DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN, MEMUTUSKAN :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN, MEMUTUSKAN :"

Transkripsi

1 CUPLIKAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN NOMOR : 17/Kpts/PD.640/F/02.04 TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR INFLUENSA PADA UNGGAS (AVIAN INFLUENZA) DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN, MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR INFLUENSA PADA UNGGAS (AVIAN INFLUENZA) KESATU : Memberlakukan Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Influensa pada Unggas (Avian Influenza) sebagaimana tercantum pada Lampiran 1 dan Lampiran II Keputusan ini. KEDUA KETIGA : Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Influensa pada Unggas (Avian Influenza) sebagaimana dimaksud pada Diktum KESATU merupakan acuan bagi aparatur di pusat maupun di daerah serta semua pihak yang terlibat dalam kegiatan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular influensa pada unggas (Avian Influenza) dalam melakukan tindakan pencegahan, pengendalian dan pemberantasannya. : Kepala Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan di Provinsi dan Kabupaten/Kota bersama-sama dengan instansi terkait dan masyarakat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tindakan pencegahan, pengendalian dan pemberantasannya di wilayahnya masing-masing. KEEMPAT : Setiap orang yang dengan sengaja atau karena kelalaiannya tidak melaporkan terjadinya kasus atau persangkaan timbulnya penyakit hewan menular influensa pada unggas (Avian Influenza) kepada pejabat atau instansi yang berwenang dikenakan sanksi sesuai ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1977 dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. 288

2 LAMPIRAN I : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN NOMOR : 17/Kpts/PD/640/F/02.04 TANGGAL : 4 PEBRUARI 2004 TENTANG : PEDOMAN PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR INFLUENSA PADA UNGGAS (AVIAN INFLUENZA) I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza) disebabkan oleh virus inflensa A dari family Orthomyxoviridae. Virus Avian Influenza (AI) dibagi kedalam subtype berdasarkan permukaan glikoprotein haemagglutinin (HA) dan Neuraminidase (NA). Sampai saat ini telah dikenal sebanyak 15 jenis HA (H1-15) dan 9 jenis NA (N1-9) yang sudah diidentifikasi. Di antara 15 subtype HA, hanya H5 dan H7 yang bersifat ganas (virulen) pada unggas. Infeksi pada ternak oleh virus Avian Influenza (AI) menimbulkan sindrom yang khas berupa infeksi asymptomatik pada respirasi, penurunan produksi telur pada kasus yang berat, dengan tingkat mortalitas yang dapat mencapai 100%. Virus penyakit influensa unggas umumnya dijumpai pada berbagai spesies burung liar. Pada hewan ini virus influensa unggas umumnya tidak menimbulkan gejala klinis sehingga ia dapat disebut sebagai reservoir sekaligus sumber penularan. Virus Avian Influenza dapat menimbulkan sindrom penyakit pernafasan pada unggas (ayam, itik) mulai dari tipe ringan (low pathogenic) sampai yang bersifat fatal (highly pathogenic). Selain menyerang organ pernafasan, virus AI juga dapat menyerang organ perncernaan dan sistem syaraf. Penyakit ini belum pernah dilaporkan terjadi di Indonesia (penyakit eksotik). Mengingat penyakit ini telah menimbulkan kematian yang sangat tinggi (hampir 90%) pada beberapa peternakan dan menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak, serta dapat mengancam kesehatan manusia maka perlu segera dibuat pedoman pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit influensa unggas (Avian Influenza) dengan Keputusan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan. 2. Tujuan 1) Jangka Pendek a. Mempertahankan daerah-daerah bebas Avian Influenza; CUPLIKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR INFLUENSA PADA UNGGAS 289

3 b. Melaksanakan pengendalian Avian Influenza di daerah-daerah tertular. 2) Jangka Panjang Melaksanakan pemberantasan Avian Influenza dengan arah pembebasan kembali daerah tertular secara bertahap. 3. Sasaran 1) Daerah-daerah bebas tetap dapat dipertahankan; 2) Tidak ada kasus lagi di daerah tertular secara bertahap. 4. Ruang Lingkup Ruang lingkup Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Avian Influenza ini meliputi penerapan biosekuriti secara ketat (terdiri dari pengawasan lalu lintas dan tindak karantina/isolasi), tindakan pemusnahan unggas sakit secara selektif dan disposal, vaksinasi/ pengebalan, pengendalian lalu lintas, surveilans dan penelusuran, peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness), pengisian kembali unggas (restocking), monitoring, pelaporan dan evaluasi. II. PEMBAGIAN STATUS DAERAH DAN KRITERIANYA 1. Daerah Bebas 1) Daerah provinsi atau pulau yang tidak pernah tertular atau tidak pernah dilaporkan adanya Avian Influenza. 2) Adanya batasan alam bagi provinsi atau pulau (kepulauan) yang menjamin daerah itu sulit terjadi penularan penyakit Avian Influenza. 2. Daerah Terancam Daerah yang tidak ada kasus, tetapi berbatasan langsung sedaratan dan tanpa batasan alam dengan daerah tertular. 3. Daerah Tertular Daerah yang ada kasus Avian Influenza yang didiagnosa secara klinis, patologi anatomis, epidemiologis dan dikonfirmasi secara laboratoris. III. PRINSIP PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN 1. Prinsip Dasar Ada 5 (lima) prinsip dasar dari penerapan program pencegahan, pengendalian dan pemberantasan Avian Influenza, yaitu : 290

