BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Survei Penduduk yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010, jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta jiwa, 63,4 juta diantaranya adalah remaja yang terdiri dari laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa (50,70%) dan perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (49,30%). Besarnya penduduk remaja akan berpengaruh pada pembangunan dari aspek sosial, ekonomi maupun demografi baik saat ini maupun di masa yang akan datang. 1 Data Pusat Informasi dan Layanan Remaja (PILAR) dan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Jateng tahun 2012 mengenai kesehatan reproduksi yaitu remaja yang melakukan hubungan seksual dan hamil pranikah masih tinggi. Menurut catatan PKBI, pada tahun 2010 sebanyak 379 orang (58%) remaja dari jumlah seluruh remaja yang berkonsultasi tentang kesehatan reproduksi di PILAR PKBI, yang melakukan hubungan seksual pranikah mencapai 98 orang (26%), hamil pranikah mencapai 85 orang (21%), dan pada tahun 2011 sebanyak 821 orang (28%) remaja dari jumlah seluruh remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah mencapai 193 orang (20%), hamil pranikah mencapai 79 orang (9%), dan sebanyak 52% remaja yang melakukan hubungan seksual pranikah berkisar usia 15-19 tahun. 2 1
2 Kehamilan dan persalinan pada remaja akan berakibat pada meningkatnya masalah kesehatan dan memburuknya indikator kesehatan seksual remaja. Sistem imun dan reproduksi yang belum matang pada remaja wanita akan meningkatkan kemungkinan untuk terpapar infeksi menular seksual (IMS) dan Human Immunedeficiency Virus (HIV)/ Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Di tahun 2009, 40% kasus baru HIV pada kelompok remaja berasal dari usia 15-24 tahun dan setiap harinya lebih dari 2400 kaum muda terinfeksi serta ada lebih dari 5 juta kaum muda yang menderita HIV/ AIDS. Data menunjukkan bahwa infeksi human papilloma virus (HPV) pada alat genital meningkat setelah memulai aktivitas seksual dengan insiden kumulatif infeksi HPV rate sebesar 50-80% dalam 2-3 tahun setelah berhubungan seksual pertama kali. 3 Penundaan hubungan seksual pertama kali menjadi strategi yang sangat penting untuk mengurangi resiko negatif dari buruknya indikator kesehatan seksual remaja. 4 Hubungan seksual yang terlalu dini berkaitan dengan kejadian IMS, kehamilan yang tidak terencana, depresi, putus sekolah, memiliki pasangan seksual lebih dari satu dan hubungan seksual yang tidak terlindungi (tanpa penggunaan alat kontrasepsi). 5 Laporan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 sub survei Kesehatan Reproduksi Remaja (KKR) menyebutkan bahwa hubungan seksual pranikah pada remaja wanita sebesar 15% dan remaja pria 8,3%. 6 Khusus untuk remaja pria, presentase hubungan seksual pranikah meningkat sebesar 1,9% dibandingkan dengan Survei Kesehatan Remaja Republik Indonesia (SKRRI)
3 tahun 2007. 7 Penelitian lain yang dilakukan di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi juga menemukan bahwa remaja usia 17-24 tahun yang menjadi sampel, 20,9% pernah mengalami kehamilan dan kelahiran sebelum menikah dan 38,7% pernah mengalami kehamilan sebelum menikah dan kelahiran setelah menikah. Hubungan seksual pranikah pada remaja sebagian besar dilakukan atas dasar rasa ingin tahu (45,2%), terjadi begitu saja (27,5%), pengaruh teman (4,5%), dan paksaan dari pasangan (4,4%). Remaja bahkan mulai berpacaran pada usia 15-17 tahun dengan aktivitas utama berpegangan tangan, namun remaja pria melaporkan lebih banyak perilaku berciuman dan petting dibandingkan dengan remaja wanita saat berpacaran. 7 Oleh karena itu, penyedia layanan kesehatan, peneliti, pendidik dan, pengambil kebijakan berupaya memahami mengapa remaja memulai hubungan seksual dan perilaku seksual berisiko lainnya pada usia yang semakin dini. Kurangnya informasi dan akses dalam pendidikan kesehatan seksual pada remaja menyebabkan remaja mencari berbagai sumber informasi yang dapat diperoleh misalnya membahas dengan teman, membaca buku-buku tentang seks / langsung melakukan aktivitas seksual baik masturbasi / melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis. 9 Pendidikan dan informasi yang tidak terarah baik formal maupun informal dapat dipastikan bahwa remaja akan tetap menganggap perilaku seksual sebagai suatu misteri. Remaja akan mengeksplorasi seksualitas tanpa bimbingan dan menerima informasi bias dan tidak akurat yang disajikan media massa. 10
