BAB I PENDAHULUAN. bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. ini, ketidakseimbangan antara kondisi ketersediaan air di alam dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang terbarukan dan memiliki peranan

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Studi Hidrogeologi dan Identifikasi Intrusi Air asin pada Airtanah di Daerah Samas, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan kimia airtanah dipengaruhi oleh faktor geologi dan faktor antropogen.

BAB I PENDAHULUAN. butiran batuan atau rekahan batuan yang dibutuhkan manusia sebagai sumber air

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan terhadap barang ini pun kian meningkat seiring bertambahnya jumlah

Cadangan Airtanah Berdasarkan Geometri dan Konfigurasi Sistem Akuifer Cekungan Airtanah Yogyakarta-Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB III TINJAUAN KHUSUS Kawasan Outbound Training di Kabupaten Kulon Progo 3.1 TINJAUAN KONDISI UMUM KABUPATEN KULON PROGO

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB I PENDAHULUAN. pertemuan antara air tawar dan air laut. Wilayah ini memiliki keunggulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. khas, baik secara morfologi, geologi, maupun hidrogeologi. Karst merupakan

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. HALAMAN PERNYATAAN... v. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR...

PENENTUAN ZONA KONSERVASI CEKUNGAN AIR TANAH WATES, KABUPATEN KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang baik dan tahan lama. Bandara merupakan salah satu prasarana

BAB I PENDAHULUAN. Airtanah merupakan salah satu komponen dari siklus hidrologi yang ada di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar dari tekanan atmosfer. Dari seluruh air tawar yang terdapat di bumi,

PENYELIDIKAN HIDROGEOLOGI CEKUNGAN AIRTANAH BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

BUPATI KULON PROGO PERATURAN BUPATI KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH BUPATI KULON PROGO,

BAB I PENDAHULUAN. Hampir semua kegiatan manusia membutuhkan air, sehingga manusia tidak bisa

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1.2 Tujuan Penelitian 1.3 Batasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

POTENSI AIRTANAH DI CEKUNGAN AIRTANAH (CAT) PALU BERDASARKAN SATUAN HIDROMORFOLOGI DAN HIDROGEOLOGI. Zeffitni *)

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan salah satu komponen dalam upaya

BAB IV TINJAUAN LOKASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Rezha Ramadhika 1,Heru Hendrayana 2

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

KEADAAN UMUM KABUPATEN KULONPROGO. Kabupaten Kulonprogo merupakan salah satu dari lima kabupaten / kota di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

POTENSI AIR TANAH DANGKAL DAERAH KECAMATAN NGEMPLAK DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SLEMAN, D.I. YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. alam yang bersifat timbal balik (Dwiputra, 2011). Timbal balik atau saling

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN

PROGRAM PERENCANAAN PENDAYAGUNAAN AIRTANAH

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian, dan saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN. telah tertuang rencana pembangunan jaringan jalur KA Bandara Kulon Progo -

CADANGAN AIR TANAH BERDASARKAN GEOMETRI DAN KONFIGURASI SISTEM AKUIFER CEKUNGAN AIR TANAH YOGYAKARTA-SLEMAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Berdasarkan perhitungan dan dibantu dengan data-data sekunder dari

Gambar 1. Peta Seismisitas Indonesia (Irsyam et al., 2010 dalam Daryono, 2011))

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki luas wilayah 3.

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan zaman serta bertambahnya jumlah penduduk dengan

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur, ekonomi, kapasitas sumber daya, dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TANAH KASUS WILAYAH JABODETABEK

KERANGKA ACUAN KERJA ( TERM OF REFERENCE TOR )

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan bahwa sektor pertanian menempati posisi yang penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

POTENSI AIR TANAH DI PULAU MADURA

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya air yaitu Air Tanah, saat ini telah menjadi

2.2.2 Karakteristik Akuifer Telaah Pustaka Bahan Kimia Organik Jenis Bahan Kimia Organik

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. 1. Visi dan Misi Pembangunan Daerah MASYARAKAT KABUPATEN KULON PROGO YANG MAJU,

GEOLOGI REGIONAL YOGYAKARTA

Ahli Hidrogeologi Muda. Ahli Hidrogeologi Tingkat Muda. Tenaga ahli yang mempunyai keahlian dalam Hidrogeologi Tingkat Muda

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Air merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan mahkluk hidup. Kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. air terjadi pada sumber-sumber air seperti danau, sungai, laut dan airtanah. Air

