BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia sampai dengan saat ini telah memasuki tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. laporan keuangan yang handal, dapat dipertanggungjawabkan dan dapat digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2013 NOMOR : 40 PERATURAN WALIKOTA CILEGON TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi sistem penganggaran telah berjalan sejak disahkan paket. undang-undang keuangan negara yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 17

BAB I PENDAHULUAN. prinsip keterbukaan, keadilan, dan dapat dipertanggungjawabkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 35 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean government. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sesuai dengan prinsip-prinsip dasar good governance pada sektor

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sebagai penyelenggara pemerintahan dan pelayanan publik. Hal ini sesuai

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

KEPATUHAN PADA PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. menilai kinerja (Mardiasmo,2009,h.121). program sampai dengan tahun berjalan dengan sasaran (target) kinerja 5 (lima)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perubahan politik di Indonesia saat ini mewujudkan administrasi negara yang

I. PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pemerintahan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32. berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma baru tentang reformasi sektor publik telah mewarnai

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan tuntutan masyarakat terhadap terselenggaranya

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. ketahanan ekonomi nasional dalam menghadapi krisis, menimbulkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Selama ini dominasi Pusat terhadap Daerah menimbulkan besarnya

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan ( SAP ) yang telah diterima secara umum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas, dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

BAB I PENDAHULUAN. baik (Good Governance) menuntut negara-negara di dunia untuk terus

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 64 TAHUN 2008 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berkualitas yang dihasilkan dari suatu sistem informasi. Informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. daerah diharapkan mampu menciptakan kemandirian daerah dalam mengatur dan

PERATURAN BUPATI BANDUNG BARAT NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG MEKANISME PENGELOLAAN ANGGARAN KAS DI PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN Keadaan Ekonomi Daerah. Tabel 1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD. Realisasi Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. No.12 Tahun Menurut Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 yang

BAB I PENDAHULUAN. kerja dengan alokasi anggaran yang tersedia. Kinerja merupakan. organisasi (Nugroho dan Rohman, 2012: 1). Kinerja menurut Peraturan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. buruk terhadap kinerja suatu Pemerintah Daerah (Pemda).

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. termasuk diantaranya pemerintah daerah. Penganggaran sector publik terkait

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. awalnya hanya didasarkan pada Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 23.

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

Bupati Garut P E R A T U R A N B U P A T I G A R U T NOMOR 382 TAHUN 2008 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah berjalan sejak tahun 1999-an

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 4 TAHUN 2011 T E N T A N G PEMBERIAN DAN PEMANFAATAN INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

PROFIL KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. terakhir, peran sistem pengendalian internal di. internal, auditor eksternal, penyusun laporan keuangan, asosiasi profesi, dan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran dan Belanja Pendapatan Negara (APBN) memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN. membawa harapan akan terciptanya good governance yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. oaching

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM DAN PROSEDUR PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN

BAB I PENDAHULUAN. bidang ilmu akuntansi yang mengkhususkan dalam pencatatan dan pelaporan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 merupakan tonggak dimulainya era demokrasi di

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. melalui penyerahan pengelolaan wilayahnya sendiri. Undang-Undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam mewujudkan good governance. Hal ini tercermin dari kinerja

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan akan adanya perubahan pada organisasi sektor publik yang

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 84 / HUK / 2009 TENTANG

Bab IV Studi Kasus IV.1 Profil Direktorat Jenderal Perbendaharaan

BAB 1 PENDAHULUAN. pengklasifikasian, penganalisisan dan pelaporan transaksi keuangan dari

BAB I PENDAHULUAN. Penyerapan anggaran menjadi topik menarik akhir-akhir ini. Fenomena APBN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR. Jakarta, 10 Maret 2014 Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan. Dr. Ir. Syafril Fauzi, M.

