BAB I PENDAHULUAN. masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh penyelesaian yang lebih baik. Walaupun demikian, masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. dasar dari susunan masyarakat, untuk itulah lahir Undang-undang Nomor 1

BAB I PENDAHULUAN. kita jumpai di berbagai macam media cetak maupun media elektronik. Kekerasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi

KEKERASAN BERBASIS GENDER: BENTUK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Khoirul Ihwanudin 1. Abstrak

BAB III KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PRESPEKTIF HUKUM POSITIF (UNDANG-UNDANG R.I NOMOR 23 TAHUN 2004)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia dapat diibaratkan seperti gunung

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Kekerasan adalah perbuatan yang dapat berupa fisik maupun non fisik,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

BAB I PENDAHULUAN. lembaga yang sah karena terbentuk sesuai dengan aturan hukum yang. berlaku, demi kelangsungan bangsa, perkembangan pribadi, dan

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

2015 PENGARUH PROGRAM BIMBINGAN INDIVIDUA TERHADAP KEHARMONISAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

PERSPEKTIF GENDER DALAM UNDANG-UNDANG KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Wahyu Ernaningsih

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan dengan

PERBEDAAN PENYESUAIAN SOSIAL PASCA PERCERAIAN ANTARA WANITA BEKERJA DAN WANITA TIDAK BEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan kehidupan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. berpacaran Kekerasan dalam Berpacaran (KDP) atau Dating Violence. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN. Komnas perempuan tahun 2014 yang dirilis pada 6 Maret Jumlah kasus

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Beragam permasalahan pada perempuan seringkali muncul dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia sebagai makhluk sosial tidak terlepas dari individu lain,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak pihak merasa prihatin dengan maraknya peristiwa kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam dirinya untuk menikah dan membangun rumah tangga bersama pasangannya.

STRATEGI KOPING PADA WANITA JAWA KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. barisan Tuntungan, graha metropolitan golf, serta royal sumatera dan martabe.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan perkawinan sebagaimana tercantum dalam Undangundang

KEBERMAKNAAN HIDUP PADA REMAJA YANG HIDUP DI JALANAN DAN MENGALAMI KEKERASAN

BAB I PENDAHULUAN. dialami perempuan, sebagian besar terjadi dalam lingkungan rumah. tangga. Dalam catatan tahunan pada tahun 2008 Komisi Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Tindak kekerasan dapat menimpa siapa saja, baik laki- laki maupun perempuan,

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perempuan dengan pengertian sebagai tindakan atau serangan terhadap. menyebabkan penderitaan dan kesengsaraan.

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

PENELITIAN KAJIAN WANITA

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu tempat pembentukan kepribadian seseorang. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. melainkan juga mengikat janji dihadapan Tuhan Yang Maha Esa untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

k. Urusan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan untuk meningkatkan wawasan, kepedulian, perhatian, kapasitas perempuan, dan perlindungan anak.

BAB I PENDAHULUAN. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. memberikan jaminan bahwa orang berhak membentuk suatu keluarga guna

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dan menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dimulai dari lahir, masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

FENOMENA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak. Di Indonesia seringkali dalam rumah tangga juga ada sanak saudara

BAB V PENUTUP. A. KESIMPULAN 1. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada Mantan Pekerja Seks Komersial

ANALISIS KEBIJAKAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONTEK PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PADA PEMBANGUNAN NASIONAL DI KAB.

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal merupakan peralihan dari masa remaja. Perkembangan sosial pada

BAB I PENDAHULUAN. ciptaan makhluk hidup lainnya, Hal tersebut dikarenakan manusia diciptakan dengan disertai

UKDW BAB I PENDAHULUAN

AKIBAT PERCERAIAN DISEBABKAN TINDAK KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Studi Kasus Putusan Nomor : 1098/Pdt.G/2008/PA.Dmk Di Pengadilan Agama Demak

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua

I. TINJAUAN PUSTAKA. kekerasan itu tidak jauh dari kebiasaan kita. Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 23 Tahun

