PENILAIAN DERAJAT ASMA DENGAN MENGGUNAKAN ASTHMA CONTROL TEST (ACT) PADA PASIEN ASMA YANG MENGIKUTI SENAM ASMA DI PEKANBARU

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN NILAI PEAK EXPIRATORY FLOW RATE (PEFR) PADA PASIEN ASMA YANG MENGIKUTI SENAM ASMA DI PEKANBARU

HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG

PENGARUH YOGA TERHADAP KONTROL ASMA

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

Tingkat Kontrol Asma Mempengaruhi Kualitas Hidup Anggota Klub Asma di Balai Kesehatan Paru

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

ABSTRAK PENILAIAN TINGKAT TERKONTROLNYA ASMA BERDASARKAN METODE ASTHMA CONTROL TEST TM PADA PENDERITA ASMA

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Studi Perilaku Kontrol Asma pada Pasien yang tidak teratur di Rumah Sakit Persahabatan

BAB 1 PENDAHULUAN. diobati, ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang terus-menerus yang

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract PENDAHULUAN. Wulan Prisilla 1, Irvan Medison 2, Selfi Renita Rusjdi 3

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN ASMA DENGAN TINGKAT KONTROL ASMA DI POLIKLINIK PARU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU. Syahira. Indra Yovi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Desain yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode potong lintang (cross-sectional).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang menderita asma hingga saat ini. Prevalensi asma di Indonesia tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. masih cenderung tinggi, menurut world health organization (WHO) yang bekerja

BAB I PENDAHULUAN. paru-paru. Penyakit ini paling sering diderita oleh anak. Asma memiliki gejala berupa

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Karakteristik Pasien PPOK Eksaserbasi Akut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran pernafasan obstruktif intermitten, reversible dimana

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

BAB I PENDAHULUAN. American Thoracic Society (ATS) dan European Respiratory Society (ERS)

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan, pada tahun 2020

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. asma di dunia membuat berbagai badan kesehatan internasional. baik, maka akan terjadi peningkatan kasus asma dimasa akan datang.

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa Yunani (yang berarti terengah-engah) dan pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

DI RT 06 RW 02 DESA KUDU KELURAHAN BAKI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAKI I SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

Kata kunci : asap rokok, batuk kronik, anak, dokter praktek swasta

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

Pemakaian obat bronkodilator sehari- hari : -Antikolinergik,Beta2 Agonis, Xantin,Kombinasi SABA+Antikolinergik,Kombinasi LABA +Kortikosteroid,,dll

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Kedokteran. Diajukan oleh : Angga Setyawan J

BAB I PENDAHULUAN. Asma bronkial merupakan penyakit kronik yang sering dijumpai pada anak

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG HEPATITIS B PADA DOKTER GIGI DI DENPASAR UTARA

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global Initiative of

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

PROFIL PENDERITA ASMA DEWASA YANG DI RAWAT INAP DI RSUP.H.ADAM MALIK MEDAN OLEH : JACKVINDERDEEP SINGH A/L TARAM SINGH

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menjadi menyempit karena meningkatnya prevalensi di negara-negara berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

Korelasi Lama Senam Asma dengan Faal Paru pada Pasien Asma yang Mengikuti Senam Asma

PREVALENSI GEJALA RINITIS ALERGI DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan semakin tingginya penjanan faktor resiko, seperti faktor pejamu

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN DIET PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN KOMPLIKASI CHRONIC KIDNEY DISEASE DI RSUP SANGLAH DENPASAR

BAB 1. Pendahuluan. Faktor perinatal menjadi faktor risiko gangguan respiratorik kronis masa

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

SKRIPSI PENGARUH TEKNIK PERNAPASAN BUTEYKO TERHADAP SKOR KONTROL ASMA DI POLIKLINIK PARU RSUD WANGAYA

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K)

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima

BAB 1 PENDAHULUAN. usia anak. Anak menjadi kelompok yang rentan disebabkan masih. berpengaruh pada tumbuh kembang dari segi kejiwaan.

BAB I PENDAHULUAN. dan alergi meningkat di berbagai wilayah seluruh dunia, khususnya di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan

HUBUNGAN PENGETAHUAN PASIEN HIPERTENSI TENTANG OBAT GOLONGAN ACE INHIBITOR DENGAN KEPATUHAN PASIEN DALAM PELAKSANAAN TERAPI HIPERTENSI DI RSUP PROF DR

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu penyakit jalan nafas obstruktif intermitten,

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB I PENDAHULUAN. insulin atau keduanya (American Diabetes Association [ADA] 2010). Menurut

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

I Ketut Darmayasa Unit Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Jalan Kesehatan Denpasar ABSTRAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

ABSTRACT ABSTRAK RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIABETES MELLITUS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) atau COPD (Chronic

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (lebih dari 60 tahun) diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2000 hingga

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

BAB I PENDAHULUAN UKDW. pada masa bayi, balita maupun remaja (Sidhartani, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO)

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

Stroke merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat. Pada 2002, stroke membunuh sekitar orang. Jumlah tersebut setara

