BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi perhatian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Industri kecil di Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan

BAB 1 PENDAHULUAN. temurun. Sedangkan industri kecil kerajinan barang-barang dari kulit seperti jaket,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ides Sundari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Usaha Kecil, Menengah (UKM) dan Usaha Besar (UB) di Jawa Barat Tahun

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGEMBANGKAN KLASTER INDUSTRI KULIT DI KABUPATEN GARUT TUGAS AKHIR. Oleh : INDRA CAHYANA L2D

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mulyadi, 2014 Pengaruh Perilaku Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Usaha

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Industri kecil dan menengah merupakan kelompok industri yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bidang, termasuk didalamnya adalah pembangunan di bidang ekonomi. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan produksi yang kegiatan utamanya yaitu mengolah bahan mentah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali di Indonesa. Peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia diakui

I. PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1997 telah mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. kecil merupakan bagian dari dunia usaha nasional yang. mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan pergerakan utama ekonomi suatu negara. Selain menjadi

99,37 % Kecil dan Menengah Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bandung

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi dan moneter yang dialami oleh beberapa negara di Asia

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi perhatian

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pendapatan di Indonesia. Usaha kecil yang berkembang pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang ditawarkannya pun semakin beraneka ragam. Setiap Pelaku usaha saling

I. PENDAHULUAN. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sering disebut sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN. Industri kecil merupakan salah satu penggerak utama dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat perekonomian nasional mengalami stagnasi, usaha mikro, kecil

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Perkembangan perekonomian nasional yang dihadapi dunia usaha saat ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. satu pilar kekuatan perekonomian suatu daerah. Hal ini disebabkan karena

6. URUSAN PERINDUSTRIAN

I. PENDAHULUAN. Industri adalah suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah atau barang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah di permukaan bumi memiliki karakteristik dan ciri khasnya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam yang

wbab I PENDAHULUAN No Indikator Satuan Tahun 2011 *) TAHUN 2012 **) PERKEMBANGAN TAHUN Jumlah % Jumlah % Jumlah %

BAB I PENDAHULUAN. sedang berkembang akan mengalami pertumbuhan lebih lambat dari pada yang. tumpuan harapan bagi pembangunan (Purnama, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. diri sebagai katup pengaman, dinamisator, stabilisator perekonomian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Milly Puspasari, 2014 Analisis Deskriptif Usaha Batu Alam Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam pembangunan nasional adalah

BAB I PENDAHULUAN. sektor perindustrian ini adalah dengan cara mengembangkan industri kecil.

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung dengan luas 167,67 km 2 ini berpenduduk jiwa

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara sedang berkembang selalu berupaya untuk. meningkatkan pembangunan, dengan sasaran utama adalah mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

2015 PENGARUH KREATIVITAS, INOVASI DAN DIFERENSIASI PRODUK TERHADAP LABA PENGUSAHA

BAB 1 PENDAHULUAN. interaksi antara pengembangan teknologi, inovasi, spesialisasi produksi, dan

PENGARUH PERSEBARAN LOKASI UMKM BERBASIS RUMAH (HOME BASED ENTERPRISES) TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KEL. BUGANGAN DAN JL.

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2015 PENGARUH MOD AL KERJA D AN PERILAKU KEWIRAUSAHAAN TERHAD AP PEND APATAN

BAB I PENDAHULUAN. Padang Panjang. Kegiatan di bidang industri kulit, mulai dari sektor bahan baku,

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan Zat Gizi Komoditas Kedelai. Serat (g) Kedelai Protein (g) Sumber: Prosea 1996 ( Purwono: 2009)

KLASIFIKASI IKM (INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH) MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS BERBASIS WEB DI KOTA GORONTALO

BAB I PENDAHULUAN. lapangan kerja, menaikan devisa negara serta mengangkat prestise nasional.

BAB I PENDAHULUAN. mengarahkan pendapatan secara merata. Pembangunan dewasa ini tidak bisa lepas

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

BAB I PENDAHULUAN. Nilai PDRB (dalam Triliun) Sumber :Data nilai PDRB Pusdalisbang (2012)

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini kita ketahui bahwa kemajuan di bidang industri sangat pesat, baik

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 1997 Perekonomian Indonesia mengalami pasang surut hingga

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi seperti yang disebutkan pada Undang-Undang No.25

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Muhammad Rizki, 2015

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan industri dapat berlangsung dengan baik apabila didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. cukup penting didalam pembangunan nasional. Kemampuannya untuk tetap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam. secara langsung maupun secara tidak langsung dalam pencapaian tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. tukar tereskalasi menjadi krisis multi dimensi yang dimulai akhir tahun 1997.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tanah dan bangunan tempat usaha. Dan usaha yang berdiri sendiri. Menurut Keputusan Presiden

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perekonomian di negara yang sedang berkembang seperti

PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. dari perekonomian negara yang sedang berkembang, meskipun UKM sering

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam situs Sindonews.com dijelaskan bahwa Usaha Kecil Menengah atau

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. satu usaha untuk meningkatkan pembangunan ekonomi adalah pembangunan

Sumber: Serang Dalam Angka (data diolah)

BAB I PENDAHULUAN. menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti saat ini, usaha kecil dan menengah semakin

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Kabupaten Batubara yang terletak pada kawasan hasil pemekaran

BAB I PENDAHULUAN. Peran perbankan dalam masa pembangunan saat ini sangatlah penting dan

BAB I. peranan yang sangat penting dengan memberikan benefit secara langsung pada

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. barang dari kulit dan alas kaki (KBLI 15) yang naik sebesar 1,67 %. Selanjutnya,

BAB I PENDAHULUAN. melakukan usahanya dengan efektif dan efisien. menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang baik, harga yang terjangkau

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tidaklah mudah bagi suatu perusahaan untuk dapat bertahan bahkan berkembang.

2015 ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI KREATIF SUBSEKTOR KERAJINAN KERAMIK

2014 IMPLEMENTASI D ATA ENVELOPMENT ANALYSIS (D EA) UNTUK MENGUKUR EFISIENSI INDUSTRI TAHU D I KABUPATEN SUMED ANG

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan salah satu sektor yang menjadi perhatian pemerintah untuk memperbaiki keadaan negara Indonesia pada saat ini. Sektor industri merujuk ke suatu sektor ekonomi yang didalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi (manufacturing). Kegiatan pengolahan ini dapat bersifat manual, elektrikal, atau bahkan masinal. Sektor industri pengolahan ini sebagai salah satu sektor produksi atau lapangan usaha dalam perhitungan pendapatan nasional menurut pendekatan produksi Perkembangan sektor industri semakin sangat impresif apabila dilihat dari kinerjanya dalam segi pendapatan, baik ditinjau dari nilai produk yang dihasilkannya maupun dari sumbangannya dalam segi pendapatan. Dari sekian banyak industri yang ada di Indonesia, salah satu diantaranya adalah Industri kulit. Industri kulit mulai berkembang di Indonesia sejak tahun 1970-an. Pada sektor hulu, terjadi pertumbuhan dari 37 pabrik berukuran besar dan menengah pada tahun 1975 menjadi 112 pada tahun 1995. Pada tahun 1975-1990 bermunculan sentra-sentra industri kulit seperti di Magetan, Garut, dan Madiun. Pada tahun yang sama terjadi peningkatan jumlah pabrik dari sekitar 200 pabrik menjadi 500 pabrik pada rentang masa yang sama.

2 Kapasitas terpasang meningkat dari 40.000 ton menjadi 70.000 ton per tahun. Sebagai salah satu kawasan home industry, Kabupaten Garut merupakan penghasil kerajinan kulit terbesar di Jawa Barat. Hal tersebut ditandai dengan maraknya produksi kulit dari Sukaregang Kabupaten Garut yang tersebar diberbagai kota Jawa Barat seperti Bandung, Cirebon dan Sukabumi dengan produk kulit andalannya seperti jaket kulit, sepatu kulit, ikat pinggang kulit, dompet kulit bahkan sampai tas kulit yang kini menjadi trend baru dikalangan anak muda Bandung. Berikut ini data potensi industri kerajinan barang kulit Garut Tabel 1.1 Data Potensi Usaha Industri Kerajinan Barang Kulit Garut Tahun 2008 Uraian Formal Informal Jumlah Unit Usaha 49 206 255 Tenaga Kerja 231 1.585 1.816 Investasi (000 Rp)/tahun 699.200 1.766.886 2.466.086 Nilai Produksi (000 Rp)/tahun 9.756.826 41.202.700 50.959.526 Sumber : Dinas Perindag KUKM Kabupaten Garut diolah kembali Tabel 1.2 Jumlah Unit Usaha Industri Kerajinan Barang Kulit dan jumlah tenaga kerja yang diserap Industri Kerajinan Barang Kulit Garut (Tahun 2003-2008) TAHUN JUMLAH UNIT USAHA JUMLAH TENAGA KERJA Non Non Formal Formal Tot Formal Formal Tot 2003 42 200 242 140 1,051 1,191 2004 49 380 429 231 1,431 1,662 2005 49 195 244 231 1,383 1,614 2006 49 195 244 231 1,383 1,614 2007 49 206 255 231 1,585 1,816 2008 49 206 255 231 1,585 1,816 Sumber : Dinas Perindag KUKM Kabupaten Garut diolah kembali