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan suatu roda pemerintahan (Adriani, Atmadja, dan Dharmawan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pemerintah dalam menyelenggarakan sistem pemerintahannya telah bergeser

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Hal tersebut seiring dengan fenomena yang terjadi dalam perkembangan

BUPATI MUSI BANYUASIN

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Flores Timur Nomor 0076

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia sampai dengan saat ini telah memasuki tahun ke tujuh belas, sejak pertama kali diterapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dalam perjalanannya mengalami perubahan demi perubahan, dan terakhir adalah Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat daerah menurut prakarsa dan aspirasi sendiri yang berdasarkan asas desentralisasi. Dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat daerah tentu diperlukan modal berupa sumber daya manusia, peralatan, organisasi dan manajemen, serta yang tidak kalah pentingnya adalah keuangan. Sebagaimana Riwu Kaho (2001 : 60) menyatakan bahwa berhasil tidaknya otonomi daerah ditentukan oleh empat faktor, yaitu : 1) Manusia pelaksananya harus baik; 2) keuangannya harus cukup baik; 3) peralatannya harus cukup baik; 4) organisasi dan manajemennya harus cukup baik. Secara khusus menyangkut keuangan, diperlukan model pengelolaan yang sehat dan baik. Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Dalam sistem kepemerintahan yang baik (good governance) saat ini, tata kelola keuangan mendapat perhatian yang serius. Pengelolaan keuangan pemerintah daerah harus dilakukan berdasarkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu pengelolaan keuangan yang dilakukan secara transparan dan akuntabel, yang memungkinkan

para pemakai laporan keuangan untuk dapat mengakses informasi tentang hasil yang dicapai dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah sebagai instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. Anggaran Daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang. Dewasa ini pengelolaan anggaran yang dikemukakan adalah anggaran bebasis kinerja (performance based budget). Berbicara tentang anggaran berbasis kinerja sesungguhnya tidak dapat terlepas dari daya serap anggaran itu sendiri, walaupun lebih menitik beratkan pada kinerja. Akan tetapi daya serap anggaran sesungguhnya turut menentukan model pengelolaan anggaran berbasis kinerja. Hal ini karena fokus perhatian daya serap anggaran terletak pada manfaat belanja. Manfaat belanja akan dirasakan apabila daya serap anggaran itu berjalan sesuai target yang ada dan pada gilirannya berimbas pada kinerja itu sendiri. Kegagalan penyerapan anggaran akan berakibat hilangnya manfaat belanja yang tentunya akan mempengaruhi kinerja itu sendiri. Bank dunia menyebut negara-negara berkembang termasuk Indonesia mempunyai permasalahan dalam penyerapan anggaran yang disebut dengan istilah slow back-loaded, yang artinya penyerapan rendah pada awal sampai pertengahan tahun anggaran, namun melonjak memasuki akhir tahun anggaran. Alasan pentingnya daya serap anggaran karena dalam konsep dasar ilmu ekonomi, masalah mendasar yang dihadapi oleh manusia adalah keterbatasan sumber dana sebagai alat pemenuhan kebutuhan diperhadapkan pada kebutuhan yang jumlahnya tak terbatas. Karena itu apabila dana yang serba terbatas tadi tidak dapat terserap atau termanfaatkan

dengan baik tentunya menjadi kontra produktif atau tidak efisiendan tidak efektif atau tidak ekonomis. Anggaran belanja yang terdapat pada Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Provinsi/ Kabupaten/Kota telah disusun sedemikian rupa dan haruslah dimanfaatkan sebaik-baiknya dengan ketaatan pada asas waktu penggunaannya. Jika ingin menilai penyerapan anggaran, perlu juga dilihat target penyerapan anggaran yang telah disusun sejak awal, baik triwulan I, triwulan II, triwulan III dan triwulan IV apakah telah sesuai dengan target atau tidak. Daya serap anggaran sangat berperan dalam nenentukan kinerja sebuah organisasi pemerintah daerah. Hal ini karena anggaran belanja memiliki fungsi sebagai alat perencanaan dan pengendalian. Sebagai alat perencanaan maka anggaran dapat digunakan untuk menetapkan target yang harus dicapai oleh organisasi Pemerintah Daerah. Sedangkan fungsi pengendalian dikaitkan dengan penilaian sampai sejauh mana alokasi dana publik yang telah disetujui oleh lembaga legislatif di daerah telah dibelanjakan untuk kemanfaatan masyarakat melalui SKPD. Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan pada instansi pemerintah, terdapat sejumlah faktor penunjang, baik dalam bentuk perencanaan, faktor administrasi, sampai pada kesiapan sumber daya manusia (SDM) pelaksana. Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah telah diatur mekanisme pengelolaannya. Berdasarkan regulasi ini, maka pengelola keuangan telah diberikan standar atau pedoman dari sisi prosedur administrasi yang harus dilaksanakan oleh sumber daya manusia pelaksana. SDM pengelola anggaran/keuangan terdiri dari Pengguna Anggaran (PA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) sampai pada bendahara penerima penyetor. Peranan SDM pengelola anggaran sangat menentukan, karena setelah tersedia anggaran yang

