WALIKOTA TASIKMALAYA

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PETERNAKAN DAN PENDAFTARAN PETERNAKAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR MALUKU UTARA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA MAGELANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2008 NOMOR : 12 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 17

LAMPIRAN KUESIONER GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT AVIAN INFLUENZA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG JUMLAH TERNAK POTONG SAPI BALI ANTAR PULAU TAHUN 2017

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 29 TAHUN 2003 T E N T A NG KEBERSIHAN, KEINDAHAN DAN KELESTARIAN LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2017

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit flu burung atau flu unggas (bird flu, avian influenza) adalah

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 18 TAHUN 2003 TENTANG IZIN USAHA BUDIDAYA PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA TASIKMALAYA

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

WALIKOTA TASIKMALAYA

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN BIDANG PETERNAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN YAPEN NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR : 06 TAHUN 2007 TENTANG USAHA PETERNAKAN DAN PENERTIBAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN JENEPONTO NOMOR 10 TAHUN 2017

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PENGELOLAAN RUMAH POTONG HEWAN (RPH) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2009 NOMOR 2 SERI C PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN DAN PEMOTONGAN HEWAN

CUPLIKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 21055/Kpts/KU.510/F/04/2008 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 4 TAHUN 2009 T E N T A N G

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 08 TAHUN 2009 BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 08 TAHUN 2009

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 10 TAHUN : 1996 SERI : D NO : 10 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS,

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 36/Permentan/OT.140/3/2007 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA ITIK PEDAGING YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA KENDARI PROVINSI SULAWSEI TENGGARA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG DAN KESIAPSIAGAAN MENGHADAPI PANDEMI INFLUENZA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 37 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PELAYANAN PEMAKAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN, MEMUTUSKAN :

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

BUPATI MAMASA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAMASA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI MAMASA,

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK TAHUN 2001 NOMOR 37 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA

PRAKATA. Semoga pedoman ini dapat berperan secara signifikan dalam upaya menekan penyebaran virus avian influenza. Amin.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 3 Tahun : 2003 Seri : C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BARRU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 12 TAHUN 2012

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 13 TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI LUWU UTARA NOMOR 53 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN POHON DI RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK

WALIKOTA TASIKMALAYA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

Transkripsi:

WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN AVIAN INFLUENZA (AI)/ FLU BURUNG DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa perkembangan wabah Avian Influenza (AI)/Flu Burung di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan mengancam kesehatan serta kelangsungan hidup manusia, sehingga diperlukan langkahlangkah penanganan secara terarah, terpadu dan berkesinambungan antara pemerintah, masyarakat dan swasta; b. bahwa sebelum adanya peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang mengatur ketentuan tentang mekanisme pencegahan dan pemberantasan Avian Influenza (AI)/Flu Burung, maka perlu mengatur mekanisme penanganan, pengendalian dan penanggulangannya sebagai pedoman dan acuan bagi masyarakat dan aparat pelaksana di Kota Tasikmalaya; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Walikota tentang Pencegahan dan Pemberantasan Avian Influenza (AI)/Flu Burung di Kota Tasikmalaya; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824); 2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 3. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3495); 5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699); - 1 -

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1977 tentang Usaha Peternakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1977 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3102); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 28 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3253); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 1992 tentang Obat Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3509); 10. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2006 tentang Komite Nasional Pengendalian Flu Burung (Avian Influenza) dan Kesiapsiagaan Menghadapi Pandemi Influenza; 11. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/OT 140/10/2006 tentang Pedoman Pemeliharaan Unggas di Permukiman; 12. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 238.1/Kpts/ PD.620/9/2005 tentang Pernyataan Berjangkitnya Wabah Penyakit Hewan Menular Influenza pada Unggas (Avian Influenza) di Beberapa Propinsi di Wilayah Indonesia; 13. Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan Nomor 17/Kpts/PD.649/F/02.04 tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular pada Unggas (Avian Influenza); 14. Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 8 Tahun 2003 tentang Izin Gangguan; 15. Peraturan Walikota Tasikmalaya Nomor 58 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Izin Gangguan; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN AVIAN INFLUENZA (AI)/FLU BURUNG DI KOTA TASIKMALAYA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Walikota ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kota Tasikmalaya. 2. Pemerintah Daerah adalah Walikota Tasikmalaya beserta perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 3. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah SKPD yang membidangi pengelolaan peternakan. - 2 -