3 Tabel 1.3. Nilai Produksi Industri Kerajinan Barang Kulit dan sejenisnya yang Dihasilkan oleh Industri Kerajinan Barang Kulit Garut (Tahun 2003-2008) TAHUN NILAI PRODUKSI (000) Formal Non Formal Tot PERTUMBUHAN 2003 6,835,790 27,566,650 34,402,440-2004 9,756,826 36,196,650 45,953,476 33.6% 2005 9,756,826 45,532,700 55,289,526 20.3% 2006 9,756,826 45,532,700 55,289,526 0.0% 2007 9,756,826 41,202,700 50,959,526-7.8% 2008 9,756,826 41,202,700 50,959,526 0.0% Sumber : Dinas Perindag KUKM Kabupaten Garut diolah kembali Dari data diatas, terlihat bahwa pada tahun 2003 hingga tahun 2008 produksi industri kerajinan barang kulit Garut mengalami fluktuatif, terlihat jelas pada tabel 1.1 nilai produksi pada tahun 2004 dan tahun 2005 masing masing Rp 45,953,476,000 dan Rp 55,289,526,000. Hal tersebut menunjukan adanya peningkatan nilai produksi masing-masing sebesar Rp 11,551,036,000 dan Rp 9,336,050,000 dengan prosentase 33.6% dan 20.3%. Akan tetapi jika dilihat pada tahun berikutnya, yaitu pada tahun 2006 nilai produksi mengalami stagnan. Artinya nilai produksi industri kerajinan barang kulit Garut pada tahun 2006 sama dengan nilai produksi pada tahun 2005, yaitu sebesar Rp 55,289,526,000. Bahkan, pada tahun 2007 nilai produksi industri kerajinan barang kulit Garut mengalami penurunan hingga mencapai Rp 4,330,000,000 dengan prosentase sebesar -7.8%, begitu pula pada tahun 2008 nilai produksi industri kulit garut sama sekali tidak ada perubahan seperti halnya pada tahun 2007, yaitu sebesar Rp 50,959,526,000.

4 Maka, jika digambarkan dengan diagram akan terlihat seperti pada gambar di bawah ini: 60,000,000 NILAI PRODUKSI (000) 50,000,000 40,000,000 30,000,000 20,000,000 10,000,000-2003 2004 2005 2006 2007 2008 Gambar 1.1. Perkembangan dan perbandingan nilai produksi dari tahun 2003-2008 Secara nominal, nal, nilai produksi yang dihasilkan industri kerajinan barang kulit semenjak tahun 2003 hingga tahun 2005 memang mengalami peningkatan. Walaupun ada penurunan nilai produksi, akan tetapi tidak terlalu sigifikan. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 1.2 nilai produksi industri kerajian barang kulit pada tahun 2006 hingga tahun 2007. Jika diprosentasekan, maka yang terlihat adalah adanya penurunan unan dari tahun ke tahun yang sangat signifikan. Gambar 1.2. Prosentase pertumbuhan nilai produksi Industri kerajinan barang kulit dari tahun 2003-2008

5 Dari uraian data di atas, maka dapat terlihat bahwa pertumbuhan nilai produksi dari tahun ke tahun semakin menurun. Seperti pada tahun 2005 pertumbuhan nilai produksi mencapai 20%, bahkan pada tahun 2007 pertumbuhan nilai produksinya negatif yaitu -7.8%. Selain data diatas, dapat dilihat pula dari data pra penelitian terhadap 10 pengrajin industri kerajinan barang kulit garut dibawah ini, dengan upah, menunjukan bahwa rata-rata penggunaan faktor produksi ( tenaga kerja ) belum mencapai efisiensi optimum(>1) Pengrajin Tahun Tabel 1.4 Data Efisiensi Tenaga Kerja Produksi Industri Kerajinan Barang Kulit, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut Tenaga Kerja Hasil Produksi (Kodi) Harga/Rp Upah Tenaga Kerja (Rp) MPP L MVP L MVP L/P L Keterangan 1 2007 3 900 Rp90,000 Rp6,000,000 2008 5 1500 Rp90,000 Rp6,000,000 2 2007 2 600 Rp90,000 Rp6,000,000 2008 2 600 Rp90,000 Rp6,000,000 3 2007 10 3000 Rp90,000 Rp6,000,000 2008 10 3000 Rp90,000 Rp6,000,000 4 2007 10 3000 Rp90,000 Rp6,000,000 2008 12 3600 Rp90,000 Rp6,000,000 5 2007 2 600 Rp90,000 Rp6,000,000 2008 2 600 Rp90,000 Rp6,000,000 6 2007 7 2100 Rp90,000 Rp6,000,000 2008 10 3000 Rp90,000 Rp6,000,000 7 2007 10 3000 Rp90,000 Rp6,000,000 2008 16 4800 Rp90,000 Rp6,000,000 8 2007 8 2400 Rp90,000 Rp6,000,000 2008 12 3600 Rp90,000 Rp6,000,000 9 2007 6 1800 Rp90,000 Rp6,000,000 2008 8 2400 Rp90,000 Rp6,000,000 10 2007 5 1500 Rp90,000 Rp6,000,000 2008 7 2100 Rp90,000 Rp6,000,000 450 Rp40,500,000 1.35 Belum Optimum 450 Rp40,500,000 0.56 Tidak Efisien 300 Rp27,000,000 0.45 Tidak Efisien 250 Rp22,500,000 0.23 Tidak Efisien 225 Rp20,500,000 0.28 Tidak Efisien 300 Rp27,000,000 0.56 Tidak Efisien 300 Rp27,000,000 0.64 Tidak Efisien

6 Banyak faktor yang menyebabkan nilai produksi mengalami penurunan, sehingga terjadi inefesiensi, salah satu diantaranya kendala yang dihadapi para perajin dalam proses produksi belum sepenuhnya ditunjang dengan teknologi pengolahan untuk percepatan proses produksi dan lemahnya pengendalian kualitas terhadap komoditas barang yang dihasilkan kata Kepala Disperindag Koperasi dan UKM setempat, H R Ruchiat (24 Mei 2009). Selain faktor diatas, yaitu kesulitan menghadapi harga bahan baku kulit yang berfluktuasi, sehingga menyebabkan produksi relatif terbatas. "Kulit sering ditawarkan pedagang dengan memanfaatkan kondisi kurs dolar AS sehingga dibeli dalam jumlah terbatas," kata Adeng Sugiarto, perajin sepatu asal Cibaduyut Bandung, saat pameran di gedung Departemen Perindustrian Jakarta. Sementara, bahan baku kulit kelas satu ditawarkan ke pedagang sepatu berkisar Rp20-Rp22 ribu/kaki, sedangkan impor dari Korea Rp14 ribu-rp15 ribu/kaki. Di lain pihak, di Cianjur, Jawa Barat kelas satu Rp28 ribuan/kaki dan kelas dua Rp21 ribu - Rp24 ribu/kaki. Gunawan, pengusaha barang jadi kulit lainnya asal Garut, Jawa Barat mengatakan, bahan baku yang ditawarkan pedagang dengan berpatokan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ini bisa mengancam usaha perajin tradisional. Kendala lainnya yang dihadapi adalah modal usaha relatif terbatas, perajin ragu mengajukan kredit ke bank, peralatan tradisional, kurangnya penguasaan teknologi dan rendahnya kualitas pekerja. "Sepatu produksi dalam negeri diminati masyarakat sekiranya kualitasnya terjamin, makanya berbagai kendala itu hendaknya ditangani pemerintah," pinta Gunawan.

7 Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah bagaimana menentukan cara yang tepat untuk meningkatkan produksi, oleh karena itu salah satu cara untuk mencapai keuntungan optimal adalah dengan mengoptimalkan penggunaan faktorfaktor produksi. Hal ini karena dilihat dari penggunaan faktor-faktor produksi masih belum efisien, maka optimalisasi dan efisiensi faktor-faktor produksi sangat diperlukan dalam suatu proses produksi. Berdasarkan masalah-masalah yang terjadi di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengambil judul mengenai ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADA INDUSTRI KERAJINAN BARANG KULIT (studi kasus di Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut 1.2 Perumusan Masalah Berangkat dari adanya isu bahwa terdapat penurunan jumlah produksi industri kerajinan barang kulit maka dari itu penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah penggunaan faktor produksi bahan baku, tenaga kerja, dan teknologi pada produksi Industri kerajinan barang kulit di Kec. Karangpawitan Kab. Garut telah mencapai efisiensi optimum? 2. Apakah penggunaan bahan baku, tenaga kerja, dan teknologi secara individu berpengaruh terhadap hasil produksi pada Industri kerajinan barang kulit di Kec. Karangpawitan Kab. Garut? 3. Bagaimana tingkat skala ekonomi pada produksi Industri kerajinan barang kulit di Kec. Karangpawitan Kab. Garut?

8 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini dibuat dengan tujuan : 1. Untuk mengetahui tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor bahan baku, tenaga kerja, dan teknologi pada produksi Industri kerajinan barang kulit di Kec. Karangpawitan Kab. Garut. 2. Untuk mengetahui pengaruh bahan baku, tenaga kerja, dan teknologi terhadap hasil produksi pada Industri kerajinan barang kulit di Kec. Karangpawitan Kab. Garut. 3. Untuk mengetahui bagaimana tingkat skala ekonomi pada produksi Industri kerajinan barang kulit di Kec. Karangpawitan Kab. Garut. 1.3.2 Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi kegunaan dalam penelitian ini adalah : 1). Secara Teoritis Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu ekonomi baik secara makro ataupun mikro. 2). Secara Praktis Diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan produksi untuk dunia industri. Serta dapat memberikan masukan bagi perusahaan yang penulis teliti.