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

HUBUNGAN PENGETAHUAN SUAMI TERHADAP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI DESA KEPARAKAN KECAMATAN MERGANGSAN YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. akan ia jalani kelak (Perkins, 1995). Para remaja yang mulai menjalin hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum gambaran dari manusia yang sehat adalah mereka yang mampu menyelesaikan tugas perkembangan dengan baik, teratur, dan tepat pada masing-masing tahap perekembangannya. Teratur dan tepat pada masing-masing tahap perkembangannya adalah pada masa kanak-kanak, masa remaja dan masa dewasa. Tugas perkembangan pada masa dewasa awal adalah menentukan pasangan hidup yang artinya adalah menikah untuk kemudian menjalin suatu hubungan dalam suatu ikatan perkawinan (Santrock, 2007). Perkawinan di definisikan sebagai suatu janji antara seorang laki-laki dan perempuan dimana dalam prosesnya akan melibatkan berbagai macam unsur yang mengikat dua orang individu agar tecapai suatu hubungan yang syah baik dari segi norma agama maupun norma sosial. Unsur-unsur itu sendiri yaitu; personal (cinta), agama (keyakinan) dan sosial (adat istiadat). Unsur-unsur tersebut merupakan suatu batasan bagi individu mengenai boleh atau tidaknya seseorang mengadakan suatu hubungan perkawinan (Hawari, 2006). Perkawinan merupakan sesuatu yang sakral nilainya, perkawinan merupakan peristiwa dimana seorang laki-laki dan perempuan bertemu untuk kemudian mengadakan suatu hubungan yang telah di syahkan baik oleh norma 1

2 agama maupun sosial. Dalam perkawinan, individu akan berjanji untuk saling kasih mengasihi satu sama lain, menolong satu dengan yang lain, dan berjanji untuk bersetia pada pasangan masing-masing dikala suka maupun duka (Abdurahman, 2010). Ada beberapa tujuan dari dilangsungkanya perkawinan oleh individu. Septiningsih (2004) memberikan pengertian mengenai tujuan yang hendak dicapai dari dilangsungakannya perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan; (1) memenuhi kebutuhan jasmani. (2) pemenuhan kebutuhan afeksi. (3) pemenuhan kebutuhan sosial. (4) pemenuhan akan kebutuhan rohani. Dilihat dari konteks di atas begitu sakralnya suatu perkawinan sehingga seluruh aspek dari dimensi kehidupan manusia tidak terlepas dari peranannya. Dimulai dari dimensi biologis, psikologis, sosial, dan rohani, semua di ikat dalam payung perkawinan. Individu yang mengalami permasalahan dalam hubungan perkawinannya sudah pasti akan mengalami hambatan dalam pencapaian kebahagiaan. Vembry (2015) menyatakan, permasalahan perkawinan seringkali akan berimbas pada individu yang mengalaminya. Individu yang memiliki masalah dalam hubungan perkawinan mereka, memiliki kecenderungan untuk mengalami berbagai macam hambatan dalam pencapaian kebahagiaan. Begitu besarnya pengaruh perkawinan pada kehidupan pribadi individu yang menjalani, sehingga segala hal yang berpotensi mengarahkan suatu hubungan perkawinan pada perceraian cenderung akan dihindari oleh setiap

3 pasangan. Persoalan KDRT adalah persoalan umum yang banyak ditemui dari suatu hubungan perkawinan yang bermasalah. Sudah banyak upaya pencegahan yang dilakukan untuk menanggulangi permasalahan tersebut mulai dari dilakukannya upaya preventif seperti marak di adakannya seminar - seminar tentang perkawinan, dibentuknya lembaga-lembaga khusus untuk menaungi permasalahn KDRT, sampai perancangan UUD yang mengatur secara jelas dan tegas mengenai ancaman hukuman bagi pelaku KDRT. Namun berbagai upaya yang dilakukan tersebut sampai sekarang belum juga membuahkan hasil yang signifikan (Vembry, 2015). Berdasarkan catatan tahunan Komnas Perlindungan Perempuan saja pada tahun 2016 jumlah kasus KDRT di Indonesia berjumlah 16.217 kasus, jumlah tersebut di prediksi akan terus mengalami peningkatan. Untuk kasus perceraian di Indonesia, KDRT mendapatkan porsi 30% dari sekian banyak faktor penyebab perceraian yang terjadi. Sebagian besar data yang terdapat pada catatan tahun 2016 tersebut bersumber dari pengaduan yang berasal dari pengaduan korban ke lembaga-lembaga negara, organisasi pendamping korban, maupun pengaduan langsung ke Komnas Perempuan. Itu belum termasuk jumlah kasus KDRT yang tidak dilaporkan (www.kompas.com). Tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan suatu wujud dari perbuatan melukai pasangan. KDRT sendiri di definisikan sebagai suatu perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berkaitan dengan timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan / atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk

4 melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (Soeroso, 2010). Mengacu pada Undang-undang No 23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan didalam rumah tangga, KDRT dalam praktiknya merupakan suatu kejahatan di dalam rumah tangga yang mencangkup kekerasan terhadap 4 (empat) aspek dalam fungsi kehidupan perkawinan, yaitu : (1) aspek biologis, dimana hak-hak secara biologis dari korban KDRT tidak dipenuhi oleh pasangan mereka. Dapat berupa penganiayaan, penelantaran secara ekonomi, kekerasan seksual dan sebagainya yang menyangkut kekerasan terhadap kebutuhan fisik manusia dalam konteks rumah tangga. (2) aspek psikologis, dimana hak-hak secara psikologis dari korban KDRT tidak dipenuhi oleh pasangan mereka, dapat berupa timbulnya perasaan tidak aman / terancam, perasaan tidak bahagia, perasaan tidak dicintai, perasaan tidak diakui yang diakibatkan oleh pengingkaran kebutuhan batin oleh pasangan mereka. (3) aspek sosial, dimana hak-hak secara sosial tidak dipenuhi oleh pasangan mereka, dapat berupa perasaan tidak menjadi bagian dari anggota masyarakat, perasaan rendah diri dalam kehidupan sosial akibat dari KDRT yang dialami oleh korban. (4) aspek rohani, yang memiliki arti bahwa kebutuhan untuk menjadi hamba Tuhan yang baik tidak dipenuhi oleh pasangan mereka. Akibat dari KDRT mungkin sekali akan membuat korban merasa tidak berharga yang pada akhirnya merasa bahwa Tuhan tidak mencintai mereka, menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi (Soeroso, 2010). Pada kasus KDRT yang terjadi, objek yang tersaikit sebagian besar didominasi oleh pihak perempuan. Hal tersebut tidak terlepas dari sosok

5 perempuan yang di analogikan dengan sifat lemah maka dari itu jarang sekali kita menjumpai KDRT yang dilakukan oleh pihak istri terhadap suami. Secara anatomi fisik betul wanita lebih lemah daripada laki-laki, bahkan dari faktor sosial budaya posisi perempuan berada dibawah laki-laki. Mengingat akan hal tersebut tidak ayal perempuan adalah objek yang empuk bagi pelampiasan suami dalam melakukan KDRT (Septiningsih, 2004). Wahyuni (2004) memberi gambaran mengapa laki-laki (suami) cenderung melakukan kekerasan kepada perempuan (istri). Hal tersebut disebabkan oleh adanya konstruksi pembelajaran gender yang timpang angata laki-laki dan perempuan secara sosial yang berakibat pada ; (1) laki-laki secara fisik lebih kuat sehingga tingkat agresifitasnya lebih tinggi dibanding perempuan. (2) dalam masyarakat, sejak kanak-kanak laki-laki diasosiasikan untk menggunakan kekuatan fisiknya. (3) budaya masyarakat menempatkan dominasi laki-laki diatas perempuan. (4) perempuan dibesarkan dan diasosiasikan untuk bersikap menerima, patuh dan sabar. Trihantoro (2015) mengemukakan, KDRT yang dialami oleh seorang isti akan mengakibatkan kesengsaraan yang luar biasa baik kesengsaraan terhadap fisik maupun batin. Seorang istri yang mengalami KDRT cenderung untuk mempersepsikan perkawinan sebagai sesuatu yang suram, tidak berarti, dan menderita. Dampak dari perasaan isti yang seperti itu akan berimbas pada perceraian. Panayiotou (2005) menyatakan, 80 % istri yang mengalami tindak KDRT menginginkan perceraian daripada melanjutkan hubungan perkawinan. 15 % memilih bertahan dengan mempertimbangkan berbagai macam

