BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan unsur terpenting dalam kesejahteraan perorangan, kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar hidup seperti pangan, sandang, perumahan, penghasilan, pendidikan, kebebasan beragama dan kesempatan untuk mengembangkan daya cipta. Masyarakat yang dapat hidup sehat merupakan masyarakat yang sadar, mampu mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang sedang dihadapi sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan oleh penyakit fisik maupun psikologis, termasuk gangguan kesehatan akibat bencana, maupun lingkungan dan perilaku yang tidak mendukung untuk hidup sehat termasuk masalah kesehatan jiwa (Depkes RI, 2006). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar yang dilakukan pada tahun 2013 disetiap provinsi yang ada Indonesia, ditemukan bahwa rumah tangga (RT) yang menjawab memiliki anggota rumah tangga (ART) dengan gangguan jiwa berat sebanyak 1.655, terdiri dari 1.588 rumah tangga dengan 1 orang ART, 62 RT memiliki 2 orang ART, 4 RT memiliki 3 ART, dan 1 RT dengan 4 orang ART yang mengalami gangguan jiwa berat. Jumlah seluruh responden dengan gangguan jiwa berat berdasarkan data Riskesdas 2013 adalah sebanyak 1.728 orang. Dari hasil riset tersebut dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki masalah yang cukup serius dalam kesehatan jiwa penduduk dan perlu perhatian yang serius untuk mencari pemecahan masalah dan pencegahan lebih lanjut pada peningkatan angka gangguan jiwa penduduk di Indonesia.
Untuk mencapai tingkat kesehatan jiwa secara optimal, pemerintah Indonesia menegaskan perlunya upaya peningkatan kesehatan jiwa, seperti yang dituangkan dalam Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan Bab IX pasal 144 yang menyatakan bahwa upaya kesehatan jiwa ditujukan untuk menjamin setiap orang dapat menikmati kehidupan kejiwaan yang sehat, bebas dari ketakutan, tekanan, dan gangguan lain yang dapat mengganggu kesehatan jiwa. Gangguan jiwa merupakan respon maladaptif terhadap stressor dari dalam dan luar lingkungan yang berhubungan dengan perasaan dan perilaku yang tidak sejalan dengan budaya kebiasaan/norma setempat dan mempengaruhi interaksi sosial individu, kegiatan dan fungsi tubuh. Salah satu jenis gangguan jiwa berat adalah skizofrenia. Skizofrenia merupakan sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi individu termasuk fungsi berpikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku yang dapat diterima secara rasional (Sarwono, 2012). Gejala yang tampak pada skizofrenia dibagi menjadi dua kategori utama yaitu gejala positif atau gejala yang nyata yang mencakup waham, halusinasi dan disorganisasi pikiran bicara dan berperilaku yang tidak teratur, gejala negatif atau gejala yang tidak nyata seperti afek datar, tidak memiliki kemauan dan menarik diri dari masyarakat atau rasa tidak nyaman. Salah satu gejala yang lebih banyak muncul adalah disfungsi sosial dan pekerjaan yang mempengaruhi perilaku pada klien skizofrenia yang menyebabkan adanya depresi pada klien yang mengalami gangguan konsep diri hingga kurangnya penerimaan klien di lingkungan keluarga dan masyarakat terhadap kondisi
yang dialami klien yang mengakibatkan klien mengalami isolasi sosial (Videback, 2008). Interaksi sosial sangatlah penting untuk setiap individu, karena manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berkelompok dimana satu dengan yang lain saling berhubungan untuk memenuhi kebutuhan sosial seperti adanya rasa menjadi milik orang lain atau keluarga, kebutuhan pengakuan orang lain dan kebutuhan pernyataan diri (Purwaningsih, 2009). Ketidakmampuan klien berinteraksi disebut dengan isolasi sosial. Isolasi sosial merupakan suatu keadaan yang dialami seseorang dimana individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain atau sekitarnya agar pengalaman yang tidak menyenangkan dalam berhubungan dengan orang lain tidak terulang kembali (Purba, dkk. 2012). Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan kepada klien isolasi sosial salah satunya adalah terapi kelompok yang bersifat suportif atau pemberian dukungan pada klien isolasi sosial yang biasa disebut terapi psikososial (Videback, 2008). Terapi psikososial adalah terapi yang dilakukan secara berkelompok untuk meningkatkan interaksi antar individu yang ikut serta sebagai peserta dalam terapi kelompok. Terapi ini merupakan metode yang didasarkan prinsip-prinsip sosial dan menggunakan teknik perilaku bermain peran, praktek dan umpan balik guna meningkatkan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan masalah (Keliat, 2013) Terapi aktivitas kelompok sangat efektif mengubah perilaku individu karena di dalam kelompok terjadi interaksi satu dengan yang lain dan saling mempengaruhi. Dalam kelompok akan terbentuk satu sistem sosial yang saling berinteraksi dan menjadi
