Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN AKIBAT ALIRAN LAHAR DINGIN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) KALI GENDOL KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

Rapid Assessment Terhadap Kerusakan Bangunan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kondisi geografis Indonesia terletak pada busur vulkanik Circum Pacific and

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

PERUBAHAN MORFOLOGI SUNGAI CODE AKIBAT ALIRAN LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN Dian Eva Solikha

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGENDALIAN SEDIMEN. Aliran debris Banjir lahar Sabo works

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak sungai,

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

DEBIT AIR LIMPASAN SEBAGAI RISIKO BENCANA PERUBAHAN LUAS SUNGAI TUGURARA DI KOTA TERNATE, PROVINSI MALUKU UTARA

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Peristiwa banjir lahar dingin biasanya mengancam daerah-daerah di. yang lalu Gunung Merapi di Jawa Tengah meletus,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

kerugian yang bisa dihitung secara nominal misalnya rusaknya lahan pertanian milik warga. Akibat bencana tersebut warga tidak dapat lagi melakukan pek

STUDI KAPASITAS INFILTRASI SEDIMEN DI KAWASAN RAWAN BENCANA PADA DAS PABELAN PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MIGRASI SEDIMEN AKIBAT PICUAN HUJAN ( KASUS KALI GENDOL GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA )

PENDEKATAN MORFOLOGI SUNGAI UNTUK ANALISIS LUAPAN LAHAR AKIBAT ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI SUNGAI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Salah satu fungsi pembangunan sabo dam adalah untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KONTROL KETINGGIAN AIR DI ATAS MERCU BENDUNG KALI BOYONG SEBAGAI PERINGATAN DINI KETINGGIAN LIMPASAN BANJIR DIKALI CODE YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN MUATAN SEDIMEN TERSUSPENSI DI SUNGAI CODE DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Rutsasongko Juniar Manuhana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hujan setelah gunungapi meletus atau setelah lama meletus. Aliran dari lahar ini

BAB I PENDAHULUAN 1. Pengantar 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi pada tahun 2010 merupakan bencana alam besar yang melanda Indonesia dan

EVALUASI JEMBATAN DI SUNGAI BOYONG YOGYAKARTA PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010

BAB I PENDAHULUAN. daratan. Salah satu kenampakan alam yang meliputi wilayah perairan ialah sungai.

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

TINGKAT KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TURI DAN PAKEM KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IDENTIFIKASI LOKASI RAWAN BENCANA BANJIR LAHAR DI DAERAH ALIRAN SUNGAI PABELAN, MAGELANG, JAWA TENGAH

Sumber : id.wikipedia.org Gambar 2.1 Gunung Merapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta merupakan gunung paling aktif di dunia. Gunung Merapi

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

PERUBAHAN KONDISI FISIK PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI DESA GLAGAHARJO PROVINSI DIY

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. DKI Jakarta terletak di daerah dataran rendah di tepi pantai utara Pulau

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

DAMPAK BANJIR LAHAR DINGIN PASCA ERUPSI MERAPI 2010 DI KALI GENDOL (065A)

KAJIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN FISIK AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DAN BATU DI KECAMATAN TEMPEL KABUPATEN SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

S. Code. Istiarto JTSL FT UGM 2

BAB IV METODE PENELITIAN

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN Volume 13 Nomor 1 Juni 2015

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

dalam ilmu Geographic Information (Geomatics) menjadi dua teknologi yang

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

Transkripsi:

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman 81 87 ISSN: 2085 1227 Kemampuan Tampungan Sungai Code Terhadap Material Lahar Dingin Pascaerupsi Gunungapi Merapi Tahun 2010 Widodo B., 1 Ribut L., 2 dan Hamidin 2 1 Jurusan Teknik Lingkungan FTSP UII; 2 Pusat Studi Lingkungan (PSL) UII 1 email: widodo.bronto@gmail.com dan widodo_indo@yahoo.com Abstrak Gunungapi Merapi merupakan gunungapi paling aktif di Indonesia Potensi bahaya vulkanik Gunungapi Merapi salah satunya adalah bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin. Salah satu sungai yang memiliki resiko kerugian besar adalah Sungai Code, karena sungai ini melintasi Kota Yogyakarta yang padat permukiman. Penelitian ini dilakukan untuk melakukan estimasi kemampuan tampungan Sungai Code terhadap volume lahar dingin serta estimasi kebutuhan waktu untuk mengembalikan kondisi Sungai Code seperti sebelum erupsi terjadi. Metode penelitian dilakukan dengan kombinasi metode survey lapangan dan metode analisis matematis menggunakan teknik GIS (Geographic Information System) 3 (tiga) dimensi dengan metode cut and fill. Hasil estimasi volume sedimen lahar dingin di Sungai Code adalah sebesar 8389444,531 m 3. Sungai Code masih mampu menampung lebih banyak sedimen lahar dingin yaitu sebanyak 12404689.844 m 3 artinya dari kapasitas yang dimiliki, Sungai Code baru mengambil 40,34%. Hasil survey menunjukkan dalam 1 hari 2696 m 3 pasir dan batu sedimen lahar dingin yang mampu diambil. Hasil perhitungan estimasi menyimpulkan bahwa diperlukan waktu 3112 hari (± 8,5 tahun) untuk normalisasi Sungai Code seperti sebelum erupsi tahun 2010. Kata kunci: Erupsi Gunungapi Merapi, Lahar dingin, Tampungan, Sungai Code 1. Pendahuluan Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 129 buah gunungapi aktif dan kurang lebih 500 buah gunungapi non aktif (Kaswanda, 1992). Salah satu gunungapi paling aktif di Indonesia adalah Gunungapi Merapi. Aktivitas Gunungapi Merapi dicirikan dengan periode letusan yang pendek dengan tipe letusan yang khas yaitu tipe merapi. Potensi bahaya vulkanik Gunungapi Merapi dapat dibedakan menjadi bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer adalah bahaya yang ditimbulkan langsung oleh letusan yang biasanya disertai hamburan piroklastik, aliran lava, dan luncuran awan panas, sedangkan bahaya sekunder adalah bahaya yang ditimbulkan oleh aliran rombakan material lepas gunungapi yang bercampur dengan air hujan yang turun di puncak dengan konsentrasi tinggi yang disebut dengan aliran lahar (Wahyono, 2002). Sub DAS Sungai Code luas keseluruhannya adalah sekitar 4.006,25 Ha. Melintasi tiga wilayah kabupaten/kota, yaitu; Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sistem Sungai Code memiliki panjang total ± 41 km, terdiri dari Sungai Code (sebelah hilir) panjang sungai 17 km dan Sungai Boyong (sebelah hulu) panjang sungai 24 km. Material yang dikeluarkan selama erupsi tahun 2010 mencapai sekitar 100 juta meter kubik (BNPB RI, 2010). Seluruh sungai yang berhulu di Gunungapi Merapi berpotensi terhadap bahaya banjir lahar dingin. Kawasan sempadan di penggal tengah dan hilir Sungai Code yang melintasi perkotaan Yogyakarta cukup padat penduduknya. Hal ini menimbulkan potensi bahaya yang besar apabila terjadi banjir lahar dingin.

82 Widodo B., Ribut L., dan Hamidin Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Kondisi kerawanan banjir lahar dingin di Sungai Code memerlukan kajian terhadap kemampuan sungai menampung material lahar. Berdasar konsepsi dan kenyataan tersebut, penelitian ini dilakukan untuk melakukan estimasi kemampuan tampungan Sungai Code terhadap volume lahar dingin serta estimasi kebutuhan waktu untuk mengembalikan kondisi Sungai Code seperti sebelum erupsi terjadi. 2. Metode Penelitian Data yang diperlukan dibedakan dalam bentuk data numerik/statistik serta data spasial. Data numerik yang diperlukan antara lain: Data sosial ekonomi dan kependudukan, Data morfometri sungai, Data hidrologi dan hidrolika, dan Data penambangan pasir eksisting. Data spasial yang juga diperlukan antara lain: Citra IKONOS sebelum sesudah erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010, Citra ASTER sesudah erupsi Gunungapi Merapi tahun 2010, Citra Radar SRTM, serta Peta Rupa Bumi Indonesia Digital Skala 1 : 25.000. Gambar 1. Titik Sampling dan Profil Melintang Sungai Code Data dikumpulkan secara instansional untuk data sekunder serta survey lapangan untuk data primer. Data sekunder yang dikumpulkan adalah data statistik/numerik dan data spasial. Survei lapangan dilakukan untuk checking dan mengetahui secara langsung kondisi endapan material Gunungapi Merapi di Sungai Code. Survey dan pengukuran dilakukan dengan metode sampling pada 40 titik di sepanjang Sungai Code dari Jembatan Wojo-Ringroad Selatan sampai dengan Sabo DAM Turgo/Gardu Pandang (Gambar 1).