BAB III METODE PENELITIAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

Transkripsi:

PENILAIAN DERAJAT ASMA DENGAN MENGGUNAKAN ASTHMA CONTROL TEST (ACT) PADA PASIEN ASMA YANG MENGIKUTI SENAM ASMA DI PEKANBARU Desta Reviona Sri Melati Munir Miftah Azrin Email: Destafkur@gmail.com ABSTRACT Asthma is a chronic inflammatory disorder of the airways in which many cell and cellular elements play a role. Asthma gymnastic is one of the recommended exercise therapy to help the process of rehabilitation in patients with asthma. To assist in the management of asthma besides of rehabilitation by following the asthma exercise, it is necessary to control the asthma. Asthma Control Test (ACT) is a screening test in the form of a questionnaire on clinical judgement to know asthma is controlled or not. The research design useing descriptive study with cross sectional approachment. The sampling technique used total sampling with 31 samples obtained. Result showed that asthma patients who followed gymnastics asma were in the age group 21-30 years old (41,94%), most commonly happened in female (70,97%), most common had comorbidities (58,06%), most common patients had a family history of asthma (74,20%), the length of time following the most gymnastics was asthma gymnastics < 3 month of people (61,30%). The degree was the most severe asthma persistent (54,84%), assessment of asthma control was the most uncontrolled asthma (45,16%) Key word : Asthma, Asthma gymnastics, Asthma Control Test (ACT) PENDAHULUAN Asma merupakan penyakit yang ditandai dengan serangan berulang sesak napas dan mengi, dengan tingkat keparahan dan frekuensi tiap orang bervariasi, yang disebabkan peradangan saluran udara paru-paru dan mempengaruhi sensitivitas ujung saraf disaluran napas sehingga mudah menimbulkan iritasi. 1 Berdasarkan Global Initiative for Asthma (GINA) asma termasuk masalah kesehatan masyarakat utama dan tercatat ada 300 juta orang penderita asma diseluruh dunia dan diperkirakan akan terus meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. 2,3 Pada tahun 2009 di Amerika tercatat prevalensi asma adalah 8,2% dan Jom Vol.1 No.2 Oktober 2014 1

mempengaruhi 24,6 juta orang (17,5 juta dewasa dan 7,1 juta anak-anak dengan rentang usia 0-17 tahun). 4 Asma masih menjadi sepuluh besar penyakit penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia. Berdasarkan penelitian Matondang didapatkan bahwa prevalensi asma didaerah rural (4,3%) lebih rendah daripada di daerah urban (6,5%) dan yang tertinggi adalah di kota besar seperti Jakarta (16,4). 3 Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Litbang Kesehatan Depkes RI tahun 2009, persentase penyakit asma di Provinsi Riau adalah 3,30%. 5 Pasien asma rawat jalan adalah sebesar 3-6% (3.773 kasus) yang termasuk 15 penyakit terbesar di Poli Paru Rumah Sakit Provinsi Riau. 6 Asma juga menjadi penyebab utama kecatatan serta memburuknya kualitas kesehatan diseluruh dunia. 3 Pengobatan asma sudah cukup efektif, tetapi angka morbiditas dan mortalitas asma tetap tinggi. 7 Berdasarkan studi di Asia Pasifik menunjukkan tingkat ketidakhadiran kerja akibat asma jauh lebih tinggi dibandingkan di Amerika Serikat dan Eropa, serta didapatkan hampir separuh pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan setiap tahunnya pernah melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat. 8 Pengobatan asma dapat dilakukan dengan cara kuratif maupun rehabilitatif. Cara pengobatan kuratif dengan menggunakan obat-obatan dan rehabilitatif dengan latihan teratur. Senam asma merupakan salah satu terapi latihan yang dianjurkan untuk membantu proses rehabilitasi pada pasien asma. Senam asma bertujuan untuk melenturkan otot-otot pernapasan, mencegah dan mengurangi kelainan bentuk dan sikap tubuh, mengendalikan dan meningkatkan kapasitas pernapasan, dan meningkatkan percaya diri. 9 Untuk membantu pengelolaan asma selain secara rehabilitasi dengan mengikuti senam asma, perlu dilakukan kontrol terhadap asma. Kontrol asma dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai parameter. Salah satu instrumen yang sederhana dan sudah memiliki validitas adalah Asthma Control Test (ACT). Asthma Control Test (ACT) merupakan suatu uji skrining berupa kuisioner tentang penilaian klinis seorang penderita asma untuk mengetahui asmanya terkontrol atau tidak. Kuesioner ini terdiri dari lima pertanyaan, yang dikeluarkan oleh America Lung Association bertujuan memberikan kemudahan bagi dokter dan pasien untuk mengevaluasi asma penderita yang berusia diatas 12 tahun dan menetapkan terapi pemeliharaannya. Parameter yang dinilai adalah gangguan aktivitas harian akibat asma, frekuensi gejala asma, gejala malam, penggunaan obat pelega dan persepsi terhadap kontrol asma dikutip oleh Widysanto. 10,11 Berdasarkan penelitian yang dilakukan Bachtiar, Wiyono dan Yunus didapatkan bahwa hasil pemeriksaan ACT hanya 1 pasien yang terkontrol penuh dan 113 (33%) yang terkontrol sebagian. Sebagian besar pasien 230 (67%) tidak terkontrol. Satu orang pasien terkontrol penuh merupakan pasien dengan derajat asma intermiten dengan pengetahuan tentang asma yang baik dan aktif mengikuti kegiatan senam asma dan selalu berusaha menghindari faktor pencetus. 12 Jom Vol.1 No.2 Oktober 2014 2

