BAB I PENDAHULUAN. daerah tandus, akan tetapi pada kenyataannya Kabupaten Gunungkidul

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. untuk fenomena pelarutan batuan lain, seperti gypsum dan batu garam. 1

BAB I PENDAHULUAN. eksploitasi dan pemanfaatan sumber daya alam, yang dalam praktiknya perlu

BAB I PENDAHULUAN. bentanglahan (landscape ecosystem), yang selanjutnya dipakai sebagai dasar bagi

SALINAN. Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN KAWASAN KARS DI JAWA BARAT GUBERNUR JAWA BARAT

PENDAHULUAN. atau gabungan antara sumber daya alam hayati (mikro flora dan mikro fauna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten yang lainnya seperti Sleman,

PELINGKUPAN (SCOPING) DAMPAK LINGKUNGAN PERTAMBANGAN

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

STUDI PROSPEK PENGEMBANGAN EKOWISATA PADA KAWASAN SEKITAR KARS GOMBONG SELATAN DALAM MENDUKUNG KEBERLANJUTAN WILAYAH TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bagi manusia, lahan sangat dibutuhkan dalam menjamin kelangsungan hidup

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. sekarang tanpa harus merugikan generasi yang akan datang. longsor dan banjir. Namun kekurangan air juga dapat menimbulkan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 1456 K/20/MEM/2000 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KAWASAN KARS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dengan berbagai cara. Bidang industri dan pertambangan dipercaya cukup efektif

Geografi PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUN BERKELANJUTAN I. K e l a s. xxxxxxxxxx Kurikulum 2006/2013. A. Kerusakan Lingkungan Hidup

PERENCANAAN PERLINDUNGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seluruh alam semesta beserta isinya diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa

IDENTIFIKASI DAMPAK DAN KERUSAKAN KAWASAN KARST CIBINONG AKIBAT AKTIVITAS PENAMBANGAN DI DESA LEUWIKARET OLEH PT INDOCEMENT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. antara Yugoslavia dengan Italia Utara, dekat kota Trieste. Karst merupakan. saluran bawah permukaan (Setiawan et al., 2008).

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melimpah. Salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pegunungan Kendeng Utara terbentang mulai dari Kabupaten Kudus, sampai dengan Kabupaten Tuban, termasuk di

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN USAHA PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Gunungkidul. bersifat merusak lingkungan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. 1. Pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. salah satunya didorong oleh pertumbuhan sektor pariwisata. Sektor pariwisata

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BUPATI BANDUNG BARAT

LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR : 2 0 T A H U N TANGGAL :

KEPUTUSAN MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI NOMOR : 1518 K/20/MPE/1999 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN KARS MENTERI PERTAMBANGAN DAN ENERGI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D

PROGRAM MENUJU INDONESIA HIJAU KABUPATEN BANTUL 2011

BUPATI BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN TENTANG PELAKSANAAN PERJALANAN DINAS

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah Nasional yang menyebutkan bahwa kawasan kars merupakan kawasan lindung

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya. Pertumbuhan jumlah penduduk yang sangat cepat mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak kekayaan alam yang melimpah dengan berbagai

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI KAUR PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAUR NOMOR 02 TAHUN 2014 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN RAKYAT

PERUNDANG-UNDANGAN LINGKUNGAN HIDUP

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Wonogiri, sebuah Kabupaten yang dikenal dengan sebutan kota. GAPLEK dan merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Yogyakarta yang memiliki luasan 1.485,36 kilometer persegi. Sekitar 46,63 %

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia yang dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. juta hektar, tersebar di beberapa di wilayah Pulau Sumatera, Papua dan pulaupulau

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 T E N T A N G SISTEM PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Hamparan karst di Indonesia mencapai km 2 dari ujung barat sampai

PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 69 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI, ENERGI, DAN SUMBER DAYA MINERAL

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM II. K e l a s. C. Pertanian Organik

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

P E M E R I N T A H KABUPATEN KUTAI TIMUR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT. Nomor 4 Tahun 2007 Seri E Nomor 4 Tahun 2007 NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN JASA LINGKUNGAN

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

Studi Kelayakan Pengembangan Wisata Kolong Eks Tambang Kabupaten Belitung TA LATAR BELAKANG

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

BARANG TAMBANG INDONESIA II. Tujuan Pembelajaran

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ATTN: PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG USAHA PERTAMBANGAN BAHAN TAMBANG GALIAN GOLONGAN C DI KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Implementasi Kebijakan Pelarangan Penambangan Di Kawasan Karst Kabupaten Gunungkidul Retna Dewi Wuspada 1,*, Hastuti Purnaweni 2 dan Dwi P.