6 kemungkinan dari perceraian tersebut, sedangkan 5% sisanya memilih untuk diam. Ada suatu periode penderitaan / kesengsaraan yang sulit untuk dilupakan, membekas didalam ingatan seseorang sehingga memotivasi korban untuk berpisah dari pasangan. Komitmen mempertahankan perkawinan pada istri korban KDRT tergolong rendah. Komitmen mempertahankan perkawinan yang rendah tersebut tidak terelakkan mengingat didalam KDRT istri akan mengalami penderitaan / kesengsaraan pada seluruh dimensi kehidupannya. Dimualai dari dimensi biologis dapat berupa terjadi luka, cacat, hingga kematian. Dimensi piskologis dapat berupa stres, depresi, cemas, panik hingga kegilaan. Dimensi sosial dapat berupa perasaan tidak menjadi anggota masyarakat, perasaan malu akibat dari KDRT yang dialaminya. Dimensi rohani dapat berupa perasaan menyalahkan Tuhan, merasa tidak memiliki makna dalam hidup akibat dari KDRT yang dialami oleh seorang istri (Trihantoro, 2015). Komitmen mempertahankan perkawinan yang tinggi ditandai dengan adanya rasa kepemilikan secara emosional bagi pihak-pihak yang mengadakan hubungan tersebut. Suatu hubungan perkawinan yang telah mencapai tingkat ini akan merasakan kebahagiaan dalam hubungan yang mereka jalani. Perasaan terikat secara emosional satu sama lain membuat hubungan yang terjalin akan tetap bertahan walaupun di timpa oleh berbagai masalah yang cukup sulit. Hal itu tidak ditemukan pada istri yang mengalami tindak KDRT, mengingat penderitaan / kesengsaraan yang dialami oleh korban tidak terperikan maka dari itu komitmen mereka dalam mempertahankan perkawinan tergolong rendah (Kartono, 2007).

7 Komitmen mempertahankan perkawinan yang tinggi ditandai dengan kepuasan terhadap pasangan maupun hubungan yang mereka jalani. Artinya hubungan memenuhi kebutuhan keintiman, seksualitas dan persahabatan. Kebutuhan paling dasar dari individu adalah hal yang paling sentral dalam kepuasan perkawinan. Individu akan mengalami kepuasan apabila sejumlah kebutuhan paling dasar dapat dipenuhi oleh pasangan. Sejumlah sumber seperti keintiman, seksualitas dan persahabatan sulit dirasakan oleh istri yang mengalami KDRT, maka dari itu komitmen mempertahankan perkawinan pada istri korban KDRT tergolong rendah (Laswell, 2000). Dalam konteks di atas, sangat jelas bahwa KDRT yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istri akan berakibat pada kesengsaraan yang luar biasa. Seluruh dimensi dari kehidupan seseorang akan mengalami masalah akibat dari KDRT yang dialaminya. Kesengsaraan, penderitaan, dan hilangnya rasa bahagia merupakan pendorong utama bagi istri untuk bercerai daripada bertahan untuk melanjutkan hubungan perkawinan tersebut. Di desa Kebanggan kecamatan Sumbang kabupaten Banyumas, berdasarkan hasil studi pendahuluan yang telah dilaksanakan pada tanggal 7 Desember 2016 berdasarkan informasi dari Kepala Desa dan ketua RT setempat, diperoleh 10 kasus KDRT yang terjadi di desa tersebut. Dari 10 (sepuluh) orang korban KDRT di tempat tersebut tidak ada satupun dari korban KDRT yang melakukan gugatan cerai pada suami, dapat dikatakan mereka terus bertahan dalam hubungan perkawinan tersebut walaupun mereka mengalami KDRT. Dari 10 (sepuluh) orang korban KDRT ditempat tersebut peneliti berhasil melakukan wawancara dan observasi terhadap 3 (tiga) orang