Penggunaan ACT sangat penting untuk mengontrol asma. Derajat kontrol dari asma diharapkan dapat memonitor penyakit dan menjadi pedoman terapi bagi penderita asma. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penilaian derajat asma dengan menggunakan ACT pada pasien asma yang mengikuti senam asma di Pekanbaru. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus 2013 sampai Mei 2014 di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Riau dan Rumah Sakit Ibnu Sina Pekanbaru. Sampel penelitian adalah seluruh pasien asma yang mengikuti senam asma di Pekanbaru yang diadakan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Riau dan Rumah Sakit Ibnu Sina yang bersedia menjadi responden penelitian. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara total sampling dengan besar sampel sebanyak 31 orang. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner Asthma Control Test (ACT), Kuesioner penentuan derajat asma Kuesioner ini diadopsi dari penelitian Desmawati), Meteran, Timbangan, Spirometer Schiller Switzerland No.2. 157014. Data diperoleh dari hasil pengisian kuesioner ACT dan kuesioner penentuan derajat asma oleh pasien Pekanbaru pada bulan April 2014, dengan meminta kesediaan pasien untuk dijadikan sampel penelitian dengan menandatangani informed concent. Data yang diperoleh dari kuesioner akan dikelompokkan berdasarkan variabel penelitian dan diolah secara manual dan komputerisasi kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2013 sampai dengan bulan Mei 2014 di Pekanbaru yang diadakan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Riau dan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina. Sampel penelitian adalah pasien asma yang mengikuti senam asma di Pekanbaru. Jumlah sampel penelitian adalah seluruhnya memenuhi kriteria inklusi penelitian yang berjumlah 31 orang. Setiap responden dibedakan karakteristiknya berdasarkan umur, jenis kelamin, ada atau tidaknya penyakit penyerta, riwayat asma pada keluarga, dan lama mengikuti senam asma Gambaran karakteristik pasien Pekanbaru berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel 4.1 Tabel 4.1 Karakteristik sampel penelitian berdasarkan umur Umur (Tahun) Jumlah 11-20 6 19,35 21-30 13 41,94 31-40 4 12,90 41-50 1 3,23 51-60 3 9,68 61-70 3 9,68 71-80 1 3,23 Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa Kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur 21- Jom Vol.1 No.2 Oktober 2014 3

30 tahun yang berjumlah 13 orang (41,94%), diikuti kelompok umur 11-20 tahun berjumlah 6 orang (19,35%), kelompok umur 31-40 tahun berjumlah 4 orang (12,90%), kemudian kelompok umur 51-60 tahun dan 61-70 tahun masing-masing berjumlah 3 orang (9,68%) dan yang paling sedikit adalah kelompok umur 11-20 tahun dan 71-80 tahun yang masing-masing berjumlah 1 orang (3,23%) Gambaran karakteristik pasien Pekanbaru berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 4.2 Tabel 4.2 Karakteristik sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin Jumlah Laki-laki 9 29,03 Perempuan 22 70,97 Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah subjek perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu jumlah perempuan sebanyak 22 orang (70,97%), sedangkan laki-laki berjumlah 9 orang (29,03%). Gambaran karakteristik pasien Pekanbaru berdasarkan ada tidaknya penyakit penyerta dapat dilihat pada tabel 4.3 Tabel 4.3 Karakteristik sampel penelitian berdasarkan ada tidaknya penyakit penyerta Variabel Jumlah Ada 18 58,06 Tidak ada 13 41,94 Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan bahwa pada subjek penelitian ini jumlah pasien asma yang memiliki penyakit penyerta selain asma lebih banyak dibandingkan dengan pasien asma yang tidak memiliki penyakit penyerta yaitu pasien yang memiliki penyakit penyerta berjumlah 18 orang (58,07%) sedangkan pasien yang tidak memiliki penyakit penyerta selain asma berjumlah 13 orang (41,93%). Gambaran karakteristik pasien Pekanbaru berdasarkan riwayat asma pada keluarga dapat dilihat paada tabel 4.4 Tabel 4.4 Karakteristik sampel penelitian berdasarkan riwayat asma pada keluarga Variabel Jumlah Ada 23 74,20 Tidak ada 8 25,80 Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan bahwa pada subjek penelitian ini jumlah pasien yang memiliki riwayat penyakit asma pada keluarga lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki riwayat penyakit asma pada keluarga yaitu pasien yang memiliki riwayat Jom Vol.1 No.2 Oktober 2014 4

