BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang nasional (RPJPN) ( ) adalah. mewujudkan bangsa yang berdaya saing, melalui pembangunan sumber

BAB I PENDAHULUAN. terpenuhi. Anak sekolah yang kekurangan gizi disebabkan oleh kekurangan gizi pada

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya dan keterampilan serta mulai mempunyai kegiatan fisik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya

PERBEDAAN ASUPAN ENERGI, PROTEIN, ZINC DAN PENYAKIT INFEKSI PADA ANAK STUNTING DAN NON STUNTING KELAS 4 DAN 5 DI SDN 01 PEJATEN BARAT JAKARTA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan. perkembangan kecerdasan, menurunkan produktivitas kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. pendek atau stunting. Stunting merupakan gangguan pertumbuhan fisik berupa

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah anak antara 6-14 tahun, merupakan siklus hidup manusia

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan syarat mutlak

BAB 1 : PENDAHULUAN. nasional, karena masalah kesehatan menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan manusia. (1)

BAB I PENDAHULUAN. sampai usia lanjut (Depkes RI, 2001). mineral. Menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI 1998

BAB I PENDAHULUAN (6; 1) (11)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. zat seng / zinc. Padahal zinc merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

Nurlindah (2013) menyatakan bahwa kurang energi dan protein juga berpengaruh besar terhadap status gizi anak. Hasil penelitian pada balita di Afrika

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa sampai usia lanjut. Dari seluruh siklus kehidupan, program perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. (mordibity) dan angka kematian (mortality). ( Darmadi, 2008). Di negara

BAB I PENDAHULUAN. energi protein (KEP), gangguan akibat kekurangan yodium. berlanjut hingga dewasa, sehingga tidak mampu tumbuh dan berkembang secara

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes RI) tahun 2010 menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kesehatan anak merupakan salah satu masalah utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) ambang menurut umur dan jenis kelamin (WHO, 2001).

BAB 1. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

BAB I PENDAHULUAN. dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit diharapkan untuk berhasil membangun bangsa itu sendiri. (Hadi, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. prevalensi balita pendek kurus dan mengatasi kebutuhan gizi remaja perempuan,

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan kulitas sumber

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan gizi saat ini cukup kompleks meliputi masalah gizi ganda. Gizi

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Anemia adalah suatu kondisi ketika kadar hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari batas normal kelompok orang yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. SDM yang berkualitas dicirikan dengan fisik yang tangguh, kesehatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang bermutu. Menurut data United Nations Development Program

Linda Yunitasari 1. Mahasiswa Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu yang akhirnya akan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energy dan zat-zat gizi. Kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. termasuk dalam memilih jenis makanan yang di konsumsi. Kecukupan

BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. SDKI tahun 2007 yaitu 228 kematian per kelahiran hidup. (1)

BAB 1 : PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat ( Public Health Problem) adalah anemia gizi.

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

BAB I PENDAHULUAN. Usia sekolah dasar disebut juga sebagai masa pengembangan. intelektual, dikarenakan pada masa itu anak memiliki keinginan dan

BAB I PENDAHULUAN. terutama di negara berkembang. Data Riset Kesehatan Dasar (R iskesdas)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. terutama dalam masalah gizi. Gizi di Indonesia atau negara berkembang lain memiliki kasus

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat keadaan gizi normal tercapai bila kebutuhan zat gizi optimal terpenuhi.

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG KADARZI DENGAN ASUPAN ENERGI DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA JAGAN KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor utama yang diperlukan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu mendapat perhatian khusus. Adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup anak merupakan salah satu upaya yang penting bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Kualitas hidup anak dapat dilihat dari status kesehatan melalui keadaan status gizi yang baik (Dewi, 2015). Faktor gizi memegang peranan penting dalam mencapai SDM berkualitas yaitu sehat, cerdas dan memiliki fisik yang tangguh serta produktif (Pahlevi, 2012). Anak yang menderita kekurangan gizi akan mengakibatkan daya tangkapnya berkurang, penurunan konsentrasi belajar, anak tidak aktif bergerak, lemah daya tahan tubuhnya, dan pertumbuhan fisik tidak optimal sehingga postur tubuh anak cenderung stunting (Oktari 2014). Kegagalan pertumbuhan secara linier atau stunting pada anak-anak merupakan bentuk kekurangan zat gizi yang paling umum secara global (Prendergast, 2014). Di seluruh dunia, sebanyak 178 juta anak-anak dibawah lima tahun adalah anak yang stunting dengan mayoritas tersebar di Asia Tenggara dan subsahara Afrika (Senbajo, 2011). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 yang melakukan pengukuran status gizi pada anak umur 5-12 tahun, secara nasional prevalensi anak stunting masih tinggi, yaitu 30,7%. Prevalensi stunting 1

