BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik, tenaga kerja di Indonesia per bulan Februari tahun 2013 mencapai 114,1 juta orang dengan jumlah pekerja di sektor konstruksi sebesar 6,791 juta pekerja atau sekitar 6,04 %. Berdasarkan data tersebut, sektor konstruksi mempunyai peran yang sangat penting untuk berkontribusi bagi pencapaian sasaran pembangunan nasional terutama dalam hal penyediaan lapangan kerja. Industri konstruksi yang semakin berkembang tentu akan menarik minat investor untuk menanamkan investasi pada sektor konstruksi. Namun pada saatnya industri konstruksi akan mengalami kejenuhan karena adanya keterbatasan tenaga ahli, tenaga terampil serta material dan peralatan konstruksi. Kebijakan sektor konstruksi di masa yang akan datang tidak lagi di ukur dari besarnya anggaran yang merupakan tolak ukur penyerapan tenaga kerja, melainkan lebih kepada peningkatan kualitas hasil pekerjaan konstruksi (Doedoeng, 2009). Seiring dengan pertumbuhan tenaga kerja sektor konstruksi yang terus bertambah tiap tahunnya maka peningkatan tingkat kecelakaan kerja pun cenderung besar. Menurut Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tingkat kecelakaan kerja sektor konstruksi relatif tinggi karena proyek yang dikerjakan bersifat non-stop sehingga hal tersebut tentu menyebabkan terjadinya kelelahan pekerja dan berakibat menimbulkan potensi terjadinya kecelakaan kerja di 1
lapangan. Tercatat bahwa kecelakaan dalam sektor konstruksi masih berada dalam daftar teratas tingkat kecelakaan kerja secara nasional. Pada tahun 2011 terdapat 99.491 kasus atau rata-rata 414 kasus kecelakaan kerja per hari, sedangkan tahun sebelumnya hanya 98.711 kasus kecelakaan kerja, 2009 terdapat 96.314 kasus, 2008 terdapat 94.736 kasus, dan 2007 terdapat 83.714 kasus. Angka kecelakaan kerja sektor konstruksi di Indonesia termasuk yang paling tinggi di kawasan ASEAN. Hampir 32% kasus kecelakaan kerja di atas terjadi di sektor konstruksi yang meliputi semua jenis proyek gedung, jalan, jembatan, terowongan, irigasi, bendungan, dan sejenisnya Terkait hal tersebut di atas, sebagai bentuk upaya lebih intensif untuk menanggulangi kecelakaan kerja di bidang jasa konstruksi, Pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah agar dapat meningkatkan keefektifan perlindungan K3 yang terencana, terukur, terstruktur dan terintegrasi, terutama bagi perusahaan yang mempekerjakan 100 tenaga kerja atau menyelenggarakan proyek lebih dari 6 bulan wajib untuk memiliki tenaga ahli K3. Sehubungan dengan peningkatan kualitas hasil pekerjaan konstruksi, tentu hal tersebut berhubungan langsung dengan peningkatan kemampuan dan kompetensi tenaga kerja konstruksi terutama untuk tenaga kerja ahli K3. Menurut Undang- Undang No.18 tahun 1999 tentang jasa konstruksi menjelaskan bahwa Perencana, Pelaksana dan Pengawas Konstruksi harus memiliki sertifikasi keterampilan dan keahlian. Dalam perdagangan sektor konstruksi, persyaratan sertifikasi tenaga konstruksi sudah mulai dijadikan syarat tender dalam pelaksanaan proyek-proyek pembangunan terutama pada proyek-proyek pemerintah. 2
Menurut UU Nomor 13/2003, kompetensi kerja adalah spesifikasi dari sikap pengetahuan dan keterampilan atau keahlian serta penerapannya secara efektif dalam pekerjaan sesuai dengan standar kerja yang dipersyaratkan. Sertifikasi kompetensi adalah proses pemberian sertifikasi kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan obyektif melalui uji kompetensi yang mengacu pada standar kompetensi kerja baik yang bersifat nasional maupun internasional. Sertifikasi Tenaga Ahli K3 Konstruksi merupakan salah perangkat sebagai usaha untuk peningkatan kualitas konstruksi dan menciptakan efisiensi dalam menghadapi tantangan kedepan dalam memasuki pasar global. Selain itu, sertifikasi Tenaga Ahli K3 Konstruksi ini tentu dilakukan dengan tujuan agar tenaga kerja konstruksi memiliki kemampuan dan keahlian yang lebih sehingga mampu meningkatkan kualitas konstruksi dan merupakan syarat mutlak untuk menjamin mutu dan keamanan pengerjaan proyek di lapangan. Dengan memiliki sertifikasi kompetensi ahli K3 Konstruksi maka seseorang akan mendapatkan bukti pengakuan tertulis atas kompetensi yang dikuasainya. Namun pada kenyataan saat ini, keefektifan sertifikasi Tenaga Ahli K3 Konstruksi masih diragukan. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan jumlah tenaga ahli K3 Konstruksi seiring dengan peningkatan kecelakaan kerja di sektor konstruksi tiap tahunnya. Tingginya tingkat kecelakaan kerja sektor konstruksi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain pekerjaan yang beresiko tinggi dan bersifat non-stop, kurangnya tenaga ahli K3 konstruksi, serta rendahnya komitmen pemerintah dan sektor swasta dalam penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3). 3