penyakit asma pada keluarga berjumlah 23 orang (74,20%) sedangkan pasien yang tidak memiliki riwayat penyakit asma pada keluarga berjumlah 8 orang (25,80%). %). Dari wawancara dan pengisian kuesioner penelitian, didapatkan bahwa dari 18 orang responden didapatkan 9 orang memiliki penyakit penyerta Rhinitis, 4 orang memiliki penyakit penyerta Dermatitis, 2 orang memiliki penyakit penyerta Sinusitis, selanjutnya 1 orang memiliki penyakit penyerta Gastroesophageal Reflux disease (GERD) kemudian 1 orang memiliki penyakit penyerta Maag, dan 1 orang memiliki penyakit penyerta Diabetes Melitus. Gambaran karakteristik pasien Pekanbaru berdasarkan waktu mengikuti senam asma dapat dilihat pada tabel 4.5 Tabel 4.5 Karakteristik sampel penelitian berdasarkan lama waktu mengikuti senam asma Variabel Jumlah < 3 bulan 19 61,30 3 bulan 12 38,70 Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa lama waktu mengikuti senam asma terbanyak pasien asma adalah < 3 bulan yang berjumlah 19 orang (61,30%), sedangkan untuk waktu 3 bulan berjumlah 12 orang (38,70%). Pada penelitian ini dilakukan penilaian derajat asma pada pasien Pekanbaru dengan menggunakan kueisoner penentuan derajat asma dan penilaian kontrol asma dengan menggunakan kuesioner ACT Gambaran hasil penilaian derajat asma pada pasien asma yang mengikuti senam asma di Pekanbaru dengan menggunakan kuesioner penentuan derajat asma dapat dilihat pada tabel 4.6 Tabel 4.6 Hasil penilaian derajat asma dengan menggunakan kuesioner penentuan derajat asma Variabel Jumlah Intermiten 5 16,12 Asma 3 9,68 persisten ringan Asma 6 19,35 persisten sedang Asma 17 54,84 persisten berat Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan bahwa hasil penilaian derajat asma dengan menggunakan kuesioner penentuan derajat asma terbanyak adalah pasien asma dengan derajat asma persisten berat yang berjumlah 17 orang (54,84%) diikuti asma persisten sedang yang berjumlah 6 orang (19,35%), kemudian pasien asma intermiten yang berjumlah 5 orang (16,12%) dan yang paling sedikit adalah derajat asma persisten ringan yang berjumlah 3 orang (9,68%). Jom Vol.1 No.2 Oktober 2014 5

Gambaran hasil penilaian kontrol asma dengan menggunakan kueisoner ACT pada pasien asma yang mengikuti senam asma di Pekanbaru dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 Hasil penilaian kontrol asma dengan menggunakan kuesioner ACT Variabel Jumlah Terkontrol 4 12,90 penuh Terkontrol 13 41,94 sebagian Tidak 14 45,16 terkontrol Berdasarkan tabel 4.7 dapat dilihat bahwa derajat kontrol asma terbanyak adalah pasien asma dengan asma yang tidak terkontrol dengan jumlah 14 orang (45,16%), diikuti dengan pasien asma dengan asma terkontrol sebagian yang berjumlah 13 orang (41,94%), kemudian pasien asma yang terkontrol penuh dengan jumlah 4 orang (12,90%). PEMBAHASAN Penelitian ini diikuti oleh 31 responden pasien asma yang mengikuti senam asma di Pekanbaru. Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Riau dengan jumlah responden 24 orang dan di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina dengan jumlah responden sebanyak 7 orang. Penelitian dilakukan di kedua tempat tersebut karena di kedua tempat tersebut kegiatan senam asma rutin dilakukan. Sedangkan dibeberapa tempat lain yang sebelumnya juga melaksanakan kegiatan senam asma sudah tidak aktif lagi, dan beberapa tempat ada juga yang masih melaksanakan senam asma, tetapi setelah diobservasi sebagian besar peserta senam asma adalah orangorang yang bukan penderita asma. Dari wawancara yang telah dilakukan dengan penanggung jawab senam asma diketahui bahwa pencatatan jumlah paserta senam asma tidak dilakukan karena senam asma bersifat terbuka untuk umum. Sehingga tidak ada data pasti mengenai jumlah peserta di berbagai tempat pelaksanaan senam asma. Karakteristik sampel pasien asma berdasarkan kelompok umur didapatkan kelompok umur terbanyak adalah kelompok umur 21-30 tahun yang berjumlah 13 orang (41,94%) diikuti kelompok umur 11-20 tahun berjumlah 6 orang (19,35%), kelompok umur 31-40 tahun berjumlah 4 orang (12,90%), kemudian kelompok umur 51-60 tahun dan 61-70 tahun masing-masing berjumlah 3 orang (9,68%) dan yang paling sedikit adalah kelompok umur 11-20 tahun dan 71-80 tahun yang masing-masing berjumlah 1 orang (3,23%). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zega, Yunus, dan Wiyono pada penelitian tersebut kelompok umur pasien asma yang mengikuti senam asma terbanyak adalah umur 36-40 tahun yang berjumlah 5 orang (31,25%). 13 Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Melinda menemukan kelompok umur terbanyak adalah 56-60 yang berjumlah 7 orang (23,33%). 14 Prevalensi asma menurut Central for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2011, Jom Vol.1 No.2 Oktober 2014 6

didapatkan prevalensi asma pada anak adalah 8,9% (dari 6,5 juta anak) sedangkan prevalensi asma pada dewasa berjumlah 7,2% (dari 15,7 juta dewasa). 4 Pada penelitian ini kelompok dewasa yang mengikuti senam asma lebih banyak dari kelompok anak, hal ini disebabkan oleh jadwal pelaksanaan senam asma bertepatan dengan waktu sekolah, yaitu hari jumat dan sabtu. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kelompok jenis kelamin pasien asma yang mengikuti senam asma terbanyak adalah perempuan yang berjumlah 22 orang (70,97%), sedangkan laki-laki berjumlah 9 orang (29,03%). Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Sahat didapatkan jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu perempuan berjumlah 17 orang (68%), sedangkan laki-laki berjumlah 8 orang (32%). 15 Pada penelitian yang dilakukan oleh Zega, Yunus, dan Wiyono didapatkan bahwa jumlah perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki yaitu perempuan sebanyak 10 orang (62,5%) dan laki-laki berjumlah 6 orang (37,5%). 13 Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Melinda didapatkan seluruh peserta yang mengikuti senam asma adalah perempuan yaitu sebanyak 30 orang (100%). 14 Berdasarkan data National Health Statistic Report (NHSR) tahun 2011 didapatkan bahwa perempuan yang menderita asma lebih banyak dari pada laki-laki 4. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa perempuan lebih banyak mengikuti senam asma dibandingkan laki-laki, tetapi dari penelitian ini tidak dapat diambil kesimpulan bahwa prevalensi asma dewasa lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki, hal ini disebabkan responden dari penelitian ini adalah pengunjung suatu fasilitas kesehatan berupa senam asma yang disediakan oleh beberapa rumah sakit di Pekanbaru. Selain itu penyebab lain perempuan lebih banyak mengikuti senam asma dibandingkan laki-laki adalah kesibukan pekerjaan yang bertepatan dengan jadwal pelaksanaan senam asma. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa pasien asma yang memiliki penyakit penyerta lebih banyak dari pasien asma tidak memiliki penyakit penyerta. Pasien asma yang memiliki penyakit penyerta berjumlah 18 orang (58,07%), sisanya tidak memiliki penyakit penyerta. Dari wawancara dan pengisian kuesioner penelitian, didapatkan bahwa dari 18 orang responden didapatkan 9 orang memiliki penyakit penyerta Rhinitis, 4 orang memiliki penyakit penyerta Dermatitis, 2 orang memiliki penyakit penyerta Sinusitis, selanjutnya 1 orang memiliki penyakit penyerta Gastroesophageal Reflux disease (GERD) kemudian 1 orang memiliki penyakit penyerta Maag, dan 1 orang memiliki penyakit penyerta Diabetes Melitus. Asma sering dikaitkan dengan berbagai penyakit penyerta, beberapa penyakit yang sering dilaporkan sebagai penyakit penyerta pada asma adalah Rhinitis, Sinusitis, GERD, obstructive sleep apnea, dan gangguan hormonal. 16 Menurut data dari World Allergy Organization (WAO) dalam penelitian yang dilakukan pada 99 orang pasien dengan Rhinitis alergi atau Asma atau keduanya didapatkan hasil yaitu sebanyak 32% pasien Jom Vol.1 No.2 Oktober 2014 7

Rhinitis yang berkembang menjadi Asma, 50% pasien dengan asma yang disertai dengan Rhinitis. Pada penelitian lain juga didapatkan sebanyak 70-90% pasien Asma juga memiliki Rhinitis dan 40-50% pasien dengan Rhinitis alergi juga memiliki Asma. Sedangkan penyakit non alergi lain seperti flu dan Sinusitis dapat mengakibatkan memburuknya gejala asma terutama pada anak-anak. Bahkan pada pasien non alergi dapat meningkatkan perkembangan asma. 17 Asma dan Rhinitis sering terdapat bersamaan. Alergen yang umum seperti debu rumah, bulu binatang, tepung sari, aspirin dan anti inflamasi nonsteroid dapat mempengaruhi hidung maupun bronkus. Rhinitis sering mendahului timbulnya asma, sebagian besar penderita asma yaitu 75% asma alergi dan lebih dari 80% asma non alergi mempunyai gejala Rhinitis alergi musiman. Asma dan Rhinitis adalah kelainan inflamasi saluran napas, tetapi terdapat perbedaan antara kedua penyakit tersebut dalam hal mekanisme, gambaran klinis dan pengobatan. Pengobatan Rhinitis dapat memperbaiki gejala asma. 18 Seperti yang dikutip dari Laisina, alergi bulu dan serpihan kulit binatang peliharaan seperti kucing dan anjing seringkali menjadi pencetus asma. Penderita asma juga memiliki penyakit lain seperti Dermatitis atopi yang disebut sebagai faktor resiko. 19 Sinusitis merupakan komplikasi dari infeksi saluran napas atas, Rhinitis alergi, Polip hidung dan obstruksi hidung lainnya. Sinusitis akut dan kronik dapat mencetuskan asma. 18 Selama awal abad ke-20 dicatat tingginya insidens Sinusitis pada anak dan pasien dewasa. pada beberapa penelitian telah diketahui insidens radiografi sinus yang abnormal pada anak dengan mengi yang menetap. Pasien asma yang mempunyai foto sinus abnormal antara 31% dan 53% hal ini sama dengan yang dikutip oleh Irsa. 20 Gastroesophageal Reflux disease (GERD) juga merupakan penyakit penyerta pada asma. Hubungan antara gejala asma yang meningkat terutama pada malam hari dengan GERD masih diperdebatkan. Kejadian GERD pada penderita asma hampir 3 kali lebih banyak dibandingkan orang yang tidak menderita asma. 18 Berdasarkan penelitian didapatkan bahwa jumlah pasien asma yang memiliki riwayat penyakit asma pada keluarga lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki riwayat penyakit asma pada keluarga yaitu pasien yang memiliki riwayat penyakit asma pada keluarga berjumlah 23 orang (74,20%). Pada penelitian yang hampir sama yang dilakukan oleh Ilyas juga didapatkan bahwa dari 100 orang responden pasien asma didapatkan 74 orang (74%) pasien asma yang memiliki riwayat asma pada keluarga dan 26 orang (26%) pasien asma yang tidak memiliki riwayat asma pada keluarga. 21 Penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Laisina didapatkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat asma pada orangtua, riwayat atopi pada orangtua selain asma, infeksi saluran napas dan obesitas dengan kejadian asma pada anak. 19 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hall dan penelitian yang dilakukan oleh Jom Vol.1 No.2 Oktober 2014 8

Litonjua seperti yang dikutip oleh Laisina, Selama berabad-abad diketahui bahwa asma merupakan penyakit keturunan dalam keluarga. Telah dibuktikan dalam berbagai penelitian bahwa orangtua yang menderita asma merupakan prediktor yang kuat terhadap kejadian asma pada anak. Sedangkan hasil penelitian oleh Laisina menunjukkan bahwa kejadian asma pada anak yang orangtuanya memiliki riwayat asma adalah 72,7% dan terdapat hubungan antara riwayat asma pada orangtua dengan kejadian asma pada anak. 19 Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat bahwa lama waktu mengikuti senam asma terbanyak pada pasien asma adalah < 3 bulan yang berjumlah 19 orang (61,30%), sedangkan untuk waktu 3 bulan berjumlah 12 orang (38,70%). Pada penelitian yang dilakukan Zega, Yunus dan Wiyono didapatkan kesimpulan bahwa melakukan senam asma dan senam merpati putih secara teratur selama 3 bulan selain tidak terjadi Exercise-induced Asthma (EIA) juga didapatkan manfaat lain yaitu mengurangi gejala klinis, pemakaian bronkodilator hisap, meningkatkan fungsi paru, menurunkan Hb, Ht, dan eosinofil darah. 13 Senam asma dianjurkan untuk penyandang asma sebagai penatalaksanaan alternatif selain pemakaian obat-obatan. Senam asma dianjurkan karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan. Manfaat senam asma telah diteliti baik manfaat subjektif (kuesioner) maupun objektif (faal paru) dimana didapatkan manfaat yang bermakna setelah melakukan senam asma secara teratur dalam waktu 3-6 bulan. 18 Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sahat didapatkan bahwa senam asma berpengaruh terhadap peningkatan kekuatan otot pernapasan dan fungsi paru setelah dikontrol variabel usia, tinggi badan, berat badan dan jenis kelamin. 15 Pada penelitian ini didapatkan pasien asma yang mengikuti senam asma terbanyak < 3 bulan. Hal ini dikarenakan pada salah satu rumah sakit tempat penelitian baru mengadakan kegiatan senam asma. Hasil penelitian menunjukan penilaian derajat asma dengan menggunakan kuesioner penentuan derajat asma terbanyak adalah pasien asma dengan derajat asma persisten berat yang berjumlah 17 orang (54,84%) diikuti asma persisten sedang yang berjumlah 6 orang (19,35%), kemudian pasien asma intermiten yang berjumlah 5 orang (16,12%) dan yang paling sedikit adalah derajat asma persisten ringan yang berjumlah 3 orang (9,68%). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang hampir sama yang dilakukan oleh Khoman pada penderita asma di Poli Asma RSUP Haji Adam Malik Medan yang mana didapatkan derajat asma terbanyak adalah derajat asma intermiten yang berjumlah 18 orang (39,1%) dan yang paling sedikit adalah derajat asma persisten ringan dan persisten berat yang masingmasing berjumlah 8 orang (17,4%). 22 Pada penelitian yang dilakukan Juhariyah didapatkan bahwa latihan fisik dan latihan pernapasan pada pasien asma persisten ringan, sedang dan berat efektif dapat memperbaiki status fungsional terutama APE dan kualitas hidup Jom Vol.1 No.2 Oktober 2014 9

terutama komponen gejala. 23 Pada penelitian ini didapatkan pasien terbanyak adalah pasien asma dengan derajat asma persisten berat. Tetapi menurut kepustakaan dikatakan bahwa derajat asma tidak hanya berkaitan dengan keparahan penyakitnya tetapi juga respon terhadap terapi. Derajat beratnya asma juga bukan gambaran statis, melainkan dapat berubah dalam waktu beberapa bulan ataupun tahun. 10 Hasil penilaian kontrol asma terbanyak adalah pasien asma dengan asma yang tidak terkontrol dengan jumlah 14 orang (45,16%), diikuti dengan pasien asma dengan asma terkontrol sebagian yang berjumlah 13 orang (41,94%), kemudian pasien asma yang terkontrol penuh dengan jumlah 4 orang (12,90%). Pada penelitian yang dilakukan Bachtiar, Wiyono dan Yunus juga didapatkan pasien asma tidak terkontrol dengan jumlah 230 orang (66,9%), pasien asma dengan asma terkontrol sebagian dengan jumlah 113 orang (33,1%) dan pasien asma dengan terkontrol penuh dengan jumlah 1 orang (0,1%). 12 Sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ilyas, Yunus dan Wiyono pada pasien asma didapatkan yang terbanyak adalah pasien asma terkontrol sebagian yang berjumlah 61 orang (61%), pasien asma tidak terkontrol dengan jumlah 32 orang (32%) dan pasien asma terkontrol penuh 7 orang (7%). 21 Penatalaksanaan asma saja tidak cukup untuk menilai kontrol asma. Pengukuran berdasarkan patient-based berguna untuk menilai tingkat kontrol asma. Kueisoner tingkat kontrol spesifik terhadap asma telah dikembangkan dan divalidasi sehingga dapat menyeleksi asma yang tidak terkontrol, mengubah pengobatan menjadi lebih tepat, melaksanakan pedoman pengobatan menjadi tepat dan memberikan pendidikan atau pengetahuan tentang bahaya keadaan asma yang tidak terkontrol. Salah satu kuesioner tersebut adalah Asthma Control Test (ACT) yang dibuat untuk menilai dengan cepat dan tepat tingkat kontrol asma pasien. ACT ini bersifat lebih valid, reliable, mudah digunakan dan lebih komperehensif dibanding jenis kuesioner lain sehingga dapat dipakai secara luas. 24 Pada penelitian didapatkan yang terbanyak adalah pasien asma dengan asma yang tidak terkontrol. Hal ini bisa saja terjadi karena terkontrol atau tidaknya asma seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu didapatkan bahwa ada hubungan antara tingkat kontrol asma dan kualitas penderita asma. Penderita asma yang memiliki asma terkontrol kualitas hidupnya lebih baik dibandingkan penderita asma yang memiliki asma tidak terkontrol. 25 SIMPULAN Karakteristik sampel penelitian berdasarkan umur terbanyak adalah kelompok umur 21-30 tahun berjumlah 13 orang (41,94%). Berdasarkan jenis kelamin terbanyak adalah jenis kelamin perempuan berjumlah 22 orang (70,97%). Berdasarkan ada tidaknya penyakit penyerta didapatkan bahwa pasien asma terbanyak adalah pasien yang memiliki penyakit penyerta yang berjumlah 18 orang (58,06%). Berdasarkan riwayat asma pada keluarga didapatkan pasien terbanyak adalah pasien yang memiliki riwayat Jom Vol.1 No.2 Oktober 2014 10

asma pada keluarga berjumlah 23 orang (74,20%). Berdasarkan lama waktu mengikuti senam asma terbanyak adalah pasien yang mengikuti senam asma < 3 bulan yang berjumlah 19 orang (61,30%). Hasil penilaian derajat asma dengan menggunakan kuesioner penentuan derajat asma terbanyak adalah pasien asma dengan derajat asma persisten berat yang berjumlah 17 orang (54,84%) sedangkan yang paling sedikit adalah derajat asma persisten ringan yang berjumlah 3 orang (9,68%). Hasil penilaian kontrol asma dengan menggunakan kueisoner ACT terbanyak adalah pasien asma dengan asma yang tidak terkontrol dengan jumlah 14 orang (45,16%), dan yang paling sedikit adalah pasien asma terkontrol penuh dengan jumlah 4 orang (12,90%). UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Fakultas Kedokteran Universitas Riau, Rumah Sakit Pendidikan Universitas Riau dan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina atas segala fasilitas kemudahan yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian ini. DAFTAR RUJUKAN 1. World Health Organization. Asthma definition. [diakses tanggal 18 Maret 2013] http://www.who.int/respirator y/asthma/definition/en/. 2. Global Initiative For Asthma. Global Strategy For Asthma Management and Prevention. Update 2012 February 13. Available from: http://www.ginasthma.org/do cuments/4. [diunduh tanggal 9 April 2013]. 3. Ratnawati, Editorial Epidemiology of Asthma. Jurnal Respirologi Indonesia. 2011;31(4):172-5. 4. Central for Disease Control and Prevention. Asthma Prevalance, Health Care Use,and Mortality: United States, 2005-2009. 2011;12(32) 5. Oemiyati R. Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Penyakit Asma di Indonesia. Jurnal Penyakit Tidak Menular Indonesia.2009;1(1):12-18 6. Dinas Kesehatan Provinsi Riau. Profil Kesehatan Provinsi Riau Tahun 2010. Riau: 2011;89-91. 7. To T, Stanojevic S, Moores G, Gershon AS, Bateman ED, Cruz AA, Boulet LP. Global asthma prevalence in adults: findings from the cross-sectional world health survey. To et al BMC Public Health 2012,12:204. Available From: http://www.biomedcentral.co m/content/pdf/1471-2458-12-204.pdf. [diunduh tanggal 9 April 2013] 8. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Pengendalian Jom Vol.1 No.2 Oktober 2014 11

