BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbicara hukum, menyebabkan kita akan dihadapkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pergaulan

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. kendali masa depan suatu negara, tidak terkecuali Indonesia. 1 Kemudian. pengadilan anak, disana juga disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh yang cukup besar dalam membentuk perilaku seorang anak. 1

BAB I PENDAHULUAN. paling dominan adalah semakin terpuruknya nilai-nilai perekonomian yang

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. serasi, selaras dan seimbang. Pembinaan dan perlindungan anak ini tak

BAB III PENUTUP. mewujudkan rasa keadilan dalam masyarakat. dari Balai Pemasyarakatan. Hal-hal yang meringankan terdakwa yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari keberlangsungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

kearah yang tidak baik atau buruk. Apabila arah perubahan bukan ke arah yang tidak

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Tindak Pidana, Pelaku Tindak Pidana dan Tindak Pidana Pencurian

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang dan peraturan serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perlindungan Hukum terhadap Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana (Studi di Kota Pematangsiantar)

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERIKAN PUTUSAN BERSYARAT TERHADAP ANAK PEMAKAI NARKOTIKA DI PENGADILAN NEGERI KELAS 1A PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS TERHADAP SISTEM PEMIDANAAN DALAM UU NO. 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK 1 Oleh : Merril Constantia Lomban 2

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Lex et Societatis, Vol. II/No. 7/Ags/2014. PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

BAB II TINDAK PIDANA PENCURIAN OLEH ANAK. keadaan di bawah umur (minderjaringheid atau inferionity) atau kerap juga

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

PELAKSANAAN PERLINDUNGAN KHUSUS TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN PENCABULAN MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

Vol. XVI/No. /Oktober-Desember/2008 ISSN : TINJAUAN HUKUM PENGADILAN ANAK MENURUT UU NOMOR 3 TAHUN Oleh: Hans C.

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB V PENUTUP. skripsi ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

Pelaksanaan Diversi Dengan Ganti Kerugian Untuk Korban Tindak Pidana

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

I. PENDAHULUAN. dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan, berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota masyarakat selalu

WAWANCARA. Pewawancara : Dame Hutapea (Mahasiswa Fak. Hukum Universitas Esa Unggul)

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Repulik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang

BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN DELIK PEMBUNUHAN TIDAK DISENGAJA OLEH ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

I. PENDAHULUAN. harus dilindungi. Anak tidak dapat melindungi diri sendiri hak-haknya, berkepentingan untuk mengusahakan perlindungan hak-hak anak.

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan tersebut selain melanggar dan menyimpang dari hukum juga

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DALAM PUTUSAN NOMOR 1/PID.SUS-ANAK/2016/PN.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

I. PENDAHULUAN. bukan lagi hanya orang dewasa, tetapi juga anak-anak. Salah satu penyebabnya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II PENGATURAN HUKUM TERKAIT DIVERSI DALAM PERMA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembicaraan tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN. cara yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan hukum akan selalu berkembang seiring dengan perkembangan

PIDANA DAN TINDAKAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK. oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Primary needs, Pengalaman-pengalaman tersebut menghasilkan nilai-nilai

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Penerapan hukum dengan cara menjunjung tinggi nilai-nilai yang

I. PENDAHULUAN. dengan alat kelamin atau bagian tubuh lainnya yang dapat merangsang nafsu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA (KPAI) PADA SIDANG HAM

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada era modernisasi dan globalisasi seperti sekarang ini menyebabkan pergeseran perilaku di dalam masyarakat dan bernegara yang semakin kompleks. Perilaku-perilaku yang demikian apabila ditinjau dari segi hukum, tentunya ada perilaku yang sesuai dengan norma hukum dan ada perilaku yang tidak sesuai dengan norma hukum. Terhadap perilaku yang sesuai dengan norma hukum yang berlaku tentunya tidak menjadi masalah di masyarakat, akan tetapi terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma hukum dapat menimbulkan permasalahan di bidang hukum dan dapat merugikan masyarakat. Perilaku yang tidak sesuai norma atau dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati, ternyata menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman kehidupan bermasyarakat. Penyelewengan yang demikian, biasanya oleh masyarakat dianggap sebagai suatu pelanggaran dan bahkan sebagai suatu kejahatan. Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat dan bahkan negara. Kenyataan yang telah membuktikan bahwa kejahatan hanya dapat dicegah dan dikurangi, tetapi sulit diberantas secara tuntas. 1

