pengadaan jasa konstruksi. Jika perencanaan pengadaan jasa konstruksi tersebut baik maka dapat dipastikan sebagian proses pengadaan jasa konstruksi akan berhasil dengan baik pula, sebaliknya jika perencanaan pengadaan jasa konstruksi tersebut tidak baik maka dapat dipastikan proses pengadaan jasa konstruksi tersebut akan mengalami kegagalan dan bahkan dapat berakibat pada proses hukum pidana atau lebih tepatnya tindak pidana korupsi. Apabila dalam proses penganggaran, penyusunan Harga Perkiraan Sendiri, penetapan sistem pengadaan, pelaksanaan proses tender dan pelaksanaan kontrak terdapat dugaan atau indikasi penyimpangan yang diduga mengandung unsur tindak pidana atau kerugian negara yang patut diduga dilakukan melalui persekongkolan baik vertikal maupun horizontal, maka Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) dapat melakukan Pemeriksaan Investigatif 7. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pelarangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pada Pasal 1 ayat (8) menyatakan bahwa: persekongkolan adalah bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66.
6 menguasai pasar bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol. Selanjutnya didalam Pasal 22 lebih rinci menjelaskan tentang persekongkolan khususnya persekongkolan dalam proses tender yaitu: Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Jika ditemukan perbuatan melawan hukum dalam proses tender atau proses pengadaan seperti persekongkolan untuk me-mark up anggaran, rekayasa proses tender dan rekayasa kualitas dan kuantias hasil pekerjaan, maka BPK-RI dapat melakukan pemeriksaan investigatif dan hasil pemeriksaan investigatif tersebut akan disampaikan kepada aparat penegak hukum baik kepada Kejaksaan, Kepolisian maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan perundangan 8. Kemudian aparat penegak hukum dapat melakukan proses penyidikan dan BPK-RI akan turut membantu dengan proses Penghitungan Kerugian Negara. Dampak dari adanya persekongkolan dalam pengadaan jasa konstruksi yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat. Sehingga pemilik pekerjaan atau Pemerintah harus mengeluarkan biaya yang tinggi untuk 8 Ibid, halaman 5.
7 mendapatkan barang atau produk tersebut. Persaingan usaha tidak sehat tersebut berdampak kepada terjadinya kerugian Negara. Pada penelitian ini, penulis akan membahas studi kasus pada pembangunan dermaga Sabang. Studi kasus ini membahas bentuk-bentuk persekongkolan yang terjadi pada proses tender serta dampaknya terhadap kerugian Negara. Adapun kerugian Negara yang terjadi sebagai akibat dari dampak persekongkolan tender berupa mark up harga, penyedia jasa/kontraktor tidak kompeten, dan rekayasa kualitas dan kuantitas hasil pekerjaan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian atas Bentuk-Bentuk Persekongkolan Dalam Pengadaan Jasa Konstruksi Dan Dampaknya Terhadap Kerugian Negara (studi kasus pembangunan konstruksi dermaga). B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti bahas diatas, maka peneliti merumuskan permasalahan untuk melakukan penelitian sebagai berikut: 1. Apa bentuk-bentuk persekongkolan dalam pengadaan jasa konstruksi baik secara horizontal maupun secara vertikal? 2. Apa dampak persekongkolan secara horizontal dan vertikal terhadap kerugian Negara?
8 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara obyektif adalah untuk mengidentifikasi bentukbentuk persekongkolan dalam pengadaan jasa konstruksi khususnya konstruksi dermaga serta dampak dari persekongkolan tersebut terhadap kerugian Negara. Sementara tujuan subyektifnya adalah untuk memenuhi sebagai persyaratan mencapai derajat Strata 2. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan kontribusi terhadap beberapa hal diantaranya: 1. Dunia Pendidikan dan Akademisi Sebagai referensi bagi dunia pendidikan dan akademisi terutama dalam hal deteksi dini bentuk-bentuk persekongkolan dalam pengadaan jasa konstruksi. Pengenalan bentuk-bentuk persekongkolan dalam pengadaan jasa konstruksi diharapkan dapat membantu dunia pendidikan dan akademisi untuk mengembangkan pedoman deteksi dini anti persekongkolan yang mampu memberikan pemahaman yang lebih baik tentang larangan persekongkolan dalam pengadaan jasa konstruksi. 2. Dunia Praktisi Jasa Konstruksi Dengan adanya penelitian ini diharapkan pelaku usaha jasa konstruksi dapat mempelajari kaedah-kaedah dan asas-asas persaingan yang sehat guna menghindari terjadinya praktik persekongkolan di bidang jasa
9 konstruksi, sehingga kedepannya dapat terhindar dari praktik-praktik perbuatan melawan hukum dalam menjalankan usaha di bidang bisnis jasa konstruksi. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai Bentuk-Bentuk Persekongkolan Dalam Pengadaan Jasa Konstruksi Dermaga Dan Dampaknya Terhadap Kerugian Negara sepengetahuan peneliti belum pernah diteliti oleh pihak lain. Dalam hal penelitian tesis ini, peneliti menulis mengenai bentuk-bentuk persekongkolan dalam pengadaan jasa konstruksi khususnya konstruksi dermaga serta dampaknya terhadap kerugian negara. Penelitian ini merupakan hasil pemikiran sendiri serta pengalaman peneliti sebagai Auditor atau Pemeriksa Investigatif yang pernah melakukan pemeriksaan investigasi atas kasus ini dan diteliti lebih lanjut oleh peneliti secara ilmiah dan akademik. Namun apabila ternyata ditemukan tesis dengan tema yang sama, maka tesis ini diharapkan dapat melengkapi tulisan atau penelitian yang telah tersebut. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang membahas mengenai persekongkolan tender diantaranya: 1. Konsistensi Peraturan Di Bidang Pengadaan Barang Dan Jasa Secara Elektronik (e-procurement) Dan Potensi Peranannya Dalam Pencegahan Persekongkolan Tender. Peneliti Aprillian Winata, Pembimbing Utama Prof. M. Hawin, SH, LL.M, Ph.D;
10 2. Pendekatan Rule Of Reason Terkait Putusan Perkara Proses Beauty Contest Proyek Donggi - Senoro (studi Kasus Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha No. 35/kppu-i/2010 Tanggal 05 Januari 2011), Peneliti Pritasari, Pembimbing Utama Dr. Sulistiowati, S.H., M.Hum; 3. Persekongkolan Tender Dalam Perspektif Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat :: Studi Kasus Penjualan Kapal Tanker VLCC Pt. Pertamina, Peneliti Rahayu, Istiningsih, Pembimbing Utama Prof.Dr. Nindyo Pramono, SH.,MS. Dari ketiga contoh penelitian di atas yang membahas mengenai persekongkolan tender, tidak ada yang membahas mengenai bentuk-bentuk persekongkolan tender dan dampaknya terhadap kerugian negara.