4 Untuk merespon permasalahan remaja tersebut pemerintah telah melaksanakan dan mengembangakan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang merupakan salah satu program pokok pembangunan nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM). Pada saat ini BKKBN telah mempunyai visi organisasi yang baru yaitu Seluruh Keluarga Ikut KB, dengan misi Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. Guna mencapai visi tersebut, BKKBN telah menyusun strategi dasar serta menetapkan sasaran strategis yang harus dicapai pada tahun 2009. Salah satu diantara sasaran strategis tersebut berkaitan erat dengan program Kesehatan Reproduksi Remaja yaitu : Setiap Kecamatan memiliki Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) yang aktif. Arah Kebijakan Program Kesehatan Reproduksi Remaja adalah mewujudkan Tegar Remaja dalam rangka Tegar Keluarga untuk mencapai Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. Yang dimaksud Tegar Remaja adalah Membangun setiap remaja Indonesia menjad TEGAR, yaitu remaja yang berperilaku sehat, menghindari risiko TRIAD KRR (Seksualitas, HIV dan AIDS dan Napza, menunda usia perkawinan, menginternalisasi norma-norma keluarga kecil bahagia sejahtera dan menjadi contoh, idola, teladan, dan model bagi remaja-remaja sebayanya dalam rangka TEGAR KELUARGA untuk mencapai Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera. Keberadaan dan peranan PIK-KRR di lingkungan remaja sangat penting artinya dalam membantu remaja untuk mendapatkan informasi dan
5 pelayanan konseling yang cukup dan benar tentang KRR. Seperti diketahui bahwa akses dan kualitas pengelolaan dan pelayanan PIK-KRR relatif rendah. Untuk peningkatan, pengembangan, pengelolaan dan pelayanan PIK-KRR, maka perlu dilakukan pelatihan bagi pengelola PIK-KRR agar dapat memaksimalkan peningkatan akses dan kualitas pelayanan PIK-KRR. 8 Pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual idealnya disampaikan di sekolah dengan alasan antara lain materi akan runut, siswa akan lebih memahami sejak dini, dengan demikian anak-anak akan semakin dini melakukan proteksi. 10 Tujuan dari pendidikan kesehatan reproduksi remaja diharapkan tidak hanya dapat meningkatkan pengetahuan remaja yang berpengaruh terhadap sikap, namun lebih jauh lagi dapat menimbulkan motivasi remaja untuk mempelajari lebih jauh tentang kesehatan seksual melalui metode pendidikan yang tepat. Pemilihan metode pendidikan harus mempertimbangkan keterbatasan waktu, biaya, tenaga, sarana serta kondisi peserta pendidikan. 11 Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di SMP Al-Iman Parakan hasil yang didapat yaitu dari 30 siswa kelas IX hanya 4 siswa (13,4%) yang berpengetahuan baik tentang perilaku seksual pranikah dan kesehatan reproduksi remaja, 5 siswa (16,6 %) berpengetahuan cukup dan 21 siswa (70%) berpengetahuan kurang. Hal ini diperkirakan karena di sekolahan, penyampaian materi tentang kesehatan reproduksi pada siswa hanya melalui mata pelajaran biologi. Bimbingan Konseling di sekolah yang seharusnya dapat memfasilitasi siswa untuk mendapatkan info tentang kesehatan