Perbuatan melanggar hukum dapat dilakukan oleh siapapun, tidak terkecuali oleh anak. Dimaksud dengan anak menurut Pasal 1 ayat 1 UU RI No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan menurut UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak yang kurang atau tidak memperoleh perhatian secara fisik, mental maupun sosial sering berperilaku dan bertindak asosial dan bahkan anti sosial yang merugikan dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat. Walaupun seluruh segi struktur sosial masyarakat pada dasawarsa terakhir dipengaruhi oleh atau menjalani perubahan-perubahan yang dahsyat, namun problema-problema terutama timbul dalam lingkungan-lingkungan tertentu pada masyarakat kita. Sejalan perkembangan ke arah modernisasi dan karena keadaan ekonomi, tidak sedikit kedua orang tua turut serta dalam semua gerak kemajuan masyarakat dan/atau mencari nafkah, hingga terpaksa kerap kali meninggalkan rumah tangga. Akibatnya adalah anak-anaknya kurang mendapat asuhan, bimbingan, pengawasan dan ada kalanya juga kasih sayang, yang justru masih sangat mereka perlukan. 1 Di Indonesia, anak adalah sumber daya manusia yang dilindungi oleh Negara. Meskipun seorang anak melakukan tindak pidana atau melanggar 1 Sri Widoyati Wiratmo Soekito, Anak dan Wanita Dalam Hukum, LP3ES, Jakarta,1989, hal.65 2

hukum, tetap harus mendapat perlindungan dari hukum dan negara. Oleh karena itu dalam menangani tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak ini harus sesuai dengan peradilan anak yang sesuai dengan UU Pengadilan Anak, UU Perlindungan Anak, Deklarasi Hak-hak Anak. Pada penelitian ini timbul suatu pertanyaan bagi penulis mengenai proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh hakim, dimana seorang anak menjadi tersangka dalam suatu kasus pencurian di wilayah hukum Pengadilan Negeri Salatiga yang dimana anak tersebut didakwa dengan dakwaan tunggal melanggar pasal 363 KUHP dengan putusan pidana oleh hakim selama 1 (satu) bulan penjara. Oleh penulis hal tersebut diwujudkan dalam bentuk penelitian mengenai penanganan kasus tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak. Penulis juga menyadari dalam melaksanakan tugasnya pihak pengadilan tidak dapat terlepas dari permasalahan yang timbul dalam penanganan terhadap kasus pencurian yang dilakukan oleh anak. Berdasarkan apa yang penulis uraikan diatas, maka penulis memilih judul: PENJATUHAN PIDANA PENJARA TERHADAP KEJAHATAN ANAK (Studi terhadap Perkara No.08/PID.B/AN/2010/PN.SAL di Pengadilan Negeri Salatiga). Penulis memilih judul di atas karena penulis menganggap bahwa putusan tersebut menarik untuk penulis teliti tentang putusan pemidanaannya, bahwa perkara No.08/Pid.B/AN/2010/PN.SAL yang melanggar Pasal 363 KUH Pidana yang dijatuhi pidana 1 bulan, hakim dalam memutus perkara mengacu pada pasal 22 UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, ini 3