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. akuifer di daratan atau daerah pantai. Dengan pengertian lain, yaitu proses

GENESIS AIR TANAH ASIN/PAYAU DI DAERAH PARANGTRITIS DAN SEKITARNYA, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. A. Proyek Tambang Pasir Besi di Kulon Progo

Jurnal APLIKASI ISSN X

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MANUSIA. Cekungan. Air Tanah. Penyusunan. Pedoman.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

2.2 PENENTUAN BATAS CEKUNGAN AIR TANAH

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang I.2. Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, berbatasan dengan : 1. Sebelah Utara: Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman

I. PENDAHULUAN. Buah naga merupakan buah yang berkhasiat bagi kesehatan. Beberapa khasiat

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Cekungan Air Tanah Magelang Temanggung meliputi beberapa wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III TINJAUAN WILAYAH KULON PROGO

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

Gambar 3 Hidrostratigrafi cekungan airbumi Jakarta (Fachri M, Lambok MH dan Agus MR 2002)

Gambar 1.1. Peta Potensi Ikan Perairan Indonesia (Sumber

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN KULON PROGO REKAP PESERTA UJIAN NASIONAL SMK TAHUN AJARAN 2012/2013 ** DAFTAR CALON PESERTA UJIAN NASIONAL **

BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN. nilai yang tinggi, baik sebagai penyangga kebutuhan, perlindungan ekologi, jasa,

DAFTAR ISI. BAB II. GEOLOGI REGIONAL...12 II.1. Geomorfologi Regional...12 II.2. Geologi Regional...13 II.3. Hidrogeologi Regional...16.

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

Transkripsi:

2 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tidak dapat dipungkiri bahwa air merupakan zat yang sangat penting bagi manusia. Salah satu sumber air untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah air tanah, baik untuk keperluan rumah tangga sederhana, hingga keperluan yang bersifat komersial seperti kegiatan industri, pertanian, perkantoran, perhotelan, perikanan, atau peternakan. Bagaimana suatu pengambilan air tanah mempengaruhi muka air tanah, seberapa luas area tangkapan air yang masuk ke akuifer, dan bagaimana aliran kontaminan yang masuk ke dalam akuifer, merupakan contoh dari masalah-masalah hidrogeologi yang muncul dalam suatu sistem air tanah. Kota-kota besar dengan jumlah penduduk yang tinggi memiliki kebutuhan air yang sangat besar. Semakin banyak penduduk dan semakin berkembang suatu wilayah jumlah air yang diperlukan akan semakin tinggi. Air tanah sebagai sumber air utama akan dieksploitasi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Akan timbul masalah air tanah apabila pengeksploitasian air tanah tidak dikendalikan. Pengelolaan air tanah sangat diperlukan, untuk menghindari degradasi air tanah, baik dari segi kuantitas maupun kualitas (Hendrayana & Putra, 2008). Salah satu masalah yang dapat muncul adalah penurunan muka air tanah atau drawdown akibat debit pemompaan yang terlalu besar. Masalah ini sudah kerap kali muncul pada kota-kota besar, salah satunya kota Yogyakarta. Berkembangnya bisnis perhotelan yang sedang pesat membuat muka air tanah di daerah tersebut turun dan merugikan masyarakat sekitar. Rencana pembangunan landasan udara di

3 Kulon Progo akan memajukan banyak sektor pembangunan di daerah tersebut, seperti industri, perkantoran dan perhotelan. Daerah yang berpotensi mengalami kemajuan industri ini terletak di wilayah Cekungan Air Tanah Wates, yang menjadi daerah penelitian. Cekungan Air Tanah (CAT) Wates yang menjadi daerah penelitian merupakan cekungan air tanah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan air tanah oleh warga. Wilayah CAT Wates menurut KEPPRES No. 26, Tahun 2011 (tentang Penetapan Cekungan Air Tanah) dibatasi oleh Sungai Progo di sebelah timur, Sungai Bogowonto di sebelah barat, Samudera Hindia di sebelah selatan, dan Perbukitan Sentolo di sebelah utara. Seperti yang telah disinggung di atas, kebutuhan air di daerah tersebut akan meningkat seiring berkembangnya wilayah itu, dan jika penggunaan air tanah atau pengeksploitasian air tanah berlebih dapat menimbulkan dampak negatif seperti penurunan muka air tanah, subsidence, dan intrusi air laut. Penyelesaian suatu masalah hidrogeologi dapat dipecahkan dengan baik dan tepat dengan adanya suatu metode pemodelan numerik (Anderson & Woeessner, 1992). Pemodelan air tanah menggambarkan proses aliran dan transportasi menggunakan persamaan matematika tertentu yang didasarkan pada asumsi sederhana. Asumsi tersebut umumnya meliputi arah aliran, geometri akuifer, dan mekanisme transport kontaminan maupun reaksi kimia. Karena asumsi penyederhanaan tertanam dalam persamaan matematika dan banyak ketidakpastian dalam nilai data yang dibutuhkan, maka model dipandang sebagai suatu pendekatan dan bukan merupakan duplikasi yang sama persis dengan kondisi lapangan. Simulasi perubahan kondisi air tanah akibat pengambilan air tanah berlebih dapat dilakukan dengan pemodelan numerik.

