BAB I PENDAHULUAN. Dalam penentuan awal waktu shalat, para ulama telah sepakat tidak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV UJI AKURASI AWAL WAKTU SHALAT SHUBUH DENGAN SKY QUALITY METER. 4.1 Hisab Awal Waktu Shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter : Analisis

BAB III APLIKASI ALAT SKY QUALITY METER DALAM PENGAMATAN KEMUNCULAN FAJAR SADIK

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

PERHITUNGAN AWAL WAKTU SHALAT DATA EPHEMERIS HISAB RUKYAT Sriyatin Shadiq Al Falaky

BAB IV ANALISIS PEDOMAN WAKTU SHALAT SEPANJANG MASA KARYA SAĀDOE DDIN DJAMBEK. A. Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat Saādoe ddin Djambek dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Waktu Shubuh: Tinjauan Pengamatan Astronomi

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN TIM HISAB DAN RUKYAT HILAL SERTA PERHITUNGAN FALAKIYAH PROVINSI JAWA TENGAH

Shubuh Terlalu Dini; Bukti Empiris

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL WAKTU SALAT PROGRAM MAWAAQIT VERSI A. Analisis Sistem Hisab Awal Waktu Salat Program Mawaaqit Versi 2001

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan masalah karena Rasulullah saw. ada bersama-sama sahabat dan

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai penentuan arah kiblat, khususnya di Indonesia sudah

UJI AKURASI HISAB AWAL WAKTU SHALAT SHUBUH DENGAN SKY QUALITY METER SKRIPSI

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mempelajari lintasan benda-benda langit seperti Matahari, Bulan, Bintangbintang

BAB I PENDAHULUAN. dan hari raya Islam (Idul fitri dan Idul adha) memang selalu diperbincangkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Rukyat adalah kegiatan yang berisi usaha melihat hilal atau Bulan

KATA PENGANTAR. Semoga dengan terselesaikannya skripsi ini dapat menjadi salah satu sumber pengetahuan bagi pembaca. Bandung, Februari 2014.

BAB IV ANALISIS AWAL WAKTU SHUBUH. A. Analisis Konsep Fajar Shadiq dalam Perspektif Fiqh dan Ketinggian. Matahari dalam Perspektif Astronomi

PENENTUAN AWAL AKHIR WAKTU SHOLAT

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN BINTANG SEBAGAI PENUNJUK ARAH KIBLAT KELOMPOK NELAYAN MINA KENCANA DESA JAMBU KECAMATAN MLONGGO KABUPATEN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan metode yang berbeda dalam menetapkan awal bulan hijriyah.

Mam MAKALAH ISLAM. Pusat Observatorium Bulan (POB) Tgk. Chiek Kuta Karang Aceh

BAB V PENUTUP. 1. Dalam hadits-hadits Nabi saw. waktu Shalat Isya dimulai pada

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN BUKIT WONOCOLO BOJONEGORO SEBAGAI TEMPAT RUKYAT DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

Identifikasi Sumber Pencahayaan di Kawasan Kampus ITB

BAB I PENDAHULUAN. sebagai a little mosque on the tundra oleh media Kanada, menjadi

APLIKASI DATA EPHEMERIS MATAHARI DAN BULAN BERDASARKAN PERHITUNGAN JEAN MEEUS PADA SMARTPHONE ANDROID S K R I P S I

BAB IV ANALISIS KOMPARASI ISTIWAAINI KARYA SLAMET HAMBALI SEBAGAI PENENTU ARAH KIBLAT DENGAN THEODOLIT

BAB I PENDAHULUAN. benda-benda langit saat ini sudah mengacu pada gerak nyata. Menentukan awal waktu salat dengan bantuan bayang-bayang

BAB III METODE PENELITIAN

M. YAKUB MUBAROK NIM :

PENGENALAN PENGUKURAN ARAH KIBLAT DI TINGKAT MADRASAH IBTIDAIYAH/SEKOLAH DASAR MELALUI MATA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI PENGUKURAN SUDUT

Bab I Pendahuluan 1. 1 Latar Belakang

Pengukuran Kecerahan Langit Malam arah Zenith untuk Penentuan Awal Waktu Fajar

BAB 3 METODE PERANCANGAN. dalam studi Arsitektur, yang dilakukan secara runtun mulai dari munculnya ide

BAB IV ANALISIS. A. Landasan Penyusunan Konversi Kalender Waktu Shalat Antar Wilayah. Dalam Kalender Nahdlatul Ulama Tahun 2016

BAB IV ANALISIS METODE PENGUKURAN ARAH KIBLAT SLAMET HAMBALI. A. Analisis Konsep Pemikiran Slamet Hambali tentang Metode

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari ah

BAB IV ANALISIS METODE HISAB WAKTU SALAT DALAM PROGRAM SHOLLU VERSI 3.10

BAB I PENDAHULUAN. hadirnya hilal. Pemahaman tersebut melahirkan aliran rukyah dalam penentuan

BAB IV UJI COBA DAN EVALUASI APLIKASI ZEPHEMERIS. uji verifikasi hasil perhitungan aplikasi Zephemeris. kesalahan maupun kekurangan pada aplikasi.