tempat klien berlatih perilaku baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku lama yang maladaptif (Keliat, 2013). Terapi aktivitas kelompok dibagi sesuai dengan masalah keperawatan klien, salah satunya adalah terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS). TAKS adalah upaya memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah hubungan sosial. Dengan TAKS maka klien diharapkan dapat meningkatkan hubungan sosial secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok dan masyarakat (Keliat, 2013). Beberapa penelitian mengenai pengaruh TAKS terhadap klien dengan masalah keperawatan isolasi sosial seperti penelitian yang dilakukan oleh Hasriana (2013) menyatakan bahwa terdapat pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan klien dalam berinteraksi sosial hal ini tampak pada hasil penelitian dimana 93,3% klien mampu bersosialisasi. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Nyumirah (2012) yang menyatakan bahwa ada peningkatan kemampuan interaksi sosial (kognitif, afektif dan perilaku) kepada klien isolasi sosial setelah dilakukan terapi kelompok. Penelitian yang dilakukan oleh Susilowati (2009) mengenai pengaruh TAKS terhadap tingkat depresi di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta menunjukkan adanya pengaruh TAKS terhadap penurunan tingkat depresi pada klien di Rumah Sakit tersebut. Penelitian mengenai TAKS telah terbukti banyak memberikan manfaat dalam mengatasi berbagai masalah gangguan jiwa, namun TAKS masih sangat jarang dilakukan di rumah sakit jiwa. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan secara langsung saat melakukan praktik keperawataan di Rumah Sakit Jiwa Pemprovsu Medan, terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada klien isolasi sosial masih sangat
jarang dilakukan kepada klien. Menurut Keliat (2005) terapi aktivitas kelompok masih jarang dilakukan karena kemampuan perawat dalam menjalankan kegiatan terapi aktivitas kelompok belum memadai, pedoman pelaksanaan dan perawatan yang mewajibkan pelaksanaan terapi aktivitas kelompok di Rumah Sakit juga belum ada. Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana pengaruh aplikasi terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan klien berinteraksi sosial guna membantu klien dalam menangani masalah kesehatan yang dihadapi melalui penerapan asuhan keperawatan dalam bentuk terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS). 1.2 Rumusan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dijelaskan diatas maka penulis merumuskan masalah penelitian ini adalah Adakah pengaruh aplikasi terapi aktivitas kelompok sosialisasi pada klien isolasi sosial di RSJ Prof. Muhammad Ildrem Medan?. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi terapi aktivitas kelompok sosialisasi kepada klien isolasi sosial di RSJ Prof. Muhammad Ildrem Medan. 1.3.2 Tujuan khusus Adapun tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh aplikasi terapi aktivitas kelompok sosialisasi kepada klien isolasi sosial di RSJ Prof. Muhammad Ildrem Medan.
1. Mengetahui karakteristik klien isolasi sosial di Ruang Kamboja RSJ Prof. Muhammad Ildrem Medan. 2. Mengetahui kemampuan sosialisasi klien isolasi sosial di Ruang Kamboja RSJ Prof. Muhammad Ildrem Medan sebelum diberikan intervensi TAKS. 3. Mengetahui kemampuan sosialisasi klien isolasi sosial di Ruang Kamboja RSJ Prof. Muhammad Ildrem Medan setelah diberikan intervensi TAKS. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Praktek Keperawatan Hasil penelitian ini telah dapat digunakan sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat mengenai pentingnya manfaat terapi aktivitas kelompok sosialisasi dan bagaimana memberikan terapi aktivitas kelompok yang tepat dan benar sehingga dapat meningkatkan kemampuan sosialisasi pada klien isolasi sosial dan mempercepat proses penyembuhan penyakit klien. 1.4.2 Bagi Pendidikan Keperawatan Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu keperawatan, khususnya ilmu keperawatan jiwa, sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan jiwa selanjutnya. 1.4.3 Bagi Penelitian Keperawatan Penelitian ini telah dapat dijadikan masukan ataupun panduan bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan penelitian mengenai TAKS pada klien yang mengalami isolasi sosial.