4 Asriningtyas dan Putra (2006) mensimulasikan kondisi air tanah pada Akuifer Merapi untuk 10 tahun ke depan dengan pemodelan air tanah. Dari hasil simulasi tersebut, kondisi air tanah pada Akuifer Merapi pada 10 tahun ke depan stabil, pada keadaan total pengambilan air tanah 28.968 m 3 /hari untuk seluruh akuifer, dengan ketentuan tidak terjadi penurunan recharge (Asriningtyas & Putra, 2006). Penelitian tersebut menunjukkan salah satu pemanfaatan model aliran air tanah, yaitu sebagai alat simulasi yang dapat dijadikan sebagai acuan pengelolaan air tanah di masa yang akan datang. Pembuatan model air tanah merupakan suatu tahapan yang penting dalam evaluasi dan analisa hidrogeologi secara kuantitatif dalam upaya penentuan parameter-parameter hidrogeologi yang berperan dalam sistem serta metode perhitungannya. Hasil model yang terkalibrasi dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pemahaman yang lebih jelas mengenai hidrogeologi dan kondisi aliran air tanah di Cekungan Air Tanah Wates, serta dapat digunakan untuk mengetahui dampak pengambilan air tanah berlebih pada daerah penelitian. Selain itu, model juga dapat membantu proses perencanaan, perancangan, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan pelestarian air tanah di daerah ini. I.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem air tanah pada daerah penelitian? 2. Berapa debit pemompaan yang aman di daerah penelitian berdasarkan kondisi ini?

5 3. Apa dampak pemompaan atau penggunaan air tanah berlebih terhadap kondisi air tanah di daerah penelitian? I.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk membuat model numerik aliran air tanah Cekungan Air Tanah Wates, dengan tujuan dari penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui kerangka fisik hidrogeologi di Cekungan Air Tanah Wates 2. Menentukan model konseptual hidrogeologi CAT Wates dan parameter pemodelan 3. Mensimulasikan perubahan kondisi air tanah di daerah penelitian akibat pengambilan air tanah berlebih dengan pemodelan air tanah. I.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Memberikan gambaran kondisi air tanah daerah Cekungan Air Tanah Wates 2. Memberikan gambaran dampak pengambilan air tanah pada daerah penelitian 3. Acuan dalam pengelolaan air tanah di Cekungan Air Tanah Wates.

6 I.5. Ruang Lingkup Penelitian I.5.1. Lingkup Wilayah Penelitian Wilayah penelitian berada di Cekungan Air Tanah Wates. Secara administrasi wilayah penelitian berada di Kecamatan Wates, Temon, Pengasih, Panjatan, Galur, dan Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah penelitian dibatasi oleh Sungai Progo, Sungai Bogowonto, dan Samudera Hindia (lihat Gambar 1.1). I.5.2. Lingkup Kegiatan Penelitian Dalam rangka untuk memenuhi tujuan dan manfaat dari penelitian, lingkup kegiatan dalam penelitian yang dilakukan antara lain: 1. Pengumpulan data yang berupa: a. Kerangka fisik yang meliputi topografi, geologi, tipe akuifer, ketebalan dan penyebaran akuifer, kondisi batas akuifer, variasi litologi akuifer, dan karakteristik akuifer b. Penekanan hidrologi yang meliputi ketinggian muka air tanah, tipe dan penyebaran area pengisian, imbuhan air tanah, tipe dan penyebaran area pelepasan, dan debit pelepasan 2. Pembuatan model konseptual 3. Menentukan nilai parameter pemodelan aliran air tanah 4. Memasukkan data pada perangkat pemodelan air tanah numerik 5. Kalibrasi dan validasi data 6. Penerapan model, yaitu dengan simulasi dampak pengambilan air tanah berlebih.