2 pada anak laki-laki lebih tinggi yaitu 31,04% daripada anak perempuan yaitu 30,12%. (Kemenkes RI, 2013). Kongres Nasional Persatuan Ahli Gizi Indonesia tahun 2014 dengan tema Penguatan Peran Profesi Gizi untuk Mendukung Pemerintah dalam Mencegah Masalah Stunting dan Penyakit Degeneratif di Indonesia disebutkan bahwa pada anak umur sekolah diketahui 31-35% tergolong pendek (Kemenkes RI, 2014). Seorang anak yang sehat dan normal akan tumbuh sesuai dengan potensi genetik yang dimilikinya (Bryan, 2004). Pertumbuhan linier pada anak merupakan indikator kesehatan yang mampu memberikan gambaran mengenai keadaan gizi di masa lalu dan keadaan lingkungan serta sosial ekonomi (Senbajo, 2011 dan WHO, 1995). Pertumbuhan linier saat masa kanak-kanak dipengaruhi oleh efek kumulatif baik oleh genetik maupun pengaruh lingkungan. Terdapat variasi yang besar pada sebuah populasi untuk tinggi badan, yang merupakan hasil dari keragaman genetik, faktor lingkungan, termasuk asupan zat gizi, psikososial dan faktor infeksi, serta perbedaan status sosioekonomi (Lourenco, 2012 dan Kulaga, 2011). Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan karena malgizi kronis, yang didefinisikan sebagai keadaan dimana Z- score tinggi berdasarkan umur dan jenis kelamin, sama atau kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) berdasarkan standar yang ditetapkan oleh World Health Organizatition (WHO, 1995). Pemahaman mengenai stunting pada umur anak sekolah merupakan hal yang penting, karena jika pada umur tersebut tidak teratasi, stunting dapat menyebabkan penurunan

3 ukuran tinggi badan ketika dewasa. Hal ini pada gilirannya, telah dikaitkan dengan penurunan kapasitas kerja, dan pada wanita dikaitkan dengan kerugian dalam reproduksi (Gibson, 2007). Stunting dapat digunakan sebagai indikator kesehatan pada anak terutama untuk mendeteksi keadaan malgizi kronis, yang merupakan akibat dari periode yang panjang dari asupan makan yang inadekuat, kualitas makanan yang buruk, peningkatan morbiditas, maupun kombinasi dari faktor-faktor tersebut, yang dapat memberikan gambaran mengenai keadaan gizi di masa lalu dan keadaan lingkungan serta sosial ekonomi (Senbajo, 2011 dan WHO, 1995). Faktor penyebab stunting terdiri dari faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung disebabkan karena defisiensi zat gizi makro serta zat gizi mikro dan penyakit infeksi yang sering terjadi, seperti ISPA dan diare. Faktor tidak langsung seperti pendidikan, demografis, ketersediaan pangan dan pelayanan kesehatan (Aini, 2011). Masalah gizi dapat disebabkan salah satunya oleh rendahnya asupan zat gizi baik pada masa lampau maupun pada masa sekarang. Status gizi berkaitan dengan asupan makronutrien dan energi. Energi didapatkan terutama melalui konsumsi makronutrien berupa karbohidrat, protein dan lemak. Selama umur pertumbuhan dan perkembangan asupan zat gizi menjadi sangat penting, bukan hanya untuk mempertahankan kehidupan melainkan untuk proses tumbuh dan kembang (Regar, 2013). Gizi yang baik dibutuhkan anak sekolah untuk pertumbuhan dan perkembangan, energi, berpikir, beraktivitas fisik dan daya tahan tubuh.

4 Zat gizi yang dibutuhkan anak sekolah adalah seluruh zat gizi yang terdiri dari zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, lemak, serta zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral (Oktari, 2014). Protein adalah zat gizi penting yang paling erat hubungannya dengan proses-proses kehidupan. Di dalam tubuh, protein digunakan untuk pertumbuhan dan perbaikan sel-sel. Protein yang cukup akan mampu melakukan fungsinya untuk proses pertumbuhan (Sulastri, 2012). Kebutuhan tubuh akan zat gizi mikro hanya sedikit, namun jika tidak dipenuhi dapat berakibat fatal seperti halnya dampak kekurangan energi dan protein dalam jangka panjang. Zinc merupakan zat gizi mikro yang memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh. Defisiensi zinc dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orang tua. Tanda-tanda kekurangan zinc adalah gangguan pertumbuhan (Almatsier, 2001). Berdasarkan penelitian oleh Maisyaroh (2004) terdapat hubungan antara asupan zinc dengan status gizi siswa sekolah dasar. Zinc juga penting untuk banyak proses metabolik dasar, oleh karena itu penting untuk pertumbuhan yang optimal, kemampuan imunitas dan ketajaman penglihatan. Defisiensi zinc telah dihubungkan dengan kematian 116.000 anak tiap tahunnya, terutama akibat peningkatan prevalensi dan keparahan penyakit infeksi seperti diare (Wieringa, 2015). Asupan energi, protein dan zinc memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian stunting. Hal ini ditunjukkan dengan penelitian oleh Setijowati (2005), bahwa adanya hubungan yang signifikan antara