terlihat dari pertimbangan hakim yang menganggap bahwa terhadap diri terdakwa terdapat kemampuan untuk bertanggung jawab atas perbuatannya dan tidak terdapat alasan pemaaf maupun pembenar yang dapat menghapuskan sifat melawan hukum atas perbuatannya, oleh karenanya hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, ini tidaklah sebanding dan tidak sewajarnya untuk diberikan disebabkan reaksi masyarakat terhadap keputusan hakim yang berupa pidana penjara dipandang tidak tepat. Selain itu juga hakim kurang mempertimbangkan laporan dari Bapas yang dapat mengacu pada pasal 24 UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. B. Latar Belakang Masalah Putusan No.08/PID.A/AN/2010/PN.SAL tentang tindak pidana pencurian yang melanggar pasal 363 KUHP dengan terdakwa bernama Nur Rohman bin Sugiono, berusia 14 tahun 2 bulan, yang selama proses penyidikan sampai dengan persidangan tidak di tahan, dengan didampingi kuasa hukum bernama Ristiani Gani Mendofa,SH pada tanggal 31 Agustus 2010 oleh Wuryanti, SH selaku hakim memutus pidana penjara selama 1 bulan. Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak mengatur secara khusus mekanisme pemidanaan dan pemberian tindakan terhadap anak pelaku tindak pidana yang masih berusia kurang dari 18 (delapan belas) tahun. Keberadaan Undang-undang ini memberikan harapan akan tersedianya peraturan hukum yang mengkhususkan pengaturan terhadap anak nakal. 4

Peraturan ini diharapkan mampu memberikan perlindungan terhadap anak yang menjadi pelaku tindak pidana dan anak yang melakukan perbuatan yang terlarang bagi anak menurut peraturan perundang-undangan dan menurut peraturan hukum lain yang berlaku dimasyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak Pasal 1 ayat (2) Anak Nakal adalah: (a). anak yang melakukan tindak pidana; atau (b). anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Pertimbangan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak menyatakan: bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai cirri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang. Perilaku menyimpang yang sering dilakukan oleh anak adalah tindak pidana pencurian, dimana delik pencurian tersebut telah diatur dalam Pasal 362-367 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Usaha pencarian solusi terhadap permasalahan tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab negara saja, tapi juga membutuhkan peran serta yang aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Dimana penyelesaian masalah tersebut harus selalu mengacu pada pemenuhan hak dan pemberian perlindungan bagi anak. 5

Perlindungan anak merupakan suatu usaha untuk mengadakan kondisi dimana setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya. 2 Dalam hal anak berhadapan dengan hukum, ada perlindungan khusus bagi anak sesuai pasal 64 ayat (2) UU No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, adalah : a. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak; b. penyediaan petugas pendamping anak sejak dini; c. penyediaan sarana dan prasarana khusus; d. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak; e. pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum; f. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan g. perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi. Dalam penyelesaian perkara tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh anak, sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, Sidang Anak berwenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dalam hal perkara Anak Nakal. Anak yang melakukan tindak pidana dapat dijatuhi pidana atau tindakan sesuai dengan pasal 22 UU No.3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam persidangan perkara pidana dengan pelaku anak, hakim ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan 2 Shanty Dellyana, Wanita dan Anak di Mata Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1998, hal.6 6

Tinggi sesuai Pasal 9 dalam UU No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh anak perlu diselesaikan melalui suatu badan yaitu lembaga peradilan khusus, agar ada jaminan bahwa penyelesaian tersebut dilakukan benar-benar untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan dan kepentingan masyarakat tanpa mengabaikan terlaksananya hukum dan keadilan. 3 Anak nakal yang diajukan ke sidang anak, ditangani oleh hakim khusus, yaitu hakim yang menangani perkara anak, penuntut umum anak, penyidik anak dan petugas pemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan. Tapi dalam pelaksanaannya harus pula diperhatikan mengenai hak-hak anak dan seyogyanya kita lebih banyak membicarakan tentang hak-hak anak daripada kewajibannya. Anak yang menjadi pelaku kejahatan, diatur batasan umur anak yang dapat diajukan ke pengadilan anak dan mengenai batas usia bagi pemidanaan anak di Indonesia telah ditegaskan dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan anak, yang selengkapnya berbunyi seperti berikut: 4 (1) Batas umur anak nakal yang dapat diajukan ke sidang anak adaah sekurang-kurangnya 8 tahun tetap belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin. (2) Dalam hal anak melakukan tindak pidana pada batas umur sebagaimana dmaksud dalam ayat (1) dan diajukan ke sidang pengadilan, setelah anak yang bersangkutan melampaui batas umur 3 Agung Wajono dan Siti Rahayu, Tinjauan Tentang Peradilan Anak di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,1993, hal.2 4 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal.26 7

