4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecemasan 2.1.1. Definisi Kecemasan dalam bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari bahasa latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik. Kecemasan adalah gangguan alam perasaan (affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) masih baik, kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting of personality), perilaku dapat terganggu tetapi masih dalam batas-batas normal (Hawari, 2006). Kecemasan juga merupakan respon terhadap situasi tertentu yang mengancam dan merupakan hal normal yang terjadi yang disertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru, serta dalam menemukan identitas diri dan hidup (Sadock dan Sadock, 2004). Segala bentuk situasi yang mengancam kesejahteraan organisme dapat menimbulkan kecemasan, konflik dan bentuk frustasi lainnya merupakan sumber dari kecemasan (Atkinson, 1999). 2.1.2. Klasifikasi Gejala kecemasan baik sifatnya akut maupun kronik (menahun) merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan (psychiatric disorder). Edisi revisi keempat Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IV-TR) mencamtumkan gangguan kecemasan berikut ini menurut klinisnya : gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia, agorafobia tanpa riwayat gangguan panik, fobia spesifik dan sosial, obsessive-compulsive disorder (OCD), gangguan stress pasca trauma, gangguan stress akut, gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan kecemasan akibat keadaan medis umum, gangguan kecemasan yang diinduksi zat, dan gangguan kecemasan yang tidak
5 tergolongkan. Hal ini menerangkan setiap gejala klinis yang dialami memilki arti klinis gangguan kecemasan yang berbeda (Sadock dan Sadock, 2004). 2.1.3. Gejala Kecemasan Pengalaman kecemasan memiliki dua komponen: kesadaran akan sensasi fisiologis (seperti palpitasi dan berkeringat) serta kesadaran bahwa ia gugup atau ketakutan. Selain pengaruh viceral dan motorik (Tabel 2-1), kecemasan memengaruhi pikiran, persepsi, dan pembelajaran. Kecemasan cenderung menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi waktu dan ruang tetapi juga orang dan arti peristiwa. Distorsi ini dapat menggangu proses pembelajaran dengan menurunkan konsentrasi, mengurangi daya ingat, dan menggangu kemampuan menghubungkan satu hal dengan hal yang lain yaitu membuat asosiasi (Sadock dan Sadock, 2004). Aspek penting emosi adalah efeknya pada selektivitas perhatian. Orang yang mengalami kecemasan cenderung memperhatikan hal tertentu di dalam lingkungannya dan mengabaikan hal lain dalam upaya untuk membuktikan bahwa mereka dibenarkan untuk menganggap situasi tersebut menakutkan. Jika keliru dalam membenarkan rasa takutnya, mereka akan meningkatkan kecemasan dengan respons yang selektif dan membentuk lingkaran setan kecemasan, persepsi yang mengalami distorsi, dan kecemasan yang meningkat. Jika sebaliknya, mereka dengan keliru menentramkan diri mereka dengan pikiran selektif, kecemasan yang tepat dapat berkurang, dan mereka dapat gagal mengambil tindakan pertahanan yang perlu (Sadock dan Sadock, 2004).
6 Tabel 2.1. Gejala Kecemasan Manifestasi Perifer Kecemasan Diare Pusing, kepala terasa ringan Hiperhidrosis Hiperefleksia Hipertensi Palpitasi Midriasis pupil Gelisah (contoh: berjalan mondar- mandir) Sinkop Takikardia Kesemutan di ekstremitas Tremor Gangguan perut ( seperti ada kupu- kupu ) Frekuensi, hesitansi, dan urgensi urin Sumber: Sadock dan Sadock, 2004 2.1.4. Faktor risiko 1. Jenis kelamin Jenis kelamin sangat berpengaruh terhadap terjadinya gangguan kecemasan, setidaknya 2/3 dari orang dengan gangguan kecemasan adalah perempuan (Gillberg, Harrington, Steinhausen, 2005).