SAATNYA MENCOCOKKAN ARAH KIBLAT. Oleh: Drs. H. Zaenal Hakim, S.H. 1. I.HUKUM MENGHADAP KIBLAT. Firman Allah dalam Surat al-baqarah ayat 144: Artinya:

BAB IV ANALISIS UJI VERIFIKASI PERHITUNGAN AWAL WAKTU SALAT ZUBAIR UMAR AL-JAILANI DALAM KITAB AL-KHULASAH AL-WAFIYAH

Proposal Ringkas Penyatuan Kalender Islam Global

KAJIAN ALGORITMA MEEUS DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN HIJRIYAH MENURUT TIGA KRITERIA HISAB (WUJUDUL HILAL, MABIMS DAN LAPAN)

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu falak merupakan ilmu yang sangat penting dalam kehidupan kita.

BAB IV ANALISIS TERHADAP URGENSI KETINGGIAN TEMPAT DALAM FORMULASI PENENTUAN AWAL WAKTU SHALAT

BAB IV ANALISIS TENTANG METODE PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT DENGAN JAM BENCET KARYA KIAI MISHBACHUL MUNIR MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PANTAI KARTINI JEPARA SEBAGAI TEMPAT RUKYAT AL-HILAL A. Faktor yang Melatarbelakangi Penggunaan Pantai Kartini Jepara

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT AHMAD GHOZALI DALAM KITAB IRSYÂD AL-MURÎD. A. Analisis Metode Hisab Awal Waktu Salat Ahmad Ghozali dalam

Paket Kegiatan Guru: Panduan Pengamatan Waktu Kampanye 2012 Menggunakan Orion: Januari, Februari & Maret

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mengenai waktu pelaksanaannya Allah hanya memberikan Isyarat saja, seperti

BAB IV ANALISIS HISAB WAKTU SALAT DALAM KITAB ILMU FALAK DAN HISAB KARYA K.R. MUHAMMAD WARDAN

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Perkembangan pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK TENTANG ARAH KIBLAT. A. Penentuan Arah Kiblat Pemikiran Saadoeddin Djambek

MAKALAH ISLAM Waktu Praktis Penentuan Arah Kiblat

BAB IV APLIKASI DAN UJI AKURASI DATA GLOBAL POSITIONING SYSTEM (GPS) DAN AZIMUTH MATAHARI PADA SMARTPHONE BERBASIS ANDROID UNTUK HISAB ARAH KIBLAT

BAB I PENDAHULUAN. dan seluruh tubuhnya ke arah Ka bah yang berada di Masjidil Haram, karena

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN SLAMET HAMBALI TENTANG PENENTUAN AWAL WAKTU SALAT. A. Analisis Konsep Pemikiran Slamet Hambali dalam Penentuan Awal

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN ARAH KIBLAT DENGAN MENGGUNAKAN AZIMUT PLANET. A. Algoritma Penentuan Arah Kiblat dengan Metode Azimut Planet

BAB IV ANALISIS HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM PROGRAM JAM WAKTU SALAT LED. A. Algoritma penentuan awal waktu Salat dalam Program Jam Waktu

BAB III METODE PENELITIAN

DATA DIGITAL BENDA LANGIT

2015 PENGARUH FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI TERHADAP KECERAHAN LANGIT MALAM TERKAIT VISIBILITAS OBJEK LANGIT

BAB IV ANALISIS KOMPARASI ALGORITMA EQUATION OF TIME JEAN MEEUS DAN SISTEM NEWCOMB

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Projek Observatorium Astronomi. masyarakat umum. Hal ini tidak lepas dari keterbatasan fasilitas

Awal Ramadan dan Awal Syawal 1433 H

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Padang Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Sungai Bangek, Balai

BAB IV UJI KOMPARASI DAN EVALUASI QIBLA LASER SEBAGAI ALAT PENENTU ARAH KIBLAT. A. Konsep Penentuan Arah Kiblat Dengan Qibla Laser Setiap Saat Dengan