4 1) Mencegah kontak antara hewan peka dengan virus AI, yang diterapkan dengan menghentikan penyebaran infeksi melalui karantina/isolasi lokasi peternakan tertular dan pengawasan lalu lintas hewan/bahan asal hewan/bahan lain yang dapat menyebarkan penyakit dari lokasi peternakan tertular; 2) Menghentikan produksi virus AI oleh unggas tertular, yang diterapkan dengan menghilangkan virus AI dengan dekontaminasi (desinfeksi) kandang, peralatan, kendaraan dan bahan-bahan permanen lain yang kemungkinan dapat menularkan penyakit serta disposal bahan-bahan dan peralatan tidak permanen yang terkontaminasi; 3) Meningkatkan resistensi hewan (pengobatan terhadap hewan peka), yang diterapkan dengan vaksinasi; 4) Menghilangkan sumber penularan virus, yang diterapkan dengan tindak pemusnahan terbatas (depopulasi) unggas yang sakit dan unggas sehat yang berpotensi untuk tertular dalam satu kandang di daerah tertular dan tindakan pemusnahan menyeluruh (stamping-out) di daerah bebas/terancam. 5) Peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness), yang diterapkan melalui pendidikan kepada peternak dan sosialisasi kepada masyarakat dalam arti luas melalui media (elektronik, cetak) maupun penyebaran brosur/leaflet. 2. Metoda untuk Mencegah Penyebaran dan Menghilangkan Agen Penyebab Penyakit. Dalam melaksanakan prinsip dasar tersebut dilakukan melalui 9 (sembilan) tindakan yang merupakan satu kesatuan satu sama lain. 1) Pelaksanaan Biosekuriti secara Ketat Biosekuriti adalah semua tindakan yang merupakan pertahanan pertama untuk pengendalian wabah dan dilakukan untuk mencegah semua kemungkinan kontak/penularan dengan peternakan tertular dan penyebaran penyakit. Tindakan Biosekuriti yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : a. Pengawasan lalu lintas dan tindak karantina/isolasi lokasi peternakan tertular dan lokasi tempat-tempat penampungan unggas yang tertular dilakukan dengan: a) membatasi secara ketat lalu lintas material kontaminan (hewan/unggas, produk unggas, pakan, kotoran, bulu, alas kandang/litter); b) membatasi lalu lintas orang/pekerja dan kendaraan yang keluar masuk lokasi; CUPLIKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR INFLUENSA PADA UNGGAS 291

5 c) para pekerja dan semua orang yang berada dalam lokasi peternakan harus dalam kondisi sehat; d) para pekerja peternakan dan semua orang yang masuk lokasi peternakan/penampungan unggas tertular harus menggunakan pakaian pelindung, kacamata, masker, sepatu pelindung dan harus melalui tindakan desinfeksi dan sanitasi; e) mencegah kontak antara unggas dengan burung liar/burung air, rodensia (tikus) dan hewan lain. Pengawasan lalu lintas dan tindak karantina/isolasi di lokasi peternakan dan lokasi tempat penampungan unggas dilaksanakan oleh Dinas Peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. b. Dekontaminasi/Desinfeksi Dekontaminasi/desinfeksi adalah tindakan menyucihamakan secara tepat dan cermat terhadap pakan, tempat pakan/air minum, semua peralatan, pakaian pekerja kandang, alas kaki, kendaraan dan bahan lain yang tercemar, bangunan kandang yang bersentuhan dengan unggas, kandang/tempat penampungan unggas, permukaan jalan menuju peternakan/kandang/tempat penampungan unggas. Prosedur dekontaminasi yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut : a) Melakukan disinfeksi terhadap semua bahan, sarana peralatan dan bangunan kandang yang bersentuhan dengan unggas tertular termasuk terhadap limbah padat dan cair. Apabila pelaksanaan dekontaminasi/disinfeksi tidak dapat dilakukan secara efektif maka bahan dan peralatan tidak permanen yang terkontaminasi harus dimusnahkan dan dikubur di lokasi peternakan; b) Lokasi jalan menuju ke area peternakan tertular dan areal sekitar kandang/penampungan unggas, semua kendaraan termasuk kendaraan pengangkut unggas, telur, pakan unggas dan kendaraan lainnya yang masuk lokasi peternakan/ penampungan unggas harus dilaksanakan penyemprotan dengan desinfeksi yang tepat; c) Sesuai dengan obyek yang akan dilakukan desinfeksi, maka desinfektansia yang dapat dipergunakan adalah yang mempunyai sifat tahan terhadap organik, tidak bersifat korosif dan tahan terhadap panas seperti asam perasetat (peracetic acid), hidroksiperokside, sediaan ammonium kuartener, 292

6 formaldehyde/formalin 2-5%, iodoform kompleks (iodine), senyawa fenol, dan natrium/kalium hipoklorit; d) Pada setiap tahapan dekontaminasi harus dicegah agar tidak terjadi penyebaran partikular debu dan udara yang kemungkinan bercampur dengan kotoran unggas tertular yang dapat menyebarkan virus dan perlu ada tindak kehati-hatian dalam penggunaan desinfektansia karena sering dapat bersifat toksik. Pelaksanaan dekontaminasi/desinfeksi dilakukan sendiri oleh peternakan yang bersangkutan di bawah pengawasan Dinas Peternakan/dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat sesuai ketentuan yang berlaku. 2) Tindakan Pemusnahan Unggas Selektif (Depopulasi) di Daerah Tertular a. Pemusnahan Selektif (Depopulasi) Pemusnahan selektif (depopulasi) adalah suatu tindakan untuk mengurangi populasi unggas yang menjadi sumber penularan penyakit. Langkah pemusnahan selektif (depopulasi) unggas yang terserang Avian Influenza menyangkut hal-hal sebagai berikut : a) Tindakan pemusnahan selektif (depopulasi) dilakukan terhadap semua peternakan tertular Avian Influenza yang ditetapkan melalui diagnosa secara klinis dan patologi anatomis oleh Dokter Hewan; b) Tindakan pemusnahan selektif (depopulasi) di peternakan tertular dilakukan terhadap semua unggas hidup yang tertular (sakit) dan unggas sehat yang sekandang dengan cara mengeutanasi (membunuh) atau menyembelih sesuai prosedur pemotongan unggas yang berlaku; c) Pelaksanaan penggantian selektif (kompensasi) sebagai akibat tindakan pemusnahan diatur dalam lampiran II Keputusan ini; d) Tindakan pemusnahan selektif (depopulasi) di semua lokasi peternakan tertular dan perlakuan selanjutnya terhadap unggas yang mati (disposal) dilaksanakan oleh peternak sendiri di bawah pengawasan Dinas Peternakan/Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat. Khusus untuk peternakan rakyat/kecil pelaksanaannya dibantu oleh pemerintah. b. Disposal Disposal adalah prosedur untuk melakukan pembakaran dan penguburan terhadap unggas mati (bangkai), karkas, telur, kotoran (faeces), bulu, alas kandang (sekam), pupuk dan pakan ternak CUPLIKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR INFLUENSA PADA UNGGAS 293

