BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, yang menganut pancasila sebagai falsafah dari negara ini. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemerintah daerah diberi kewenangan yang luas untuk mengurus rumah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 jo. Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. warga negaranya yang memenuhi syarat secara hukum berhak wajib untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. mengurus keuangannya sendiri dan mempunyai hak untuk mengelola segala. sumber daya daerah untuk kepentingan masyarakat setempat.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat untuk penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pemerintahan Daerah, pada Pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber-sumber pendapatan negara yang digunakan untuk

BAB 1 BUKU SAKU PERPAJAKAN BAGI UMKM

BAB I PENDAHULUAN. dikelola dengan baik dan benar untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

BAB I PENDAHULUAN. tertinggi diperoleh dari perpajakan sebesar Rp1.235,8 triliun atau 83% dari

BAB I PENDAHULUAN. pada sensus penduduk yang dilakukan pada 1 Mei 15 Juni 2010 tercatat paling

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalah kontribusi wajib

BAB I PENDAHULUAN. dari luar negeri dapat berupa pinjaman dari negara lain.

BAB I PENDAHULUAN. ini tidak terlepas dari keberhasilan penyelenggaraan pemerintah propinsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan daerahnya sendiri, membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi dan kepentingan daerah itu sendiri. yang sesuai denganperaturan perundang-undangan. Oleh

BAB II LANDASAN TEORI. (2011), pajak adalah Iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan atau dikenal dengan istilah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dengan memberikan keleluasaan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu bagian dari pendapatan yang diterima oleh negara. Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. dengan yang namanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. daerah adalah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dimana

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Sama seperti pajak, namun terdapat imbalan (kontra-prestasi) secara langsung yang dapat dirasakan oleh pembayar retribusi

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan pajak dalam kehidupannya, sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

BAB I PENDAHULUAN. langsung berhubungan dengan teori keahlian yang diterima diperkuliahan. Praktik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah pada tahun 1999, yaitu sejak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bersangkutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya dikenal 2 fungsi pajak yaitu, budgetair dan regulerend. Budgetair

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. penyelenggaraan pemerintah daerah. Berlakunya Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Suksesnya pembangunan negara Indonesia tidak terlepas dari dana yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Otonomi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN yang tertuang dalam pasal 33 Undang-Undang Dasar Pembangunan

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan utama bagi sebuah Daerah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Sektor P3 dan Bea Meterai.

BAB I PENDAHULUAN. antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemerintah yang bersifat wajib (dapat dipaksakan) berdasarkan Undang-Undang

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pengertian Pajak Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, SH Waluyo

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB I PENDAHULUAN. Masalah perpajakan di Indonesia bukan menjadi persoalan pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Menurut Moekijat (1989:194), ciri-ciri prosedur meliputi : tidak berdasarkan dugaan-dugaan atau keinginan.

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. keempat atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 ketentuan Umum dan Tata

BAB I PENDAHULUAN. bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Tujuan lainnya untuk

BAB II BAHAN RUJUKAN

PENGETAHUAN DAN KEPATUHAN WAJIB PAJAK RESTORAN DI KABUPATEN SLEMAN. Stefani Gita Cakti. Erly Suandy

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., dan Brock Horace R.

BUPATI BARITO KUALA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. membuat pengelompokkan jenis pajak berdasarkan aktivitas yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. adalah ketersediaan dana oleh suatu negara yang diperlukan untuk pembiayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaksanaan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak sedikit. Dana tersebut dapat diperoleh dari APBN. APBN dihimpun dari semua

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dan kemasyarakatan harus sesuai dengan aspirasi dari

WALIKOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. Untuk dapat merealisasikan

Pengaruh Pajak Hiburan Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung

SEKILAS PAJAK DAERAH DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam naungan

ekonomi K-13 PERPAJAKAN K e l a s A. PENGERTIAN PAJAK Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Rochmat Soemitro (dalam Waluyo, 2010) pajak adalah iuran kepada kas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak

ANALISIS EFEKTIVITAS DAN KONTRIBUSI PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PERDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB P2) TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) KABUPATEN JEMBER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia, yang menganut pancasila sebagai falsafah dari negara ini mengamanatkan bahwa Indonesia merupakan negara hukum. Sebagai bentuk dari salah satu negara hukum maka tugas pemerintah sebagai kepanjangan tangan dari masyarakat adalah melakukan pembangunan nasional yang dilakukan secara bertahap, berkelanjutan, dan terencana sehingga menciptakan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan nyaman sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 merupakan dasar dari perumusan pengaturan pajak di Indonesia. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah yang tidak ada imbalan secara langsung dapat ditunjuk, maka supaya peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah tidak dinyatakan sebagai perampokan atau pemberian hadiah secara sukarela, maka diisyaratkan bahwa pajak, sebelum diberlakukan, harus mendapatkan persetujuan dari rakyat terlebih dahulu. 1 Pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada didalam masyarakat.masyarakat adalah kumpulan manusia yang pada suatuwaktu berkumpul untuk tujuan tertentu.masyarakat terdiri atas 1 Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti, 2004, Asas dan Dasar Perpajakan 1, Edisi Revisi, PT Refika Aditama, Bandung, hlm. 5.

individu, individu mempunyai hidup sendiri dan kepentingan sendiri, yang dapat dibedakan dari hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat.negara adalah masyarakat yang mempunyai tujuan tertentu.kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat.untuk kelangsungan hidup masing-masing diperlukan biaya.biaya hidup negara adalah kelangsungan alat-alat Negara, administrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya, dan harus dibiayai dari penghasilan negara 2. Penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan/atau dari hasil kekayaan alam yang ada didalam negara itu (Natural Resources).Dua sumber itu merupakan sumber yang terpenting dan memberikan penghasilan kepada negara.penghasilan itu untuk membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi inidividu seperti kesehatan rakyat, pendidikan, kesejahtraan dan sebagainya.jadi, dimana ada kepentingan masyarakat, disitu timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah senyawa kepentingan umum. 3 Berdasarkan pemungutannya pajak dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah.pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribumi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan 2 Erly Suandy, 2011,Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, hlm. 7. 3 Ibid

pembangunan daerah. Berdasarkan Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah "Kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan scara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat." Pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah harus diatur dalam peraturan daerah.pajak daerah terbagi ke dalam pajak daerah provinsi dan pajak daerah kabupaten. Dalam hal ini, pajak provinsi dan pajak kabupaten terbagi dalam beberapa jenis, yaitu sebagai berikut: 4 a. Jenis Pajak Provinsi terdiri atas: 1) Pajak Kendaraan Bermotor; 2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor; 3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; 4) Pajak Air Permukaan; dan 5) Pajak Rokok b. Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas: 1) Pajak Hotel; 2) Pajak Restoran; 3) Pajak Hiburan; 4) Pajak Reklame; 5) Pajak Penerangan Jalan; 4 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 2

6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan; 7) Pajak Parkir; 8) Pajak Air Tanah; 9) Pajak Sarang Burung Walet; 10) Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan; dan 11) Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Dewasa ini, pajak daerah terdiri dari berbagai jenis pajak yang terkait dengan sendi kehidupan masyarakat, demikian pula dengan retribusi daerah.masingmasing jenis pajak dan retribusi daerah memiliki objek, subjek, tarif, dan berbagai ketentuan pengenaan tersendiri, yang mungkin berbeda dengan jenis pajak atau retribusi daerah lainnya. Disisi lain, semangat otonomi daerah yang diberlakukan di Indonesia memungkinkan setiap daerah provinsi atau kabupaten/kota mengatur daerahnya sendiri, termasuk dalam bidang pajak dan retribusi daerah. Salah satu faktor penting dalam pelaksanaan otonomi daerah ialah menyangkut ekonomi atau keuangan daerah.dengan adanya kemampuan daerah secara ekonomis, maka daerah dapat berdiri sendiri tanpa ketergantungan dengan pusat 5.Sebagai salah satu daerah otonom, Yogyakarta sudah seharusnya melaksanakan program program pembangunan baik program jangka pendek maupun jangka panjang.untuk merealisasikan program pembangunan tersebut, 5 Sutedi Adrian, 2008,Hukum Pajak Dan Retribusi Daerah, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 10.