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

02/03/2015. Sumber daya Alam hayati SUMBER DAYA ALAM JENIS-JENIS SDA SUMBERDAYA HAYATI. Kepunahan jenis erat kaitannya dengan kegiatan manusia

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

Peraturan...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dr. Ir. H. NAHARDI, MM. Kepala Dinas Kehutanan Daerah Provinsi Sulawesi Tengah

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

[Briefing Paper] Menggugat Penambangan dan Pembangunan Pabrik Semen di Pegunungan Kendeng

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

CARA PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PERTAMBANGAN

INDIKATOR RAMAH LINGKUNGAN UNTUK USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PENAMBANGAN TERBUKA BATUBARA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Gunungkidul selalu identik dengan kekeringan dan daerah tandus, akan tetapi pada kenyataannya Kabupaten Gunungkidul mempunyai berbagai sumberdaya yang berpotensi tinggi, salah satunya adalah sumberdaya alam berupa kawasan karst. Salah satu bentuk pemanfaatan kawasan karst adalah untuk kegiatan penambangan batuan gamping. Kawasan karst ditambang untuk diambil batu gampingnya karena memiliki nilai ekonomi tinggi, yaitu dapat digunakan sebagai bahan baku semen, pupuk, pengeras jalan, pondasi rumah, bahan baku industri seperti untuk industri kaca, bahan pemutih, penjernih air dan bahan pestisida. Sebagian besar perusahaan pertambangan menggunakan berbagai piranti modern yang mampu bekerja dalam skala yang lebih besar dan cepat seperti sistem peledakan beruntun, peralatan berat antara lain escavator dan penggaru, sedangkan untuk penambangan rakyat masih menggunakan teknik dan peralatan tradisional seperti cangkul dan sekop. Penambangan yang dilakukan oleh masyarakat lebih berdasarkan kebutuhan pemenuhan hidup, sedangkan perusahaan-perusahaan pertambangan yang beroperasi di Kabupaten Gunungkidul lebih jauh lagi digunakan untuk komoditi perdagangan. 1

2 (http://aneka-ragam.blogspot.com/2008/10/mengayun-langkah-diantarabatu-karst.html, diakses 24 April 2013 pukul 20.59). Kegiatan penambangan tersebut tentunya akan menimbulkan berbagai dampak, baik dampak positif maupun negatif. Dampak positif yang ditimbulkan dari kegiatan penambangan diantaranya penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan asli daerah, dan peningkatan sumber devisa negara. Namun karena kurangnya pemahaman masyarakat akan lingkungan hidup sehingga memunculkan dampak negatif sebagai hasil sampingan dari penambangan kawasan karst. Eksploitasi kawasan karst secara berlebihan akan merusak berbagai potensi yang ada seperti kemiskinan keanekaragaman hayati pada kawasan karst setempat, rusaknya tatanan air (sumber air karst berkurang dan tercemar), hancurnya tanaman bernilai ekonomi tinggi, rusaknya obyek wisata alam gua dan karst, serta rusaknya sarana dan prasarana seperti jalan aspal. Kawasan karst dengan tanah yang sangat tipis dan ekosistem karst yang berbukit dengan kelerengan yang tinggi juga memberikan potensi terhadap terjadinya erosi dan longsor yang besar, sehingga makin membuat turunnya produktivitas dan kualitas lahan. (http://infokarstdangua.blogspot.com/, diakses 11 November 2012 pukul 22.26). Dari data yang dilansir Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Pertambangan Kabupaten Gunungkidul tahun 2010 selain batu

