Cetak LJK untuk Perguruan Tinggi silakan menghubungi www.koreksi-ljk.com. Artikel : ADA pepatah, Tuntutlah ilmu hingga ke negeri China. Tetapi bagi Suhendra Pakpahan, ilmu di Tanah Air sudah bertebaran dan siap dipanen. Cowok asli Doloksanggul, Sumatera Utara, itu pun memilih Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta sebagai tempatnya mendulang ilmu. Kota Pelajar, kata Hendra, berbeda dengan kampung halamannya. "Ketika sampai di Yogyakarta, saya kaget ketika melihat jalan-jalannya tidak seramai Medan. Bahkan, banyak jalan yang sepi dan tidak banyak gedung tinggi," ujar Hendra, dalam surat elektronik (surel) kepada Okezone. Penampilan fisik kota perantauan bukan satu-satunya yang membuat Hendra terkejut. Dia juga harus beradaptasi dengan bahasa dan budaya yang sama sekali asing. 1 / 5
"Dulu, saya tidak paham sama sekali alias ora. Setelah setahun berlalu, sitik-sitik saya iso berbahasa Jawa untuk kehidupan sehari-hari," tuturnya. Di antara semua tantangan adaptasi sebagai mahasiswa rantau, alumnus Universitas Sumatera Utara (USU) itu merasakan penyesuaian sebagai mahasiswa program doktoral adalah tantangan terberat. Bagaimana tidak, Hendra, yang baru bergelar sarjana, harus menjalani perkuliahan percepatan (fast track) selama empat tahun untuk menjadi doktor melalui Pendidikan Magister menuju Dokter untuk Sarjana Unggul (PMDSU) dari Kemenristek Dikti. "Semester pertama saya benar-benar seperti banting tulang. Sistem pembelajaran di UGM sangat berbeda dengan kampus asal saya," ujar Hendra. Bahkan, kata anak kedelapan dari sembilan bersaudara itu, para dosen dan promotor sempat meragukan kemampuannya. Tidak mau dipandang sebelah mata, Hendra pun bekerja keras untuk membuktikan diri. Satu per satu dia menaklukkan perkuliahan di kelas, dia juga giat menjalani penelitian di laboratorium. Perlahan tapi pasti, anak rantau ini mendapat perhatian dari para dosen. Hendra mengaku, mengikuti PMDSU bukan sekadar latah untuk mendapatkan beasiswa. Program yang berbeda dari beasiswa lainlah yang membuatnya terpikat mendaftar PMDSU. 2 / 5
"Saya tertarik dengan masa studi yang singkat dan efektif, dari sarjana langsung menuju doktor serta penawaran bimbingan dari promotor yang berkualifikasi tinggi dan mempunyai banyak penelitian," tutur Sarjana Pertanian ini. Sebagai peserta angkatan pertama, baik Hendra maupun UGM yang menjadi kampus penyelenggara program PMDSU mengalami kebingungan. Selama beberapa minggu setelah dinyatakan lulus seleksi PMDSU, Hendra justru mendapati pihak administrasi UGM belum memahami prosedur beasiswa tersebut. Ketika akhirnya lulus seleksi ujian masuk UGM, Hendra langsung menghubungi promotornya, Prof Wayan T Artama di Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM untuk mengajukan proposal disertasi. Sesi pertemuan ini penting karena penerimaan dari promotor akan menentukan nasib studi para peserta PMDSU. "Saya mengajukan judul penelitian 'Diversitas Genetik dan Karakteristik Molekuler Kambing Lokal Indonesia berdasarkan Analisis Short Tandem Repeat (STR) dan Profil DNA Mitokondria.' Prof Wayan tertarik dan bersedia membimbing," ujar Hendra. Sebagai mahasiswa peserta program PMDSU, Hendra wajib melakukan penelitian di luar perkuliahan. Dia juga harus mempublikasikan artikel ilmiah di berbagai jurnal ilmiah terindeks scopus, alias diakui di tingkat dunia. 3 / 5
"Berkat bimbingan promotor dan para dosen, jurnal saya dipublikasikan di Asian Journal of Animal Science dan satu jurnal lagi sedang dalam proses penerbitan," imbuhnya. Saat ini, putra pasangan Sumihar Pakpahan dan Rospita Purba tersebut juga sedang mempersiapkan diri pergi merantau lebih jauh. Pada 2016 dia akan terbang ke Prancis atau Belanda. Selama empat hingga maksimal enam bulan, Hendra akan belajar dan meneliti di bawah bimbingan co-promotor dari kampus asing mitra PMDSU di negera pilihannya. "Sampai saat ini, orangtua dan saudara-saudara saya belum percaya kalau saya sudah mengikuti program doktoral di FKH-UGM. Mereka sangat mendukung untuk tetap maju dan berpesan agar saya tetap menjaga kesehatan," sebutnya. Hendra mengaku kerasan belajar dan menetap di Yogyakarta. Hal yang paling membuatnya terharu adalah kepedulian para dosen kepada mahasiswanya. "Ini yang membuat saya betah bekerja berlama-lama di kampus, sehingga saya tidak pernah merasa bosan untuk tetap tinggal di kampus," kata cowok yang hobi travelling itu. Bahkan, Hendra pun dengan mantap memilih UGM sebagai tempat pengabdiannya setelah lulus program PMDSU dan menyandang gelar doktor. Sesuai tajuk program, lulusan PMDSU memang dipersiapkan menjadi dosen dan peneliti untuk memenuhi kebutuhan doktor di Tanah 4 / 5
Air. Hingga akhir 2013, baru 11 persen dosen di Indonesia yang bergelar doktor. "Tetapi saya juga mempunyai keinginan besar untuk mengaplikasikan ilmu di almamater saya yaitu USU," imbuhnya. Pencinta bulu tangkis itu bercita-cita menjadi doktor yang berkualifikasi tinggi dan dapat mengabdi dengan mendidik generasi muda agar dapat memajukan negara Indonesia. "Saya ingin menjadi seorang dosen inovatif dan mempunyai dedikasi tinggi yang mampu membawa perubahan ke arah yang lebih maju," ujar Hendra mantap. (rfa) okezone.com 5 / 5