BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

BAB I DEFINISI. APD adalah Alat Pelindung Diri.

RSCM KEWASPADAAN. Oleh : KOMITE PPIRS RSCM

BAB I PENDAHULUAN. mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara baik droplet maupun airbone,

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB I PENDAHULUAN. Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian Healthcare Acquired Infections (HAIs)

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial atau yang sekarang dikenal dengan Healthcare Associated

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) merupakan salah satu bagian dari kewaspadaan standar.

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kewaspadaan universal (Universal Precaution) adalah suatu tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

PENDAHULUAN. dapat berasal dari komunitas (community acquired infection) atau berasal dari

PENUNTUN SKILLS LAB BLOK 4.3 ELEKTIF Topik 2.A KESEHATAN INTERNASIONAL DAN KARANTINA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kesehatan di berbagai belahan dunia dan merupakan risiko terhadap sistem

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

1. Pentingnya patient safety adalah a. Untuk membuat pasien merasa lebih aman b. Untuk mengurangi risiko kejadian yang tidak diharapkan Suatu

BAB I PENDAHULUAN. dan tenaga ahli kesehatan lainnya. Di dalam rumah sakit pula terdapat suatu upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditunjukkan setelah pasien

Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Healthcare Associated Infections (HAIs) telah banyak terjadi baik di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pengendalian infeksi

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan semakin meningkat. Istilah infeksi nosokomial diperluas

PANDUAN RUANG ISOLASI DI RUMAH SAKIT SAIFUL ANWAR MALANG

PANDUAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah penilaian terhadap upaya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (World Health Organization (WHO), 2011). Menurut survei di Inggris,

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berarti keselamatan pasien adalah hukum yang tertinggi (Hanafiah & Amir,

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan merupakan bagian terpenting dalam. diantaranya perawat, dokter dan tim kesehatan lain yang satu dengan yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

PANDUAN INFECTION CONTROL RISK ASESSMENT (ICRA) KONSTRUKSI RS. BAPTIS BATU TAHUN 2014 RS BAPTIS BATU JL RAYA TLEKUNG NO 1 JUNREJO BATU

BAB 1 PENDAHULUAN. langsung ataupun tidak langsung dengan mikroorganisme dalam darah dan saliva pasien.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. bersifat dinamis dan merupakan masalah kesehatan yang sedang dihadapi terutama

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN (Informed Consent)

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan dan atau pelatihan medik dan para medik, sebagai tempat. lantai makanan dan benda-benda peralatan medik sehingga dapat

PEMERINTAH KABUPATEN PONOROGO DINAS KESEHATAN PUSKESMAS PONOROGO UTARA. KEPUTUSAN KEPALA PUKESMAS PONOROGO UTARA Nomor :188.4/... / /...

INFEKSI NOSOKOMIAL OLEH : RETNO ARDANARI AGUSTIN

BAB I PENDAHULIAN. Tuberculosis paru (TB paru) adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman

BAB I PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi dirumah sakit salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), HAI s (Healthcare

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

Bagian XIII Infeksi Nosokomial

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang, seperti: sosial, ekonomi, budaya, pendidikan dan kesehatan. Dewasa

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

PANDUAN KEWASPADAAN UNIVERSAL PUSKESMAS KECAMATAN PASAR MINGGU

ANALISIS INFECTION CONTROL RISK ASSESMENT DAN STRATEGI PENURUNAN HEALTH-CARE ASSOCIATED INFECTIONS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi

I. PENDAHULUAN. Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang didapat selama pasien dirawat di

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN PERILAKU CUCI TANGAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Nosokomial, yang saat ini disebut sebagai. dengan jumlah pasien dari jumlah pasien berisiko 160.

Lampiran 1. Daftar Angka Paling Mungkin Coliform dengan Tiga Tabung

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR

PPI TELUSUR SKO R 1 MATERI Pembentukan Tim PPI, pengorganisasian, operasional, program kerja, pelaksanaannya

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2009, maka diperlukan adanya fasilitas pelayanan kesehatan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kata Kunci: Pengetahuan, HIV/AIDS, Pencegahan HIV/AIDS. Kepustakaan: 47 ( )

KUESIONER PENELITIAN ACTION RESEARCH PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI KAMAR BERSALIN RUMAH SAKIT JIH

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit (RS) sebagai institusi pelayanan kesehatan, di dalamnya

BAB 1 PENDAHULUAN. Keselamatan pasien (Patient Safety) adalah isu global dan nasional bagi

BAB I PENDAHULUAN. Di jaman modernisasi seperti sekarang ini Rumah Sakit harus mampu

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks, rumah

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu.