7 yang tercemar serat bahan dan peralatan lain terkontaminasi yang tidak dapat didekontaminasi/didesinfeksi secara efektif. Prosedur disposal yang perlu dilakukan berpedoman kepada halhal sebagai berikut : a) Lokasi pelaksanaan pembakaran/penguburan harus di dalam lokasi peternakan tertular dengan jarak minimal 20 meter dari kandang terdekat dan jauh dari penduduk untuk mencegah polusi maupun penyebaran penyakit; b) Apabila dilakukan terlebih dahulu proses pembakaran sedapat mungkin dilakukan di dalam lubang yang telah dipersiapkan untuk penguburan atau dapat menggunakan incinerator untuk mencegah polusi; c) Lubang tempat penguburan harus mempunyai kedalaman minimal 1,5 meter dan setelah itu ditutup dengan tanah serapat mungkin dan kemudian harus ditaburi dengan kapur secukupnya dan desinfektansia yang telah ditetapkan; d) Apabila tempat pembakaran/penguburan harus dilakukan di luar areal peternakan yang terinfeksi, maka lokasi prosedurnya harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Dinas Peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat. Pelaksanaan disposal harus di bawah pengawasan Dinas Peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Pelaksana Vaksinasi/Pengebalan Vaksinasi adalah pertahanan kedua dalam upaya mengendalikan dan memberantas wabah penyakit Avian Influenza dan dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut : a. Vaksin yang dipergunakan adalah vaksin inaktif (killed vaccine) produksi dalam negara atau vaksin inaktif asal impor yang strain virusnya homolog dengan subtipe virus isolat lokal (strain H5) dan telah mendapatkan rekomendasi maupun Nomor Registrasi dari Pemerintah cq. Departemen Pertanian; b. Kebijakan vaksinasi harus dilaksanakan mencakup : a) Tindakan vaksinasi hanya dilaksanakan di daerah tertular; b) Tindakan vaksinasi dilakukan seacra massal terhadap seluruh unggas sehat, dengan penyuntikan secara individual dan apabila diperlukan dilakukan penyuntikan ulang (booster); c) Cakupan vaksinasi meliputi seluruh populasi unggas terancam (100%) di daerah tertular yaitu ayam ras (ayam pedaging dan 294

8 ayam petelur), ayam buras, bebek, itik, kalkun, angsa, burung dara, burung puyuh dan unggas lain. d) Program Vaksinasi : Ayam Petelur (Layer) : (i) Umur 4-7 hari, 0,2 ml di bawah kulit pada pangkal leher; (ii) Umur 4-7 minggu, 0,5 ml di bawah kulit pada pangkal leher; (iii) Umur 12 minggu, 0,5 ml di bawah kulit pada pangkal leher atau pada otot dada; (iv) Setiap 3-4 bulan diulang 0,5 ml pada otot dada; (v) Ayam pedaging (broiler) dilaksanakan pada umur 4-7 hari, dengan dosis 0,2 ml di bawah kulit pada pangkal leher; (vi) Program vaksinasi untuk unggas lainnya, disesuaikan dengan petunjuk yang tercantum pada etiket masingmasing produsen vaksin. e) Monitoring Pasca Vaksinasi Monitoring pasca vaksinasi dilakukan untuk mengetahui tingkat kekebalan unggas yang divaksin dengan metode pemeriksaan serologi HI test menggunakan antigen yang homolog dengan strain vaksin. Pelaksanaan monitoring dilakukan oleh Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional (BPPVR) di wilayah kerjanya atau laboratorium Kesehatan Hewan Tipe B Dinas Peternakan yang ditunjuk. Program vaksinasi dilakukan di bawah pengawasan Dinas Peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat. 4) Pengendalian Lalu Lintas a. Pengaturan secara ketat terhadap pengeluaran dan pemasukan unggas hidup, telur (tetas dan konsumsi) dan produk unggas (karkas/daging unggas dan hasil olahannya) serta limbah peternakan, dengan persyaratan sebagai berikut : a) Anak unggas (DOC) umur sehari : i. Dari daerah tertular ke daerah bebas/terancam : (i) Dilarang mengeluarkan anak unggas umur sehari kecuali anak unggas umur sehari bibit induk (parent stock); CUPLIKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR INFLUENSA PADA UNGGAS 295

9 (ii) Anak unggas umur sehari bibit induk (parent stock) tersebut harus berasal dari peternakan pembibitan (breeding farm) yang tidak terjadi kasus Avian Influenza sekurang-kurangnya 30 hari terakhir; ii. Dari daerah tertular ke daerah tertular lain : (i) Diizinkan mengeluarkan anak unggas umur sehari (parent stock dan/atau final stock) (ii) Anak unggas umur sehari PS maupun FS tersebut harus berasal dari peternakan pembibitan yang terjadi kasus Avian Influenza sekurang-kurangnya 30 hari terakhir; iii. Anak unggas umur sehari tersebut hanya dapat diangkut untuk satu kali tujuan dan kotak (boks) pembawa anak unggas umur sehari setelah digunakan harus segera dimusnahkan di tempat tujuan; iv. Dalam pengiriman anak unggas umur sehari tersebut harus disertai/diperkuat dengan surat keterangan dari Dokter Hewan Pemerintah Kabupaten/Kota di tempat asal dengan tembusan Direktur Kesehatan Hewan dan Kepala Dinas Peternakan atau dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan provinsi; v. Surat keterangan dimaksud menerangkan antara lain bahwa anak unggas umur sehari tersebut berasal dari peternakan pembibitan yang tidak tertular maupun tidak sedang berjangkti Avian Influenza sekurang-kurangnya 30 hari terakhir serta keterangan mengenai jenis anak unggas umur sehari tersebut (parent stock atau final stock). b) Unggas Dewasa i. Dari daerah tertular ke daerah bebas/terancam: (i) Dilarang mengeluarkan unggas dewasa. ii. Dari daerah tertular ke daerah tertular lain : (i) Diizinkan mengeluarkan unggas dewasa yang telah mendapatkan tindakan vaksinasi minimal 21 hari sebelum tanggal pengeluaran; (ii) Unggas dewasa tersebut berasal dari peternakan yang bebas atau tidak terjadi kasus Avian Influenza sekurang-kurangnya 30 hari terakhir; 296

10 (iii) Keranjang/boks unggas dewasa setelah selesai pengiriman harus segera dilakukan desinfeksi di tempat tujuan. c) Produk Unggas i. Telur Konsumsi dan Telur Tetas ii. Dari daerah tertular ke daerah bebas/terancam maupun ke daerah tertular lain : (i) Diizinkan mengeluarkan telur konsumsi dan telur tetas; (ii) Telur konsumsi dan telur tetas tersebut harus berasal dari flok peternakan yang tidak tertular maupun sedang tidak terjangkit kasus Avian Influenza sekurang-kurangnya 30 hari terakhir; (iii) Telur telah mengalami perlakuan desinfeksi sebelum pengeluaran; (iv) Kotak (boks) telur harus dilakukan desinfeksi sebelum pengeluaran; (v) Kotak telur tersebut hanya dapat diangkut untuk satu tujuan dan setelah digunakan harus segera dimusnahkan di tempat tujuan. Karkas dan Daging Unggas Dari daerah tertular ke daerah bebas/terancam maupun ke daerah tertular lain : (i) Diizinkan mengeluarkan karkas dan daging unggas; (ii) Karkas, daging dan hasil olahannya harus berasal dari peternakan yang tidak tertular maupun sedang tidak terjangkit kasus Avian Influenza sekurang-kurangnya 14 hari terakhir; (iii) Pengeluaran karkas, daging dan hasil olahan lainnya tersebut telah memenuhi persyaratan yang berlaku di bidang kesehatan masyarakat veteriner. Dalam pengeluaran produk unggas (telur dan daging/hasil olahannya) harus disertai/diperkuat dengan surat keterangan dari Dokter Hewan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di tempat asal dengan tembusan kepada Direktur Kesehatan Hewan dan Dinas Peternakan/dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan di provinsi. CUPLIKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR INFLUENSA PADA UNGGAS 297

11 d) Pakan Unggas Dari daerah tertular ke daerah bebas/terancam maupun ke daerah tertular lain : i. Diizinkan untuk mengeluarkan pakan unggas (poultry feed) sepanjang pakan tersebut berasal dari lokasi industri pakan ternak dan diangkut secara langsung ke tempat tujuan; ii. Apabila di sekitar lokasi industri pakan ternak tersebut terdapat peternakan unggas, maka dalam jarak radius 1 km sedang tidak terjadi kasus Avian Influenza sekurangkurangnya 30 hari terakhir; iii. Sebelum pengeluaran pakan ternak telah melalui prosedur desinfeksi dan sanitasi secara cermat di tempat tujuan serta pelaksanaannya di bawah pengawasan Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan di kesehatan hewan setempat. e) Limbah Peternakan Dari peternakan tertular ke lokasi peternakan lain di daerah tertular maupun dari daerah tertular ke daerah bebas/terancam serat ke daerah terular lainnya : i. Dilarang mengeluarkan semua limbah peternakan antara lain berupa alas kandang (litter), bulu, kotoran (faeces), limbah cair, pupuk dan limbah lainnya; b. Pengawasan lalu lintas antara area secara ketat terhadap unggas hidup dan produk unggas dilakukan oleh Badan Karantina Pertanian cq. Pusat Karantina Hewan melalui jajarannya di pintupintu pengeluaran dan pemasukan di darat, laut maupun udara. c. Pengawasan terhadap pelarangan tersebut maupun pembatasan lalu lintas dilakukan oleh Dinas Peternakan atau Dinas yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan setempat. 5) Surveillans dan Penelusuran a. Sasaran surveillans dan penelusuran adalah semua spesies unggas yang rentan terhadap penyakit dan sumber penyebaran penyakit. b. Tujuan surveillans : a) Menetapkan sumber infeksi di daerah baru tertular; b) Menetapkan penyebaran/perluasan penyakit di daerah tertular; c) Memantau epidemiologi dan dinamika penyakit untuk mengetahui perkembangan pengendalian dan pemberantasan penyakit; 298

12 d) Menetapkan perwilayahan (Zoning) daerah bebas, daerah terancam dan daerah tertular penyakit. e) Mendeteksi tingkat kekebalan kelompok (herd immunity) pasca vaksinasi. c. Penelusuran (tracing) Dalam melaksanakan surveillans harus dilakukan penelusuran yang dilakukan untuk menentukan sumber infeksi dan menahan secara efektif penyebaran penyakit. Penelusuran harus dilakukan minimum mulai dari periode 14 hari sebelum timbulnya gejala klinis sampai tindak karantina mulai diberlakukan Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan penelusuran meliputi : a) Asal dan jenis unggas; b) Produk daging, telur, bulu, tulang, darah, dan lain-lain; c) Bahan perantara: kendaraan pengangkut unggas/ayam, pengangkut telur, pengangkut pakan, kendaraan pengunjung peternakan/peternak, peralatan dan material terkontaminasi (kotoran/faeces); d) Orang : peternak/petugas kandang, pedagang ternak, technical service, penjual pakan, pengunjung, dan lain-lain. Pelaksanaan surveillans dan penelusuran dilakukan oleh Balai Penelitian Veteriner Bogor, Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional (BPPVR) masing-masing wilayah dengan mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki dengan berkoordinasi dengan instansi terkait. 6) Peningkatan Kesadaran Masyarakat (Public Awareness) a. Sosialisasi/kampanye penyakit AI kepada masyarakat dan peternak sangat penting mengingat dampak kerugian yang ditimbulkan akibat AI baik secara ekonomis maupun kerugian kesehatan bagi masyarakat; b. Sosialisasi dilakukan melalui media elektronik, media massa maupun penyebaran brosur/leaflet dan pemasangan spanduk, agar masyarakat tidak panik; c. Pembuatan Pusat Krisis (Crisis Centre) dan adanya jalur khusus (Hotline) informasi mengenai Avian Influenza di Direktorat Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Jakarta dan di masing-masing daerah provinsi maupun kabupaten/kota; CUPLIKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR INFLUENSA PADA UNGGAS 299

13 d. Program pendidikan kepada masyarakat (Educational Programme) melalui seminar, pelatihan dengan bekerjasama Industri Perunggasan dan asosiasi bidang peternakan. 7) Pengisian Kembali (Restocking) Unggas Pengisian kembali (restocking) unggas ke dalam kandang dapat dilakukan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan setelah dilakukan pengosongan kandang dan semua tindakan dekontaminasi (desinfeksi) dan disposal selesai dilaksanakan sesuai prosedur. 8) Tindakan Pemusnahan Unggas Secara Menyeluruh (Stamping Out) di Daerah Tertular Baru Pada daerah bebas/terancam apabila timbul kasus Avian Influenza dan telah didiagnosa secara klinis, patologi anatomis dan epidemiologis serta dikonfirmasi secara laboratoris, maka dilakukan tindakan pemusnahan menyeluruh (stamping out) yaitu memusnahkan seluruh ternak unggas yang sakit maupun yang sehat pada peternakan tertular dan juga terhadap semua unggas yang berada dalam radius 1 km peternakan tertular tersebut. Tindakan pemusnahan menyeluruh ini baru dapat dilakukan dengan syarat : a. Kejadian penyakit masih dapat dilokalisir dan tidak berpotensi untuk menyebar secara cepat ke peternakan atau daerah lain; b. Batasan jumlah ternak unggas yang akan dimusnahkan masih dianggap ekonomis oleh peternak; c. Peningkatan biosekuriti dan pembatasan lalu lintas secara ketat harus diberlakukan terhadap peternakan tertular tersebut; d. Pelaksanaan surveillans dan penelusuran untuk mengidentifikasi sumber penularan oleh BPPV Regional di wilayah tersebut. Apabila pada tahapan tertentu, tindakan pemusnahan menyeluruh sudah terlambat dilakukan dan penyebaran penyakit sudah semakin meluas, maka tindakan menyeluruh dapat diubah menjadi tindakan vaksinasi dan pemusnahan selektif (depopulasi). 9) Monitoring, Pelaporan dan Evaluasi a. Monitoring a) Monitoring sangat penting untuk mengetahui keberhasilan kegiatan. Kegiatan monitoring dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan kegiatan dan dampak serta permasalahan yang timbul pada saat kegiatan dilaksanakan, sehingga dalam kegiatan lebih lanjut dapat disempurnakan kekurangannya. 300

14 b) Kegiatan monitoring dilakukan oleh Pusat dan Daerah serta laboratorium (BPPV Regional) selama pelaksanaan di lapangan masih berlangsung. b. Pelaporan a) Pelaporan meliputi laporan situasi penyakit dan perkembangan pelaksanaan pengendalian dan pemberantasan penyakit; b) Produsen serta nama vaksin yang digunakan dan pedistribusiannya; c) Laporan dimulai dari petugas lapangan peternakan/kesehatan hewan kepada Dinas Peternakan/dinas yang melaksanakan fungsi peternakan/kesehatan hewan kabupaten/kota. Kemudian Kepala Dinas Peternakan/dinas yang melaksanakan fungsi peternakan/kesehatan hewan kabupaten/kota menindaklanjuti laporan tersebut kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Peternakan/dinas yang melaksanakan fungsi peternakan/kesehatan hewan provinsi dan Direktur Jenderal Bina Produksi Peternakan cq. Direktur Kesehatan Hewan; d) Menggunakan format laporan yang berlaku; e) Kepala Dinas Peternakan/dinas yang melaksanakan fungsi peternakan/kesehatan hewan provinsi setelah menerima laporan dari kabupaten/kota menindaklanjuti dengan mengevaluasi dan menganalisa laporan yang diterima, berkonsultasi dengan Direktur Kesehatan Hewan (DKH) untuk segera menurunkan tim diagnostik. Serta melaporkan kepada DKH tindakan dilakukan; c. Evaluasi a) Evaluasi pelaksanaan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian target fisik kegiatan dan dampak keberhasilannya serta permasalahan yang timbul di lapangan; b) Pelaksanaan evaluasi dilakukan setelah selesai kegiatan operasional lapangan. Materi evaluasi yang penting diantaranya adalah penyediaan dan distribusi sarana (vaksin, obat, peralatan dan lain-lain). Realisasi pelaksanaan operasional (vaksinasi, pengamatan, diagnosa, langkah-langkah/tindakan yang telah diambil dalam pengendalian dan pemberantasan) serta situasi penyakit (sakit, mati, stamping out, kasus terakhir) dan lain-lain; c) Evaluasi dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah pada waktu menjelang masa akhir tahun anggaran. CUPLIKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI PETERNAKAN TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN MENULAR INFLUENSA PADA UNGGAS 301