6 reproduksi, juga belum berjalan optimal. Oleh karena itu, perlu adanya upaya penyuluhan kesehatan reproduksi sebagai salah satu upaya perwujudan program pemerintah untuk menanggulangi masalah kesehatan reproduksi remaja dengan inisiasi PIK-KRR. Penyuluhan kesehatan, di dalamnya terdapat metode dan proses belajar mengajar yang berjalan. Metode penyuluhan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap suatu proses penyuluhan. FGD atau diskusi kelompok terarah, merupakan metode yang sudah ada dan biasanya digunakan dalam proses pengambilan data. Sama seperti metode diskusi kelompok, FGD memiliki kelebihan diantaranya yaitu dapat mengembangkan kreativitas, dapat mengemukakan pendapat yang berbeda, sehingga dapat memunculkan analisis pada pesertanya. 12 Diskusi kelompok terarah ini telah terbukti manfaatnya sebagi alat untuk mencapai suatu tujuan, kelompok diskusi yang baik akan dapat mendiskusikan suatu persoalan secara sungguh-sungguh sebagai suatu persoalan dan dapat memecahkannya dengan secara bersama-sama dengan tekun. 12 Metode diskusi sering dianggap lebih unggul dibanding dengan metode ceramah untuk audiens yang homogen dan memiliki tujuan sama. 13 Pelaksanaan diskusi kelompok terarah dapat dipandu dengan fasilitator yang dapat memfasilitasi diskusi agar dapat berjalan dengan lancar. Fasilitator juga dapat berperan sebagai narasumber bagi peserta diskusi. Seorang fasilitator harus mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi
7 dengan baik, agar dapat mendengarkan pendapat setiap anggota kelompok, menyimpulkan pendapat mereka, menggali keterangan lebih lanjut dan membuat suasana akrab dengan peserta diskusi kelompok. 14 Dari fenomena yang telah dipaparkan maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang Efektivitas Focus Group Discussion (FGD) Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Remaja Tentang Perilaku Seksual Pranikah B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang, rumusan dalam penelitian ini adalah : 1. Adakah peningkatan pengetahuan remaja tentang topik perilaku seksual remaja dari metode Focus Group Discussion (FGD)? 2. Adakah peningkatan sikap remaja tentang topik perilaku seksual remaja dari metode Focus Group Discussion (FGD)? 3. Apakah metode Focus Group Discussion (FGD) lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah dalam meningkatkan pengetahuan siswa-siswi tentang topik perilaku seksual pranikah? 4. Apakah metode Focus Group Discussion (FGD) lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah dalam meningkatkan sikap siswa-siswi tentang topik perilaku seksual pranikah?
8 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui perbandingan keefektifan antara metode Focus Group Discussion (FGD) dibandingkan dengan metode ceramah dalam meningkatan pengetahuan dan sikap remaja tentang perilaku seksual pranikah. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui peningkatan pengetahuan dan sikap siswa-siswi tentang topik perilaku seksual pranikah setelah diberi penyuluhan kesehatan dengan metode Focus Group Discussion (FGD) dan metode ceramah. b. Mengetahui perbedaan pengaruh antara metode Focus Group Discussion (FGD) dan metode ceramah terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap siswa-siswi tentang topik perilaku seksual pranikah dalam penyuluhan kesehatan. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Bagi institusi pendidikan, sebagai bahan masukan dalam kegiatan proses belajar mengajar terhadap mata ajaran yang berhubungan dengan aspek kesehatan reproduksi remaja. b. Bagi penulis, sebagai media untuk memperdalam pengetahuan dan mengembangkan penelitian mengenai perilaku seksual pranikah dan kesehatan reproduksi.
9 2. Manfaat Praktis a. Bagi institusi pendidikan 1) Memberikan informasi tentang metode diskusi kelompok terarah dan ceramah sebagai salah satu strategi pendekatan berkaitan dengan kesehatan reproduksi pada remaja melibatkan guru sebagai pembimbing pada suatu instansi pendidikan. 2) Menginisiasikan program kesehatan reproduksi menjadi salah satu kegiatan dalam proses belajar mengajar secara formal. b. Bagi Tenaga Kesehatan Mengimplementasikan kegiatan operasional yang dilakukan oleh tenaga kesehatan sebagai upaya promosi kesehatan dengan topik kesehatan reproduksi remaja yang berkolaborasi dengan instansi pendidikan. c. Bagi Siswa-Siswi 1) Menumbuhkan motivasi belajar bagi siswa-siswi mengenai materi perilaku seksual pranikah dan kesehatan reproduksi remaja. 2) Menumbuhkan kesadaran bagi remaja bahwa materi kesehatan reproduksi merupakan suatu kebutuhan dalam mewujudkan reproduksi yang sehat.