STANDAR PPI 1 PPI 1.1 PPI 2 PPI 3 PPI 4 PPI 5 PPI 6 PPI 6.1

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Infeksi nosokomial atau disebut juga hospital acquired infection dapat

LEMBAR PERSETUJUAN PENELITIAN

Salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi atau Healthcare Associated Infections (HAIs) di rumah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Management Healthcare Associated Infections (HAIs)

DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT...

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan

10/13/2015 HIGIENE KARYAWAN DALAM PENGOLAHAN MAKANAN

GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian telah dilakukan pada bulan Juli hingga Oktober 2016 di Unit Bedah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga pasien merupakan pihak yang mempunyai hak untuk

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN JENAZAH

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berisiko tinggi terhadap penularan penyakit, mengingat ruang lingkup kerjanya

KUESIONER PENELITIAN. Perbedaan Sanitasi Lingkungan dan Perilaku Petugas Kesehatan terhadap Angka

Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi

BAB I PENDAHULUAN. kuman dan menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik

ASEPSIS SESUDAH TINDAKAN BEDAH MULUT

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Infection Control Risk Assessment a. Definisi Infection Control Risk Assessment (ICRA) merupakan suatu sistem pengontrolan pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat kontinuitas dan probabilitas pengendalian infeksi di lapangan berbasiskan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan dan mencakup penilaian beberapa aspek penting infeksi. ICRA dilaksanakan secara berkesinambungan dan memiliki fungsi preventif dalam peningkatan mutu pelayanan (Lardo et al, 2016). ICRA adalah suatu perencanaan proses kontrol infeksi, memiliki nilai penting dalam menetapkan standar dasar program dan pengembangannya, berdasarkan kontinuitas surveilans dan senantiasa melaksanakan perubahan regulasi jika terdapat perubahan tantangan di lapangan (APIC, 2011). b. Komponen ICRA Komponen metode ICRA meliputi: 1) Aspek standar prosedur operasional (SPO) bidang terkait. 2) Monitoring kelayakan fasilitas seperti : alat medik, non medik, kelayakan bangunan, kebersihan lingkungan, pengelolaan limbah rumah sakit. 3) Edukasi dan kepedulian staf. 4) Penilaian infeksi terhadap dampak renovasi di rumah sakit (Subhan, 2015).

Adapun komponen instrumen ICRA yang dimiliki CDC adalah : 1) Infection Control Risk Assessment for Acute Care Hospital 2) Infection Control Risk Assessment for Long-term Care Fasilities 3) Infection Control Risk Assessment for Haemodialysis 4) Infection Control Risk Assessment for Outpatient Setting. c. Tim ICRA Tim ICRA dibentuk multidisiplin mencakup personil pengendalian infeksi, staf medis, perawat, dan unsur pimpinan yang memiliki prioritas (Anderson, 2011). d. Aspek penting ICRA Beberapa aspek penting pengendalian infeksi seperti kepatuhan cuci tangan, pencegahan penyebaran infeksi, manajemen kewaspadaan kontak, dan pengelolaan resistensi antibiotik berkaitan erat dengan ICRA. ICRA adalah suatu proses berkesinambungan yang memiliki fungsi preventif dalam peningkatan mutu pelayanan. Menurut APIC (Association for Professionals In Infection Control and Epidemiology) tahun 2011, ICRA merupakan suatu perencanaan proses dan bernilai penting dalam menetapkan program dan pengembangan kontrol infeksi. Proses ini berdasarkan kontinuitas surveilans pelaksanaan regulasi jika terdapat perubahan dan tantangan di lapangan. ICRA merupakan bagian proses perencanaan pencegahan dan kontrol infeksi, sarana untuk mengembangkan perencanaan, pola bersama menyusun perencanaan, menjaga fokus surveilans dan aktivitas program lainnya, serta melaksanakan program pertemuan reguler dan upaya pendanaan.

e. Tujuan ICRA 1) Tercapainya perlindungan terhadap pasien,petugas dan pengunjung rumah sakit dari risiko infeksi. 2) Tersusunnya data identifikasi dan grading risiko infeksi di Rumah Sakit. 3) Tersedianya acuan penerapan langkah-langkah penilaian risiko infeksi di rumah sakit 4) Tersedianya rencana program pencegahan dan pengendalian risiko infeksi di seluruh area rumah sakit (Subhan, 2011). 2. Unit Bedah Sentral a. Definisi Unit Bedah Sentral adalah suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya (Kemenkes RI, 2012). b. Lingkup Sarana Pelayanan Menurut Depkes 2007, pelayanan bedah pada rumah sakit kelas C meliputi: 1) Bedah minor (antara lain : bedah insisi abses, ekstirpasi, tumor kecil jinak pada kulit, ekstraksi kuku / benda asing, sirkumsisi). 2) Bedah umum dan bedah sub spesialistik (antara lain: kebidanan, onkologi/tumor, urologi, orthopedic, plastik dan rekonstruksi berat, anak, kardiotorasik dan vaskuler). c. Persyaratan khusus

1) Jalan masuk barang-barang steril harus terpisah dari jalan keluar barang-barang dan pakaian kotor. 2) Pembagian daerah sekitar kamar bedah 1) Daerah Publik, artinya daerah yang boleh dimasuki oleh semua orang tanpa syarat khusus. Daerah ini misalnya : ruang tunggu, koridor, selasar kamar bedah. 2) Daerah Semi Publik, artinya daerah ini hanya boleh dimasuki oleh orangorang tertentu saja, yaitu para petugas, dan sudah ada pembatasan tentang jenis pakaian yang dipakai petugas-petugas ini (pakaian khusus atau lepassandal/sepatu, dan sebagainya). 3) Daerah ASEPTIK, yaitu daerah kamar bedah sendiri, yang hanya boleh dimasuki oleh orang-orang yang langsung ada hubungannya dengan kegiatan pembedahan saat itu, umumnya dianggap daerah yang harus dijaga ke-sucihama-annya. Di daerah ini sering masih ada istilah tambahan: yaitu apa yang disebut daerah HIGH-ASEPTIC, yaitu dimaksudkan dengan daerah tempat dilakukannya pembedahan dan sekitar lapanagan bedah (Depkes RI, 2007). 4) Setiap 2 kamar operasi harus dilayani oleh setidaknya 1 ruang scrub up. 5) Harus disediakan pintu ke luar tersendiri untuk jenazah dan bahan kotor yang tidak terlihat oleh pasien dan pengunjung. 6) Persyaratan ruang operasi : a) Pintu kamar operasi yang ideal harus selalu tertutup selama operasi. b) Pergantian udara yang dianjurkan sekitar 18-25 kali/jam.

c) Tekanan udara yang positif di dalam kamar pembedahan, dengan demikian akan mencegah terjadinya infeksi airborne. d) Sistem AC Sentral, suhu kamar operasi yang ideal 26-28 o C yang harus terjaga kestabilannya dan harus menggunakan filter absolut untuk menjaring mikroorganisme. e) Kelembaban ruang yang dianjurkan 70% (jika menggunakan bahan anaestesi yang mudah terbakar, maka kelembaban maksimum 50%). f) Penerangan alam menggunakan jendela mati, yang diletakkan dengan ketinggian diatas dua meter. g) Lantai harus kuat dan rata atau ditutup dengan vinyl yang rata atau teras sehingga debu dari kotoran-kotoran tidak tertumpuk, mudah dibersihkan, bahan tidak mudah terbakar. h) Pertemuan dinding dengan lantai dan dinding dengan dinding harus melengkung agar mudah dibersihkan dan tidak menjadi tempat sarang abu dan kotoran. i) Plafon harus rapat dan kuat, tidak rontok dan tidak menghasilkan debu/kotoran lain. j) Pintu harus yang mudah dibuka dengan sikut, untuk mencegah terjadinya nosokomial. k) Harus ada kaca tembus pandang di dinding ruang operasi yang menghadap pada sisi dinding tempat ahli bedah mencuci tangan (Depkes RI, 2007).

d. Kebutuhan Ruang, Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas Setiap di Rumah Sakit Indonesia telah memiliki standar ruangan berdasarkan tipe rumah sakit dan sesuai dengan patokan Departeman Kesehatan Republik Indonesia. Standar tersebut meliputi nama ruangan yang diperlukan, fungsi, luas dan fasilitas ruangan. Adapun rincian standar tersebut dapat dilihat pada lampiran 1. e. Alur Kegiatan Alur kegiatan pada Unit Bedah Sentral memiliki ketentuan tertentu karena harus sesuai dengan area steril, bersih, dan kotor untuk mencegah terjadinya penularan infeksi dan untuk menghidari tingginya angka kuman di ruang operasi. Alur kegiatan di ditunjukkan seperti pada gambar berikut : Sumber : Depkes RI tahun 2007 Gambar 1 Alur Kegiatan Intsalasi Bedah Sentral

3. Healthcare Associated Infections (HAIs) a. Definisi Infeksi nosokomial atau disebut juga Hospital Acquired Infections (HAIs) adalah infeksi yang didapatkan dan berkembang selama pasien di rawat di rumah sakit (WHO, 2004). Sumber lain mendefinisikan infeksi nosokomial merupakan infeksi yang terjadi di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan setelah dirawat 2x24 jam. Sebelum dirawat, pasien tidak memiliki gejala tersebut dan tidak dalam masa inkubasi. Infeksi nosokomial bukan merupakan dampak dari infeksi penyakit yang telah dideritanya. Pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang paling berisiko terjadinya infeksi nosokomial, karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke petugas kesehatan, dari pasien ke pengunjung atau keluarga ataupun dari petugas ke pasien (Husain, 2008). Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang tidak terinkubasi dan terjadi ketika pasien masuk ke rumah sakit atau akibat dari fasilitas kesehatan lainnya yang ada di rumah sakit (Vincent, 2003) Infeksi nosokomial adalah suatu infeksi yang terjadi di rumah sakit yang berasal dari alat-alat medis, prosedur medis atau pemberian terapi (Breathnach, 2005). b. Epidemiologi HAIs menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia. Presentase HAIs di rumah sakit dunia mencapai 9% (variasi 3 21%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia mendapatkan infeksi ini. Suatu

penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan adanya HAIs dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO, 2002). c. Cara penularan HAIs Menurut Depkes RI (2005) macam-macam penularan infeksi nosokomial dapat berupa: 1) Infeksi silang (Cross Infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh kuman yang didapat dari orang atau penderita lain di rumah sakit secara langsung atau tidak langsung. 2) Infeksi sendiri (Self infection, Auto infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh kuman dari penderita itu sendiri berpindah tempat dari satu jaringan kejaringan lain 3) Infeksi lingkungan (Enveronmental infection), yaitu infeksi yang disebabkan oleh kuman yang berasal dari benda atau bahan yang tidak bernyawa yang berada di lingkungan rumah sakit, misalnya lingkungan yang lembab dan lain-lain. d. Unsur pokok penyebaran infeksi 1) Sumber infeksi Penyakit menular yang berasal dari pasien, pengunjung atau petugas dan termasuk orang yang menderita penyakit yang aktif yaitu masa inkubasi atau carrier panyakit. 2) Cara transmisi dari kuman menurut Depkes RI tahun 2007 dapat melalui : a) Melalui Kontak

(1) Transmisi kontak langsung dapat terjadi pada kontak kulit dengan kulit dan berpindahnya organisme selama kegiatan perawatan pasien. Transmisi kontak langsung juga bisa terjadi antar dua pasien. (2) Transmisi kontak tidak langsung dapat terjadi bila ada kontak seseorang yang rentan dengan obyek tercemar yang berada di lingkungan pasien. b) Melalui Percikan ( droplet ) Transmisi droplet terjadi melalui kontak dengan konjungtiva, membran mukosa hidunng atau mulut individu yang rentan oleh percikan partikel besar yang mengandung mikroorganisme. berbicara, batuk bersin dan tindakan seperti penghisapan lendir dan broknkoskopi dapat menyebarkan organisme. c) Melalui Udara (airborne) Transmisi airborne terjadi melalui penyebaran partikel partikel kecil ke udara, baik secara langsung atau melalui partikel debu yang mengandung mikroorganisme infeksius. Partikel infeksius dapat menetap di udara selama beberapa jam dan dapat disebarkan secara luas dalam suatu ruangan atau dalam jarak yang lebih jauh. d) Melalui perantara Organisme yang ditularkan oleh benda benda terkontaminasi seperti makanan, air dan peralatan. e) Melalui vektor Terjadi ketika vektor seperti nyamuk, lalat, tikus dan binatang pengerat lain menularkan mikroorganisme.

e. Pencegahan Infeksi Tindakan-tindakan pencegahan infeksi melalui (Depkes RI, 2007) : 1) Kewaspadaan Standar Kewaspadaan ini dirancang untuk perawatan bagi semua orang, petugas, pasien atau pengunjung tanpa menghiraukan apakah mereka terinfeksi atau tidak. Penerapan ditujukan untuk mengurangi resiko penyebaran mikroorganisme dari sumber infeksi yang diketahui ataupun tidak diketahui dalam sistem pelayanan kesehatan seperti pasien, benda yang tercemar,jarum atau spuit yang telah digunakan. penggunaan pelindung (barrier) antara mikroorganisme dengan individu baik untuk pasien atau petugas kesehatan adalah cara yang efektif untuk mencegah penyebaran infeksi. Pelindung berfungsi untuk memutuskan rantai penularan penyakit. Adapun komponen utama kewaspdaan standar adalah : a) Mencuci tangan Mencuci tangan dengan baik merupakan unsur satu satunya yang paling efektif dan untuk mencegah penularan infeksi. Tujuan mencuci tangan adalah untuk menghilangkan kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah mikroorganisme sementara. Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah memeriksa dan kontak langsung dengan pasien, memakai dan melepas sarung tangan, menyiapkan dan mengkonsumsi makanan, saat situasi yang membuat tangan menjadi terkontaminasi,masuk dan keluar ruang isolasi.

Langkah langkah mencuci tangan adalah pertama membasahi kedua tangan, menggunakan sabun, dan menggosok dengan keras seluruh bidang permukaan tangan dan jari jari bersama sekurang kurangnya selama 10 hingga 15 detik, dengan memperhatikan bidang di bawah kuku tangan dan diantara jari jari. Kemudian Bilas kedua tangan seluruhnya dengan air bersih dan keringkan tangan dengan lap kertas atau pengering dan gunakan lap untuk mematikan kran (Depkes RI, 2007). b) Memakai alat perlindungan diri. Alat pelindung diri mencakup sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi, gaun, apron dan pelindung yang lainnya. Jenis jenis alat pelindung diri:

(1) Sarung tangan Sarung tangan merupakan penghalang (barrrier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi dan melindungi tangan dari bahan yang mengandung mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan. Sarung tangan harus selalu diganti setiap kontak dengan satu pasien ke pasien yang lainnya. Langkahnya adalah pertama membuka bungkus sarung tangan steril dan taruh di tempat yang bersih kemudian pegang sarung tangan steril tersebut dengan tangan yang bersarung tangan dan pasang dengan cara biasa. (2) Masker Masker harus cukup besar untuk menutupi mulut, hidung, bagian bawah dagu dan jenggot. Masker dipakai untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan (Depkes RI, 2007). (3) Alat pelindung mata Alat ini untuk melindungi petugas kesehatan dari percikan darah dan cairan tubuh lainnya dengan cara melindungi mata. Alat pelindung mata mencakup goggles, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. (4) Topi Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi harus cukup besar untuk menutupi semua rambut. Meskipun top dpat

memberikan sejumlah perlindungan pada pasien tetapi tujuan utamanya adalah melindungi pemakainya dari percikan darah atau cairan tubuh. (5) Gaun pelindung Pemakaian gaun pelindung terutama untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari percikan darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi. (6) Apron Digunakan ketika melakukan perawatan langsung pada pasien, membersuhkan pasien, melakukan prosedur dimana ada resiko tumpahan darah,cairan tubuh datau sekresi (Depkes RI, 2007). (7) Pelindung kaki Digunakan untuk melindungi kaki dari cidera benda tajam atau benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Sebaiknya menggunakan sepatu boot atau sepatu kulit tertutup dan harus dijaga kebersihannya. c) Kebersihan lingkungan. Pembersihan rutin dilakukan setiap hari. 90% persen mikroorganisme berada dalam kotoran yang kasat mata, dimana tujuan pembersihan rutin adalah untuk menghilangkan kotoran. d) Pengelolaan sampah benda tajam. Benda benda tajam sekali pakai memerlukan penanganan yang khusus karena benda banda ini dapat melukai petugas kesehatan dan juga masyarakat sekitarnya. Cara pembuangan sampah benda benda tajam :

(1) Enkapsulasi Merupakan cara termudah membung benda benda tajam. Benda benda tajam dikumpulkan dalam wadah anti bocor dan tahan tusuk, setelah penuh masukan semen dan pasir sampai padat kemudian lakukan penimbunan (Depkes RI, 2007) (2) Insenerasi Proses dengan suhu tinggi untuk mengurangi isi dan berat sampah. Penanganan ini untuk menangani sampah yang tidak dapat di daur ulang. 2) Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi (Depkes RI, 2003). Kewaspadaan berdasarkan transmisi diperuntukan bagi pasien yang menunjukan gejala atau dicurigai terinfeksi atau mengalami kolonisasi dengan kuman yang sangat mudah menular atau sangat patogen dimana perlu upaya pencegahan tambahan selain kewaspadaan standar untuk memutuskan rantai penyebaran infeksi. kewaspadaan transmisi terdiri dari 3 jenis : a. Airborn Precautions ( kewaspadaan penularan lewat udara) Kewaspadaan ini bertujuan untuk menurunkan penularan penyakit melalui udara, baik yang berupa bintik percikan di udara atau pertikel debu yang berisi agen infeksi. Pencegahannya dengan cara : 1) Penempatan pasien Tempatkan pasien pada ruangan dengan tekanan negatif termonitor, minimal pergantian udara enam kali setiap jam, pembuangan udara yang keluar yang memadai atau penggunaan filter tingkat tinggi termonitor sebelum udara beredar ke seluruh rumah sakit, jaga agar pintu tetap tertutup dan pasien tetap

dalam ruangan, bila tidak ada ruangan tersendiri maka tempatkan pasien dalam ruangan dengan pasien lain yang terinfeksi mikroorganisme yang sama. 2) Proteksi respirasi Gunakan pelindung pernapasan (masker) waktu masuk ke ruangan pasien, tidak diperbolehkan masuk ruangan pasien bagi orang yang rentan terhadap penyakit infeksi. 3) Pengangkutan pasien Batasi pemindahan pasien atau pengangkutan pasien hanya untuk hal-hal yang penting saja. Bila pemindahan atau pengangkutan pasien memang diperlukan, hindari penyebaran infeksi dengan memberikan pasien masker chirurgis. b. Droplet Precautions (kewaspadaan penularan lewat droplet) Kewaspadaan ini ditujukan untuk menurunkan penularan droplet dari kuman patogen yang infeksius. Penularan terjadi bila partikel yang besar (diameter > 5 mikrometer) dari orang yang terinfeksi mengenai lapisan mukosa, hidung, mulut atau konjungtiva mata dari orang yang rentan.droplet dapat terjadi pada waktu seseorang berbicara, batuk, bersin ataupun pada saat pemeriksaan jalan napas seperti intubasi. Penularan droplet memerlukan kontak yang dekat antara sumber dan penerima penularan, karena percikan besar tidak bisa bertahan lama di udara dan hanya dapat berpindah dari dan ke tempat yang dekat. cara pencegahannya : 1) Penempatan pasien Pasien harus ditempatkan di ruangan tersendiri. Bila tidak ada ruangan tersendiri maka pasien dengan mikroorganisme yang penyebab infeksi yang sama dapat di rawat di ruang yang sama.

2) Pemakaian masker Masker dipakai bila berada dengan jarak kurang dari 3 kaki dari pasien. 3) Transportasi pasien Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk keperluan mendesak. Bila terpaksa memindahkan pasien gunakan masker chirurgis untuk pasien.

c. Contact Precautions Kewaspadaan yang ditujukan untuk pasien yang diketahui atau diduga menderita penyakit yang secara epidemologis penting dan ditularkan melalui kontak langsung (kontak tangan atau kulit ke kulit) yang terjadi selama perawatan rutin, atau kontak tak langsung (persinggungan) bnda di lingkungan pasien. Cara pencegahannya : 1) Penempatan pasien Pasien harus ditempatkan di ruang tersendiri. Bila tidak tersedia dapat dengan kohort (Depkes RI, 2007) 2) Sarung Tangan dan Cuci Tangan Pakailah sarung tangan waktu masuk atau selama dalam ruang pasien, lepaskan waktu akan meninggalkan ruangan, kemudian cuci dan gosok tangan dengan anti kuman. Setelah membuka sarung tangan dan cuci tangan usahakan agar tidak menyentuh permukaan atau barang apapun yang berpotensi terkontaminasi. 3) Pemakaian gaun Pakailah gaun waktu masuk kamar pasien dan lepaskan gaun saat akan meninggalkan ruangan. Setelah membuka gaun usahakan agar pakaian tidak lagi menyentuh permukaan yang berpotensi terkontaminasi. 4) Transport pasien Batasi pemindahan dan transport pasien hanya untuk hal yang penting. Bila terpaksa harus memindahkan keluar kamar usahakan tetap melaksanakan precautions. 5) Perawatan lingkungan

Usahakan peralatan baik itu peralatan perawatan, peralatan yang ada disekitar tempat tidur pasien dan permukaan lain yang sering tersentuh dibersihkan setiap hari.

6) Peralatan Perawatan pasien Gunakan peralatan pasien non kritis dan peralatan seperti stetoskop, tensimeter, rektal termometer masing masing satu untuk satu atau sekelompok pasien kohort untuk menghindari pemakaian bersama. Bila pemakaian bersama tidak dapat dihindari maka peralatan tersebut harus selalu dibersihkan dan didesinfeksi sebelum dipakai untuk satu atau sekelompok pasien lain. Komponen utama kewaspadaan transmisi adalah : (1) Pemakaian sarung tangan. (2) Pemakaian Alat Perlindungan Diri. (3) Pengelolaan linen dan peralatan makan pasien. (4) Pemrosesan peralatan yang aman. Terhadap penyakit yang menular atau kondisi yang memungkinkan tertular maka perawat harus mampu melakukan pencegahan untuk diri sendiri danterjadinya infeksi nosokomial. Oleh sebab itu perawat dituntut harus mempunyai pengetahuan yang baik tentang HAIs. B. PENELITIAN TERDAHULU 1. Penelitian dilakukan oleh Anugrah Perdana Masloman tahun 2015 dengan judul Analisa Pelaksanaan Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Kamar Operasi RSUD Dr. Sam Ratulangi Tondano. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan metode kualitatif dan perbedaannya adalah pada penelitian tersebut meneliti risiko infeksi dari perilaku karyawan rumah sakit dalam pencegahan infeksi sedangkan pada penelitian

ini lebih melihat dari segi kelengkapan dokumen dan kesiapan rumah sakit dalam pencegahan infeksi. 2. Penelitian dilakukan oleh Ahmad Subhan pada tahun 2015 dengan judul Penerapan Metode Infection Controle Risk Assessment (ICRA) Untuk Mencegah Kejadian Infeksi Aliran Darah Primer (IADP) Pada Pasien Dewasa di RSUP Fatmawati Jakarta. Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah menggunakan Prospective Study dan dilakukan pada seluruh instalasi rawat inap sedangkan pada penelitian ini ICRA dilakukan pada Intsalasi Bedah Sentral. 3. Penelitian dilakukan oleh Martika Intan K. Pada tahun 2011 dengan judul Evaluasi Pengendalian Infeksi Rumah Sakit dalam Upaya Menurunkan Angka Kuman di Udara, Lantai, dan Dinding dalam Lima Hari Pasca Sterilisasi Di Ruang Operasi RS Nur Hidayah di Yogyakarta. Metode yang digunakan adalah analisis observasional dengan rancangan cross sectional. Pada penelitian ini didapatkan hasil efektifitas sterilisasi ruangan yang berdampak hingga dua hari setelah sterilisasi. Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah khusus untuk meneliti keefektivitasan sterilisasi dalam rangka pengendalian infeksi sedangkan dalam penelitian ini spesifik terhadap penegahan infeksi nosokomial.

C. KERANGKA KONSEP Gambar 2 Kerangka Konsep

D. PERTANYAAN PENELITIAN 1. Bagaimana kesesuaian instrumen yang terstandarisasi dengan metode Infection Control Risk Assesment (ICRA) ) for Acute Care Hospital yang dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) terhadap penilaian risiko infeksi di Unit Bedah Sentral Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping? 2. Bagaimana penilaian risiko infeksi di Unit Bedah Sentral rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping dengan menggunakan instrument Infection Control Risk Assesment (ICRA) ) for Acute Care Hospital yang dikeluarkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) yang sudah diadaptasi?