BAB IV ANALISIS PENENTUAN ARAH KIBLAT DALAM KITAB. A. Analisis Penentuan Arah Kiblat dengan Bayang- bayang Matahari dalam

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN HISAB IRTIFA HILAL MENURUT ALMANAK NAUTIKA DAN NEWCOMB

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 23 JANUARI 2012 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1433 H

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian pada prinsipnya tidak terlepas dari bagaimana cara untuk

Paket Kegiatan Guru: Panduan Pengamatan Waktu Kampanye 2012 Menggunakan Crux: Jan, Feb, Mar & April

: Jarak titik pusat benda langit, sampai dengan Equator langit, di ukur sepanjang lingkaran waktu, dinamakan Deklinasi. Jika benda langit itu

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT AHMAD GHOZALI DALAM KITAB ṠAMARĀT AL-FIKAR

IMPLEMENTASI KALENDER HIJRIYAH GLOBAL TUNGGAL

BAB IV ANALISIS METODE HISAB AWAL WAKTU SALAT DALAM KITAB ILMU FALAK METHODA AL-QOTRU KARYA QOTRUN NADA

BAB IV KELAYAKAN PANTAI PANCUR ALAS PURWO BANYUWANGI SEBAGAI TEMPAT RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

JADWAL WAKTU SALAT PERHITUNGAN TIM HISAB DAN RUKYAT HILAL SERTA PERHITUNGAN FALAKIYAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2013

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Arah kiblat merupakan arah yang dituju oleh umat Islam dalam

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. wajib dilakukan oleh setiap orang muslim dan menjadi persoalan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. yang tepat untuk melakukan sesuatu; dan Logos yang artinya ilmu atau

hal Sumar in, Konsep Kelembagaan Bank Syariah, Ed. I. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012)

BAB IV ANALISIS METODE RASHDUL KIBLAT BULAN AHMAD GHOZALI DALAM KITAB JAMI U AL-ADILLAH

ANALISIS KONSEP MAT}LA DALAM KITAB BUGHYAH AL-MUSTARSYIDIN SKRIPSI

BAB IV ANALISIS PENGGUNAAN DAN AKURASI BENCET DI PONDOK PESANTREN AL-MAHFUDZ SEBLAK DIWEK JOMBANG SEBAGAI PENUNJUK WAKTU SALAT

STUDI ANALISIS AWAL WAKTU SHALAT SHUBUH (Kajian Atas Relevansi Nilai Ketinggian Matahari Terhadap Kemunculan Fajar Shadiq) Diah Utari

KONSEP BEST TIME DALAM OBSERVASI HILAL MENURUT MODEL VISIBILITAS KASTNER

BAB III METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah data primer dan

BAB I PENDAHULUAN. mengahadap kiblat adalah salah satu syarat sah shalat. Kiblat yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam penentuan awal waktu shalat, para ulama telah sepakat tidak mendikotomikan antara perspektif syariat dan saintifik. 1 Bahwa nash, yaitu al- Quran dan hadits menjadi landasan untuk melakukan observasi berdasarkan saintifik terhadap penentuan awal waktu shalat. Karena bagaimanapun penentuan awal waktu shalat didasarkan pada posisi matahari. Posisi matahari menjadi faktor utama penyebab timbulnya perbedaan ruang dan waktu di bumi yang mengakibatkan akan berbedanya pula waktu pelaksanaan shalat. Indikasi mulai masuk waktu shalat Shubuh yaitu saat kemunculan fajar sadik 2 dan berakhir hingga terbit matahari. Posisi matahari saat kemunculan fajar sadik adalah di bawah ufuk hakiki (ditandai dengan tanda minus) dengan nilai ketinggian tertentu. Kementerian Agama RI telah menetapkan ketinggian matahari waktu shalat Shubuh yaitu -19 + tinggi matahari terbit/terbenam sebagai standar 1 Berdasar pada pemahaman bahwa waktu-waktu shalat yang dijelaskan dalam nash al- Quran dan hadits berupa fenomena alam yang perlu diterjemahkan oleh ilmu falak/astronomi menjadi data astronomi sebagai acuan dengan kriteria yang lebih mudah dipahami. Hal ini telah disepakati dan dapat diterima baik oleh para ulama maupun masyarakat di bawah ketetapan Kementerian Agama RI. (Thomas Djamaluddin, Waktu Shubuh Ditinjau secara Astronomi dan Syar i, (Online, https://tdjamaluddin.wordpress.com/2010/04/15/waktu-shubuh-ditinjau-secaraastronomi-dan-syari/, diakses 13 Juni 2016)) 2 Fajar sadik muncul dan terlihat sebagai cahaya putih yang memanjang dan merata secara horizontal di ufuk timur akibat hamburan cahaya matahari di atmosfer. (Nihayatur Rohmah, Syafaq dan Fajar, Verifikasi dengan Aplikasi Fotometri : Tinjauan Syar i dan Astronomi, (Yogyakarta : Lintang Rasi Aksara Books), 2012, h. 1) 1