telah ditetapkan pada DPA, maka pengelola anggaran harus merencanakan penggunaannya yang dimulai dengan menyiapkan jadwal pelaksanaan, menyiapkan administrasi, melakukan pengontrolaan pelaksanaan anggaran sampai pada evaluasi dan pelaporan. Apabila perencanaan memadai, proses administrasi berjalan baik dan SDM pelaksana dapat melaksanakan fungsinya secara baik, maka daya serap anggaran akan sesuai perencanaannya dan pada gilirannya kinerja anggaran akan baik pula. Sebaliknya apabila salah satu faktor tidak memadai atau berfungsi dengan baik maka akan mempengaruhi daya serap anggaran atau daya serap anggaran menjadi rendah. Akumulasi dari rendahnya daya serap anggaran pada tiap-tiap SKPD pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja Pemerintah Daerah itu sendiri. Oleh karena itu setiap SKPD dipacu untuk meningkatkan kinerjanya melalui pelaksanaan program dan kegiatan yang didalamnya faktor penyerapan anggaran turut menentukan. Persoalan daya serap anggaran sudah menjadi isu utama di kalangan Pemerintah Daerah, termasuk Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua. Masalah penyerapan anggaran terjadi di hampir seluruh perangkat daerah di Kabupaten Sabu Raijua, termasuk Badan Kepegawaian Daerah. Terhadap kenyataan ini Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua mulai tahun anggaran 2015 telah berupaya agar kinerja SKPD dapat ditingkatkan dan daya serap anggaran dengan menerapkan standar target tertentu yang harus dicapai oleh setiap SKPD. Oleh karena itu kepada seluruh pimpinan SKPD/Pengguna Anggaran di lingkup Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua diminta menandatangani Pakta Integritas Tahun Anggaran 2015 yang isinya mewajibkan kinerja anggaran harus mencapai 85% pada akhir tahun anggaran 2015. Akan tetapi berdasarkan pengamatan sekilas, daya serap anggaran pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sabu Raijua dalam setiap tahun belum mencapai standar minimal 85%

apalagi standar maksimal 100% walaupun daya serapnya sudah efektif karena dalam tabel menunjukkan angka di atas 50%. Serta dari tahun ke tahun daya serapnya semakin menurun. Gambaran terhadap penyerapan anggaran pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sabu Raijua dalam 3(tiga) tahun terakhir dapat dilihat pada tabel sebagai berikut : Tabel 1.1 Anggaran dan Realisasi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sabu Raijua Tahun 2013 2015 TAHUN ANGGARAN 2013 2014 2015 Jumlah Anggaran(Rp) 3.457.092.200,- 2.914.202.050,- 5.263.581.496,- Realisasi (Rp) 2.817.057.700,- 2.256.653.150,- 3.757.188.999,- Persentase 81,5 % 77,4 % 71,9 % Sumber : Bagian Perekonomian dan Pembangunan Setda.Kabupaten Sabu Raijua, 2016 Sesuai data tersebut diatas diketahui bahwa dalam tiga tahun terakhir daya serap anggaran Badan Kepegawaian Daerah tidak mencapai target 100%, malah memiliki kencenderungan menurun. Sesuai hasil pengamatan sekilas, patut diduga rendahnya daya serap anggaran pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sabu Raijua dipengaruhi oleh faktor (prosedur) administrasi tidak disiapkan secara baik serta faktor sumber daya manusia pelaksana yang tidak menjalankan tugas fungsinya dengan baik. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Indentifikasi Faktor Penyebab Rendahnya Daya Serap Anggaran Pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sabu Raijua 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Faktor apakah yang menyebabkan rendahnya daya serap anggaran pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sabu Raijua?

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan dengan latar belakang yang telah di uraikan, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: Untuk mengetahui dan mengidentifikasi faktor apa saja yang menyebabkan daya serap anggaran pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sabu Raijua rendah. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang faktorfaktor yang dapat menyebabkan rendahnya daya serap anggaran pada SKPD Pemerintah Daerah. 2. Bagi Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sabu Raijua, penelitian ini dapat menjadi informasi dan bahan masukan guna evaluasi serta perbaikan kinerja pengelolaan anggaran ke depan. 3. Bagi Peneliti Lainnya Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, literatur kepustakaan, informasi, dan pengetahuan tentang Daya serap anggaran pada instansi pemerintah daerah.