3 gamping, kawasan karst juga memiliki kandungan berupa, breksi andesit, batu apung, dan pasir tufan. Kekayaan sumberdaya alam potensi tambang di Kabupaten Gunungkidul yang terdiri dari batu gamping sebanyak 17.492.706.780 m 3, batu apung sebanyak 2.050.018.491 m 3, pasir sebanyak 3.777.267.476 m 3, dan breksi andesit sebanyak 1.017.193.560 m 3. Besarnya cadangan tambang inilah yang kemudian menjadi daya tarik penambangan rakyat untuk melakukan penambangan batuan gamping walaupun tidak semua aktivitas tersebut mengantongi persyaratan sertifikat tanah, izin mendirikan bangunan (IMB), izin lingkungan, dan sebagainya. Untuk melindungi kawasan karst dari aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab, pemerintah sebenarnya telah membangun regulasi yang mengatur tentang perlindungan kawasan karst, baik secara pengelolaan maupun kebijaksanaan yang terkait penataan ruang. Salah satu di antaranya adalah Keputusan Menteri Energi Dan Sumberdaya Mineral No. 1456 tahun 2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst. Dalam peraturan tersebut kawasan karst dibagi menjadi tiga; Kawasan Karst Kelas I, merupakan kawasan lindung yang di dalamnya tidak boleh ada kegiatan penambangan. Boleh dilakukan kegiatan lain asal tidak mengganggu proses karstifikasi dan tidak merusak fungsi kawasan karst. Kawasan Karst Kelas II, merupakan kawasan karst yang di dalamnya boleh dilakukan aktivitas penambangan dengan disertai studi AMDAL, UKL dan UPL. Kawasan Karst Kelas III, merupakan kawasan

4 karst yang di dalamnya boleh dilakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan perundangan. Keputusan Menteri Energi Dan Sumberdaya Mineral No. 1456 tahun 2000 masih menyisakan banyak celah bagi para penambang untuk tetap bisa mengeksploitasi kawasan karst. Dalam beberapa kasus yang pernah terjadi, untuk mengakomodasi kepentingan investor, semua kawasan karst kelas I digiring menjadi kawasan karst kelas II dan III, tentu saja melalui serangkaian tindakan manipulasi terhadap proses AMDAL. Keputusan Menteri Energi Dan Sumberdaya Mineral No. 1456 tahun 2000 juga belum ada standarisasi metode investigasi dan klasifikasi kawasan karst. Sehingga banyak pihak yang tidak memahami tentang karst berani membuat klasifikasi berdasarkaan metode yang tidak tepat. (http://omahkendeng.org/2012-07/418/mengenal-fungsi-kawasan-karstdan-upaya-perlindungannya/, diakses 24 April 2013 pukul 21.02). Peraturan terbaru yang memuat tentang perlindungan kawasan karst adalah PP No. 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Dalam Peraturan Pemerintah ini, tidak lagi dikenal Kawasan Karst Kelas I, Kelas II atau Kelas III. Dalam peraturan ini, semua bentang alam karst dan goa termasuk dalam Cagar Alam Geologi. Cagar Alam Geologi dalam peraturan tersebut dimasukkan dalam Kawasan Lindung Geologi, Kawasan Lindung Geologi sebagai bagian dari Kawasan Lindung Nasional (Pasal 51). Secara hierarki, kedudukan kawasan karst dalam PP