2 yang menjadi acuan waktu shalat Shubuh di Indonesia dan telah dianggap sudah sesuai dengan tinjauan dalil syar i dan astronomis. 3 Permasalahan mengenai penentuan awal waktu shalat Shubuh meruncing pada tahun 2009 melalui majalah Qiblati di Indonesia yang mempermasalahkan awal waktu shalat Shubuh bahkan sampai tiga edisi 4. Mereka mengadakan penelitian ulang terhadap makna fajar dalam al-quran surat al Baqarah [2] : 187 dan beberapa hadits Rasulullah saw yang ternyata berdasar pada hasil observasi yang mereka lakukan di beberapa tempat di Jawa Timur, Jawa Tengah dan DIY tersebut tidak bersesuaian dengan fenomena fajar sadik saat ini. Menurut tim majalah Qiblati tersebut, awal waktu shalat Shubuh di Indonesia terlalu cepat sekitar 24 menit. 5 Guna memverifikasi penentuan awal waktu shalat Shubuh di Indonesia ini kemudian banyak diadakan penelitian oleh para ahli ilmu falak maupun astronomi dengan berbagai kajian kecerlangan langit. Cara paling konvensional yang banyak dan biasa digunakan untuk mengukur kecerlangan langit adalah menggunakan fotometri 6. Namun fotometri membutuhkan waktu yang lama dan peralatan yang tidak murah. Saat ini selain menggunakan metode fotometri, terdapat sebuah alat 3 Kementerian Agama RI, Buku Saku Hisab Rukyat, (Jakarta : Sub Direktorat Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam), 2013, h. 83. 4 Tiga edisi majalah Qiblati yaitu Edisi 8, Vol. 4 : Salah Kaprah Waktu Shubuh : Fajar Kazib dan Fajar Shadiq, Edisi 9, Vol. 4 : Salah Kaprah Waktu Shubuh : Memajukan Waktu Shubuh adalah Bid ah Kuno, Edisi 10, Vol. 4 : Salah Kaprah Waktu Shubuh : Kesaksian dan Fatwa Para Ulama. 5 Dewan Hisbah Persis, 10 Keputusan Dewan Hisbah Persis : (8) Awal Waktu Shubuh dalam Risalah, No. 1, Th. 54, Jumadil Tsani 1437/April 2016, h. 26. 6 Fotometri merupakan metode untuk mengetahui informasi cahaya dari angkasa luar, termasuk mengenai kuat cahaya (intensitas) dan derajat penerangan (brightness). Penelitian dengan menggunakan fotometri yaitu dengan melakukan pemotretan menggunakan kamera DSLR yang kemudian diolah dengan software fotometri untuk diketahui intensitas cahayanya. (Nihayatur Rohmah, Syafaq dan Fajar, Verifikasi dengan Aplikasi Fotometri : Tinjauan Syar i dan Astronomi, (Yogyakarta : Lintang Rasi Aksara Books), 2012, h. 5)

3 bernama Sky Quality Meter. Sky Quality Meter (untuk selanjutnya disebut SQM) merupakan alat fotometer yang lebih modern dan sederhana, berukuran saku sehingga sangat mudah dibawa kemana-mana dengan harga yang relatif lebih murah. Penelitian menggunakan SQM menghasilkan data berupa kecerlangan langit sepanjang malam di suatu tempat dan secara praktis dapat digunakan untuk mendeteksi kemunculan fajar sadik sebagai tanda awal waktu shalat Shubuh. Hasil pengukuran SQM didefinisikan dalam besaran kecerlangan langit yaitu magnitudo per satuan detik busur persegi (MPDB) 7 sehingga lebih mudah untuk diteliti. 8 Hal inilah yang menjadi landasan oleh peneliti untuk meneliti dan mengkaji lebih dalam mengenai penentuan awal waktu shalat Shubuh, yang berbeda dengan penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya 9 menggunakan SQM, yang dilakukan di Pantai Tayu, Pati, Jawa Tengah sebagai lokasi yang representatif untuk dilakukan pengamatan kemunculan fajar sadik. Adapun peneliti mengangkat kajian ini dalam sebuah penelitian dengan judul Uji Akurasi Hisab Awal Waktu Shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter. 7 Dalam bahasa Inggris, MPSAS (mag/arsec 2 ) 8 Ahmad Ridwan Al Faruq, Kecerlangan Langit Malam Arah Zenit di Observatorium Bosscha dan Analisis Awal Waktu Shubuh dan Isya Menggunakan Sky Quality Meter (Skripsi), (Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia), 2013, h. 4, td. 9 Penelitian oleh mahasiswa S1 dan S2 UIN Walisongo Semarang sebelumnya menggunakan fotometri.