4. Kepala SKPD adalah Kepala SKPD yang membidangi pengelolaan peternakan. 5. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya. 6. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 7. Biosecurity adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan kontak/penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit. 8. Desinfektan adalah bahan penghapus hama. 9. Desinfeksi adalah tindakan pensucihamaan secara tepat dan cermat terhadap pakan, tempat pakan/air minum, semua peralatan, pakaian pekerja kandang, alas kaki, kendaraan dan bahan lain yang tercemar, bangunan kandang yang bersentuhan dengan unggas, kandang/tempat penampungan unggas, permukaan jalan menuju peternakan/kandang/tempat penampungan unggas. 10. Disposal adalah prosedur untuk melakukan pembakaran dan penguburan terhadap unggas mati (bangkai), karkas, telur, kotoran (feses), bulu, alas kandang (sekam), pupuk dan pakan ternak yang tercemar serta bahan dan peralatan lain terkontaminasi/didesinfeksi secara efektif. 11. Sanitasi adalah suatu penataan kebersihan yang bertujuan meningkatkan/ mempertahankan keadaan yang sehat bagi ternak baik di dalam kandang dan komplek maupun sekitar komplek dan sekitar komplek usaha peternakannya. 12. Vaksinasi adalah penanaman benih penyakit (vaksin) supaya hewan/ternak yang ditulari membentuk sistem kekebalan terhadap ketularan yang lebih keras. 13. Vaksin adalah benih penyakit terdiri dari bakteri/virus hidup yang sudah dilemahkan atau sudah dimatikan. 14. Restocking adalah pengisian kembali unggas kedalam kandang sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan setelah dilakukan pengosongan kandang dan semua tindakan dekontaminasi (desinfeksi) dan disposal dilaksanakan sesuai prosedur. 15. Pemantauan Kesehatan Hewan adalah pengamatan untuk melihat arus dan status kesehatan hewan dalam populasi secara terus menerus. 16. Flock adalah sekumpulan unggas yang dipelihara baik untuk dibudidayakan maupun sebagai ternak peliharaan kesayangan dalam radius 50 (lima puluh) meter. 17. Unggas adalah ayam buras, ayam ras, itik, entog, puyuh dan burung lainnya. - 3 -

18. Unggas Non Komersial adalah unggas yang dipelihara dengan tujuan pokok bukan untuk komersial atau dikategorikan dalam skala usaha kepemilikan ternak tidak ekonomis. 19. Unggas Kesayangan adalah hewan yang dipelihara atas dasar pengambilan jasanya, seperti kicau, hias, ketangkasan dan/atau jasa lainnya. 20. Unggas Komersial adalah unggas yang dipelihara dengan tujuan pokok untuk komersial atau dikategorikan dalam skala usaha kepemilikan ternak ekonomis. 21. Surat Keterangan Kesehatan Hewan yang selanjutnya disingkat SKKH adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh SKPD dan ditandangani oleh petugas yang ditunjuk oleh Kepala SKPD yang menerangkan tentang status kesehatan ternak (unggas). 22. Polymerase Chain Reaction yang selanjutnya disingkat PCR adalah jenis pemeriksaan dengan metoda rangkaian protein di laboratorium untuk mengetahui Avian Influenza (AI)/Flu Burung. 23. Virus Avian Influenza (AI)/Flu Burung yang selanjutnya disebut virus adalah virus orthomycoviridea sp (H5N1) yang menularkan penyakit avian influenza/flu burung pada unggas. 24. Peniadaan adalah tindakan untuk menghilangkan unggas, baik melalui dipotong untuk dikonsumsi/dijual/dihibahkan atau dipindahkan ke lokasi pemeliharaan unggas sesuai ketentuan yang berlaku. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud dan tujuan dibentuknya Peraturan Walikota ini adalah sebagai pedoman dan acuan bagi masyarakat dan aparatur Pemerintah Daerah untuk mendukung upaya Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan langkah-langkah penanganan, pengendalian dan penanggulangan Avian Influenza (AI)/Flu Burung secara nasional dengan mengatur mekanisme pencegahan dan pemberantasannya di Kota Tasikmalaya. BAB III RUANG LINGKUP Pasal 3 Ruang lingkup Peraturan Walikota ini meliputi hal-hal yang berkenaan dengan mekanisme pencegahan dan pemberantasan Avian Influenza (AI)/Flu Burung di Kota Tasikmalaya, yang meliputi : 1. pendataan dan penyebarluasan informasi; 2. penataan dan pemeliharaan; 3. pemotongan unggas; 4. disposal dan peniadaan; 5. pembiayaan; 6. pembinaan dan pengawasan. - 4 -