5 No. 26 tahun 2008 sangat jelas, yaitu merupakan bagian dari Kawasan Lindung Nasional. Dalam upaya perlindungan kawasan karst di wilayahnya, pemerintahan Kabupaten Gunungkidul memberlakukan larangan terhadap aktivitas penambangan batu gamping. Larangan yang diberlakukan adalah dengan adanya Surat Edaran (SE) Nomor 540/0196 tertanggal 7 Februari 2011 oleh Bupati Gunungkidul yang menyatakan bahwa setiap kegiatan penambangan di kawasan karst tidak diperbolehkan dan tidak akan dikeluarkan ijinnya. Dengan adanya Surat Edaran Nomor 540/0196 para penambang juga tidak dapat memperpanjang izin penambangan di kawasan karst Kabupaten Gunungkidul. (Tribun Jogja, 30 Oktober 2012, hlm. 13). Faktanya dari beberapa peraturan tersebut masih menyisakan banyak celah bagi pihak-pihak tertentu untuk tetap bisa mengeksploitasi kawasan karst. Suryanti (2005) menjelaskan bahwa faktor penghasilan mempengaruhi banyaknya kegiatan penambangan di kawasan karst Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul. Berdasarkan data inventerisasi dan verifikasi dari Dinas Energi Sumber Daya Mineral (EDSM) Provinsi DIY ada 7 perusahaan pertambangan aktivitas eksploitasi kawasan karst di Kabupaten Gunungkidul yang 6 diantaranya izin pertambangan sudah habis sejak tahun 2009/2010 seperti yang tertera pada tabel 1 sebagai berikut :

6 Tab el 1. Hasil Inventarisasi Dan Verifikasi Usaha Pertambangan No Nama perusahaan PT Anindya 1 Supersonic Chemical Industry Pb Sutrisno 2 PT Sugih Alam 3 4 Irwan Edhi Kuncoro 5 CV Bukit Batu Indah 6 PT Selo Dwipo Nuswantoro 7 UD Mineral Persada Perusahaan Pertambangan Daerah Gunungkidul Nomor izin Bahan galian Luas Lokasi 126/KPTS/KP/08050810 30-08-2005 s/d 29-08-2010 129/KPTS/KP/10051010 11-10-2005 s/d 10-10-2020 014/KPTS/KP/VIII/08070812 04-08-2007 s/d 03-08-2012 08/KPTS/KP/03060310 11-10-2005 s/d 09-03-2010 30/KTPS/KP/08060811 30-08-2006 s/d 29-08-2011 93/KPTS/KP/03050310 02-03-2005 s/d 01-03-2010 90/KTPS/KP/12041209 24-12-2004 s/d 23-12-2009 Batugamping 7.891,65 2 m Ponjong Batugamping 1,57 Ha Ponjong 2 Batugamping 24.975 m Ponjong Batugamping 4 Ha Ponjong Batugamping 5 Ha Panggang 2 Kaolin 13.440 m Semin Batugamping 4,25 Ha Semin (Sumber : Dinas Energi Sumber Daya Mineral Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) Meskipun hampir semua perusahaan pertambangan sudah habis perijinannya, akan tetapi penambangan batu gamping di kawasan karst terutama di Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunungkidul sampai saat ini masih berlangsung. Potensi sumberdaya alam kawasan karst sebenarnya tidak hanya pada sumberdaya tambang saja, akan tetapi masih ada sumberdaya lain yang sangat potensial untuk dikembangkan, yaitu sumberdaya air (penyimpan air), sumberdaya lahan (pengembangan hutan rakyat dengan tanaman utama pohon jati, mahoni, dan akasia), sumberdaya hayati, potensi organik (sebagai habitat kelelawar, walet dan ular), dan potensi wisata dan ilmu pengetahuan berupa landscape baik dibawah permukaan sebagai goa dan sungai/danau bawah tanah, serta permukaan berupa lembah kering dolin, bukit-bukit karst, dan pantai berdinding terjal.