8 korban KDRT. Inisial dari 3 (tiga) orang korban KDRT tersebut adalah WS, RT dan KH. Wawancara terhadap Informan pertama yang berinisial WS berlangsung pada tanggal 8 Desember 2016, WS adalah seorang istri yang mengalami tindak KDRT dari suami, umur informan yang berinisial WS tersebut adalah 33 tahun dengan umur perkawinan 3 tahun dan telah memiliki anak berusia 2 tahun berjenis kelamin perempuan. Keterangan yang diperoleh dari Informan WS mengenai bentuk KDRT yang dialaminya adalah berupa : (1) kekerasan verbal; di mana Informan memperoleh caci-maki, penghinaan, dikatai dengan kata-kata kasar dan jorok oleh pasangan mereka. (2) kekerasan fisik; dimana Informan kerapkali ditampar, ditendang, dipukul, dicekik, dan dijedotkan ke tembok oleh suami. (3) penelantaran; dimana Informan pernah tidak diberi nafkah selama satu tahun penuh. Wawancara terhadap Informan kedua yang berinisial RT dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2016, RT adalah seorang istri korban KDRT di tempat tersebut berusia 21 tahun dengan umur perkawinnnya sudah menginjak 2 tahun serta telah di karuniai 1 orang putra. Keterangan yang diperoleh dari Informan RT mengenai bentuk KDRT yang dialaminya adalah berupa : (1) kekerasan verbal; yaitu Informan mengalami penghinaan, dicaci-maki, dikatai dengan kata-kata jorok, serta sumpah-serapah oleh suami. (2) kekerasan fisik; dimana Informan kerapkali dilempar dengan benda tajam, ditampar, dipukul, dicekik, dijambak, disiram dengan air kencing oleh suami. (3) penelantara; Informan pernah tidak diberi makan selama 2 hari.

9 Wawancara terhadap Informan ketiga yang berinisial KH dilaksanakan pada tanggal 10 Januari 2017, KH adalah seorang istri korban KDRT di tempat tersebut berusia 35 tahun dengan umur perkawinan 5 tahun, telah dikaruniai 2 orang putra masing masing berumur 3 dan 4 bulan. Keterangan yang diperoleh dari Informan KH mengenai bentuk KDRT yang dialaminya adalah berupa : (1) kekerasan verbal; Informan kerapkali dihina, dicaci-maki, dikatai dengan kata-kata jorok oleh suami. (2) kekerasan fisik; ditampar, ditendang, dipukul, dicakar, dijambak oleh suami. (3) penelantaran; tidak diberi nafkah selama ± 2 tahun. Berdasarkan penjelasan diatas, kasus yang terjadi di desa Kebanggan kecamatan Sumbang kabupaten Banyumas tergolong dalam kasus yang unik. Dimana pada banyak kasus KDRT yang terjadi sebagian besar istri lebih memilih untuk bercerai daripada mempertahankan perkawinannya. Sedangkan ditepat tersebut dari hasil studi pendahuluan tidak ada yang melakukan gugatan cerai terhadap suami, dapat dikatakan mereka mempertahankan perkawinan tersebut walaupun mereka mengalami tindak KDRT. Dari latar belakang tersebut diatas penulis tertarik untuk meneliti permasalahan tersebut dengan judul : Komitmen Mempertahankan Perkawinan Pada Istri Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Studi Kasus Tentang Faktor-Faktor Komitmen Mempertahankan Perkawinan Pada Istri Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Desa Kebanggan Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas).

10 B. Rumusan Masalah Perumusan masalah untuk penelitian ini adalah apa saja faktor-faktor yang melatarbelakangi komitmen mempertahankan perkawinan pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor komitmen dalam mempertahankan perkawinan pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga? D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan wacana bagi perkembangan ilmu psikologi dan psikologi sosial pada khususnya, terutama mengenai pemahaman terhadap faktor-faktor komitmen mempertahankan perkawinan pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga. 2. Manfaat Praktis a. Untuk Informan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tetang faktorfaktor didalam komitemen mempertahankan perkawinan pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga.

11 b. Bagi Instansi Terkait Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh instansi terkait seperti; Pengadilan Agama, dinas sosial dan biro layanan psikologi untuk memahami faktor-faktor yang melatarbelakangi komitmen mempertahankan perkawinan pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga. c. Bagi Masyarakat Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu pengetahuan tentang faktor-faktor yang melatarbelakangi komitmen mempertahankan perkawinan pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga.