11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri, Provinsi Papua. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Alat dan Data Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS CS 60, alat tulis, kamera digital dan satu unit komputer pribadi yang dilengkapi dengan software Erdas Imagine Ver 9.1, ArcView GIS Ver 3.2, ArcGis Ver 9.3, Map Source, Global Mapper 7, dan Microsoft Office 2010. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Citra landsat terkoreksi ortho antara path 102 row 62, path 103 row 61 dan path 103 row 62 multiwaktu dari tahun 2000 hingga 2012 yang bersumber dari LAPAN. 2. Citra Landsat tahun 2010 yang dimiliki oleh PT. Mamberamo Alasmandiri. 3. Data hasil pengecekan lapangan, berupa GCP yang diambil menggunakan GPS dan foto kondisi lapangan. 4. Peta tematik dari IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri berupa: Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 dan 1:250.000, Peta Rencana Kerja Usaha (RKU), Peta Geologi, Peta Iklim, Peta Jenis Tanah, Peta Kelas Lereng, Peta Kawasan Hutan dan Perairan, Peta Penataan Areal, Peta Penutupan Lahan, Peta Zonasi Areal, batas wilayah pengelolaan, blok Rencana Kerja Tahunan (RKT), buffer zone, batas wilayah ulayat, persebaran bahasa, daerah larangan, persebaran wilayah bersana (perburuan), dan persebaran areal konflik.
12 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Identifikasi Data Melakukan identifikasi terhadap data yang diperoleh dari IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri berupa data primer maupun data sekunder. Data primer yang diperoleh berupa titik GCP yang diambil pada beberapa persimpangan jalan besar, muara sungai, log pond, sekitar danau dan distrik di kawasan IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri yang masih dapat dideteksi pada citra dan terjangkau di lapangan, serta data penutupan hutan pada blok RKT 2006-2012, virgin forest dan foto-foto kondisi lapangan. Data sekunder yang diperoleh berupa data citra landsat terkoreksi ortho multiwaktu dari tahun 2000 hingga 2012 yang berasal dari LAPAN, peta tematik yang dimiliki IUPHHK-HA PT. Mamberamo Alasmandiri dan informasi hasil wawancara maupun dokumen yang dimiliki perusahaan yang melengkapi gambaran mengenai peta tematik yang diperoleh. 3.3.2 Pemilihan Base map 3.3.2.1 Pemilihan Citra Terbaik Peta dasar (base map) digunakan sebagai acuan dalam koreksi geometrik yang akan dilakukan pada data peta yang lainnya. Melakukan koreksi ditorsi acak dan distorsi sitematik yang rumit memerlukan ketersediaaan peta teliti yang sesuai dengan daerah liputan citra dan titik-titik ikat medan yang dapat dikenali pada citra (Lillesand and Kiefer 1990). Peta yang dipilih menjadi peta dasar adalah citra landsat terkoreksi ortho antara path 102 row 62, path 103 row 61 dan path 103 row 62 multiwaktu dari tahun 2000 hingga 2012 yang bersumber dari LAPAN. 3.3.2.2 Pra Pengolahan Citra Sebelum citra yang terpilih digunakan sebagai peta dasar terlebih dahulu dilakukan beberapa hal yang meliputi reproject setiap scene citra yang digunakan, layer stacking dan pemotongan citra. Reproject dari setiap scene citra dilakukan untuk menyamakan proyeksi peta. Sistem koordinat yang digunakan adalah Datum WGS 84 dan proyeksi yang digunakan adalah UTM zone 53 di Selatan Khatulistiwa (WGS_1984_UTM_Zone_53S) untuk kawasan PT. Mamberamo Alasmandiri.
13 Layer stacking dilakukan untuk membuat citra komposit berwarna, karena dengan hanya satu band (saluran) yang umumnya ditampilkan dengan grayscale/hitam putih, identifikasi obyek pada citra umumnya lebih sulit jika dibandingkan dengan intepretasi pada citra berwarna (Jaya, 2010). Digunakan kombinasi band pada RGB 5-4-3 yang merupakan standar Dephut untuk menampilkan citra dengan kombinasi warna yang mendekati warna alami dan mempunyai variasi informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan komposit warna palsu standar, sehingga klasifikasi akan lebih mudah dilakukan. Pemotongan citra dilakukan dengan tujuan untuk memilih bagian citra yang terbaik dari setiap scene-nya sebelum nantinya dipadukan menjadi sebuah peta dasar yang utuh. Bagian terbaik yang dipilih merupakan dengan konsisi tutupan awan yang jarang dan tidak mengalami stripping. 3.3.3 Identifikasi Tematik Mengidentifikasi data peta tematik dan informasi yang melengkapinya, data tematik yang berasal PT. Mamberamo Alasmandiri berupa peta dengan format jpg yang harus diproses lebih lanjut agar menjadi data yang siap diolah, data dalam bentuk shapefile, dan informasi berbentuk point. Identifikasi yang dilakukan berfungsi mempermudah dalam proses koreksi geometrik, pembutan baseline peta dan dalam analisis yang lebih lanjut. 3.3.4 Koreksi Geometrik Koreksi geometrik merupakan proses yang mutlak dilakukan apabila posisi citra akan disesuaikan atau ditumpangsusunkan dengan peta-peta atau citra lainnya yang mempunyai sistem proyeksi peta (Jaya 2010). Koreksi geometrik dilakukan pada GCP (Ground Control Point) yang diambil di lapangan dan peta tematik yang dimiliki IUPHHKA-HA PT. Mamberamo Alasmandiri, dengan peta referensi citra landsat yang telah terkoreksi ortho antara path 102 row 62, path 103 row 61 dan path 103 row 62 multiwaktu tahun 2000 hingga tahun 2012.