4 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada uraian latar belakang, maka dapat dirumuskan pokokpokok permasalahan yang dikaji sebagai berikut : 1. Bagaimana hisab awal waktu shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter? 2. Bagaimana akurasi hisab awal waktu shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter? 1.3 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui hisab awal waktu shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter. 2. Mengetahui akurasi hisab awal waktu shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini secara akademik bermanfaat untuk : 1. Menambah khazanah intelektual keilmuan Falak dan/atau Astronomi dalam menentukan awal waktu shalat Shubuh. 2. Sebagai pelengkap data-data kajian penentuan awal waktu shalat Shubuh di Indonesia. 3. Sebagai suatu karya ilmiah, penelitian ini dapat menjadi informasi dan sumber rujukan bagi para ahli falak dan peneliti lainnya di kemudian hari. 4. Dalam hal mengetahui awal masuk waktu shalat adalah wajib bagi setiap mu min dan agar tidak menjadi perpecahan dan keraguan di kalangan

5 masyarakat atas perbedaan pendapat yang ada terkait penentuan awal waktu shalat Shubuh khususnya di Indonesia. 1.5 Kajian Pustaka Berdasarkan pada penulusuran peneliti, kepustakaan maupun penelitianpenelitian sebelumnya yang terkait atau terdapat relevansi dengan kajian-kajian mengenai awal waktu shalat sudah banyak. Begitu pula dengan penelitian yang secara khusus mengkaji mengenai koreksi awal waktu shalat Shubuh juga sudah banyak dilakukan dan kebanyakan yang peneliti temukan adalah dengan menggunakan metode fotometri. Namun secara spesifik penelitian mengenai awal waktu shalat Shubuh menggunakan SQM masih sangat sedikit. Padahal dalam penentuan awal waktu shalat Shubuh memerlukan data-data penelitian yang banyak dan akurat di berbagai tempat guna keperluan verifikasi, mengingat penelitian kecerlangan langit dalam hal ini kaitannya dengan kemunculan fajar sadik sebagai tanda masuk waktu shalat Shubuh tidak bisa mengabaikan faktor tempat. Sebut saja penelitian yang dilakukan oleh Eka Puspita Arumaningtyas 10 dalam International Conference on Physics and its Applications; Morning Twilight Measured at Bandung and Jombang 11. Penelitian ini mengukur kecerlangan langit di Bandung, Jawa Barat dan Jombang, Jawa Timur menggunakan SQM. Penelitian ini merupakan penelitian pertama dan terbilang 10 Eka Puspita Arumaningtyas, Alumnus Magister Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB), 2005. 11 Penelitian dibimbing dan dilakukan bersama dengan Divisi Riset Departemen Astronomi Fakultas MIPA ITB, Moedji Raharto dan Dhani Herdiwijaya.

