Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1

dokumen-dokumen yang mirip
PENYIAPAN BENIH UNGGUL UNTUK HUTAN BERKUALITAS 1

TEKNIK PENUNJUKAN DAN PEMBANGUNAN SUMBER BENIH. Dr. Ir. Budi Leksono, M.P.

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah

Suatu unit dalam. embryo sac. (kantong embrio) yang berkembang setelah terjadi pembuahan. Terdiri dari : ~ Kulit biji ~ Cadangan makanan dan ~ Embrio

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

Oleh: Hamdan AA Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

KATA PENGANTAR. Jakarta, 19 April 2015 Wisyaiswara, Abdul Kholik, S.Pi NIP

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Tanaman Hutan. Perbenihan.

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 1/Menhut-II/2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

PET U N J U K P E L A K S A N A A N STANDAR SUMBER BENIH

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 85/Kpts-II/2001 Tentang : Perbenihan Tanaman Hutan

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang menjadi sentra penanaman jati adalah puau Jawa (Sumarna, 2007).

I. PENDAHULUAN. Hutan jati merupakan bagian dari sejarah kehidupan manusia di Indonesia

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Jati (Tectona grandis Linn F.) merupakan salah satu produk kayu mewah

Peluang dan Tantangan bagi Pemilik Sumber Benih Bersertifikat (Pasca Ditetapkannya SK.707/Menhut-II/2013)

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jati memiliki kelas awet dan kelas kuat yang tinggi seperti pendapat Sumarna

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. mandat oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya hutan yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. terutama Hutan Tanaman Industri (HTI). jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing) dari suku Dipterocarpaceae

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.72/Menhut-II/2009

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687); 3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia

PENGARUH KLON DAN WAKTU OKULASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERSENTASE HIDUP OKULASI JATI (Tectona grandis )

Oleh : Mohammad Na iem. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pertukangan dan termasuk kelas kuat dan awet II (Martawijaya et al., 1981). sebagai pilihan utama (Sukmadjaja dan Mariska, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. adalah sengon (Falcataria moluccana). Jenis ini dipilih karena memiliki beberapa

LATAR BELAKANG JATI PURWOBINANGUN 5/13/2016

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.

MENTERI, KEHUTANAN REPUBLIK INDONESTA.

Sugeng Pudjiono 1, Hamdan Adma Adinugraha 1 dan Mahfudz 2 ABSTRACT ABSTRAK. Pembangunan Kebun Pangkas Jati Sugeng P., Hamdan A.A.

Ulfah J. Siregar Irdika Mansur

BAB I PENDAHULUAN. kering tidak lebih dari 6 bulan (Harwood et al., 1997). E. pellita memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI PERBENIHAN TANAMAN HUTAN (BPTPTH)

di Indonesia Landasan Hukum Program Pengembangan Sumber Benih

KODEFIKASI RPI 9. Pemuliaan Tanaman Hutan

PERLUNYA SISTEM PERBENIHAN TANAMAN HUTAN YANG BAIK UNTUK MENDUKUNG SUKSESNYA PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN, REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

PEMANFAATAN EKSTRAK BAWANG MERAH SEBAGAI PENGGANTI ROOTON F UNTUK MENSTIMULASI PERTUMBUHAN AKAR STEK PUCUK JATI (Tectona grandis L)

BAB 1. PENDAHULUAN. kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan para. pemangku kepentingan bahwa produk hasil hutan bukan kayu (HHBK)

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis tinggi. Menurut Bermejo et al. (2004) kayu jati merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. kering yang nyata, tipe curah hujan C F, jumlah curah hujan rata-rata 1.200

Pembangunan Uji Keturunan Jati di Gunung Kidul Hamdan A.A, Sugeng P, dan Mahfudz. Hamdan Adma Adinugraha 1, Sugeng Pudjiono 1 dan Mahfudz 2

PENGELOLAAN KEBUN PANGKAS HIBRID ACACIA (A. mangium x A. auriculiformis) Sri Sunarti Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan

PROSPEK PENGEMBANGAN HUTAN TANAMAN DI INDONESIA *) Prof. Dr. Mohammad Na iem Fakultas Kehutanan UGM

PROGRES PEMBANGUNAN SUMBER BENIH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar belakang. mebel dan lain sebagainya. Tingginya kebutuhan manusia akan kayu tersebut

SINTESA RPI RPI - 10 BIOTEKNOLOGI HUTAN DAN PEMULIAAN TANAMAN HUTAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

Demplot sumber benih unggulan lokal

STATUS DAN STRATEGIPEMULIAAN POHON EBONI (Diospyros celebica Bakh.)

