BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Purba (2008), melakukan penelitian yang berjudul Analisis Pengaruh Lingkungan Dalam Toko terhadap Niat Pembelian Ulang pada Konsumen Toserba Carrefour Plaza Medan Fair. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari faktor lingkungan dalam toko, yang terdiri dari ambient factors, social factors dan design factors terhadap niat pembelian ulang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ambient factors, social factors dan design factors secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap niat pembelian ulang di Toserba Carrefour Plaza Medan Fair. Variabel ambient factors memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap niat pembelian ulang pada konsumen Toserba Carrefour Plaza Medan Fair. Wisnalmawati (2005) melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Persepsi Dimensi Kualitas Layanan Terhadap Niat Pembelian Ulang, bertujuan menjelaskan pengaruh variabel persepsi kualitas layanan terhadap niat pembelian ulang yang dimoderating oleh variabel kepuasan mahasiswa pada swalayan Mirota Kampus di Gejayan Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel persepsi kualitas layanan berpengaruh terhadap niat pembelian ulang. Variabel Persepsi kualitas layanan dan variabel kepuasan secara bersama berpengaruh pada niat pembelian ulang. Variabel persepsi kualitas layanan
berpengaruh pada niat pembelian ulang melalui kepuasan sebagai variabel moderating pada toko Swalayan Mirota Kampus di Gejayan Yogyakarta. B. Perilaku Konsumen Pemahaman mengenai perilaku konsumen merupakan kunci kesuksesan utama bagi para pemasar. Perilaku konsumen menurut Solomon (Tjiptono 2005:39) adalah studi mengenai proses-proses yang terjadi saat individu atau kelompok menyeleksi, membeli, menggunakan, atau menghentikan pemakaian produk, jasa, ide, atau pengalaman dalam rangka memuaskan keinginan dan hasrat tertentu. Sedangkan menurut Schiffman & Kanuk (Sumarwan, 2004:25), perilaku konsumen adalah perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka. Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami why do consumers do what they do. Perilaku konsumen bukanlah sekadar mengenai pembelian barang. Perilaku konsumen adalah suatu hal yang dinamis, yang mencakup suatu hubungan interaktif antara afektif dan kognitif, perilaku dan lingkungan (Simamora, 2003:163). Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen merupakan semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, menggunakan, menghabiskan produk dan jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi (Sumarwan, 2004:26).
C. Usaha Ritel (Retailing) Usaha ritel atau eceran (retailing) dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis (Utami, 2006:4). Kegiatan yang dilakukan dalam usaha eceran adalah menjual berbagai produk, jasa, atau keduanya, kepada konsumen untuk keperluan konsumsi pribadi maupun bersama. Para peritel berupaya memuaskan kebutuhan konsumen dengan mencari kesesuaian antara barang-barang yang dimilikinya dengan harga, tempat, dan waktu yang diinginkan pelanggan. Karena itu usaha eceran memiliki peranan penting dalam proses pemenuhan kebutuhan konsumen, karena merupakan tahap akhir dari saluran distribusi yang menyampaikan produk langsung kepada konsumen akhir. Jalur distribusi merupakan sekumpulan atau beberapa perusahaan yang memudahkan penjualan kepada konsumen sebagai konsumen akhir. Produsen menjual poduknya kepada peritel maupun peritel besar (wholesaler). Hal ini akan membentuk suatu jalur distribusi, antara produsen ke konsumen akhir (Utami, 2006:4), seperti pada gambar 2.1. Produsen Pedagang Besar Ritel Konsumen Akhir Gambar 2.1 Jalur Distribusi Barang Dagangan pada Usaha Eceran Sumber: Utami (2006:5)
D. Hypermarket Hypermarket merupakan supermarket yang memiliki luas antara lebih dari 18.000 meter persegi dengan kombinasi produk makanan 30-40%. Hypermarket merupakan salah satu bentuk supermarket yang memiliki persediaan lebih sedikit dengan supercenter yaitu lebih dari 25.000 item yang meliputi produk makanan, perkakas (hardware), peralatan olahraga, furnitur, perlengkapan rumah tangga, komputer, elektronik dan sebagainya (Utami, 2006:10). Menurut Berman dan Evans (2001) dalam www.digilib.petra.ac.id, Hypermarket adalah sebuah tempat yang berukuran sangat luas dan nyaman, di mana terdapat berbagai macam kebutuhan konsumen mulai dari pakaian, obatobatan, bahan makanan, dan kebutuhan umum lainnya dengan harga yang murah, serta memberikan sebuah pengalaman berbelanja yang tidak didapatkan konsumen di tempat belanja lain. Dari segi harga, barang-barang di hypermarket seringkali lebih murah dari pada supermarket, toko, atau pasar tradisional. Ini dimungkinkan karena hypermarket memiliki modal yang sangat besar dan membeli barang dari produsen dalam jumlah lebih besar dari pada pesaingnya, tetapi menjualnya dalam bentuk satuan (www.google.com, 2010).