Volume 3 Nomor 2 Juni 2011 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 83 Analisis data dilakukan pada dua aspek, yaitu analisis penginderaan jauh dan analisis volume tampungan sedimen, dan estimasi waktu kemampuan menampung. Analisis Penginderaan Jauh digunakan untuk membuat peta morfometri DAS dan analisis jenis penggunaan lahan sekitar Sungai Code, terutama bagian hulu (Sungai Boyong). Berdasarkan hasil analisis penginderaan jauh dan survei dilakukan analisis tampungan dan perhitungan besaran sedimen material hasil erupsi Gunungapi Merapi yang mampu ditampung oleh Sungai Code, terumata bagian hulu (S. Boyong). Analisis terakhir adalah estimasi kemampuan Sungai Code menampung lahar dingin berdasarkan survey lapangan terhadap aktifitas pengerukan dan pengambilan endapan lahar di sepanjang Sungai Code serta hasil teoritis penelitian sebelumnya. Alur penelitian tersaji pada Gambar 2. Citra ASTER Sesudah Erupsi Merapi Data Morfometri Sub Sub DAS Code Citra Radar SRTM Interpretasi Kondisi Sungai Code Analisis Morfometri Interpretasi Alur Sungai Code Peta Kondisi Sungai Code dan Endapannya Peta Kondisi Sungai Code Sebelum Erupsi Merapi Peta Pola Aliran Sungai Code Uji Kerja Lapangan Evaluasi Peta Volume Endapan Sungai Code Hasil Erupsi Merapi Kemampuan pengerukan dan pengambilan endapan lahar perhari Evaluasi Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Hasil Estimasi Waktu yang dibutuhkan untuk normalisasi Sungai Code 3. Hasil Penelitian dan Diskusi Perhitungan mengenai volume sedimen hasil erupsi Merapi Tahun 2010 dan juga estimasi kapasitas/daya tampung sedimen, serta estimasi waktu yang dibutuhkan untuk normalisasi Sungai Code dilakukan berdasarkan data pengukuran di titik sampling. Data hasil estimasi yang dihasilkan adalah data ketebalan sedimen material lahar dingin di Sungai Code dari Titik Sampel 1 (Jembatan

84 Widodo B., Ribut L., dan Hamidin Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Wojo-Ringroad Selatan) sampai Titik Sampel 40 (Sabo DAM Turgo/Gardu Pandang). Hasil estimasinya adalah dalam perekaman sesaat pada waktu pengambilan sampel dengan tidak memperhitungkan debit aliran harian dan penambahan sedimen harian. DAM Tebal sedimen 2 m Jembatan 1 1 m DAM 2 m Tebal Sedimen Jembatan 1 Tebal sedimen 1 m Gambar 3. Ilustrasi Interpolasi Berdasarkan Data Pada Tiap Titik Sampel Jembatan/DAM Profile Penampang Sungai di bawah jembatan Profile Penampang Sungai pada DAM Profile Penampang Sungai pada Sabo DAM Profile Penampang Sungai pada Double Sabo DAM Gambar 4. Ilustrasi Profil Penampang Sungai

Volume 3 Nomor 2 Juni 2011 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 85 Metode yang digunakan dalam estimasi dengan pendekatan logika matematis. Asumsi yang digunakan adalah setiap jembatan dan DAM yang ada merupakan titik tertinggi sedimen yang terkumpul dan diinterpolasi ke arah hulu maupun hilir dari jembatan/dam yang merupakan titik sampel. Ilustrasi interpolasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. Perhitungan menggunakan analisis GIS (Geographic Information System) 3 (tiga) dimensi dengan metode cut and fill yang dikembangkan oleh Environmental System Research Institute (ESRI) yang tertuang dalam perangkat lunak ArcView GIS. Prinsipnya adalah membandingkan DEM (Digital Elevation Model) ketebalan sedimen sebelum X dan sesudah X. Dalam konteks penelitian ini adalah membandingkan ketebalan sedimen sebelum erupsi Gunungapi Merapi dan sesudah erupsi Gunungapi Merapi serta memperhitungkan DEM saat seluruh Sungai Code tertutup sedimentasi hasil lahar dingin Gunungapi Merapi. Untuk memperkuat perhitungan dibuat pembeda antara profil melintang sungai di Jembatan, DAM, Sabo DAM dan Double Sabo DAM dengan Gambar 4. A. Estimasi Total Volume Sedimen Berdasarkan penerapan metode yang sudah dijelaskan di atas diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Ketebalan sedimen terendah berada di titik-titik sampel yang berada di jembatan-jembatan di dalam Kota Yogyakarta yang ketebalannya berkisar antara 0,5-1 m, serta lebar sungainya berkisar antara 11-43,3 m. 2. Ketebalan sedimen tertinggi berada di DAM, Sabo DAM dan Double Sabo DAM terutama di wilayah Kabupaten Sleman yang ketebalannya berkisar 3,36-11,20 m, serta lebar sungainya antara 30,2-191,4 m. 3. Hasil estimasi volume sedimen lahar dingin di Sungai Code dari titik sampel 1-40 dengan metode GIS cut and fill ESRI sebesar 8389444,531 m 3. Hasil ini merupakan hasil perekaman sesaat pada waktu pengambilan sampel dengan tanpa mempertimbangkan debit aliran air dan penambahan sedimen dalam skala harian. B. Estimasi Kapasitas Tampungan Sedimen Sungai Code Berdasarkan penerapan metode di atas diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Berdasarkan data hasil sampel antara jarak dari dasar sungai ke bibir Sungai Code diperoleh hasil berkisar antara 2,7-19,4 m. 2. Luas area Sungai Code dari titik sampel 1-40 adalah seluas 2521600 m 2. 3. Hasil Estimasi kapasitas/daya tampung sedimen lahar dingin di Sungai Code dari titik sampel 1-40 dengan metode GIS cut and fill ESRI sebesar 20794134.375 m 3.