10 E. Keaslian Penelitian Penelitian sebelumnya serupa dengan penelitian ini pernah dilakukan oleh: Tabel 1. Keaslian Penelitian Penelitian Efektivitas program kesehatan reproduksi melalui ceramah oleh Guru terhadap peningkatan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan Sikap Permisif Terhadap Seks Pranikah Pada Siswa SMP Efektivitas Metode Diskusi Kelompok Dengan dan Tanpa Fasilitas Pada Pengetahuan, Sikap Dan Motivasi Remaja Tentang Perilaku Seks Pranikah Nama Peneliti Pramesti Tyas Wibawanti Sri Handayani 2009 Di SMAN 1, SMAN 2 dan SMKN Kecamatan Rengat Kabupaten Indragiri Hulu Tempat Rancangan Penelitian Penelitian 2013 Untreated Control Group Design With Pretest And Posttest Quasi Experiment, Prestes- Postest Design Variabel Penelitian Variabel Bebas : Metode ceramah Variabel terikat : peningkatan pengetahuan, penurunan sikap Variabel Bebas: Metode Diskusi Variabel terikat : Pengetahuan sikap-sikap motivasi Hasil Penelitian Program Kesehatan Reproduksi melalui ceramah oleh guru efektif meningkatan pegetahuan tentang kesehatan reproduksi dan menurunkan sikap permisif terhadap seks pranikah Metode Diskusi kelompok dengan fasilitator lebih efektif daripada tanpa fasilitator dalam meningkatakan pengetahuan, sikap dan motivasi tentang perilaku seks pranikah
11 Tabel 2. Perbedaan Penelitian Penelitian Rumusan Masalah Variabel Penelitan Jenis dan Rancangan Teknik analisis Data Waktu dan tempat penelitian Peneliti 1 (Pramesti Tyas Wibawanti) 1. Apakah Program kesehatan reproduksi melalui guru efektif meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan reproduksi dan menurunkan sikap primitif terhadap seks pranikah pada siswa SMP? Variabel Bebas : Metode Ceramah Variabel Terikat Peningkatan pengetahuan Penurunan sikap permitif Untreated Control Group Design With Pretest And Postest Peneliti 2 (Sri Handayani) Manakah yang lebih efektif dari metode diskusi kelompok dengan fasilitator dibandingkan dengan tanpa fasilitor dalam meningkatkan pengetahuan, sikap dan motivasi terhadap perilaku seks pranikah Variabel bebas : Metode diskusi kelompok Dengan fasilitator dan Tanpa fasilitator Variabel Terikat Pengetahuan Sikap Motivasi Quasi Experiment With Control Group Pretes-Posttest Design Peneliti 3 (Zara Kurnia Marlinda Putri) 1. Adakah peningkatan peningkatan pengetahuan dan sikap remaja tentang perilaku seksual pranikah dari penyuluhan kesehatan melalui metode diskusi kelompok dan metode ceramah? 2. Apakah Metode Forum Group Discussion (FGD) lebih efektif dibandingkan dengan metode ceramah dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja tentang perilaku seksual pranikah? Variabel bebas : Focus Group Discussion (FGD) Variabel Terikat Pengetahuan Sikap Quasi Experiment : With Control Group Pretest And Postest Design Analysis of Variance (ANOVA) Analysis of Variance (ANOVA) 1. Paired T-Test 2. Wilcoxon Sign Rank Test 3. Independent T-Test 4. Mann-Whitney U Test 2013 SMP 2009 1. SMAN 1 Rengat 2. SMAN 2 Rengat 3. SMKN1 Rengat 2016 SMP Al-Iman Parakan Temanggung