15 II. PENUTUP Dengan ditetapkannya Pedoman Pecegahan, Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Influensa pada Unggas (Avian Influenza) diharapkan petugas teknis kesehatan hewan dapat segera mengambil tindakan secara dini bila dilaporkan kasus kematian pada unggas/ayam yang diduga menderita penyakit seperti tersebut di atas sesuai dengan tugas masing-masing pihak yang terlibat dalam penanggulangan penyakit tersebut. Demikian pedoman ini dikeluarkan untuk dipergunakan sebagai acuan oleh semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular influensa pada unggas (Avian Influenza) dan diharapkan dapat dipakai sebagai pedoman dalam penyusunan program dan pemenuhan kebijaksanaan di masa yang akan datang. 302

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 2 Menimbang : BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 9 TAHUN 2007 SERI E.5 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN MASYARAKAT BUPATI CIREBON a. bahwa

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN AVIAN INFLUENZA (AI)/ FLU BURUNG DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 50/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMELIHARAAN UNGGAS DI PEMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan Keputusan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMELIHARAAN UNGGAS DAN PENGENDALIAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) DENGAN

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 2 No.1866, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Hewan. Penyakit. Pemberantasan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.320/12/2015 TENTANG PEMBERANTASAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU UTARA

GUBERNUR MALUKU UTARA PERATURAN GUBERNUR MALUKU UTARA NOMOR : 17 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN LALU LINTAS, PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DI WILAYAH PROPINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.130, 2014 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5543) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS

KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) PADA AYAM RAS F. F. MUNIER Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tengah Jl. Raya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit zoonosa yang sangat fatal. Penyakit ini menginfeksi saluran pernapasan unggas dan juga mamalia. Penyebab penyakit

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 21055/Kpts/KU.510/F/04/2008 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 21055/Kpts/KU.510/F/04/2008 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 21055/Kpts/KU.510/F/04/2008 TENTANG PETUNJUK PEMBERIAN DANA KOMPENSASI DAN BIAYA OPERASIONAL DEPOPULASI UNGGAS AKIBAT PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DENGAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Avian influenza. Agen Penyebab dan Sifat Penyakit Avian influenza

TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit Avian influenza. Agen Penyebab dan Sifat Penyakit Avian influenza 4 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Avian influenza Agen Penyebab dan Sifat Penyakit Avian influenza Penyakit Avian influenza (AI) berasal dari virus influenza tipe A dan termasuk dalam famili orthomyxoviridae.

Lebih terperinci

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan PangandaranBeach http://www.pangandaranbeach.com Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan Bebek Peking adalah bebek pedaging dengan pertumbuhan sangat cepat. Karena itu usaha budidaya ternak bebek peking

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Ayam Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler konsumsi yang memiliki produksi unggul. Bibit- bibit yang bisa dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat

PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG DI JAWA BARAT. oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat PERMASALAHAN DALAM PELAKSANAAN PENGENDALIAN FLU BURUNG Latar Belakang DI JAWA BARAT oleh : Ir. Koesmajadi TP Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat Highly Pathogenic Avian influenza(hpai) adalah satu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG BUPATI KULON PROGO INSTRUKSI BUPATI KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG PENCEGAHAN, PENGENDALIAN, DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA) BUPATI KULON PROGO, Menimbang : a. bahwa penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Broiler Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan untuk ditetaskan menjadi DOC (Suprijatna dkk., 2005). Ayam pembibit menghasilkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C.

BAB 1 PENDAHULUAN. Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Influenza merupakan penyakit saluran pernafasan akut yang di sebabkan infeksi Virus family Orthomyxomiridae yang diklasifikasikan sebagai influenza A, B, dan C. Penyakit

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT HEWAN I. UMUM Pengaturan pengendalian dan penanggulangan Penyakit Hewan menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5543 LINGKUNGAN HIDUP. Penyakit Hewan. Peternakan. Pengendalian. Penanggulangan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 130) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN BABI TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus

Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus AgroinovasI Waspadailah Keberadaan Itik dalam Penyebaran Virus Flu Burung atau AI Selama ini mungkin kita sudah sering mendengar berita tentang kasus penyakit flu burung, baik yang dilaporkan pada unggas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.214, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LINGKUNGAN HIDUP. Peternakan. Kesehatan. Veteriner. Hewan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5356) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : a. bahwa rabies merupakan penyakit menular yang dapat menyerang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas kesadaran itu, Departemen Pertanian (2011) mengarahkan pengembangan subsektor peternakan sebagai bagian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam broiler (Sudaryani dan Santosa, 2003). Pembibitan ayam merupakan suatu kegiatan pemeliharaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 49, 1991 (KESEHATAN. Wabah. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3447) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penanggulangan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI KOTA DUMAI Hasil Rapat Bersama DPRD Tanggal 21 Juli 2008 LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI Nomor : 10 Tahun 2008 Seri : D Nomor 06 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PEMELIHARAAN TERNAK DAN

Lebih terperinci

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN 5 A. Latar Belakang LAMPIRAN: PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 33/Permentan/OT.140/2/2014 TANGGAL: 24 Februari 2014 PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK BAB I PENDAHULUAN Burung