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

PENDAHULUAN Latar Belakang

hutan tetap lestari, tetapi dari aspek ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan akan kayu

PENINGKATAN RIAP PERTUMBUHAN TANAMAN TEMBESU MELALUI BEBERAPA PERLAKUAN SILVIKULTUR

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL JAKARTA

BAGIAN KETIGA PETUNJUK PELAKSANAAN PENILAIAN BIBIT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

Dengan demikian untuk memperoleh penotipe tertentu yang diinginkan kita bisa memanipulasi faktor genetik, faktor lingkungan atau keduaduanya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini kebutuhan kayu di Indonesia semakin meningkat. Peningkatan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pengelolaan hutan alam produksi, produktivitas hutan menjadi satu

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kayu merupakan produk biologi yang serba guna dan telah lama dikenal

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

Penanganan bibit jati (Tectona grandis Linn. f.) dengan perbanyakan stek pucuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia yaitu di Aceh, Tapanuli dan Kerinci. Dalam perkembangannya tanaman

PROSEDUR SERTIFIKASI SUMBER BENIH

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. daerah tropis sebagai hutan tanaman. Di Indonesia saat ini spesies ini

Yayat Hidayat, Ir. MSi Sopandi Sunarya, Ir. MSi Susana P. Dewi, Ir. MSi Alimudin Yusuf, Ir. MP

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

untuk memenuhi kebutuhan hidup. Petani PENDAHULUAN umumnya lebih memusatkan pada Hutan rakyat merupakan hutan yang pendapatan atau faktor ekonominya

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. UPT. Pembenihan. Tanaman. Klasifikasi. Kriteria.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

BUKU TEKS BAHAN AJAR SISWA SMK SILVIKULTUR KELAS X SEMESTER 1

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dibudidayakan secara intensif dalam pembangunan Hutan Tanaman

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. umumnya disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya luas kawasan hutan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PROFIL UNIT PELAKSANA TEKNIS PERBENIHAN TANAMAN HUTAN DINAS KEHUTANAN PROVINSI JAWA TIMUR

Arus materi Arus informasi

UJI PERTANAMAN GENETIK MATERI PEMULIAAN POHON

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL. Nomor : P. 05 /V-PTH/2007 TENTANG PEDOMAN SERTIFIKASI MUTU BIBIT TANAMAN HUTAN

PERANAN BENIH LOKAL BERKUALITAS UNGGULAN DALAM MENUNJANG PEMBANGUNAN HUTAN PADA KAWASAN PULAU-PULAU KECIL

HASIL DAN PEMBAHASAN

KERAGAMAN FENOTIPIK DAN GENETIK MAHONI (Swietenia macrophylla) DI JAWA TENGAH DAN JAWA TIMUR

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 66/Menhut-II/2008 TENTANG KRITERIA DAN KLASIFIKASI UNIT PELAKSANA TEKNIS PERBENIHAN TANAMAN HUTAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P. 06 /V-PTH/2007

TINJAUAN PUSTAKA. Bibit Sungkai (Peronema canescens) Sungkai (Peronema canescens) sering disebut sebagai jati sabrang, ki

BAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 :

Transkripsi:

Penyiapan Benih Unggul Untuk Hutan Berkualitas 1 Arif Irawan 2, Budi Leksono 3 dan Mahfudz 4 Program Kementerian Kehutanan saat ini banyak bermuara pada kegiatan rehabillitasi hutan dan lahan serta kegiatan pembangunan hutan tanaman (HTR, HR, HD, HKm, dan HTI). Berdasarkan data realisasi kegiatan penanaman tahun 2011 yang dirangkum oleh Direktorat Bina Rehabilitasi Hutan dan Lahan (Kemenhut), tercatat telah ditanam sebanyak 1.516.592.311 batang pohon. Kegiatan tersebut merupakan salah satu bentuk penerjemahan kontrak kinerja Menteri Kehutanan RI dalam Kabinet Indonesia Bersatu II, yang menyatakan kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan seluas 2,5 juta ha (2010-2014) atau seluas 500.000 ha per tahun. Untuk menunjang keberhasilan program tersebut tentu saja diperlukan benih dalam jumlah yang cukup pada saat diperlukan dan dengan kualitas yang tinggi. Secara umum tingkat kualitas suatu benih ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu faktor genetik, faktor fisik, dan faktor fisiologis. Faktor genetik erat kaitannya dengan sifat dominan yang diturunkan oleh pohon induk, sedangkan faktor fisik dan fisiologis terkait dengan kondisi fisik dan biologis benih (kondisi fisik dari benih, ukuran, warna, struktur biokimia yang terdapat dalam benih tersebut). Untuk meningkatkan kualitas genetik benih dapat dilakukan melalui kaidah-kaidah pemuliaan, sedangkan faktor fisik dan fisiologis benih dapat dipertahankan dengan cara koleksi, penanganan dan processing serta penyimpanan benih yang tepat. Keberadaan benih unggul telah menjadi perhatian serius oleh banyak pihak. Hal tersebut dikarenakan penggunaan benih unggul dapat menghasilkan perbedaan genetik yang cukup signifikan. Berdasarkan pengalaman, perolehan genetik antara benih yang berasal dari provenan terbaik dengan yang sebaliknya diketahui dapat menghasilkan perbedaan nilai mencapai 300 % (Na iem 2007). Data Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan menyebutkan bahwa hasil pemuliaan benih unggul Acacia mangium dapat meningkatkan riap pohon sampai 49 m 3 per hektar per tahun dari rata-rata 25 m 3. Demikian pula melalui program pengembangan tanaman Perum Perhutani khusus untuk jenis jati jawa (Tectona grandis) dan pinus (Pinus mercusii). Hasil kajian uji keturunan di PT SBK pada Shorea leprosula umur 4,5 tahun rerata diameternya 10,48 cm dan keturunan terbaik (tertinggi diameterya) adalah 15,85 cm (Soekotjo, 2009). Secara umum ilustrasi perbedaan penggunaan benih unggul hasil pemuliaan dapat diilustrasikan pada gambar 1. Sehingga berdasarkan beberapa informasi tersebut dapat diketahui bahwa penggunaan benih unggul merupakan suatu upaya yang dapat memaksimalkan nilai genetik dalam kaidah pemuliaan. ---------------------------------------------------- ¹Disampaikan pada Seminar dan Pameran Hasil-Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manado, 23-24 Oktober 2012. ²Peneliti Pertama pada Balai Penelitian Kehutanan Manado 3 Peneliti Utama Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan 4 Kepala Balai Penelitian Kehutanan Manado 133

Populasi Awal π 1 π 2 Seleksi 1 π 2 π 3 Seleksi 2 Gambar 1. Pengaruh seleksi benih hasil pemuliaan Salah satu cara untuk mendapatkan benih unggul adalah melalui sumber-sumber benih yang telah bersertifikat. Sumber benih bersertifikat ialah tegakan dalam bentuk hutan alam maupun hutan tanaman dari jenis tanaman tertentu yang telah memenuhi kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan Permenhut P.072/2009. Sumber benih bersertifkat tersebut dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang yaitu BPTH (Balai Perbenihan Tanaman Hutan) atau Dinas Kehutanan setempat. Terdapat 7 (tujuh) klasifikasi sumber benih berdasarkan Permenhut P.072/2009. Klasifikasi tersebut (dari yang terendah sampai yang tertinggi) yaitu: Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT), Tegakan Benih Terseleksi (TBS), Areal Produksi Benih (APB), Tegakan Benih Provenan (TBP), Kebun Benih Semai (KBS), Kebun Benih Klon (KBK), dan Kebun Pangkas (KP). Klasifikasi terhadap sumber benih tersebut didasarkan atas kualitas genetik dari benih yang dihasilkan, sedangkan kualitas benih dari masing-masing sumber benih ditentukan berdasarkan perlakuan dan seleksi yang telah diterapkan pada tegakan yang dimaksud (Leksono, 2010). Sumber benih unggul dibangun berdasarkan kaidah-kaidah ilmu pemuliaan, namun pada kondisi-kondisi tertentu (seperti pada kondisi keberadaan pohon induk sebagai populasi dasar sangat sulit ditemukan atau buah yang dapat dikumpulkan dari pohon induk yang terpilih tidak mencukupi), maka penunjukan tegakan benih merupakan langkah strategis yang dapat dilakukan untuk menghasilkan benih unggul. Tegakan benih dapat dianggap sebagai sumber benih sementara selama pembangunan sumber benih yang mengikuti kaidah pemuliaan belum dapat terealisasi (Na iem, 2007). Terdapat 3 (tiga) tahapan umum yang biasa digunakan untuk memperoleh sumber benih jika sumber benih dari suatu jenis belum tersedia, yaitu tahapan jangka pendek, tahapan jangka menengah dan tahapan jangka panjang. Sedangkan apabila sumber benih dari suatu jenis sudah tersedia pada klasifikasi sumber benih tertentu, maka yang dapat dilakukan adalah peningkatan kualitas sumber benih pada klasifikasi yang lebih tinggi sehingga diperoleh sumber benih dengan kualitas genetik yang diinginkan. a. Tahapan Jangka Pendek Pada tahapan ini penunjukan sumber benih dilakukan pada tegakan benih menurut klasifikasi yang sesuai (Tegakan Benih Teridentifikai, Tegakan Benih Terseleksi, atau Areal Produksi Benih). 134