7 Tabel 2.1. Survei Prevalensi Seumur Hidup Tingkat Kecemasan Masyarakat di USA Epidemiologic Cathcmen Area Study National Comorbidity Survey Pria Wanita Rasio Pria Wanita Rasio Anxiety disorder Anxiety disorder, total 1,8 10,3 5,7 19,2 30,5 1,6 Generilzed anxiety disorder 4,3 6,8 1,6 3,6 6,6 1,8 Panic disorder 0,9 2,0 2,2 2,0 5,0 2,5 Phobic disorder Agoraphobia without panic 3,2 7,9 2,5 3,5 7,0 2,0 Simple phobia 7,8 14,5 1,9 6,7 15,7 2,3 Social phobia 2,5 2,9 1,2 11,1 15,5 1,4 Gangguan yang dinilai dalam Epidemiologic Cacthcmen Area (ECA) dan National Comorbidity Survey (NCS) menyatakan besarnya tingkat gangguan kecemasan bervariasi secara substansial antara dua studi ini, dimana menunjukkan rasio jenis kelamin yang mencolok dan mirip. Wanita memiliki sekitar dua kali lipat lebih tinggi pada tingkat kecemasan seumur hidupnya seperti pada gangguan panic, gangguan kecemasan umum, agoraphobia, dan phobia daripada lakilaki dalam kedua studi (Merikangas dan Pine, 2002). Alasan mengapa gangguan kecemasan mempengaruhi perempuan lebih sering dari laki-laki karena perempuan memiliki fluktuasi hormon sepanjang hidupnya, termasuk pubertas, menstruasi, kehamilan, dan menopause. Fluktuasi ini diperkirakan memicu ketidakseimbangan dalam sistem neurotransmiiter lainnya, dan menjadi kondisi provokasi seperti kecemasan.
8 2. Status sosial dan suku Tingkat gangguan kecemasan pada umumnya lebih besar di antara mereka di tingkat bawah status sosial ekonomi. Beberapa komunitas penelitian telah menghasilkan angka yang lebih besar dari gangguan kecemasan, gangguan khususnya fobia, antara Afrika-Amerika. Sehubungan dengan anak-anak, Compton dkk menemukan bahwa anak-anak Kaukasia lebih mungkin mengalami gejala fobiasosial, sedangkan anak-anak Afrika-Amerika memiliki lebih gejala kecemasan pemisahan (SAD). Pine dkk melaporkan bahwa fobia yang lebih besar di antara mereka ditingkat sosial bawah. Alasan untuk perbedaan kelas etnis dan sosial belum dievaluasi secara sistematis. Namun, kedua faktor metodelogi serta perbedaan dalam eksposur terhadap stresor telah maju sebagai penjelasan yang mungkin (Merikangas dan Pine, 2002). 3. Umur Secara umum, fobia, OCD dan kecemasan pemisahan muncul di awal masa kanak-kanak, sedangkan fobia sosial dan gangguan panik sering didiagnosis selama masa remaja. Studi menunjukkan bahwa 3-5% dari anak-anak dan remaja memiliki beberapa gangguan kecemasan. Anak-anak dan remaja yang memiliki gangguan kecemasan berada pada risiko kemudian mengembangkan gangguan kecemasan yang lain, depresi, dan penyalahgunaan zat (Simon, 2011). 4. Kepribadian (Personality) Kepribadian anak-anak mungkin menunjukkan risiko lebih tinggi atau lebih rendah untuk gangguan kecemasan di masa depan. Sebagai contoh, penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang sangat pemalu dan orang-orang cenderung menjadi target pengganggu berada pada risiko tinggi untuk mengembangkan gangguan kecemasan di kemudian hari. Anak-anak yang tidak dapat mentoleransi ketidakpastian cenderung pengkhawatir, prediktor utama kecemasan
9 umum. Ciri- ciri tersebut mungkin didasarkan secara biologis dan karena hipersensitif amigdala - "fear center" di otak (Simon, 2011). 5. Obat- obatan dan alkohol Gangguan kecemasan dapat dicetuskan atau diperburuk oleh sebuah zat, baik akibat konsumsi zat yang disebut sebagai obat rekreasional maupun akibat penggunan obat yang diresepkan. Pengguanannya sebagai obat yang diresepkan yang menimbulkan efek secara langsung maupun secara tidak langsung (efek samping) akan menimbulkan kecemasan ataupun memperburuk keadaan kecemasan tersebut. Salah satu obat-obat yang digunakan adalah amfetamin (zat lir-amfetamin), kanabis, kokain, halusinogen, inhalan, fenisiklidin atau yang sejenisnya, sedatif, hipnotik, ansiolitik, dan zat lain yang belum diketahui (Sadock dan Sadock, 2004). Penggunaan zat-zat seperti alkohol, kafein, dan nikotin juga dapat menyebabkan atau memperburuk suatu kecemasan (MFMER, 2012). Penggunaan zat-zat yang dapat menginduksi sebuah gangguan kecemasan pemakaiannya haruslah dalam dosis tertentu yaitu dosis toksis dan frekuensi pemakaian rutin (Sadock dan Sadock, 2004). 2.1.5. Tingkat kecemasan Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A). Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A) adalah salah satu skala rating pertama kali dikembangkan untuk mengukur keparahan gejala kecemasan dan masih banyak digunakan saat ini di bidang klinis dan pengaturan penelitian. Skala ini terdiri dari 14 item, masing-masing didefinisikan oleh serangkaian gejala, dan mengukur kedua aspek kecemasan yaitu kecemasan psikis (mental agitasi dan tekanan psikologis) dan kecemasan somatik (keluhan fisik berkaitan dengan kecemasan). Meskipun HAM-A tetap banyak digunakan sebagai ukuran hasil dalam uji klinis, telah dikritik karena kadang-
10 kadang yang miskin kemampuan untuk membedakan antara anxiolytic dan antidepresan efek, dan kecemasan somatik dibandingkan sisi somatik efek. Hamilton Anxiety Rating Scale (HAM-A) tidak menyediakan beberapa standarisasi pertanyaan penyelidikan. Meskipun demikian, tingkat interrater dilaporkan reliabilitas untuk skala tampaknya diterima. Setiap item pertanyaan di quisioner HAM-A diberikan penilaian pada skala 0 (tidak hadir) sampai 4 (parah), dengan skor total kisaran 0-56, di mana 0 menunjukan tidak adanya kecemasan, 1-17 keparahan ringan, 18-24 keparahan ringan sampai sedang, 25-30 keparahan sedang sampai parah, dan 31-56 keparahan berat. 2.2. Kecemasan pada Mahasiswa Secara umum, gangguan mental sangat rentan terjadi terhadap mahasiswa. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh National Alliance on Mental Illnes (NAMI) pada 765 responden mahasiswa dari seluruh dunia menyatakan bahwa 73 persen mahasiswa pernah mengalami gangguan mental (NAMI, 2012). Gangguan kecemasan merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang paling sering terjadi di perkuliahan di Amerika Serikat. Empat puluh juta remaja di Amerika Serikat menderita gangguan kecemasan (kecemasan), dan 75 persen diantara mereka mengalami gangguan kecemasan pada umur 22 tahun. Hal ini menyatakan beban mahasiswa yang terlalu tinggi dan membuat terjadinya gangguan kecemasan pada mereka yang diikuti juga oleh gangguan- gangguan lainnya (ADAA, 2011). Ditemukan adanya perbedaan kecemasan berdasarkan masa studi. Subjek yang memiliki masa studi tahun pertama memiliki kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan subjek yang lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Coleman bahwa tingkat kecemasan tergantung pada pengalaman-pengalamannya, sehingga mempengaruhi cara individu dalam mengevaluasi keadaan yang menimbulkan kecemasan. Mahasiswa yang memiliki masa studi lebih lama, memiliki pengalaman-pengalaman yang lebih banyak dalam menghadapi masalah dalam perkuliahan sehingga menjadi lebih tahan terhadap tekanan-tekanan yang
11 dialaminya dibandingkan dengan mahasiswa masa studi tahun pertama (Zulkarnain dan Noviadi, 2009). Menurut Endler dan Hunt Kecemasan bukan saja tergantung pada variabel manusianya tapi juga rangsang yang membangkitkan kecemasan, dalam hal ini salah satu rangsang yang membangkitkan kecemasan adalah situasi saat ujian, beban kuliah, dan lingkungan sekitar (Zulkarnain dan Noviadi, 2009).