E. Niat Pembelian Ulang Niat berkaitan dengan keinginan terhadap suatu hal yang biasanya diikuti oleh tingkah laku yang mendukung keinginan tersebut. Menurut Fishbein dan Kotler (www.digilib.petra.ac.id, 2010), niat adalah kecenderungan untuk melakukan tindakan atau perilaku atau sesuatu yang segera mendahului tingkah laku pembelian yang sebenarnya. Menurut Winkel (www.digilib.petra.ac.id, 2010), niat beli seseorang juga dapat timbul karena adanya perasaan senang yang diperkuat oleh sikap positif. Hal ini berarti bila seseorang senang dengan suatu produk maka niat beli konsumen dapat meningkat. Proses timbulnya niat ini dapat dilihat dalam urutan psikologis sebagai berikut: Perasaan senang Sikap positif Niat Jadi, proses terjadinya niat beli dipahami sebagai proses yang didahului oleh adanya kesadaran akan kebutuhan, adanya perhatian terhadap suatu produk yang disertai dengan perasaan tertarik dan adanya perasaan senang atau sikap positif terhadap suatu produk yang diperoleh melalui proses sensasi dan persepsi. Menurut Russel dan Pratt (www.digilib.petra.ac.id), niat beli konsumen dapat ditunjukkan melalui perilaku: 1. Kesenangan berbelanja di toko. 2. Menambah waktu yang digunakan untuk melihat dan memperhatikan barangbarang yang ditawarkan. 3. Kemauan untuk berbicara dengan pegawai toko.
4. Kecenderungan untuk mengeluarkan lebih banyak uang dari pada yang sebenarnya direncanakan. 5. Keinginan untuk kembali ke toko pada saat yang akan datang. Perasaan tertarik, senang dan sikap positif konsumen terhadap suatu produk pada akhirnya dapat menimbulkan niat konsumen untuk melakukan pembelian ulang. Menurut Bigne et al. (2001), niat berperilaku dikaji dari dua elemen yaitu return (keinginan pelanggan untuk kembali menggunakan layanan yang diberikan provider) dan recommend (keinginan pelanggan untuk memberikan rekomendasi pada pihak lain untuk mencoba layanan yang pernah dialaminya). Dalam konsep pembelian kembali ada dua konsep yang banyak dibahas yaitu intensitas membeli ulang (repurchase intentions) dan perilaku membeli ulang yang aktual (actual repurchase behavior) (www.digilib.petra.ac.id) Perilaku pembelian ulang seringkali dihubungkan dengan loyalitas. Menurut Tjiptono (2005:386), perbedaannya adalah, loyalitas mencerminkan komitmen psikologis terhadap merek atau produk tertentu, sedangkan perilaku pembelian ulang semata-mata menyangkut pembelian merek tertentu yang sama secara berulang kali. Pembelian ulang bisa merupakan hasil dominasi pasar oleh suatu perusahaan yang berhasil membuat produknya menjadi satu-satunya alternatif yang tersedia. Konsekuensinya, pelanggan tidak memiliki peluang untuk memilih. Pembelian ulang dapat pula merupakan hasil dari upaya promosi terusmenerus dalam rangka memikat dan membujuk palanggan untuk membeli
kembali merek yang sama. Bila tidak ada dominasi pasar atau usaha promosi intensif tersebut, maka pelanggan bersangkutan mungkin beralih merek. Sebaliknya, pelanggan yang setia pada merek tertentu cenderung terikat pada merek tersebut dan akan membeli produk yang sama lagi sekalipun tersedia banyak alternatif lainnya. Menurut Schiffman dan Lanuk dalam www.dspace.widyatama.ac.id, pembelian ulangan biasanya menandakan bahwa produk memenuhi persetujuan konsumen dan bahwa ia bersedia memakainya lagi dan dalam jumlah yang lebih besar. Menurut Augusty Ferdinand, salah satu dimensi dari perilaku pembelian adalah niat membeli ulang. Berdasarkan teori-teori niat membeli ulang yang ada, indikator niat beli ulang adalah sebagai berikut: a. Niat Tradisional, niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang berkeinginan untuk selalu membeli ulang produk yang telah dikonsumsi. b. Niat Referensial, niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang cenderung mereferensikan produk yang sudah dibelinya agar juga dibeli orang lain. c. Niat Preferensial, niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu memiliki preferensi utama pada produk yang telah dikonsumsinya. Preferensi ini hanya dapat diganti apabila terjadi sesuatu dengan produk preferensinya. d. Niat Eksploratif, niat ini menggambarkan perilaku seseorang yang selalu mencari informasi mengenai produk yang diminatinya dan mencari