5 asupan energi, asupan protein, asupan zinc dengan tinggi badan anak umur 8 sampai 12 tahun di daerah endemik goiter, Malang (Setijowati, 2005). Selain itu, berdasarkan penelitian oleh Gibson (1991), kejadian stunting di Papua Nugini berhubungan dengan defisit secara kronis dari energi dan protein dan diperburuk oleh status zinc yang tidak optimal (Gibson, 1991). Hasil penelitian oleh Sulastri (2012) menunjukkan anak stunting lebih banyak terjadi pada kelompok anak dengan asupan energi kurang (40%) dan asupan protein kurang (66,7%) dibandingkan kelompok anak asupan energi dan protein cukup masing-masing sebanyak 22,7% dan 66,7%. Sejak lama diketahui bahwa penyakit infeksi mempunyai hubungan yang erat dengan gangguan kecepatan tumbuh anak. Dimana penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang dan memberikan pengaruh terhadap kecepatan tumbuh anak (Tanjung 2007). Penyakit infeksi secara langsung mempengaruhi pertumbuhan dengan mengurangi nafsu makan, begitu pula dengan asupan makan, menurunkan penyerapan zat gizi, meningkatkan kebutuhan metabolik, atau mengakibatkan hilangnya zat gizi secara langsung (WHO, 1995). Penelitian yang dilakukan oleh Larasati (2011) menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna pada kejadian penyakit infeksi seperti diare, ISPA, dan Tuberkulosis pada anak yang stunting dan pada anak yang normal. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ristanti (2015) menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara Tuberkulosis paru

6 dengan kejadian stunting (p = 0,010) pada siswa di SDN Sambek Wonosobo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyakit infeksi seperti tuberkulosis paru pada anak dapat mengganggu pertumbuhan linier seperti tinggi badan, lingkar dada, dengan terlebih dahulu mempengaruhi status gizi (Ristanti, 2015). Penelitian oleh Alatas (2011) yang dilakukan di Yayasan Kampung Kids Pejaten Barat terhadap 64 orang anak umur 7-12 tahun menunjukkan sebanyak 21 responden (28,8%) memiliki status TB/U kurang dan sebanyak 52 responden (71,2%) memiliki status TB/U yang baik. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan asupan energi, protein, zinc dan penyakit infeksi pada anak stunting dan non-stunting kelas IV dan V di SDN 01 Pejaten Barat Jakarta Selatan. Pemilihan tempat penelitian berdasarkan atas pertimbangan yaitu belum pernah ada penelitian sebelumnya pada sekolah tersebut. Dalam hal ini peneliti memilih kelompok anak sekolah dasar kelas 4 dan 5 dengan pertimbangan bahwa pada umumnya anak sekolah dasar kelas 4 dan 5 mempunyai perkembangan kognitif berupa berpikir formal serta beban materi pembelajaran belum seberat kelas 6 SD. Serta dianggap dapat mengisi kuesioner dan untuk memudahkan dalam penelitian. B. Identifikasi Masalah Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu mendapat perhatian khusus. Status gizi berdasarkan TB/U yang kurang atau stunting memiliki dampak yang cukup besar bagi

7 perkembangan kehidupan seorang anak, dimana anak-anak umur sekolah merupakan masa dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental. Stunting dapat menyebabkan penurunan ukuran tinggi badan ketika dewasa. Hal ini pada gilirannya, telah dikaitkan dengan penurunan kapasitas kerja, dan pada wanita dikaitkan dengan kerugian dalam reproduksi. Faktor penyebab langsung dari stunting adalah defisiensi zat gizi makro serta zat gizi mikro dan penyakit infeksi yang sering terjadi, seperti ISPA dan diare. Gizi yang baik dibutuhkan anak sekolah untuk pertumbuhan dan perkembangan, sebagai sumber energi untuk berpikir dan beraktivitas fisik serta sebagai daya tahan tubuh. Pemenuhan asupan zat gizi yang adekuat baik zat gizi makro maupun zat gizi mikro dibutuhkan untuk mendukung proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Penyakit infeksi memberikan pengaruh terhadap kecepatan tumbuh anak dengan mengurangi nafsu makan, begitu pula dengan asupan makan, menurunkan penyerapan zat gizi, meningkatkan kebutuhan metabolik, atau mengakibatkan hilangnya zat gizi secara langsung. C. Pembatasan Masalah Proses pertumbuhan linier pada anak sekolah dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor penyebab yang tidak bisa diteliti secara keseluruhan karena keterbatasan waktu, dana, dan tenaga, maka peneliti akan membatasi pada masalah yang ada terbatas pada perbedaan asupan energi,