86 Widodo B., Ribut L., dan Hamidin Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Berdasarkan waktu perekaman sesaat maka Sungai Code masih mampu menampung lebih banyak sedimen lahar dingin Gunungapi Merapi sebanyak 12404689.844 m 3 atau dengan kata lain dari total 100% volume kapasitas yang dimilikinya, Sungai Code baru mengambil 40,34% -nya. C. Estimasi Waktu Yang Dibutuhkan Untuk Normalisasi Sungai Code Kemampuan penambang dalam mengambil pasir dan batu di Gunungapi Merapi dalam sehari cukup terbatas. Tabel 1 menunjukkan data kemampuan penambang dalam mengambil/mengeruk sedimen pasir dan batu dalam sehari. Tabel 1. Kemampuan Penambang Pasir dan Batu di Sungai Code dalam Sehari No. Lokasi Jumlah Jenis Tambang Jenis Kendaraan Volume (m 3 ) 1 Sabo DAM Kemiri 100 Pasir 600 20 Batu 120 2 Double Sabo DAM Tanen 70 Pasir 420 10 Batu 60 3 Depo Pulowatu 100 Pasir 600 10 Batu 60 4 Bulus (Garmen) 50 Pasir 300 10 Batu 60 5 DAM Wonorejo 50 Pasir 300 5 Batu 30 6 DAM Lojajar 10 Pasir 20 Pick Up 3 Batu 6 7 DAM Plemburan 20 Pasir 120 TOTAL 2696 Sumber: Hasl Survei Tahun 2010 Catatan: Kapasitas 1 truk = 6 m 3, Kapasitas 1 Pick Up = 2 m 3 Dari data di atas diketahui dalam 1 hari hanya 2696 m 3 pasir dan batu yang merupakan sedimen lahar dingin Gunungapi Merapi yang mampu diambil untuk menormalisasi Sungai Code. Sehingga apabila dihitung antara jumlah sedimen secara sesaat (bisa dianggap sehari) yang berhasil diestimasi yaitu sebesar 8389444,531 m 3, maka memerlukan waktu 3112 hari (± 8,5 tahun) untuk dapat menormalkan kembali Sungai Code seperti saat sebelum Erupsi Merapi Tahun 2010. Angka ini sekali lagi masih mengabaikan penambahan sedimen lahar dingin Gunungapi Merapi secara harian. 4. Kesimpulan 1. Estimasi volume sedimen lahar dingin di Sungai Code pada titik sampel dengan metode GIS cut and fill ESRI sebesar 8.389.444,531 m 3. 2. Estimasi kapasitas tampungan sedimen lahar dingin di Sungai Code dari titik sampel 1-40 dengan metode GIS cut and fill ESRI sebesar 20.794.134.375 m 3.

Volume 3 Nomor 2 Juni 2011 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 87 3. Berdasarkan waktu perekaman sesaat maka Sungai Code masih mampu menampung lebih banyak sedimen lahar dingin Gunungapi Merapi, yaitu sebanyak 12.404.689,844 m 3. 4. Sungai Code diestimasikan memerlukan waktu 3112 hari (± 8,5 tahun) untuk normalisasi seperti saat sebelum Erupsi Merapi Tahun 2010. Ucapan Terima Kasih Penulis secara khusus menyampaikan terima kasih kepada: Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (DPPM) UII, Pemerintah Kabupaten Sleman, dan Tim Surveyor. Daftar Pustaka Alexander, D. (1991). Information Technology in Real Time for Monitoring and Managing Natural Disasters, Progress in Physical Geography, vol. 15, pp. 238-260. BNPB. (2010). Laporan Harian Tanggap Darurat Gunung Merapi Tanggal 1 Desember 2010 pukul 24.00 WIB, Jakarta. Kaswanda. (1992). Penginderaan Jauh dalam Menunjang Pemantauan Gunungapi di Indonesia, Prosiding IIPRS. Katili, J.A., dan Marks, P. (1963). Geologi. Kilat Madju, Bandung. Wahyono, Sri Agus. (2002). Kajian Tingkat Risiko Bahaya Vulkanik Melalui Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Lokasi Kasus Lereng Selatan Gunungapi Merapi Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Widjoyo, S. (1994). Kontribusi Teknologi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografik Dalam Pemantauan Bencana Alam, Simposium Nasional Mitigasi Bencana Alam, Universitas Gadjah Mada.