informasi untuk mendukung sifat-sifat positif dari produk yang dilangganinya. F. Lingkungan Fisik Peter dan Olson (Sumarwan, 2004:271) mengartikan lingkungan sebagai The environment refers to all the physical and social characteristics of a consumer s external world, including physical objects (products and stores), spatial relationships (location of stores and products in stores), and social behavior of other people (who is around and what they are doing). Berdasarkan defenisi tersebut, lingkungan konsumen terbagi ke dalam dua macam, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan fisik. Lingkungan Fisik (physical enveironment) adalah semua aspek fisik non manusia dalam lingkungan di mana perilaku konsumen terjadi (Peter & Olson, 2000:8). Lingkungan fisik (physical surroundings) merupakan aspek fisik dan tempat yang konkrit dari lingkungan yang meliputi situasi kegiatan konsumen (Mowen, 2002:133). Stimuli seperti warna, suara, penerangan, cuaca, dan susunan ruang orang atau benda dapat mempengaruhi perilaku konsumen. Lingkungan fisik mempengaruhi persepsi konsumen melalui sensor penglihatan, pendengaran, penciuman, bahkan sentuhan. Lingkungan sangat penting bagi para pengusaha ritel karena tugasnya yang paling penting adalah mengelola lingkungan fisik sehingga dapat mempengaruhi perilaku, sikap, dan keyakinan konsumen ke arah yang diinginkan.
Brady dan Cronin dalam Tjiptono (2005:288) mengungkapkan bahwa kualitas lingkungan fisik dalam toko terdiri dari ambient factors, design factors, dan social factors yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Ambient factors merupakan faktor yang berkenaan atau berhubungan dengan lingkungan toko seperti aroma, musik, dan temperatur. Menurut Mowen (2002:134) salah satu komponen lingkungan fisik dalam toko yang ternyata mempengaruhi konsumen adalah musik latar belakang. Latar belakang musik digunakan agar konsumen merasa nyaman berbelanja. Banyak keputusan membeli yang didasarkan pada emosi dan bau memiliki dampak yang besar pada emosi konsumen. Bau, lebih dari indera lainnya, adalah penentu perasaan gembira, kelaparan, jijik, dan nostalgia. Penelitian menunjukkan bahwa wangi-wangian memiliki dampak positif pada pembelian dan kepuasan pelanggan (Utami, 2006:241). 2. Social factors merupakan faktor yang berkenaan dengan jumlah, bentuk dan perilaku pelanggan lain serta pramuniaga atau karyawan yang ada di dalam toko. Konsep lingkungan sosial berhubungan dengan pengaruh orang lain terhadap konsumen dalam situasi konsumsi (Mowen, 2002:141-143). Perilaku dari wiraniaga yang tidak bersahabat akan menyebabkan kenyamanan untuk berbelanja akan berkurang. Banyaknya wiraniaga atau penjual dan konsumen di dalam suatu toko juga dapat mempengaruhi kenyamanan berbelanja. Keadaan yang berdesakan terjadi apabila seseorang melihat atau merasa gerakannya tidak leluasa karena ruang yang terbatas. Pengalaman ini dapat
disebabkan oleh terlalu banyaknya masyarakat, bidang fisik yang terbatas, atau gabungan dari keduanya (Mowen, 2002:135). 3. Design factors merupakan fungsi keindahan atau estetik dari sebuah toko yang tercermin melalui arsitekturnya, penataan, dan layout. Arsitektur, penataan dan layout yang menarik akan membuat konsumen merasa nyaman dalam berbelanja. Toko-toko dirancang untuk memudahkan gerakan pelanggan, membantu para retailer dalam menyajikan barang dagangan mereka dan membantu menciptakan suasana khusus (Mowen, 2002:138-139). Tata ruang toko (store layout) dapat mempengaruhi reaksi konsumen dan perilaku pembelian.