Peningkatan kualitas sumber benih menjadi klasifikasi diatasnya dapat dilakukan dengan menerapkan perlakuan pada tegakan yang telah ditunjuk. b. Tahapan Jangka Menengah Kaidah pemulian pohon mulai dipersiapkan untuk pembangunan sumber benih pada jangka menengah ini. Uji provenan dan uji keturunan merupakan uji pemuliaan yang bisa digunakan. Informasi dan materi hasil uji pemuliaan tersebut akan digunakan untuk membangun Tegakan Benih Provenan, Kebun Benih Semai, dan Kebun Benih Klon. c. Tahapan Jangka Panjang Program perhutanan klon dapat dipersiapkan untuk mengembangkan klon unggul berdasarkan hasil uji klon. Klon dapat berasal dari pohon plus hasil uji keturunan pada jangka menengah atau hasil persilangan antar individu yang mempunyai karakter unggul. Hasil uji klon dapat digunakan untuk membangun Kebun Pangkas yang merupakan sumber benih dengan kualitas genetik tertinggi untuk memproduksi materi vegetatif Tahapan penunjukan dan pembangunan sumber benih secara lebih rinci dapat ditampilkan pada gambar 2. Gambar 2. Tahapan umum penunjukan dan pembangunan sumber benih (Sumber : Leksono, 2012) 135

Penjelasan mengenai masing-masing klasifikasi sumber benih tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : a. Tegakan Benih Teridentifikasi (TBT) Tegakan benih teridentifikasi adalah suatu tegakan alam atau tanaman dengan kualitas ratarata yang digunakan untuk menghasilkan benih dan lokasinya dapat teridentifikasi dengan tepat. Tegakan ini pada awalnya tidak direncanakan sebagai sumber benih. Asal-usul benihnya biasanya tidak diketahui. Tegakan yang diidentifikasi umumya tegakan yang sudah tua, maka penjarangan pada tegakan ini hanya dilakukan seperlunya dengan intensitas yang rendah. b. Tegakan Benih Terseleksi (TBS) Tegakan benih terseleksi adalah tegakan alam atau tanaman yang memiliki fenotipe di atas rata-rata untuk karakter yang penting seperti batang lurus, tidak cacat dan percabangan ringan. Tegakan ini mirip dengan tegakan benih teridentifikasi. Perbedaan utamanya adalah fenotipe tegakan yang lebih baik dibandingkan dengan tegakan di sekitarnya. c. Areal Produksi Benih (APB) APB merupakan suatu tegakan yang dipilih dan direkomendasikan untuk memproduksi bahan reproduktif berdasarkan kriteria fenotipe. Tegakan terpilih karena sebagian besar pohonpohonnya memiliki karakter dengan fenotipe baik seperti pertumbuhannya cepat, kualitas batang baik dan tahan terhadap penyakit. Sedangkan tingkat pengendalian genetik dari suatu karakter dan diferensiasi genetik terhadap populasi lain pada umumnya tidak diketahui. Faktor lain yang dijadikan pertimbangan adalah ukuran populasi, kerapatan awal dari populasi, jalur isolasi sekeliling populasi, aksesibilitas dan kemungkinan untuk melakukan perlindungan hutan. Pada sumber benih ini, penjarangan seleksi dilakukan untuk menebang pohon-pohon yang inferior dan mempertahankan pohon-pohon yang baik dengan jarak tanam yang optimal untuk pertumbuhan bunga dan buah. d. Tegakan Benih Provenan (TBP) Tegakan benih provenan merupakan tegakan yang dibangun dari provenan terbaik hasil uji provenan suatu jenis tanaman. Dalam pembangunan tegakan ini tidak memerlukan rancangan percobaan sehingga berbeda dengan uji provenan. Tegakan benih provenan harus diisolasi dengan tegakan lainnya agar tidak terjadi persilangan atau kontaminasi polen dari tegakan/ tanaman yang tidak kehendaki. Tegakan benih provenans dari provenans unggul yang sudah menghasilkan buah dapat dimanfaatkan sebagai sumber benih untuk materi pembangunan hutan tanaman. e. Kebun Benih Semai (KBS) Kebun benih semai dibangun dari individu-individu terseleksi secara genetik untuk membentuk suatu populasi yang bertujuan untuk menghasilkan benih unggul. Pembangunan kebun benih semai merupakan hasil uji keturunan baik melalui konversi maupun pembangunan dari familifamili terseleksi (pohon plus). Konversi dari uji keturunan tersebut dikenal dengan istilah kebun benih semai uji keturunan. Tanaman uji keturunan dikonversi menjadi suatu kebun benih setelah dilakukan satu atau beberapa kali penjarangan selektif berdasarkan nilai parameter genetik yang dihasilkan. Benih secara langsung diunduh dari kebun benih untuk membangun hutan tanaman komersial. 136