6 baru yang dilakukan di Indonesia menggunakan alat SQM. Fokus penelitian ini adalah pada pengukuran kecerlangan langit menggunakan SQM yang memiliki tujuan praktis digunakan untuk penentuan awal waktu shalat Shubuh dalam bahasan khusus secara astronomis. 12 Adapun pemilihan tempat di Bandung dan Jombang adalah menurut penelitian ini dimaksudkan untuk memperoleh perbandingan kecerlangan langit dengan perbedaan tingkat polusi cahaya, dengan Bandung dilakukan di gedung PAU (gedung tertinggi di ITB) sebagai daerah perkotaan dan Jombang dilakukan di kediaman peneliti di Kedawung Diwek sebagai daerah pedesaan. Penelitian lain dilakukan oleh Ahmad Ridwan Al Faruq dalam skripsi Kecerlangan Langit Malam Arah Zenit di Observatorium Bosscha dan Analisis Awal Waktu Shalat Shubuh dan Isya Menggunakan Sky Quality Meter 13. Penelitian ini berfokus pada pengukuran kecerlangan langit observatorium Bosscha seperti yang biasa dilakukan oleh banyak penelitian dalam penggunaan SQM untuk menguji kelayakan atau kualitas langit di sebuah situs observasi. Penelitian ini juga menganalisis data kemunculan syafaq sebagai tanda awal masuk waktu shalat Isya dan fajar sebagai tanda awal masuk waktu shalat Shubuh secara astronomis. Mengembangkan penelusuran kepustakaan, peneliti mendapat literatur berupa tesis dari Universiti Malaya Kuala Lumpur Malaysia, Kajian Kecerlangan Langit Waktu Shubuh oleh Samihah binti Sulaiman yang meneliti kecerlangan 12 Dalam penelitian tersebut, SQM dipasang dengan memperhitungkan jarak zenit sebesar 45 di arah timur. 13 Ahmad Ridwan Al Faruq, Kecerlangan Langit Malam Arah Zenit di Observatorium Bosscha dan Analisis Awal Waktu Shubuh dan Isya Menggunakan Sky Quality Meter (Skripsi), (Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia), 2013, td.

7 langit waktu Shubuh menggunakan SQM di beberapa titik lokasi untuk waktu shalat Shubuh di Malaysia. 14 Masih penelitian dari Malaysia, beberapa literatur berupa jurnal seperti Sky Brightness for Determination of Fajr and Isha Prayer by Using Sky Quality Meter 15 memberikan penjelasan seputar bagaimana pengaplikasian SQM dalam penentuan waktu shalat Shubuh dan Isya di Malaysia. Beberapa penelitian yang mengkaji awal waktu shalat Shubuh menggunakan metode fotometri yaitu skripsi Ayuk Khoirunnisak, Studi Analisis Awal Waktu Shalat Shubuh (Kajian atas relevansi nilai ketinggian matahari terhadap kemunculan fajar sadik) 16 dan tesis Nihayatur Rohmah, Penentuan Waktu Shalat Isya dan Shubuh dengan Aplikasi Fotometri 17 yang dibukukan dalam judul Syafaq dan Fajar, Verifikasi dengan Aplikasi Fotometri : Tinjauan Syar i dan Astronomi 18. Serta beberapa tulisan berupa jurnal yaitu Relevansi Konsep Fajar dan Senja dalam Kitab Al Qanun Al Mas udi bagi Penetapan Waktu Salat Isya dan Subuh 19 dan Waktu Salat : Pemaknaan Syar i ke dalam Kaidah Astronomi 20 yang 14 Samihah binti Sulaiman, Kajian Kecerlangan Langit Waktu Shubuh (Tesis), (Kuala Lumpur : Universiti Malaya), 2013, td. 15 Siti Asma Mohd Nor, Mohd Zambri Zainuddin, Sky Brightness for Determination of Fajr and Isha Prayer by Using Sky Quality Meter. International Journal of Scientific and Engineering Research, Vol. 3, Issue 8, h. 1-3, 2012. 16 Ayuk Khoirunnisak, Studi Analisis Awal Waktu Shalat Shubuh (Kajian atas relevansi nilai ketinggian matahari terhadap kemunculan fajar sadik (Skripsi), (Semarang : UIN Walisongo), 2011, td. 17 Nihayatur Rohmah, Penentuan Waktu Shalat Isya dan Shubuh dengan Aplikasi Fotometri (Tesis), (Semarang : UIN Walisongo), 2011. 18 Nihayatur Rohmah, Syafaq dan Fajar, Verifikasi dengan Aplikasi Fotometri : Tinjauan Syar i dan Astronomi, (Yogyakarta : Lintang Rasi Aksara Books), 2012. 19 Nugroho Eko Atmanto, Relevansi Konsep Fajar dan Senja dalam Kitab Al Qanun Al Mas udi bagi Penetapan Waktu Salat Isya dan Subuh, Jurnal Analisa, Vol. 19, No. 01, h. 95-105, 2012. 20 Dahlia Hiah Ma u, Waktu Salat : Pemaknaan Syar i ke dalam Kaidah Astronomi, Jurnal Hukum Islam : Istinbath, Vol. 14, No. 02, h. 269-285, 2015.

8 juga membahas mengenai kajian seputar awal waktu shalat Shubuh baik secara syar i maupun astronomis. Sehingga sebagaimana yang telah dipaparkan, maka yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah kajian penelitian ini membahas mengenai kajian kecerlangan langit saat kemunculan fajar sadik sebagai awal waktu shalat Shubuh dengan menggunakan alat fotometer bernama Sky Quality Meter. 1.6 Hipotesis 21 Berdasar pada apa yang peneliti pelajari dan dapat dari perkuliahan maupun bacaan mengenai penentuan awal waktu shalat, khususnya awal waktu shalat Shubuh, dapat peneliti rumuskan hipotesis bahwa awal waktu shalat Shubuh yang ditetapkan oleh Kemenag RI terlalu cepat dari fenomena kemunculan fajar sadik yang sebenarnya. Adapun kerangka pemikiran teoritik dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Ketinggian Matahari Kemunculan Fajar Sadik Awal Waktu Shalat Shubuh Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran Teoritik 21 Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah atau sub masalah yang diajukan oleh peneliti dan masih harus diuji kebenarannya (Tim Penyusun Fakultas Syari ah. Pedoman Penulisan Skripsi, (Semarang : IAIN Walisongo), 2010, h. 20)

9 1.7 Metode Penelitian Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut : 1.7.1 Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif 22 dengan kajian penelitian field research, yaitu observasi untuk melakukan pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menekankan kajian terhadap kecerlangan langit awal waktu shalat Shubuh kaitannya dengan penentuan kapan masuk waktunya melalui pendeteksian kemunculan fajar sadik menggunakan SQM. 1.7.2 Sumber dan Jenis Data a. Data Primer Data primer untuk penelitian yang bersifat field research ini adalah data yang diperoleh langsung dari sumber yang dikumpulkan secara khusus dan tentu berhubungan langsung dengan permasalahan yang diteliti, 23 yaitu data yang didapat melalui observasi dengan menggunakan SQM secara langsung untuk mengukur kecerlangan langit awal waktu shalat Shubuh di lokasi yang representatif, yaitu di Pantai Tayu, Pati, Jawa Tengah kaitannya dengan hal yang menjadi kajian utama dalam penelitian ini. Pantai Tayu menjadi lokasi yang 22 Penelitian kuantitatif dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan analisis pendekatan deduktif. (Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, (Bandung : Alfabeta), 2009, h. 22) 23 Tim Penyusun Fakultas Syari ah, Pedoman Penulisan Skripsi, (Semarang : IAIN Walisongo), 2010, h. 12.

10 representatif dalam penelitian kemunculan fajar sadik menggunakan SQM sebab Pantai Tayu merupakan lokasi bebas polusi cahaya yang langsung dan secara lepas menghadap ke arah ufuk timur. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data-data yang mendukung data primer yang tidak diperoleh secara langsung dari sumber melainkan didapat melalui penelitian-penelitian terdahulu maupun tulisan-tulisan berupa buku, jurnal, majalah ataupun artikel-artikel ilmiah yang berkaitan dengan kajian penelitian ini. 24 1.7.3 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian yang bersifat field research ini adalah sebagai berikut : a. Observasi Observasi secara monitoring 25 dilakukan untuk mengamati kecerlangan langit awal waktu shalat Shubuh kaitannya dengan kemunculan fajar sadik sebagai tanda masuk waktu shalat Shubuh menggunakan SQM. Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan interval waktu pengamatan tiap 10 detik. 26 Pengukuran dilakukan dengan cara memasang SQM pada tripod yang dihadapkan 24 Ibid. 25 Observasi monitoring adalah observasi yang dilakukan dalam interval waktu tertentu. 26 Dalam perhitungan waktu shalat, tidak diperlukan akurasi dalam satuan detik, namun cukup dalam satuan menit. (Rinto Anugraha, Mekanika Benda Langit (diktat Jurusan Fisika Fakultas MIPA), (Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada), 2012, h. 81) Sehingga, pemilihan interval waktu pengamatan tiap 10 detik dianggap sudah cukup sesuai.

11 ke arah ufuk timur di lokasi terbitnya matahari dengan kemiringan sudut pemasangan SQM sebesar 30 atau dengan jarak zenith sebesar 60. Hal ini dimaksudkan agar SQM dapat mengkover area kemunculan fajar sadik. 27 Pengamatan fajar sadik menggunakan SQM membutuhkan lokasi pengamatan di tempat yang memungkinkan mendapatkan ufuk timur yang lepas tanpa ada penghalang dan merupakan daerah gelap bebas dari polusi cahaya. Oleh karena itu peneliti mengambil lokasi pengamatan di Pantai Tayu di Pati, Jawa Tengah. Pantai Tayu terletak di Desa Keboromo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah dengan koordinat 6 32 18,38 LS, 111 04 26,76 BT dan elevasi 0 mdpl merupakan daerah dataran rendah yang dapat dengan mudah langsung mendapatkan ufuk timur berupa laut lepas. Pantai Tayu, Pati merupakan daerah yang gelap dan minim polusi cahaya sehingga tempat ini dianggap representatif untuk digunakan sebagai lokasi penelitian fajar sadik menggunakan SQM. Observasi ini dilakukan selama 7 hari dalam rentang waktu bulan Agustus sampai dengan September 2016. 27 SQM memiliki coverage area hingga 60 dengan area sensitivitas 10 ~20. (Pierantonio Cinzano, Night Sky Photometry with Sky Quality Meter, ISTIL International Report, 1.4, www.unihedron.com/project/darksky, 2005, h. 3)

12 Secara spesifik SQM yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis LU-DL 28. SQM LU-DL mengukur kecerlangan langit malam dengan hasil bacaan dalam besaran magnitudo per satuan detik busur persegi melalui koneksi USB dengan ataupun tanpa komputer dan mampu melakukan pembacaan data yang terdapat dalam internal recording. 29 b. Dokumentasi Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh data yang diperlukan melalui berbagai macam sumber tertulis yang berkaitan dengan kajian penelitian ini, diantaranya berupa buku, jurnal, majalah ataupun artikel-artikel ilmiah. Secara ringkas alur proses pengambilan data dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan sebagai berikut : Mulai Pengamatan Cerah Ya Tidak Memilih hari lain Data Pengolahan data menggunakan Ms. Excel 28 Jenis LU yaitu SQM yang memiliki lensa dengan koneksi USB dan sekaligus DL (Data Logger) yaitu SQM yang dapat secara otomatis merekam data dengan baterai adaptor tanpa koneksi komputer. 29 SQM-LU-DL Operator s Manual. 2016, http://www.unihedron.com/projects/sqm-lu-dl/

13 Analisis Selesai Gambar 2. Diagram Alur Proses Pengambilan Data 1.7.4 Teknik Analisis Data Dalam penelitian kuantitatif, analisis dilakukan setelah semua data yang diperlukan dalam penelitian terkumpul. 30 Data-data tersebut dipelajari dan diolah, yaitu diseleksi menurut reliabilitas dan validitasnya. Data yang rendah reliabilitas dan validitasnya atau yang kurang lengkap akan digugurkan. Data-data yang telah lulus seleksi diatur dalam tabel dan grafik kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik. 31 Hasil analisis data tersebut dideskripsikan pada tahap interpretasi untuk menguji hipotesis 32 dengan memberikan gambaran bagaimana penggunaan SQM sekaligus menyajikan data mengenai kecerlangan langit awal waktu shalat Shubuh yang diukur menggunakan SQM kaitannya dengan relevansi nilai ketinggian matahari terhadap kemunculan fajar sadik dan pengaruh elevasi tempat terhadap penentuan awal waktu shalat Shubuh. 30 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung : Alfabeta), 2009, h. 147. 31 Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta : Rajawali Pers), 2011, h. 40. 32 Ibid., h. 42.

14 1.8 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini peneliti susun dalam 5 bab yang terdiri atas beberapa sub pembahasan sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan Berisi pembahasan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, kajian pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II : Fiqih Hisab Awal Waktu Shalat Shubuh Berisi pembahasan tentang landasan teori berupa dalil naqli (al-quran dan hadits) maupun aqli (secara keilmuan atau saintifik) dalam penentuan awal waktu shalat Shubuh perspektif syariah dan astronomi serta metode hisab yang digunakan. BAB III : Aplikasi Alat Sky Quality Meter dalam Pengamatan Kemunculan Fajar Sadik Berisi pembahasan tentang pengenalan dan bagaimana penggunaan alat Sky Quality Meter secara umum dan khusus kaitannya dengan pengukuran kecerlangan langit, yaitu kemunculan fajar sadik sebagai indikasi awal waktu shalat Shubuh.

15 BAB IV : Uji Akurasi Awal Waktu Shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter Berisi pembahasan tentang analisis dan interpretasi nilai kecerlangan langit awal waktu shalat Shubuh yang diukur menggunakan Sky Quality Meter kaitannya dengan kemunculan fajar sadik dan komparasi data hasil pengamatan dengan metode hisab awal waktu shalat Kementerian Agama RI. BAB V : Penutup Berisi kesimpulan, saran dan penutup.