Permasalahan K3 kontruksi lainnya yang menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja umumnya dikarenakan rendahnya pemahaman dan kepekaan terhadap bahaya dan resiko kontruksi, tidak menguasai peralatan keselamatan diri (APD) dan metoda kerja kontruksi yang benar, tidak terpenuhi persyaratan dan standard K3, masih lemahnya hukum maupun sanksi K3, belum ada penerapan Sistem Manajemen K3 yang benar, kurangnya kesadaran perusahaan akan pentingnya K3, serta kurangnya pendidikan dan pelatihan K3 bagi SDM konstruksi. Berdasarkan permasalahan K3 Konstruksi yang telah dijabarkan, penulis menyimpulkan bahwa salah satu faktor penting yang menyebabkan seringnya terjadinya kecelakaan kerja sektor konstruksi adalah Pengelolaan Sumber Daya Manusia Sektor Konstruksi yang dirasakan belum efektif. Tabel. 1.1 Tingkat Kecelakaan Kerja vs Jumlah Tenaga Ahli K3 Konstruksi No. Tahun Tingkat Kecelakaan Kerja Jumlah Tenaga Ahli K3 1. 2010 98.711 577 2. 2011 99.491 669 3. 2012 103.000 1263*) *): Data sementara Sumber : Jamsostek dan A2K4, 2013 Berdasarkan dengan fenomena tersebut di atas, maka penulis ingin melakukan evaluasi mengenai seberapa besar tingkat keefektifan sertifikasi pada Tenaga Ahli K3 Konstruksi dengan melihat perbedaan penilaian pengguna jasa dan tenaga ahli terhadap peningkatan kompetensi, kinerja dan manfaat Tenaga Ahli K3 Konstruksi bersertifikat. Identifikasi tersebut dilakukan karena adanya 4
anggapan bahwa pengguna jasa menganggap sertifikasi yang dilakukan belum efektif. Hal tersebut disebabkan adanya praktik jual beli sertifikat yang mengakibatkan kompetensi Tenaga Ahli K3 Konstruksi tidak terpenuhi. Sebaliknya, Tenaga Ahli K3 Konstruksi merasa sertifikasi sudah efektif dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja serta mampu memberikan manfaat. Dengan adanya kedua pernyataan di atas tersebut, penulis ingin melakukan analisa lebih mendalam untuk membuktikan kedua pernyataan di atas. 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan, penulis akan melakukan evaluasi keefektifan sertifikasi Tenaga Ahli K3 Konstruksi melalui pertanyaan penelitian yaitu Apakah terdapat perbedaan penilaian pengguna jasa dan Tenaga Ahli K3 Konstruksi mengenai peningkatan kompetensi dan kinerja Tenaga Ahli K3 Konstruksi yang telah disertifikasi serta manfaat yang diperoleh dari sertifikasi Tenaga Ahli K3 Konstruksi? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini, yaitu melakukan evaluasi kefeektifan sertifikasi Tenaga Ahli K3 Konstruksi dengan menganalisis perbedaan penilaian pengguna jasa dan tenaga ahli mengenai peningkatan kompetensi dan kinerja Tenaga Ahli K3 Konstruksi yang telah disertifikasi serta manfaat yang diperoleh dari sertifikasi Tenaga Ahli K3 Konstruksi. 5
1.4 Manfaat Penelitian a. Bagi Pemerintah: Penelitian ini tentu mendukung Kebijakan Pemerintah mengenai Tenaga Ahli sektor Konstruksi; b. Bagi Lembaga Sertifikasi: Penelitian ini membantu Lembaga Sertifikasi memperoleh gambaran apakah jasa sertifikasi yang telah diberikan kepada tenaga kerja konstruksi memberikan nilai tambah bagi tenaga konstruksi tersebut; c. Bagi Tenaga Konstruksi: Penelitian ini memberikan gambaran mengenai penting dan tidaknya Sertifikasi Tenaga Ahli Konstruksi bagi mereka. 1.5 Susunan Penelitian Penelitian ini akan disusun ke dalam lima bab dengan urutan sebagai berikut: 1. Bab I: Pendahuluan Bab Pendahuluan berisi sub-bab: (a) latar belakang, (b) pertanyaan penelitian, (c) tujuan penelitian, (d) manfaat penelitian, dan (f) susunan penelitian. 2. Bab II: Tinjauan Pustaka Bab Tinjauan Pustaka merupakan teori yang mendukung penelitian ini. 3. Bab III: Metoda Penelitian dan Profil Perusahaan Bab Metoda Penelitian metoda penelitian yang lah dipaparkan pada proposal tesis. 4. Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan 6
Bab Hasil Penelitian dan Pembahasan memuat hasil penelitian dan pembahasan yang sifatnya terpadu. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk analisa, daftar (tabel), grafik,atau bentuk lain. 5. Bab V: Kesimpulan dan Saran Bab Kesimpulan dan Saran dinyatakan secara terpisah. Kesimpulan merupakan pernyataan singkat dan tepat yang dijabarkan dari hasil penelitian dan pembahasan untuk membuktikan kebenaran hipotesis. Saran dibuat berdasarkan pengalaman dan pertimbangan penulis. 7