f. Kebun Benih Klon (KBK) Kebun benih klon dibangun untuk menghasilkan benih dalam jumlah yang banyak dari pohon-pohon yang bergenotipe unggul yang jumlahnya terbatas. Pohon-phon bergenotipe unggul diperbanyak secara generatif dan dibangun dalam suatu populasi. Perbanyakan vegetatif yang dapat digunakan untuk membangun kebun benih klon umunya adalah sesuai dengan karakteristik tanaman dan kemudahan diperbanyak secara vegetatif. Pada tahap awal, pohon-pohon terpilih selalu dikumpulkan di dalam suatu kebun klon (clonal garden, multiplication garden atau clonal archive). Kebun benih klon dirancang untuk memaksimalkan jumlah dan proporsi keturunan hasil penyerbukan silang antar klon yang ada di kebun benih. Pentingnya isolasi spasial dari populasi lain dengan jenis yang sama sangat tergantung pada sistem aliran gennya, yakni efisiensi dari pembawa serbuk sari. g. Kebun Pangkas (KP) Kebun pangkas adalah pertanaman yang dibangun untuk tujuan khusus dari hasil uji klon sebagai penghasil bahan stek. Kebun pangkas dikelola secara intensif dengan pemangkasan, perundukan, pemupukan untuk meningkatkan produksi bahan stek. Kebun pangkas dibangun dari benih atau dari bahan vegetatif yang dikumpulkan dari klon unggul. Pembangunan kebun pangkas dilakukan dalam suatu areal tertentu yang akan dimanfaatkan sebagai penghasil stek pucuk atau materi vegetatif lainnya. Selain itu dapat dibangun dalam ukuran mini dalam pot-pot di persemaian untuk diperbanyak dengan teknik stek mini (micro cutting). Berdasarkan hasil updating data Sumber Benih Tanaman Hutan Nasional Tahun 2011 yang disusun berdasarkan data pokok sumber benih di lapangan yang dilaksanakan oleh 6 (enam) BPTH, didapatkan 527 lokasi sumber benih yang terdiri dari 106 spesies tanaman dengan luas keseluruhan 8.412,81 Ha. Dari keseluruhan sumber benih tersebut, diketahui sebagian besar (90%) merupakan klasifikasi tegakan dengan kelas TBT, TBS dan APB sedangkan sisanya merupakan sumber benih dengan kelas tegakan TBP, KBS, KBK, dan KP. Rendahnya klasifikasi sumber benih dengan kelas unggul tersebut menjadikan perhatian bagi banyak pihak untuk dapat meningkatkannya, sehingga diharapkan dapat menghasilkan benih unggul yang terbaik. Benih unggul dari sumber-sumber benih bersertifikat akan menjadi hal yang tidak bernilai jika tidak didukung oleh sistem peredaran benih yang baik. Teknik penanganan dan pemasaran benih (pencarian, pemanenan, pengumpulan, sortasi, penyimpanan, pengemasan, pengangkutan, penyaluran dan pemasaran benih) merupakan faktor penentu dalam mempertahankan kualitas suatu benih dalam aspek fisik dan fisiologis (viabilitas dan vigoritas benih). Kedua elemen tersebut (benih unggul bersertifikat dan sistem peredaran benih) merupakan hal yang saling mendukung terciptanya hasil akhir yang diharapkan yaitu hutan berkualitas. 137