8 protein, zinc dan penyakit infeksi, pada anak stunting dan non-stunting kelas 4 dan 5 di SDN 01 Pejaten Barat Jakarta Selatan. D. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu apakah ada perbedaan asupan energi, protein, zinc dan penyakit infeksi, pada anak stunting dan non-stunting kelas 4 dan 5 di SDN 01 Pagi Pejaten Barat Jakarta Selatan? E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan asupan energi, protein, zinc dan penyakit infeksi, pada anak stunting dan non-stunting kelas 4 dan 5 di SDN 01 Pejaten Barat Jakarta Selatan. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah : a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur dan jenis kelamin pada kelompok stunting dan non-stunting di sekolah dasar. b. Mengidentifikasi asupan energi, protein, zinc dan penyakit infeksi pada anak stunting dan non-stunting di sekolah dasar. c. Mengidentifikasi status gizi berdasarkan tinggi badan menurut umur pada anak di sekolah dasar. d. Menganalisis perbedaan asupan energi, protein, zinc, penyakit infeksi pada anak stunting dan non-stunting di sekolah dasar.

9 F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pihak Sekolah Penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai pentingnya asupan energi, protein, zinc dan penyakit infeksi terhadap status gizi anak sekolah dasar berdasarkan TB/U kepada orang tua murid maupun guru-guru sekolah dasar sehingga dapat menciptakan lingkungan sekolah yang sehat. 2. Bagi FIKES UEU Dapat memperluas penelitian yang telah dilakukan dan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya. Dapat memberikan informasi mengenai hubungan tingkat asupan energi, protein dan zinc dengan tinggi badan anak di sekolah dasar. 3. Bagi Peneliti Dapat menambah wawasan dan pengalaman serta memberikan informasi kepada masyarakat khususnya terkait hubungan tingkat asupan energi, protein dan zinc dengan tinggi badan anak di sekolah dasar. G. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini termuat dalam Tabel 1.1. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang lain adalah penelitian ini meneliti secara bersama antara variabel asupan energi, protein, zinc, dan penyakit infeksi dengan kejadian stunting, sedangkan penelitian lain tidak.

10 Tabel 1.1 Perbedaan Penelitian Ini Dengan Penelitian Sebelumnya Nama Peneliti Tahun Judul Penelitian Metodologi dan Analisis Hasil Nanik 2005 Hubungan Metode cross - Ada hubungan Setijowati Kadar Seng sectional signifikan antara Serum dengan asupan energi, Tinggi Badan Analisis data protein dan zinc Anak Sekolah dengan cara dengan tinggi Dasar Penderita deskriptif dan badan GAKY analitik ( uji t- test independent dan korelasi pearson) Arindha 2012 Perbedaan Studi cross - Terdapat perbedaan Rahmawati Kadar Seng (Zn) sectional dan yang bermakna Rambut analisis bivariat pada kadar seng Berdasarkan menggunakan rambut berdasarkan Derajat Stunting Kruskal Wallis, derajat stunting pada anak 6-9 Mann-Whitney (p=0,010) dan Tahun dan Rank korelasi positif Spearman. antara kadar seng rambut dengan z- score TB/U (r=0,303; p=0,022). Irma Ayumi 2014 Perbedaan Penelitian - Defisit asupan

11 Cahya Tingkat Asupan observasional energi, protein, Fe, Energi, Protein dengan vitamin A dan Zn dan Zat Gizi pendekatan pada anak yang Mikro (Besi, cross sectional. stunting masing- Vitamin A, Analisis data masing 41%, 44%, Seng) Antara menggunakan 66%, 34% dan 47% Anak SD Independent - Defisit asupan Stunting dan Sample T Test. energi, protein, Fe, Non Stunting di vitamin A dan Zn Kecamatan pada anak yang KartaSura non-stunting Kabupaten masing-masing 3%, Sukoharjo 6%, 28%, 22% dan 9%. - Terdapat perbedaan asupan energi, protein, Fe, vitamin A dan Zn pada anak SD stunting dan non-stunting di Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo dengan nilai p < 0,005. Evi Sufaera 2016 Perbedaan Penelitian cross -

12 asupan energi, protein, zinc dan penyakit infeksi, pada anak stunting dan non-stunting kelas 4 dan 5 di SDN 01 Pejaten Barat Jakarta sectional dengan uji statistik beda t- test atau uji Mann-Whitney untuk data dengan distribusi tidak normal. Selatan