BAB IV PENDATAAN DAN PENYEBARLUASAN INFORMASI Pasal 4 (1) Untuk mengetahui tingkat persebaran ternak unggas di Daerah, maka SKPD melakukan pendataan yang meliputi seluruh wilayah Kota Tasikmalaya dan seluruh jenis unggas. (2) Dalam melaksanakan pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKPD dibantu oleh Camat, Lurah, Ketua RW dan Ketua RT serta masyarakat pemilik unggas. (3) Untuk mewujudkan kelancaran pelaksanaan kegiatan pendataan unggas, Kepala SKPD mengatur dan menetapkan petunjuk teknis pendataan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian serta pelaporannya. Pasal 5 Dalam upaya meningkatkan pemahaman, kesadaran dan partisipasi masyarakat guna mencegah dan memberantas terjangkitnya virus di Daerah, maka SKPD mengkoordinasikan penyebarluasan informasi Gerakan Pencegahan dan Pemberantasannya dengan melibatkan seluruh satuan kerja yang terkait baik Pusat maupun Daerah serta unsur masyarakat melalui pemanfaatan media informasi yang ada baik cetak, elektronik maupun media lainnya. BAB V PENATAAN DAN PEMELIHARAAN Bagian Kesatu Unggas Non Komersial Pasal 6 (1) Setiap orang atau badan yang melakukan kegiatan budidaya unggas non komersial di lingkungan permukiman wajib memperhatikan ketentuan sebagai berikut : a. dikandangkan dengan jarak kandang dari permukiman sekurangkurangnya 25 ( dua puluh lima) meter; b. kandang dilengkapi pagar pembatas dengan jarak sekurangkurangnya 3 (tiga) meter dari kandang serta ketinggian pagar sekurang-kurangnya 3,5 (tiga koma lima) meter dari permukaan tanah; c. melakukan vaksinasi dan biosecurity secara berkala sesuai petunjuk teknis dari SKPD. (2) Setiap kegiatan budidaya unggas non komersial yang tidak memenuhi ketentuan ayat (1), maka unggas peliharaannya ditiadakan dengan cara dipotong untuk dijual/ dihibahkan/ dikonsumsi sendiri. (3) Tata cara pemeliharaan unggas non komersial sebagaimana tercantum pada lampiran Peraturan Walikota ini. Bagian Kedua Unggas Komersial Pasal 7 Setiap kegiatan budidaya unggas komersial baik untuk kebutuhan perbibitan maupun untuk konsumsi harus dilengkapi dengan Izin Gangguan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. - 5 -

Bagian Ketiga Unggas Kesayangan Pasal 8 (1) Setiap unggas kesayangan yang dipelihara/ dibudidayakan harus dikandangkan dan didaftarkan ke SKPD untuk memperoleh SKKH tidak tertular virus. (2) SKKH sebagaimana dimaksud ayat (1) diterbitkan oleh dokter hewan pemerintah/ petugas yang ditunjuk oleh Kepala SKPD, setelah melalui proses pemeriksaan yang menggunakan metoda PCR di laboratorium dengan hasil negatif. (3) SKKH tidak tertular virus berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut. (4) Pemeriksaan dengan metoda PCR dilakukan terhadap seluruh unggas yang berada dalam 1 (satu) flock. (5) Biaya pemeriksaan dibebankan kepada pemilik unggas. BAB VI PEMOTONGAN UNGGAS Pasal 9 Pemotongan unggas non komersial untuk konsumsi sendiri dapat dilaksanakan di tempat sendiri dengan memperhatikan tata cara pemotongan, pengolahan daging dan pengelolaan limbah sebagaimana tercantum pada lampiran Peraturan Walikota ini. Pasal 10 (1) Pemotongan unggas komersial untuk konsumsi wajib dilakukan di TPU dan RPU yang sudah memiliki izin dari Pemerintah Daerah. (2) Setiap pengelola TPU atau RPU, baik sebelum maupun sesudah melaksanakan kegiatan pemotongan harus melakukan desinfeksi atas peralatan, tempat pemotongan dan tempat penampungan unggas. (3) TPU atau RPU yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dicabut izin usahanya setelah melalui proses teguran secara tertulis sebanyak 2 (dua) kali oleh SKPD. (4) Setiap unggas komersial yang dipotong tidak sesuai dengan ketentuan pada ayat (1) dan (2) tidak diperbolehkan untuk diperjualbelikan. BAB VII DISPOSAL DAN PENIADAAN Pasal 11 Untuk menghilangkan sumber penularan virus, maka unggas positif terinfeksi virus dan unggas sehat yang berada dalam 1 (satu) flock dengan unggas yang positif terinfeksi virus harus dimusnahkan dengan cara disposal. Pasal 12 Setiap unggas yang pemeliharaannya tidak sesuai dengan Peraturan Walikota ini dilakukan peniadaan baik oleh pemilik unggas maupun melalui penyitaan oleh petugas. - 6 -

Pasal 13 Disposal dan peniadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan 12 dilaksanakan sesuai tata cara sebagaimana tercantum pada lampiran Peraturan Walikota ini. BAB VIII PEMBIAYAAN Bagian Kesatu Dana Kompensasi Pasal 14 (1) Dana kompensasi diberikan kepada peternak yang unggasnya dikenakan disposal karena postitif terinfeksi virus atau berada dalam 1 (satu) flock dengan unggas yang terinfeksi virus, sebesar Rp. 12.500,00 (dua belas ribu lima ratus rupiah) per ekor yang pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). (2) Tata cara pengajuan dana kompensasi diatur lebih lanjut melalui petunjuk teknis yang diterbitkan oleh Kepala SKPD. Bagian Kedua Biaya Vaksinasi dan Biosecurity Pasal 15 Biaya vaksinasi dan biaya biosecurity berupa desinfeksi tahap pertama pada unggas non komersial dan unggas kesayangan yang bersifat non komersial dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Tasikmalaya. BAB IX PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 16 (1) Pembinaan dan pengawasan pemeliharaan unggas di permukiman bertujuan untuk mengarahkan dan mengkoordinasikan pelaksanaan program pengendalian dan penanggulangan penyakit Avian Influenza (Al)/ Flu Burung. (2) SKPD melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pemeliharaan unggas baik yang bersifat komersial, non komersial maupun kesayangan, yang dilaksanakan secara terpadu, terarah dan berkesinambungan dengan melibatkan seluruh satuan kerja baik pusat maupun daerah serta masyarakat. Pasal 17 (1) Pengawasan dilakukan terhadap teknis pemeliharaan/ budidaya, persyaratan higienis dan sanitasi lingkungan, pelaksanaan tindakan biosecurity dan penanganan terhadap kesehatan hewan/kesehatan masyarakat veteriner. (2) Pengawasan dilakukan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali. (3) Apabila ditemukan kasus terjangkitnya virus, maka petugas yang bertanggung jawab melakukan pengawasan dan/atau masyarakat yang mengetahui terjadinya kasus tersebut segera melaporkan kepada - 7 -

Kepala SKPD dan/atau Camat dan/atau Lurah dan/atau Petugas Penyuluh Pertanian di wilayah yang bersangkutan. Pasal 18 Dalam upaya mengantisipasi penyebaran virus antar daerah, maka pengawasan terhadap lalu-lintas unggas, produk unggas dan limbah peternakan unggas dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : a. setiap unggas, produk unggas dan limbah peternakan unggas yang masuk ke Daerah, baik untuk dipotong, dibudidayakan maupun dipelihara, wajib dilengkapi SKKH tidak tertular virus dari Pemerintah Daerah asal unggas tersebut; b. setiap unggas, produk unggas dan limbah peternakan unggas yang ke luar Daerah wajib dilengkapi SKKH tidak tertular virus yang diterbitkan oleh Kepala SKPD. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 19 Hal-hal lain yang belum cukup diatur dalam Peraturan Walikota ini sepanjang mengenai teknis pelaksanannya diatur kemudian oleh Kepala SKPD. Pasal 20 Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Walikota ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kota Tasikmalaya. Ditetapkan di Tasikmalaya pada tanggal 5 Februari 2007 WALIKOTA TASIKMALAYA, ttd. H. BUBUN BUNYAMIN Diundangkan di Tasikmalaya pada tanggal 5 Februari 2007 SEKRETARIS DAERAH KOTA TASIKMALAYA, ttd. H. ENDANG SUHENDAR BERITA DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN 2007 NOMOR 173-8 -

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 1 Tahun 2007 Tanggal : 5 Februari 2007 TATA CARA PEMELIHARAAN, PEMOTONGAN, PENGOLAHAN DAGING, PENGELOLAAN LIMBAH DAN DISPOSAL SERTA PENIADAAN UNGGAS NON KOMERSIAL I. TATA CARA PEMELIHARAAN A. Syarat-syarat Untuk mencegah kemungkinan terjangkitnya Avian Influenza (Al)/Flu Burung bagi penduduk di Kota Tasikmalaya, maka setiap kegiatan pemeliharaan/budidaya unggas tidak diperbolehkan dilakukan di lingkungan permukiman. Pemeliharaan unggas di permukiman mempunyai resiko yang cukup tinggi terhadap penularan penyakit Avian Influenza (Al)/Flu Burung kepada manusia, karena media yang dipergunakan, baik secara langsung maupun tidak langsung memiliki potensi penularan Avian Influenza (Al)/Flu Burung yang sangat berbahaya. Oleh karena itu setiap kegiatan memelihara/ membudidayakan unggas yang bersifat non komersial wajib memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : 1. Masyarakat yang memelihara unggas : a. menggunakan lahan pemeliharaan yang letaknya terpisah dari permukiman dengan jarak 25 (dua puluh lima) meter; b. kotoran dan limbah yang dihasilkan tidak mencemari lingkungan; c. tidak membiarkan unggas peliharaannya berkeliaran bebas, dengan membuat kandang yang ukurannya disesuaikan dengan jumlah unggas 1 (satu) meter persegi untuk 3 (tiga) ekor dan dikelilingi pagar pemisah yang ketinggiannya minimal 3,5 (tiga koma lima) meter serta dilengkapi dengan sangkar tempat bertelur dengan sirkulasi/ventilasi udara yang cukup; d. memisahkan unggas yang berlainan jenis (spesies) seperti ayam, burung, itik, angsa dan jenis unggas lainnya; e. membersihkan sisa pakan dan air minum agar tidak mengundang kedatangan burung-burung liar; f. setiap hari membersihkan kandang dan peralatannya serta melakukan penyemprotan desinfektan secara berkala; g. menjaga kandang dan alas kandang harus selalu dalam keadaan kering; h. menggunakan penutup mulut dan hidung (masker) serta sarung tangan pada saat merawat/ menangani unggas peliharaan; i. membersihkan tangan dan kaki/ alas kaki dengan air, menggunakan sabun antiseptic setelah selesai menangani unggas; j. memisahkan unggas yang baru datang selama 7 (tujuh) hari; k. menghindari kontak langsung dengan unggas peliharaan, terutama bagi anak dan lansia; 2. Masyarakat yang pernah memelihara unggas : a. membersihkan kandang dan peralatan kandang yang sudah tidak terpakai serta menyemprotkan dengan desinfektan; b. membersihkan lingkungan sekitar kandang; c. membakar sisa kotoran dan sisa bahan serta peralatan yang tidak bisa disucihamakan; d. apabila kandang yang telah dikosongkan akan dimanfaatkan kembali (restocking), maka pengisian kandang baru dapat dilakukan kembali sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sejak kandang dikosongkan; e. unggas yang akan ditempatkan pada kandang harus berasal dari daerah yang bebas virus atau yang telah mendapat vaksinasi virus; - 9 -