tersebut tetapi belum mencapai umur 21 tahun, tetap dajukan ke sidang anak. Dalam kasus tindak pidana yang dilakukan oleh anak ini, hakim yang memutus pidana kurungan terhadap anak harus mempertimbangkan beberapa pertimbangan terlebih dahulu, apakah si anak harus dijatuhi pidana atau tidak. Karena penjatuhan pidana dapat mengubah mental seorang anak. Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, ada dua alasan penahanan terhadap para pelaku pidana yang masih di bawah umur, yaitu : a. untuk kepentingan anak; b. untuk kepentingan masyarakat. Kedua alasan tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan. Pada dasarnya penahanan dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan, namun penahanan terhadap anak harus pula memperhatikan kepentingan anak yang menyangkut pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental maupun sosial anak dan kepentngan masyarakat. Tempat tahanan anak harus dipisahkan dari tempat tahanan orang dewasa. Hal dan dimaksudkan untuk menghindarkan anak terhadap pengaruh-pengaruh buruk yang dapat diserap melalui konteks kultural dengan tahanan lain. 5 Dalam memberikan perintah penahanan bagi pelaku pidana yang masih di bawah umur sangat diharapkan agar hati dan perasaan para penegak hukum tergugah untuk lebih memperhatikan dan mempertimbangkan 5 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal.42 8

kepentingan serta perlindungan bagi anak. Namun, yang paling diharapkan agar penegak hukum tidak ringan tangan dalam melakukan penahanan anak. 6 Dalam kasus pidana anak tindakan yang dapat dijatuhkan kepada si anak ditentukan dalam Pasal 24 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Dan adapun pidana yang dapat dijatuhkan kepada si anak terdapat dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997. ada juga pidana tambahan berupa perampasan barang-barang tertentu dan/atau pembayaran ganti rugi. Dalam hal Hakim memutus untuk memberikan pidana pada anak, maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan: 7 a. sifat kejahatan yang dijalankan; b. perkembangan jiwa si anak; c. tempat dimana ia harus menjalankan hukumannya. Dalam rangka menciptakan suasana yang kondusif bagi perkembangan jiwa seseorang tersangka yang masih dibawah umur, maka diadakan suatu pembedaan-pembedaan dalam proses perlakuan hukum. Berbeda dengan tujuan proses peradilan pidana terhadap tersangka dewasa yang bertujuan untuk memberikan penghukuman, proses peradilan terhadap seorang anak lebih dititik beratkan pada perbaikan kondisi, pemeliharaan dan perlindungan anak serta mencegah terjadinya perlakuan yang kurang wajar dalam proses peradilan. Pada anak-anak unsur pendidikanlah yang lebih ditekankan, bukannya suatu pembalasan. 6 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal.42 7 Wagiati Soetodjo, Hukum Pidana Anak, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal.48 9