Penyakit Asma. Jakarta: 2008; 3. 9. Darmayasa IK. Senam Asma Tiga Kali Seminggu Lebih Meningkatkan Kapastitas Vital Paksa (KVP) dan Volume Ekspirasi Paksa Detik 1 (VEP 1) Dari Pada Senam Asma Satu Kali Seminggu Pada Penderita Asma Persisten Sedang. 10. Zaini J. Editorial Asthma Control Test : Cara Simpel dan Efektif untuk Menilai Derajat dan Respons. Jurnal Respirologi Indonesia. 2011;31(2), 11. Widysanto, Allen dkk. Korelasi Penilaian Asma Terkontrol Pada Penderita Asma Persisten Sesudah Pemberian Kortikosteroid Inhalasi dengan Menggunakan Asthma Control Scoring System dan Asthma Test Control Test. Jurnal Kedokteran Indonesia. 2009;1(1) 12. Bachtiar D, Wiyono WH, Yunus F. Proporsi Asma Terkontrol di Klinik Asma RS Persahabatan Jakarta l2009. Jurnal Respirologi Indonesia.2011;31(2) 13. Zega CTA, Yunus F, Wiyono WH. Perbandingan Manfaat Klinis Senam Merpati Putih Dengan Senam Asma Indonesia Pada Penyandang Asma. Jurnal Respirologi Indonesia. 2011;31(2):72-80 14. Melinda V. Gambaran Keberhasilan Senam Asma Indonesia Pada Penderita Asma Bronkhial di Klub Senam Asma Indonesia RSUD Arifin Achmad Pekanbaru [skripsi]. Universitas Riau;2007 15. Sahat S. Pengaruh Senam Asma Terhadap Peningkatan Kekuatan otot Pernapasan dan Fungsi Paru Pasien Asma di Perkumpulan Senam Asma di Rumah Sakit Umum Tangerang. Universitas Indonesia;2008 16. Boulet LP, Boulay Marie- Eve. Asthma-Related Comorbidities. Expert Review. Respirology Medicine. 2011; 5(3):377-393 17. World Allergy Organization. Rhinitis and Asthma: Combined Allergic Rhinitis and Asthma Syndrome.http://www.world allergy.org/public/allergic_di seases_center/caras/ [diakses tanggal 30 Mei 2014] 18. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004: 1-117 Jom Vol.1 No.2 Oktober 2014 12

19. Laisina AH, Sondakh DT,Wantania JM. Faktor Risiko Kejadian Asma pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Wenang Kota Manado. Sari Pediatri. 2007;8(4) 20. Irsa L. Penyakit Alergi Saluran Napas yang Menyertai Asma. Sari Pediatri. 2005;7(1):19-26 25. Rahayu. Hubungan Tingkat Kontrol Asma dan Kualitas Hidup Penderita Asma yang Berobat di RSUD Dokter Soedarso Pontianak Pada Bulan Maret Sampai Dengan Mei Tahun 2012 [skripsi]. Universitas Tanjungpura;2012 21. Ilyas M. Yunus F, Wiyono WH. Correlation Between Asthma Control Test (ACT) and Spirometry as Tool of Assessing of Controlled Asthma. Jurnal Respirologi Indonesia.2010;30(4) 22. Khoman PA. Profil Penderita Asma Pada Poli Asma Di Bagian Paru RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatera Utara;2010 23. Juhariyah S, Djajalaksana S, Sartono TR, Ridwan M. Efektivitas Latihan Fisis dan Latihan Pernapasan Pada Asma Persisten Sedang- Berat. Jurnal Respirologi Indonesia. 2012; 32 (1) : 17-24 24. Nathan RA, Sorkness CA, Konsinski M, Schatz M, Li JT, Marcus P, et.al. Development of the Asthma Control Test: A Survey for Assessing Asthma Control. J Allergy Clin Immunol. 2004; 113 (1): 59-65 Jom Vol.1 No.2 Oktober 2014 13