14 3.3.4.1 Delineasi Jaringan Jalan, Jaringan Sungai dan Batas Wilayah Pengelolaan Jaringan jalan, jaringan sungai dan batas wilayah yang telah ditata batas diedelineasi berdasarkan interpretasi visual dari base map. Base map yang digunakan merupakan citra landsat yang telah terkoreksi ortho antara path 102 row 62, path 103 row 61 dan path 103 row 62 multiwaktu tahun 2000 hingga tahun 2012 yang berasal dari LAPAN. 3.3.4.2 Koreksi Titik Kontrol Lapangan Titik kontrol yang diambil langsung di lapangan menggunakan GPS dikoreksikan terhadap posisi seharusnya dari titik kontrol tersebut pada citra yang menjadi base map. Terdapat 17 titik kontrol yang diambil pada persimpangan jalan besar, 1 titik kontol wilayah distrik, 2 log pond, 7 muara sungai, 5 titik kontrol yang diambil pada sekitar danau dan salah satunya merupakan makam. Koreksi titik kontrol dilakukan untuk membandingkan keakuratan posisi titik yang diambil menggunakan GPS dengan posisi seharusnya yang terdapat pada citra. 3.3.4.3 Koreksi Peta Tematik Peta tematik yang dimiliki dan digunakan oleh PT. Mamberamo Alasmandiri ada yang masih berformat jpg dan ada yang telah berformat shapefile. Peta yang masih berformat jpg antara lain adalah Peta RKU, Peta Geologi, Peta Iklim, Peta Jenis Tanah, Peta Kelas Lereng, Peta Kawasan Hutan dan Perairan, Peta Penataan Areal, Peta Penutupan Lahan dan Peta Zonasi Areal. Peta yang telah berformat shapfile antara lain adalah batas wilayah pengelolaan, blok RKT, buffer zone, batas wilayah ulayat, persebaran bahasa, daerah larangan, persebaran wilayah bersana (perburuan) dan persebaran areal konflik. Dilakukan pengamatan mengenai kondisi hutan yang terdapat pada PT. Mamberamo Alasmandiri dan beberapa sarana dan prasarana pendukung dan aspek lainnya untuk mendapatkan informasi berbentuk point. Pengamatan mengenai kondisi hutan dilakukan dengan menggunakan plot contoh berukuran 2x2m untuk pengamatan pada tingkat semai, 5x5m untuk pengamatan pada tingkat pancang, 10x10m untuk pengamatan pada tingkat tiang dan 20x20m untuk
15 pengamatan pada tingkat pohon. Plot diambil pada blok RKT tahun 2006-2012 dan pada virgin forest untuk mengamati kondisi penutupan hutan. Dibuat tiga plot dan enam titik pengamatan dengan jarak dari masing-masing titik dan plot sebesar 100 m pada setiap blok RKT. Posisi setiap plot dan titik pengamatan juga ditandai dengan menggunakan GPS. Pola plot dan titik pengamatan di lapangan yang dibuat disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 Plot dan titik pengamatan di lapangan Pengamatan mengenai sarana dan prasarana pendukung dan aspek lainnya dilakukan dengan pengambilan titik-titik koordinat menggunakan GPS dan informasi serta foto lapang. Koreksi dilakukan menggunakan acuan jaringan jalan dan jaringan sungai hasil delineasai dari peta dasar yang dimiliki. Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan model polynomial orde 1 dengan jumlah titik kontrol yang berbeda disetiap jenis peta. Peta yang masih berformat jpg selanjutnya didelineasi kembali untuk dipisahkan ke dalam layer-layer penyusunnya. 3.3.5 Pembuatan Baseline Peta Data peta dan atribut penyertanya yang telah tersusun ke dalam layer-layer dengan tema berbeda telah menjadi suatu baseline SIG yang selanjutnya akan disusun ke dalam sebuah basis data SIG. Informasi geografis disimpan dalam basis data SIG berbentuk lapis (layers) informasi sesuai dengan temanya (dapat berupa kenyataan, abstrak, struktur model) (Purwadhi & Sanjoto 2010), setiap layer berisi informasi yang dapat digunakan untuk tahapan analisis selanjutnya. Penyususnan baseline SIG ke dalam sebuah basis data SIG bertujuan agar pengaturan/ pemilahan/ pengelompokan/ pengorganisasian data mudah dan cepat dilaksanankan. Hal ini dikarenakan data/file yang saling berhubungan yang disimpan dalam suatu media (elektronis) secara rupa yang terorganisisir dapat diakses dengan mudah dan cepat
16 Penelitian ini menggunakan gaya atau cara penggambaran dan manipulsi data atau model database relasional. Model database relasional tidak menggunakan hirarki pada field pada setiap record, data disimpan sebagai sekumpulan nilai dalam suatu bentuk record yang sederhana yang disebut tuples yang dikelompokkan ke dalam tabel 2 dimensi yang mempresentasikan hubungan semua atribut. Bagan alir proses pembuatan baseline SIG disajikan pada Gambar 3. Base map Data tematik (jpg, shapefile,dan informasi berbentuk point) Delineasi jaringan sungai dan jalan Koreksi geometrik Informasi berbentuk point Data jpg Data shapefile Delineasi Layer Database SIG Gambar 3 Bagan alir proses pembuatan baseline SIG