f. melaksanakan tindakan dekontaminasi/desinfeksi dan deposal. B. Tindakan Yang Harus Dilakukan Apabila Terjadi Kasus Flu Burung Apabila unggas yang dipelihara menunjukan gejala sakit atau terjadi kematian secara mendadak, pemelihara unggas harus segera melakukan tindakan sebagai berikut : 1. melapor ke Dinas Pertanian Kota Tasikmalaya Cq. Bidang Peternakan, yang beralamat di Jl. Noenoeng Tisnasaputra Nomor 5 dengan nomor telepon (0265) 335669; 2. dibawah pengawasan petugas yang berwenang, membakar dan mengubur bangkai, bulu, sisa kotoran, sisa pakan dan alas kandang unggas; 3. tidak membuang bangkai unggas peliharaan di tempat sampah, kebun, sungai atau memanfaatkannya sebagai pakan hewan atau ikan; 4. menghindari kontak langsung dengan unggas yang mati; 5. melakukan desinfeksi atau mensucihamakan semua peralatan dan kandang bekas kontak unggas yang mati; 6. melakukan penyemprotan dengan desinfektan pada semua kandang dan lingkungan rumah tinggal; 7. membakar bahan/ peralatan yang tidak dapat didesinfeksi/disucihamakan; 8. mencuci tangan dan segera mandi dengan menggunakan sabun setelah terjadi kontak dengan unggas sakit atau mati; 9. mencuci pakaian yang dikenakan dengan deterjen, segera setelah terjadi kontak dengan unggas sakit atau mati. II. TATA CARA PEMOTONGAN, PENGOLAHAN DAGING DAN PENGELOLAAN LIMBAH 1. jarak pemotongan sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari permukiman; 2. pemotongan harus dilakukan di atas lubang yang berukuran 30 (tiga puluh) centi meter x 30 (tiga puluh) centi meter dengan kedalaman 30 (tiga puluh) centi meter, yang berfungsi sebagai tempat menyimpan unggas yang telah dipotong dan pembuangan darah unggas dan limbah lainnya 3. pencabutan bulu dan pencucian unggas yang telah dipotong menggunakan air yang dipanaskan; 4. limbah yang dihasilkan dari pemotongan unggas seperti kotoran, bulu dan limbah lainnya dibuang pada lubang sebagaimana dimaksud pada angka 2 untuk selanjutnya dilakukan desinfeksi serta ditimbun kembali dengan tanah; 5. sebelum dimasak, daging dicuci dengan air bersih dan ditambah larutan air yang sudah dicampur desinfektan dengan perbandingan 1 (satu) mili liter desinfektan untuk 10 (sepuluh) liter air; 6. daging dimasak dengan suhu 80 (delapan puluh) derajat celcius selama 5 (lima) menit, sehingga virus akan mati dan daging unggas aman untuk dikonsumsi. III. TATA CARA DISPOSAL DAN PENIADAAN A. Disposal 1. dilakukan terhadap unggas yang sakit dan unggas yang sehat sekandang; 2. dilakukan terhadap unggas yang berada pada 1 (satu) flock di daerah tertular baru dan endemis yang positif terjangkit virus; 3. dilakukan dengan menggunakan CO2 dan disembelih; 4. lokasi pemusnahan harus dilakukan pada jarak sekurang-kurangnya 100 (seratus) meter dari permukiman; - 10 -

5. bangkai unggas yang telah disembelih selanjutnya dibakar dan dikubur. B. Peniadaan 1. dilakukan terhadap unggas yang dikandangkan dan diliarkan di lokasi permukiman, unggas kesayangan yang tidak dilengkapi SKKH; 2. pada saat pemotongan, dapat dilakukan dengan disaksikan petugas atau atas dasar kesadaran sendiri; 3. penyitaan dilaksanakan oleh Tim Gabungan Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Avian Influenza (AI)/Flu Burung terhadap unggas yang diliarkan di lingkungan permukiman; 4. setiap unggas yang disita selanjutnya ditampung di kelurahan untuk diserahkan kembali kepada pemiliknya untuk dipotong dan/atau dihibahkan atau dipindahkan pada tempat yang sesuai dengan tata cara pemeliharaan unggas; 5. pemindahan dilakukan terhadap unggas yang akan dipelihara di lingkungan permukiman setelah divaksinasi. WALIKOTA TASIKMALAYA, ttd. H. BUBUN BUNYAMIN - 11 -