Gambar 1.1. Peta lokasi daerah penelitian 7

7 I.6. Peneliti Terdahulu Daerah Kulon Progo, termasuk Wates dan sekitarnya pernah diteliti oleh beberapa peneliti terdahulu. Beberapa peneliti yang pernah melakukan penelitian di daerah Wates dan sekitarnya, khususnya mengenai geologi dan hidrogeologi antara lain sebagai berikut. MacDonald & Partners (1984) melakukan penelitian tentang fisiografi dan hidrogeologi Daerah Istimewa Yogyakarta. Mac Donald & Partners membagi unit fisiografi menjadi 12 unit meliputi, unit Lereng Atas Merapi, Lereng Tengah Merapi, Lereng Bawah Merapi, Teras Progo, Perbukitan Sentolo, Dataran Aluvial Pantai, Pegunungan Kulon Progo, Baturagung range, Dataran Tinggi Wonosari, Panggung Masif, Gunung Sewu, dan Gumuk Pasir. Lebih detail lagi Mac Donald telah membahas mengenai hidrogeologi daerah Wates yang merupakan daerah penelitian. Santosa (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh genesis bentuklahan terhadap hidrostratigrasi akuifer dan hidrogeokimia dalam evolusi air tanah bebas. Dari hasil penelitiannya, Santosa membagi hidrostratigrafi di Cekungan Wates menjadi beberapa satuan pada setiap satuan bentuklahan di daerah penelitian Ferardi (2015) melakukan penelitian tentang hidrogeologi Pantai Glagah, Pantai Congot, dan sekitarnya. Ferardi menyimpulkan dari penelitiannya bahwa arah aliran air tanah pada lokasi penelitian relatif ke selatan dengan kedalaman air tanah 0,2 hingga 5,7 meter dengan akuifer yang berkembang di daerah penelitian berupa akuifer bebas. Dari penelitiannya

8 juga diketahui bahwa daerah penelitian Ferardi belum mengalami intrusi air laut. Beberapa peneliti juga telah melakukan pemodelan air tanah, yang menjadi topik dari penelitian ini, pada daerah lainnya. Peneliti-peneliti tersebut menjadi salah satu acuan dalam melakukan penelitian ini sekaligus membuktikan keaslian penelitian yang dilakukan penulis pada daerah Wates dan sekitarnya. Berikut adalah penelitian-penelitian dengan topik pemodelan air tanah terdahulu. Putra dan Asriningyas (2006) melakukan penelitian pada Akuifer Merapi, Sleman, dengan pemodelan untuk mensimulasikan kondisi air tanah pada akuifer tersebut untuk 10 tahun. Penelitian ini menyimpulkan bahwa akuifer Merapi akan tetap stabil untuk 10 tahun, dengan total pengambilan air 28.968 m 3 /hari, dengan syarat tidak ada penurunan recharge. Penelitian ini membuktikan bahwa kondisi air tanah suatu daerah dapat ditentukan dengan melakukan pemodelan air tanah. Putra dkk. (2013) melakukan penelitian pada daerah Yogyakarta dengan penelitian berupa pemodelan untuk mengetahui optimum yield pada akuifer di Yogyakarta dan didapat kesimpulan bahwa dengan angka pengambilan air pertahun saat ini dapat menurunkan muka air tanah pada cekungan tersebut dimana optimum yield dari cekungan tersebut adalah 125.000 m 3 /hari. Kabahari (2014) melakukan penelitian dengan metode serupa, yaitu pemodelan aliran air tanah. Kabahari melakukan penelitian di daerah Samas, Kabupaten Bantul, DIY. Penelitian yang dilakukan bertujuan

9 untuk mengetahui kondisi air tanah dan membuktikan adanya intrusi airlaut melalui model aliran air tanah. Penelitian ini membuahkan hasil bahwa daerah penelitian beresiko tinggi terjadi intrusi air laut. Peneliti-peneliti terdahulu dijadikan acuan dasar dan juga landasan teori untuk melakukan penelitian. Perbedaan dari penelitian-penelitian yang telah ada terletak pada lokasi penelitian, yaitu di Cekungan Air Tanah Wates, dimana lokasi ini belum pernah dilakukan pemodelan air tanah secara numerik, dan belum pernah ada yang melakukan simulasi dampak pengambilan air tanah berlebih.