Putusan Pengadilan Anak yang cenderung menjatuhkan pidana penjara daripada tindakan terhadap anak nakal, sebenarnya tidak sesuai dengan filosofi dari pemidanaan anak. Penjatuhan pidana secara tidak tepat dapat mengabaikan pengaturan perlindungan, karena pemidanaan anak seharusnya adalah jalan keluar terakhir (ultimum remedium/ the last resort principle). 8 Seperti halnya pada kasus yang penulis teliti, hakim memutus pidana penjara, dengan pertimbangan bahwa perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, dengan mengesampingkan rekomendasi dari Bapas tentang latar belakang terdakwa. Penulis menyadar bahwa dalam menjatuhkan pidana terhadap seorang terdakwa, perbandingan berat atau ringannya putusan dikaitkan dengan Pasal 12 KUHP dan fakta hukum persidangan. Sehingga penulis tidak dapat menganggap adil atau tidaknya pidana yang diterima oleh terdakwa tersebut di atas, maka dari itu penulis ingin mengetahuinya dengan penelitian yang dituangkan dalam penulisan hukum ini berdasarkan: a. landasan Yuridis (kepastian hukum); b. landasan Filosofis (keadilan); c. landasan Sosiologis (kemanfaatan). 8 Bartollas, Clemens, Juvenile Delinquency,Sec ed, Mac Millan Publishing Company, New York, 1990, h.309 10

C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka yang menjadi rumusan masalah adalah sebagai berikut : Apa dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana dilihat berdasarkan landasan yuridis, filosofis, dan sosiologis? D. Tujuan Penelitian Untuk mengkaji dan menganalisis Dasar Pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana berdasarkan landasan yuridis, filosofis, dan sosiologis. E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Dalam penulisan ini, penulis menggunakan pendekatan kasus (case approach) yaitu dimana dalam menyelesaikan penulisan hukum ini, penulis harus memahami tentang ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai pada putusannya. 9 Selain pendekatan kasus penulis juga menggunakan pendekatan Undangundang (statute approach) yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi, dimana permasalahan yang diteliti berkisar pada 9 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2007, hal.119 11

peraturan perundang-undangan yaitu hubungan antara peraturan yang satu dengan yang lainnya. 10 2. Bahan Hukum Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah dibedakan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder: a. Bahan hukum primer yaitu: 1) UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak; 2) UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 3) KUHP; 4) KUHAP; 5) Deklarasi Hak-hak Anak; b. Bahan hukum sekunder yaitu putusan hakim atas perkara No.08/Pid.BB/AN/2010/PN.SAL. 3. Unit Amatan dan Unit Analisa a. Unit amatan: Putusan No.08/Pid.B/AN/2010/PN.SAL, Undang- Undang b. Unit analisa: Argumentasi hukum dan dasar hukum yang dipakai oleh hakim untuk memutus perkara No.08/Pid.B/AN/2010/PN.SAL. 10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2007, hal. 97 12

4. Teknik Analisis Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis yuridis deskriptif kualitatif, yaitu dengan mengelompokkan dan mensistematisir bahan hukum, kemudian dihubungkan dengan teori-teori, asas-asas, dan kaidah-kaidah hukum yang diperoleh dari studi kepustakaan sehingga diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan sehingga dapat menjawab tujuan penelitian. 13

Tabel perbandingan skripsi Nama Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Metode Penelitian Sinta Wuri Septiyana (312006025) Lucy Julnita Labulu (312008022) Novriyani (312007037) Aris (312003088) Todaga Ardiyanto Almin Rubut Sujono, SH Apa dasar pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana dilihat berdasarkan landasan yuridis, filosofis, dan sosiologis. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak Bagaimana peran pemerintah dalam pemenuhan hak-hak anak pasca konflik poso. Apa kendala pemerintah dalam pemenuhan hak-hak anak pasca konflik Poso Apa peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Faktor apa saja yang menjadi pertimbangan hakim dalam rangka penjatuhan sanksi terhadap anak nakal. Untuk mengkaji dan menganalisis dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anak yang melakukan tindak pidana berdasarkan landasan yuridis, filosofis, dan sosiologis. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak dikaitkan dengan hakhak anak. Untuk mengetahui pemenuhan hak-hak anak pasca konflik, untuk mengetahui kendala-kendala dalam pemenuhan hak-hak anak di Poso. Untuk mengetahui dan memahami tentang pelaksanaan atau peran KPAI terhadap kasus kekerasan anak. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim dalam rangka menjatuhkan sanksi terhadap anak nakal Case Approach dan Statute Approach Normatif Sosio Legal Yuridis Sosiologis Yuridis Sosiologis 14