BAB II GAMBARAN UMUM PRODUKTIFITAS ORANG JEPANG 2.1 Pengertian Karakter Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang maju adalah bangsa Jepang. Karakter bangsa adalah kualitas jati diri bangsa yang membedakannya dengan bangsa lain. Bangsa Jepang mempunyai dasar karakter yang kuat. Manusia Jepang memiliki karakter serius dan rajin. Dalam sejarah, karakter khusus ini telah beberapa kali mengejutkan dunia. Contoh pertama adalah usaha orang Jepang menuju modernisasi pada zaman Meiji (1868-1912). Pada zaman Edo, sebelum zaman Meiji, pada saat tahun 1853, terdapat empat buah armada kapal perang dari Amerika datang ke Jepang. Pada saat itu, kebijakan isolasi negara oleh Edo Bakufu yang saat itu memerintah Jepang, membatasi secara ketat kegiatan pertukaran dan perdagangan dengan negara asing. Amerika telah meminta pembukaan negara untuk hubungan perdagangan terhadap Jepang dengan mengirimkan kapal hitam. Edo Bakufu dihadapkan pada situasi yang genting. Saat itu hampir tidak ada keputusan yang tepat cara terbaik dalam menghadapi kapal hitam itu. Karena pengalaman Jepang dalam kegiatan pertukaran dengan negara asing sangat kurang,
maka Jepang sangat takut untuk memulai kegiatan perdagangan dan pertukaran dengan pihak asing. Banyak orang Jepang yang setuju dengan keinginan Edo Bakufu untuk tetap menutup negara. Meskipun demikian, pembangunan Jepang saat itu sebenarnya sangat jauh tertinggal, apalagi dibandingkan dengan negara Barat. Militer Jepang masih sangat lemah. Meskipun hanya empat kapal, Bakufu pesimis Jepang akan mampu menghadapi Amerika, sehingga ia pun terpaksa menuruti keinginan Amerika dan mengambil kebijakan membuka negara. Negara-negara Barat lainnya segera menyusul Amerika dalam menjalin perdagangan dengan Jepang. Kebijakan membuka negara ini rupanya membangkitkan gerakan menentang Bakufu. Pada tahun1867 (14 tahun kemudian), kekuasaan Edo Bakufu akhirnya runtuh setelah memerintah selama 260 tahun. Bagi Jepang, pembukaan negara adalah peristiwa yang sangat besar. Setelah keruntuhan Edo Bakufu maka dimulailah era pemerintahan kaisar, yang disebut zaman Meiji. Saat itu, hampir semua Asia sedang dijajah oleh negara-negara Barat. Orang Jepang di zaman Meiji kemudian beranggapan bahwa ada kemungkinan mereka pun nantinya akan mengalami nasib yang sama. Karena itu, orang Jepang lalu bekerja keras agar dapat menyamai Barat. Mereka berpikir bahwa suatu keharusan untuk mengembangkan industri dan memperkuat militer. Banyak hal yang dilakukan oleh pemerintahan baru Meiji dalam upaya menuju modernisasi. Salah satu di antara kebijakan yang paling penting adalah pendidikan. Orang Jepang sejak dulu sadar arti pentingnya pendidikan. Bahkan
setelah memasuki zaman Meiji, pembangunan negara dan modernisasi didasari oleh pemikiran bahwa pendidikanlah yang akan dapat menghasilkan orang-orang hebat. Akhirnya pemerintah Meiji mulai membuat sistem sekolah pada tahun 1872. Semua anak laki-laki dan perempuan yang berumur 6 tahun ke atas diwajibkan mengenyam pendidikan. 2.2 Karakter Orang Jepang Masyarakat Jepang sangat menghargai suatu hubungan baik dengan orang lain. Untuk itu ada beberapa dasar penting dari budaya, kebiasaan dan aturan masyarakat Jepang yang perlu diajarkan, sopan santun, sikap menghormati orang lain, sikap rendah hati, dan tidak ragu meminta maaf. Sebagai sebuah bangsa, Jepang dikenal sebagai bangsa paling produktif di dunia. Mereka berhasil membangun negaranya dari sisa-sisa keruntuhan dan kehancuran. Selain dikenal sebagai pekerja keras, mereka juga dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi tradisi leluhur, salah satunya adalah tradisi malu. Mereka akan sangat malu bila sampai gagal dalam menjalankan tugas atau kewajibannya. Oleh karena budaya inilah, orang Jepang mempunyai kepribadian yang tangguh dalam meraih keberhasilan. Budaya malu khas orang Jepang sebenarnya sudah diwariskan sejak ratusan tahun silam. Di masa lalu, ada tradisi yang disebut hara-kiri (bunuh diri dengan menusukkan pisau ke perut). Tradisi ini merupakan ritual yang dilakukan oleh para samurai Jepang bila mendapati diri mereka kalah dalam suatu pertempuran. Mereka tidak akan ragu untuk menusukkan sebuah pisau khusus
untuk merobek perut mereka sendiri. Tradisi ini diyakini sebagai bentuk penebusan dosa atau kesalahan sehingga mereka bisa memperoleh kehormatannya kembali. Namun, memasuki era baru, tradisi hara-kiri tentu sudah tidak populer lagi. Orang Jepang memaknai hara-kiri sebagai sebuah ritual pengunduran diri bila mereka gagal menjalankan suatu amanat atau tanggung jawab. Seorang pejabat tinggi di Jepang misalnya, mereka akan penuh kerelaaan hati mengundurkan diri dari jabatannya sebagai wujud rasa malu yang mereka miliki. Mereka tidak akan bersikukuh untuk memangku jabatan yang ada karena mereka sudah gagal untuk mengembannya. Tradisi malu semacam itu ternyata tidak hanya dimiliki oleh kalangan pejabat saja. Orang-orang Jepang yang bekerja di sektor yang lebih rendah, seperti bekerja sebagai guru sekolah juga mempunyai budaya malu yang tinggi. Mereka akan segera menanggalkan jabatannya bila memang tidak becus dalam mengerjakan suatu tugas. Bila sudah dinilai gagal oleh orang lain, mereka dengan cepat meninggalkan kursi jabatannya. Tradisi malu yang dimiliki oleh orang Jepang juga terlihat jelas lewat kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya, orang Jepang akan sangat malu untuk melanggar suatu aturan. Bila ditempat mereka tinggal sudah disepakati suatu aturan, maka pantang bagi mereka untuk melanggarnya. Bila mereka melanggar, tanpa sungkan mereka akan segera memohan maaf. Semua ini menunjukkan
betapa tinggi rasa malu yang mereka miliki. Pembiasaan untuk bersikap malu ternyata berdampak positif bagi kesuksesan dan produktifitas orang Jepang. Herikudaru atau sikap rendah hati, berarti berinteraksi dengan sikap menghormati orang lain. Artinya, berinteraksi dengan orang lain, sambil menunjukkan bahwa lawan bicara tersebut posisinya lebih atas, lebih unggul dan hebat dari Anda, dengan cara merendahkan posisi diri sendiri. Di kehidupan sosial Jepang, Herikudaru (rendah hati) itu sangat penting. Terdapat kebiasaan merasa sungkan sebagai contoh kerendahan hati orang Jepang. Dalam bertutur kata pada saat menyajikan sesuatu kepada orang juga selalu kelihatan budaya rendah hati dari Jepang. Istilah bahasa Jepang yang mengungkapkan sikap rendah hati dari pembicara seperti okage de, atau okagesama de dalam bentuk yang lebih sopan, merupakan ucapan yang sering di gunakan oleh orang Jepang. Selain itu, orang Jepang juga sangat sering minta maaf. Mereka minta maaf, bahkan untuk sesuatu yang bukan tanggung jawabnya. Oleh sebab itu, hubungan antar manusia berjalan dengan baik, karena ketulusan untuk meminta maaf dan saling memaafkan. Sehingga tercipta budaya saling percaya, tanpa ada niat untuk memperdaya orang lain, dan menahan diri untuk tidak berprasangka buruk terhadap orang lain. Menurut para ahli, hal ini disebabkan karena selama ini Jepang tidak pernah ditundukkan dan dikuasai oleh bangsa lain. Di Jepang, setiap orang harus bersaing dalam segala hal. Persaingan pun dilakukan secara sehat dan tidak menjatuhkan pihak lawan. Persaingan pun dilakukan secara sehat dan tidak menjatuhkan pihak lawan. Karakter semacam ini
ternyata sudah dibentuk sejak mereka masih kecil. Sifat atau karkter suka bersaing yang dimiliki oleh orang Jepang, menurut Ann Wan Seng bukanlah suatu bakat maupun warisan genetik. Karakter suka bersaing merupakan hasil dari latihan demi latihan dan pemupukan sikap positif dalam memandang kehidupan. (lbid. Hlm. 284)