Pemerintah Kota Yogyakarta berusaha untuk mengoptimalkan pendapatan daerah melalui pajak. Dalam hal ini, Kota Yogyakarta telah mengesahkan salah satu pajak daerah yang dipungut di kota Yogyakarta adalah pajak hiburan yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Pajak Hiburan, yang kemudian digantikan dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.Pajak hiburan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang berpotensi, yang dapat dipungut secara efisien, efektif, dan ekonomis sehingga dapat lebih berperan dalam usaha meningkatkan penerimaan pajak daerah khususnya di Kota Yogyakarta. Pajak hiburan menjadi salah satu penerimaan daerah yang selayaknya memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah.pajak hiburan juga diharapkan untuk dapat dijadikan sebagai sumber pendanaan pemerintah dalam mendukung peningkatan potensi pajak karena merupakan jenis pajak daerah yang memiliki banyak keunggulan antara lainnya pajak hiburan adalah jenis pajak yang memiliki biaya pungut rendah, tidak memiliki dampak atas daya guna ekonomi, tidak menimbulkan masalah politik dan juga tempat hiburan mudah dideteksi atau diketahui. Hal ini dikarenakan Yogyakarta selain sebagai kota pelajar, namun juga sebagai kota pariwisata sehingga membuat banyak wisatawan lokal maupun asing berdatangan, sehingga menjadikan hiburan sebagai suatu kebutuhan. Dewasa ini, terjadi pertumbuhan dan perkembangan terhadap beragam tempat hiburan di Kota Yogyakarta seperti bioskop, tempat

karaoke, permainan bilyar dan sejenisnya pergelaran seni musik/tari/busana, permainan ketangkasan, panti pijat, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran. Dilihat dari sisi insidental, potensi penerimaan yang diperoleh seharusnya cukup menjanjikan dikarenakan kota Yogyakarta sering menggelar pertunjukan kesenian daerah, belum lagi jika ditambah dengan konser musik, serta pameran kesenian maupun lainnya. Perbedaan mendasar antara pajak hiburan tetap dengan yang bersifat insidental adalah mengenai lokasi dan masa pajaknya, kalau pajak hiburan tetaplokasi objek pajaknya jelas dan tidak berpindah-pindah, dengan masa pajaknya 1 (satu) bulan kalender.sedangkan pajak hiburannya yang sifatnya insidental lokasi objek pajaknya tidak tetap, dengan masa pajaknya selama penyelenggaraan hiburan tersebut berlangsung.pemungutan pajak hiburan juga tetap lebih mudah dibandingkan dengan pajak hiburan insidental dikarenakan dalam pajak hiburan tetap, wajib pajak secara teratur melaporkan dan membayar kewajiban pajak berdasarkan sistem self assessment kepada Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan (DPDPK) Kota Yogyakarta. Sementara dalam pajak hiburan insidental pemungutannya didasarkan pada informasi yang didapat staf atau pejabat dari iklan, spanduk dan koran mengenai pertunjukan yang akan atau sedang diselenggarakan di wilayah Kota Yogyakarta. Dengan demikian pemungutan pajak hiburan insidental tergantung pada kejelian pejabat dan harus menugaskan pejabat untuk memantau pertunjukan yang sedang diselenggarakan.

Setiap promotor atau event organizer yang hendak mengadakan suatu acara wajib melaporkan atau membayar pajaknya.namun yang terjadi adalah sering kali promotor atau event organizer tidak melapor setoran pajaknya dikarenekan mereka tidak tahu maupun tidak peduli dengan pajak tersebut.alhasil banyak potensi penerimaan pajak yang hilang dari objek pajak hiburan.self assessment system yang dianut dalam pemungutan pajak hiburan dapat berjalan dengan lancar bila diikuti oleh tingkat kepatuhan wajib pajak yang besar dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan B. Perumusan Masalah Bertolak dari paparan latar belakang masalah dapat dirumuskan sebagai isu sentral dalam penelitian skripsi ini yaitu, seperti apa pengawasan yang dilakukan dalam pemungutan pajak hiburan yang bersifat insidental yang kemudian diungkapkan dalam judul penelitian skripsi yakni, "PEMUNGUTAN PAJAK HIBURAN YANG BERSIFAT INSIDENTAL DI KOTA YOGYAKARTA KAITANNYA DENGAN ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK" Isu sentral tersebut mengandung berbagai permasalahan, yaitu permasalahan hukum empiris dan permasalahan hukum normatif, baik permasalahan pada lapisan dogmatik hukum maupun pada lapisan teori hukum. Dengan demikian dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut

1. Permasalahan hukum empiris, yakni: Bagaimanakahsistem pemungutan pajak hiburan yang bersifat insidental di Kota Yogyakarta? 2. Permasalahan hukum normatif, yakni: Apakah pengelolaan pajak hiburan yang bersifat insidental telah sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Subjektif Penulisan hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada. 2. Tujuan Objektif a. Untuk mengetahui sistem pemungutan pajak hiburan yang bersifat insidental b. Untuk mengetahui sistem pengawasan yang dilakukan fiskus dalam pemungutanpajak hiburan yang bersifat insidental D. Keaslian Penelitian Untuk mengetahui keaslian penelitian ini penulis telah melakukan penelusuran penelitian pada berbagai referensi baik yang berbentuk media cetak maupun elektronik, serta dengan pencarian penelitian serupa dalam mesin pencarian di internet dan sepengetahuan penulis, penelitian yang berkaitan dengan pemungutan pajak hiburan yaitu, Analisis Pemeriksaan Pajak Hiburan Atas Penyelengaraan Konser Musik Di Provinsi DKI Jakarta yang dilakukan

oleh Permana Adiguna, Universitas Indonesia Jakarta pada tahun 2012, dengan rumusan masalah yaitu; 1. Bagaimana implementasi pemeriksaan pajak hiburan atas konser musik yang diadakan di DKI Jakarta? 2. Apa faktor faktor penghambat dalam pelaksanaan pemeriksaan pajak hiburan atas konser musik di DKI Jakarta? 3. Bagaimana upaya yang ditempuh Dinas Pelayanan Pajak dalam mengatasi faktor penghambat tersebut? dan Kontribusi Pajak Hiburan Insidental Terhadap Pendapatan Daerah Di Pemerintahan Kabupaten Sleman" yang dilakukan oleh Dian Kristiani, Universitas Gajah Mada Yogyakarta pada tahun 2006 dengan rumusan masalah yaitu; 1. Bagaimanakah realisasi pengelolaan pungutan Pajak Hiburan Insidental dan bagaimana optimalisasi pungutan Pajak Daerah di Pemerintahan Kabupaten Sleman? 2. Apakah kebijakan perpajakan di Kabupaten Sleman telah sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik? 3. Apakah pranata hukum pentarifan pajak hiburan insidental di Kabupaten Sleman telah sesuai dengan asas-asas pembuatan peraturan perundangundangan yang baik? Sementara itudalam kesempatan ini penulis menulis tentang, "Sistem Pengawasan Dalam Pemungutan Pajak Hiburan Yang Bersifat Insidental Di Kota

YogyakartaKaitannya Dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik", walaupun ada persamaan dalam meneliti pemungutan pajak hiburan insidental, namun terdapat perbedaan dalam hal penulis lebih mengedepankan sistem pengawasan dalam pemungutan pajak hiburan yang sifatnya Insidental, serta lokasi penelitian yang berbeda sehingga penelitian ini asli. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dapat memberikan manfaat baik untuk kepentingan akademik maupun kepentingan praktis, yaitu berupa: 1. Manfaat Akademis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan ilmu hukum pajak pada khususnya, serta bermanfaat bagi penelitian-penelitian ilmu hukum selanjutnya. b. Hasil penelitian ini digunakan sebagai syarat kelulusan dalam rangka memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya maupun sebagai masukan dan sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam konteks upaya menerapkan pajak yang baik dan benar sebagai salah satu sumber biaya pembangunan nasional.