7 Potensi yang begitu banyak hanya dibiarkan begitu saja, sehingga yang terjadi adalah kerusakan-kerusakan dan keterbengkalaian. Seperti yang terjadi pada Goa Lawa yang berada di Kecamatan Ponjong, yang biasanya menjadi tempat wisata ilmiah bagi siswa-siswi di Kabupaten Gunungkidul saat ini kondisinya sangat memprihatinkan. Kerusakan di mulut gua yang diakibatkan penambangan besar-besaran oleh warga telah merusak fosil-fosil pra-sejarah yang kemungkinan ada di gua tersebut. (http://aneka-ragam.blogspot.com/2008/10/mengayun-langkah-diantarabatu-karst.html, diakses 24 April 2013 pukul 20.59) Tugas berat yang masih menunggu untuk penyelamatan kawasan karst adalah membangun kesadaran mengenai arti pentingnya menjaga kelestarian kawasan karst dengan menghentikan atau setidaknya mengurangi segala bentuk penambangan yang masih berlangsung hingga kini, karena semua tindakan-tindakan tersebut sangat merugikan bagi kelangsungan fungsi kawasan karst dan bertentangan dengan regulasi yang ada. Penyelamatan, pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam kawasan karst dapat dilakukan dengan pemetaan partisipatif terhadap sumber daya alam kawasan karst. Kawasan karst menyimpan benih konflik yang kompleks, karena kelalaian dalam pengelolaan kawasan karst akan berakibat fatal tidak hanya pada lingkungan biotik/abiotik akan tetapi pada lingkungan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar kawasan karst.

8 Pengelolaan kawasan karst perlu dilakukan dengan perencanaan yang matang, sehingga tidak terjadi benturan kepentingan dengan tetap memperhatikan aspek pelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Kemakmuran dalam rangka pemanfaatan kawasan karst bukan hanya sekedar menjadi hak dari generasi masa kini, generasi mendatang juga mempunyai hak yang sama untuk menikmati kemakmuran dari pemanfaatan kawasan karst yang tersedia. Berdasarkan beberapa uraian permasalahan diatas, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara lebih lanjut mengenai pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut : a. Penggunaan teknologi modern, menyebabkan tingkat kerusakan lahan pada kawasan karst yang ditimbulkan semakin tinggi. b. Tingginya kerusakan lahan kawasan karst akibat penambangan memberikan potensi terhadap terjadinya bencana alam (erosi dan longsor). c. Besarnya sumberdaya yang terdapat pada kawasan karst menjadi daya tarik bagi aktivitas penambangan liar (tanpa memiliki izin). d. Peraturan tentang penataan ruang masih menyisakan banyak celah bagi

9 para penambang untuk tetap bisa mengeksploitasi kawasan karst. e. Dampak penambangan kawasan karst secara berlebihan akan merusak berbagai potensi yang ada pada kawasan karst setempat dan juga rusaknya sarana dan prasarana lingkungan sekikar kawasan karst. f. Potensi tinggi yang dimiliki kawasan karst masih kurang dimanfaatkan dengan optimal, dalam pengelolaan kawasan karst juga harus dapat dinikmati oleh generasi yang mendatang. g. Potensi sumberdaya kawasan karst yang seharusnya terjaga oleh peraturan/regulasi yang ada malah dirusak oleh pihak - pihak yang tidak bertanggungjawab. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diperoleh beberapa hal yang dapat diteliti, namun karena keterbatasan waktu dan sumber daya yang peneliti miliki, maka dalam penelitian ini peneliti hanya membatasi masalah pada pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul. D. Rumusan Masalah Setelah melihat latar belakang yang ada, maka penulis membatasi dan merumuskan permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini. Adapun rumusan masalah yang diambil adalah sebagai berikut :

10 a. Bagaimana pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul? b. Apakah faktor pendukung dan faktor penghambat pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul? E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul. b. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat pengelolaan kawasan karst melalui prinsip pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Gunungkidul. F. Manfaat Penelitian berikut : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai a. Manfaat Praktis Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Gunungkidul Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan evaluasi dan perbaikan atas kebijakan pengelolaan dan pembangunan yang dilaksanakan di Kabupaten Gunungkidul, khususnya dalam bidang pengelolaan kawasan karst.

11 b. Manfaat Akademik 1) Bagi Peneliti a) Sebagai sarana peneliti untuk mengimplementasikan teori yang telah didapatkan selama mendalami perkuliahan di Universitas Negeri Yogyakarta dalam kehidupan bermasyarakat. b) Penelitian ini merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Sosial di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta. 2) Bagi Universitas Penelitian ini dapat digunakan sebagai kajian mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta, khususnya mahasiswa Ilmu Administrasi Negara. Dan membantu dalam merumuskan kebijakan antara institusi dan masyarakat sehingga tercipta hubungan baik.