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia

LAPORAN PENELITIAN: Bahasa Indonesia LAPORAN PENELITIAN: SOSIO-ECONOMIC IMPACT ASSESMENT OF THE AVIAN INFLUENZA CRISIS ON POULTRY PRODUCTION SYSTEM IN INDONESIA, WITH PARTICULAR FOCUS INDEPENDENT SMALLHOLDERS Bahasa Indonesia Kerjasama PUSAT

Lebih terperinci

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 82/2000, KARANTINA HEWAN *37679 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 82 TAHUN 2000 (82/2000) TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2000 TENTANG KARANTINA HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perkarantinaan hewan

Lebih terperinci

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Menimbang PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, : a. bahwa rabies merupakan

Lebih terperinci

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis

Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Produksi Daging Unggas yang Sehat dan Higienis Pasar merupakan tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli. Secara umum berdasarkan kelas mutu pelayanan terbagi menjadi

Lebih terperinci

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi)

Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) Wahai Burungku, Ada Apa Denganmu (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : MEDIA INDONESIA Edisi 27 Pebruari 2006) Flu burung, penyakit yang ditulari hewan ke manusia akis

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA,

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA, SALINAN WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa penyakit flu burung merupakan salah

Lebih terperinci

HUKUM DAN PETERNAKAN AYAM NASKAH PUBLIKASI

HUKUM DAN PETERNAKAN AYAM NASKAH PUBLIKASI HUKUM DAN PETERNAKAN AYAM (Studi Tentang Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Di Kec. Wonodadi Kab. Blitar) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh: BAYU SULISTYO PAMUNGKAS SUNOTO C 100.060.069 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA BURUNG PUYUH YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO TERKAIT MANAJEMEN KESEHATAN UNGGAS TERHADAP INFEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA DI TEMPAT PENAMPUNGAN AYAM Z U D A N A N G

FAKTOR RISIKO TERKAIT MANAJEMEN KESEHATAN UNGGAS TERHADAP INFEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA DI TEMPAT PENAMPUNGAN AYAM Z U D A N A N G FAKTOR RISIKO TERKAIT MANAJEMEN KESEHATAN UNGGAS TERHADAP INFEKSI VIRUS AVIAN INFLUENZA DI TEMPAT PENAMPUNGAN AYAM Z U D A N A N G FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 FAKTOR RISIKO

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP. 08/MEN/2004 TENTANG TATA CARA PEMASUKAN IKAN JENIS ATAU VARIETAS BARU KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1991 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penanggulangan wabah

Lebih terperinci

RESISTENSI AYAM LOKAL JAWA BARAT: AYAM SENTUL

RESISTENSI AYAM LOKAL JAWA BARAT: AYAM SENTUL RESISTENSI AYAM LOKAL JAWA BARAT: AYAM SENTUL H. IDIH PURNAMA ALAM Dinas Peternakan Pemerintah Propinsi Jawa Barat Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Unggas Jatiwangi Jl. Raya Loji Km. 35 Jatiwangi 45454,Telp.

Lebih terperinci

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah No.1230, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PERMENTAN/PK.230/9/2017

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya

Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya Perkembangan Kasus AI pada Itik dan Unggas serta Tindakan Pengendaliannya Menteri Pertanian RI Rapat Koordinasi AI/Flu Burung Tingkat Menteri Di Kementerian Pertanian, 27 Desember 2012 Perkembangan Kasus

Lebih terperinci

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK 2014 PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK DIREKTORAT PERBIBITAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG RUMAH POTONG UNGGAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.127, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Keracunan Pangan. Kejadian Luar Biasa. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG KEJADIAN LUAR BIASA

Lebih terperinci

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU

GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU GUBERNUR RIAU PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR : 30 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DI PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU Menimbang : a. bahwa rabies merupakan

Lebih terperinci

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini

Biosecurity. Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama. Perspektif Saat Ini Biosecurity Biosecurity: Pandangan Baru Terhadap Konsep Lama Perspektif Saat Ini Beberapa tahun yang lalu istilah biosecurity masih jarang digunakan kecuali di kalangan tertentu saja Kejadian-kejadian

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1869, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Ayam Ras. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/PERMENTAN/PK.230/12/2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PEMASUKAN DAN PENGELUARAN BENIH, BIBIT TERNAK, DAN TERNAK POTONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit

FLU BURUNG. HA (Hemagglutinin) NA (Neoraminidase) Virus Flu Burung. Virus A1. 9 Sub type NA 15 Sub type HA. 3 Jenis Bakteri 1 Jenis Parasit Penyakit influensa pada unggas (Avian Influenza/A1) yang saat ini kita kenal dengan sebutan flu burung adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influensa tipe A dari Family Orthomyxomiridae. Virus ini

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN ITIK LOKAL YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEREDARAN HEWAN PENULAR RABIES (HPR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM PERATURAN GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGENDALIAN PEMELIHARAAN DAN PEREDARAN UNGGAS DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM GUBERNUR NANGGROE

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Hasil penelitian ini disajikan dalam 3 bagian yang diharapkan dapat memenuhi tujuan dan hipotesis penelitian yaitu : (1) distribusi sampel penelitian untuk mengetahui jumlah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS - 731 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS HEWAN DAN PRODUK HEWAN GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS HEWAN DAN PRODUK HEWAN GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS HEWAN DAN PRODUK HEWAN GUBERNUR BANTEN, Menimbang: a. bahwa untuk menjamin perlindungan terhadap kesehatan hewan,

Lebih terperinci

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran

2 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran No.1018, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Pembibitan. Itik Lokal. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99/Permentan/OT.140/7/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/Permentan/OT.140/2/2014 TENTANG PEDOMAN BUDI DAYA AYAM PEDAGING DAN AYAM PETELUR YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/OT.140/1/2007 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT PENGENDALI PENYAKIT AVIAN INFLUENZA REGIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI PERTANIAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006)

Pertanyaan Seputar Flu Burung (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006) Pertanyaan Seputar "Flu Burung" (Friday, 07 October 2005) - Kontribusi dari Husam Suhaemi - Terakhir diperbaharui (Wednesday, 10 May 2006) Reproduced from FAQ "Frequently Asked Question" of Bird Flu in

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Flu burung atau avian influenza adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan itik (Soejoedono

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 52/Permentan/OT.140/9/2011 TENTANG REKOMENDASI PERSETUJUAN PEMASUKAN DAN PENGELUARAN TERNAK KE DALAM DAN KELUAR WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mengingat: a. bahwa untuk lebih meningkatkan kesehatan dan produksi peternakan diperlukan tersedianya

Lebih terperinci

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007

PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007 PIDATO PENGANTAR MENTERI PERTANIAN PADA RAPAT KERJA DENGAN KOMISI IV DPR-RI TANGGAL 1 FEBRUARI 2007 Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh Saudara Ketua dan Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI, yang terhormat

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 36/Permentan/OT.140/3/2007 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA ITIK PEDAGING YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 36/Permentan/OT.140/3/2007 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA ITIK PEDAGING YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 36/Permentan/OT.140/3/2007 TENTANG PEDOMAN BUDIDAYA ITIK PEDAGING YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa pemberian pelayanan,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR : 03 TAHUN 2008 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN RABIES DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA BUPATI PASAMAN BARAT Menimbang : a. bahwa Rabies adalah merupakan

Lebih terperinci

Tinjauan Mengenai Flu Burung

Tinjauan Mengenai Flu Burung Bab 2 Tinjauan Mengenai Flu Burung 2.1 Wabah Wabah adalah istilah umum baik untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS) DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 02/Kpts/PD.430/F/01.07 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. unggas yang dibudidayakan baik secara tradisional sebagai usaha sampingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan unggas di Indonesia memegang peran penting bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Hal ini terlihat dari banyaknya jenis unggas yang dibudidayakan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Elisabet Risubekti Lestari, 2007.Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg., SKM. Pembimbing II : Budi Widyarto, dr.

ABSTRAK. Elisabet Risubekti Lestari, 2007.Pembimbing I : Donny Pangemanan, drg., SKM. Pembimbing II : Budi Widyarto, dr. ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 Elisabet Risubekti Lestari,

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba

2018, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamba BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2018 KEMHAN. Penanggulangan Wabah Penyakit Menular. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN WABAH PENYAKIT MENULAR

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut :

METODE PENELITIAN. Kerangka Konsep. Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai. berikut : 25 METODE PENELITIAN Kerangka Konsep berikut : Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini digambarkan sebagai Manajemen Unggas di TPnA - Keberadaan SKKH - Pemeriksaan - Petugas Pemeriksa - Cara

Lebih terperinci

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DASAR KOMPETENSI KEJURUAN DAN KOMPETENSI KEJURUAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BIDANG STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS DAN AGROTEKNOLOGI PROGRAM STUDI KEAHLIAN : AGRIBISNIS PRODUKSI TERNAK KOMPETENSI KEAHLIAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KARANTINA HEWAN, IKAN, DAN TUMBUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Indonesia merupakan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3

1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSETUJUAN... iii RIWAYAT HIDUP... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi UCAPAN TERIMAKASIH... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR...

Lebih terperinci

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES

WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES 1 WALIKOTA PARIAMAN PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN RABIES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PARIAMAN, Menimbang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Sistem Kekebalan Tubuh Pada Unggas

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Sistem Kekebalan Tubuh Pada Unggas 4 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Petelur Ayam petelur putih termasuk dalam jenis ayam petelur ringan. Ayam ini mempunyai badan yang ramping/kurus-mungil/kecil dan mata bersinar. Bulunya berwarna putih bersih dan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN

GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN 69 GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENYAKIT AVIAN INFLUENZA DI KELURAHAN WANGUNSARI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LEMBANG KECAMATAN LEMBANG TAHUN 2007 1. Nama : 2. Alamat : Kelurahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN LALU LINTAS TERNAK DAN PEREDARAN BAHAN ASAL HEWAN DI KABUPATEN BULUKUMBA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN LALU LINTAS TERNAK DAN PEREDARAN BAHAN ASAL HEWAN DI KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG PENGAWASAN LALU LINTAS TERNAK DAN PEREDARAN BAHAN ASAL HEWAN DI KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI

LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI KOTA DUMAI Hasil Rapat Bersama DPRD Tanggal 21 Juli 2008 LEMBARAN DAERAH KOTA DUMAI Nomor : 12 Tahun 2008 Seri : B Nomor 06 PERATURAN DAERAH KOTA DUMAI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG IZIN USAHA PETERNAKAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD /L/12/2008 TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN Nomor : 499/Kpts/PD.670.210/L/12/2008 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS INSTALASI KARANTINA HEWAN UNTUK DAY OLD CHICK (DOC) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK,

DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA SOLOK, LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 24 SERI E. 24 ================================================================ PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 14 TAHUN 2003 TENTANG PENCEGAHAN, PEMBERANTASAN DAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE) PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 49/Permentan/OT.140/10/2006 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL YANG BAIK (GOOD NATIVE CHICKEN BREEDING PRACTICE) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

MATRIKS DOMESTIK MASUK MEDIA PEMBAWA HPHK BKP KELAS II GORONTALO

MATRIKS DOMESTIK MASUK MEDIA PEMBAWA HPHK BKP KELAS II GORONTALO MATRIKS DOMESTIK MASUK MEDIA PEMBAWA HPHK BKP KELAS II GORONTALO NO JENIS MEDIA PEMBAWA PEMERIKSAAN DOKUMEN TINDAKAN KARANTINA HEWAN PEMERIKSAAN TEKNIS MASA KARANTINA KETERANGAN 1. HPR 14 hari Bagi HPR

Lebih terperinci