RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan

dokumen-dokumen yang mirip
RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 88/PUU-XII/2014 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 94/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 45/PUU-XIV/2016 Kewenangan Menteri Hukum dan HAM dalam Perselisihan Kepengurusan Partai Politik

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 4 / PUU-X / 2012 Tentang Penggunaan Lambang Negara

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 66/PUU-XII/2014 Frasa Membuat Lambang untuk Perseorangan dan Menyerupai Lambang Negara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota

KUASA HUKUM Fathul Hadie Ustman berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 20 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG. ORGANISASI KEMASYARAKATAN Disetujui Timus, 15 Maret 2013

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

KUASA HUKUM Heru Widodo, S.H., M.Hum., dkk berdasarkan surat kuasa hukum tertanggal 22 Januari 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XI/2013 Tentang Kewenangan KPU Dalam Menetapkan Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 27/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 63/PUU-XII/2014 Organisasi Notaris

KUASA HUKUM Tommy Albert M. Tobing, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 21 Maret 2013

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 55/PUU-IX/2011 Tentang Peringatan Kesehatan dalam Promosi Rokok

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Politik Peserta Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

I. PEMOHON Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), diwakili oleh Kartika Wirjoatmodjo selaku Kepala Eksekutif

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 30/PUU-XIV/2016

ARAH KEBIJAKAN PEMERINTAH MENGENAI ORGANISASI KEMASYARAKATAN PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XV/2017 Eksploitasi Ekonomi Terhadap Anak

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 28/PUU-XI/2013 Tentang Bentuk Usaha, Kepengurusan serta Modal Penyertaan Koperasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XI/2013 Penyelenggaraan RUPS

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 56/PUU-XIII/2015 Kualifikasi Pemohon dalam Pengujian Undang-Undang dan Alasan yang Layak dalam Pemberian Grasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 20/PUU-X/2012 Tentang Peralihan Saham Melalui Surat Kesepakatan Bersama

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 43/PUU-XI/2013 Tentang Pengajuan Kasasi Terhadap Putusan Bebas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

I. PEMOHON Bastian Lubis, S.E., M.M., selanjutnya disebut Pemohon.

RINGKASAN PERBAIKAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 2/PUU-XV/2017 Syarat Tidak Pernah Melakukan Perbuatan Tercela Bagi Calon Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 2/PUU-XVI/2018 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 85/PUU-XI/2013 Pengelolaan Sumber Daya Air Oleh Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 19/PUU-XIII/2015 Batas Waktu Penyerahan/Pendaftaran Putusan Arbitrase Internasional

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

KUASA HUKUM Dr. A. Muhammad Asrun, S.H., M.H., dan Vivi Ayunita Kusumandari, S.H., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 7 Oktober 2014.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 60/PUU-XI/2013 Badan Hukum Koperasi, Modal Penyertaan, Kewenangan Pengawas Koperasi dan Dewan Koperasi Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 138/PUU-XII/2014 Hak Warga Negara Untuk Memilih Penyelenggara Jaminan Sosial

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XI/2013 Pemberian Hak-Hak Pekerja Disaat Terjadi Pengakhiran Hubungan Kerja

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 50/PUU-XI/2013 Tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 28/PUU-XIII/2015 Materi Kesehatan Reproduksi Dalam Sistem Pendidikan Nasional

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 15/PUU-XIII/2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 90/PUU-XV/2017 Larangan Bagi Mantan Terpidana Untuk Mencalonkan Diri Dalam Pilkada

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 5/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang Notaris dan Formasi Jabatan Notaris

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 40/PUU-XVI/2018 Dua Kali Masa Jabatan Bagi Presiden atau Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 101/PUU-XI/2013 Sistem Jaminan Sosial Nasional

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

Transkripsi:

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan I. PEMOHON Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah, yang dalam hal ini diwakili oleh Prof. Dr. Din Syamsudin. KUASA HUKUM Dr. Syaiful Bakhri, S.H., M.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 12 September 2013. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat (2), Pasal 33 ayat (1) dan (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan terhadap UUD 1945 KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji adalah : 1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangannya diberikan oleh undang-undang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang -Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 4. Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan Pemohon KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON Pemohon adalah badan hukum privat yang merasa hak-hak konstitusionalnya dirugikan atau berpotensi dirugikan dengan berlakunya Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 21,

Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat (2), Pasal 33 ayat (1) dan (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 40 aya t (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) huruf a Undang -Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. V. NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA MATERIIL Norma yang diujikan, yaitu: 1. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila 2. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Ormas bersifat sukarela, sosial, mandiri, nirlaba, dan demokratis 3. Pasal 5 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Ormas bertujuan untuk: a. meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat; b. memberikan pelayanan kepada masyarakat; c. menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat; d. melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup; e. mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat; f. menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa; dan g. mewujudkan tujuan negara 4. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Ormas memiliki lingkup: a. nasional; b. provinsi; atau c. kabupaten/kota 5. Pasal 9 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Ormas didirikan oleh 3 (tiga) orang warga negara Indonesia atau lebih, kecuali Ormas yang berbadan hukum yayasan 6. Pasal 10 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 1) Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dapat berbentuk: a. badan hukum; atau b. tidak berbadan hukum. 2) Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:

a. berbasis anggota; atau b. tidak berbasis anggota 7. Pasal 11 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 1) Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a dapat berbentuk: a. perkumpulan; atau b. yayasan. 2) Ormas berbadan hukum perkumpulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didirikan dengan berbasis anggota. 3) Ormas berbadan hukum yayasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b didirikan dengan tidak berbasis anggota 8. Pasal 21 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Ormas berkewajiban: a. melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi; b. menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma kesusilaan serta memberikan manfaat untuk masyarakat; d. menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat; e. melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel; dan f. berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara. 9. Pasal 23 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Ormas lingkup nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a memiliki struktur organisasi dan kepengurusan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah provinsi di seluruh Indonesia. 10. Pasal 24 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Ormas lingkup provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b memiliki struktur organisasi dan kepengurusan paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi. 11. Pasal 25 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Ormas lingkup kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c memiliki struktur organisasi dan kepengurusan paling sedikit dalam 1 (satu) kecamatan. 12. Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Dalam hal terjadi perubahan kepengurusan, susunan kepengurusan yang baru diberitahukan kepada kementerian, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan kepengurusan. 13. Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 1) Setiap warga negara Indonesia berhak menjadi anggota Ormas. 2) Keanggotaan Ormas bersifat sukarela dan terbuka. 14. Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Setiap anggota Ormas memiliki hak dan kewajiban yang sama.

15. Pasal 35 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 (1) Setiap Ormas yang berbadan hukum dan yang terdaftar wajib memiliki AD dan ART. (2) AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat paling sedikit: a. nama dan lambang; b. tempat kedudukan; c. asas, tujuan, dan fungsi; d. kepengurusan; e. hak dan kewajiban anggota; f. pengelolaan keuangan; g. mekanisme penyelesaian sengketa dan pengawasan internal; dan h. pembubaran organisasi. 16. Pasal 36 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 1) Perubahan AD dan ART dilakukan melalui forum tertinggi pengambilan keputusan Ormas. 2) Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan kepada kementerian, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan AD dan ART. 17. Pasal 38 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 1) Dalam hal Ormas menghimpun dan mengelola dana dari iuran anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a, Ormas wajib membuat laporan pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan standar akuntansi secara umum atau sesuai dengan AD dan/atau ART. 2) Dalam hal Ormas menghimpun dan mengelola bantuan/sumbangan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, Ormas wajib mengumumkan laporan keuangan kepada publik secara berkala. 3) Sumber keuangan Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 18. Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan pemberdayaan Ormas untuk meningkatkan kinerja dan menjaga keberlangsungan hidup Ormas. 2) Dalam melakukan pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menghormati dan mempertimbangkan aspek sejarah, rekam jejak, peran, dan integritas Ormas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 3) Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. fasilitasi kebijakan; b. penguatan kapasitas kelembagaan; dan c. peningkatan kualitas sumber daya manusia.

4) Fasilitasi kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berupa peraturan perundang-undangan yang mendukung pemberdayaan Ormas. 5) Penguatan kapasitas kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat berupa: a. penguatan manajemen organisasi; b. penyediaan data dan informasi; c. pengembangan kemitraan; d. dukungan keahlian, program, dan pendampingan; e. penguatan kepemimpinan dan kaderisasi; f. pemberian penghargaan; dan/atau g. penelitian dan pengembangan. 6) Peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dapat berupa: a. pendidikan dan pelatihan; b. pemagangan; dan/atau c. kursus. 19. Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 2) Apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, pemerintah dapat memfasilitasi mediasi atas permintaan para pihak yang bersengketa. 3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah. 20. Pasal 58 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 1) Dalam hal mediasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) tidak tercapai, penyelesaian sengketa Ormas dapat ditempuh melalui pengadilan negeri. 2) Terhadap putusan pengadilan negeri hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi. 3) Sengketa Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diputus oleh pengadilan negeri dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan perkara dicatat di pengadilan negeri. 4) Dalam hal putusan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan upaya hukum kasasi, Mahkamah Agung wajib memutus dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan kasasi dicatat oleh panitera Mahkamah Agung. 21. Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 1) Ormas dilarang: a. menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara Republik Indonesia menjadi bendera atau lambang Ormas; b. menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan;

c. menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas; d. menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang; atau e. menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik. 2) Ormas dilarang: menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945 Norma yang dijadikan sebagai dasar pengujian, yaitu : Pasal 28 UUD 1945 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang Pasal 28A UUD 1945 Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat VI. ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat (2), Pasal 33 ayat (1) dan (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) huruf a Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan bertentangan dengan paragraf keempat Pembukaan UUD 1945 dikarenakan kehadiran suatu Undang-Undang yang berfungsi memberikan pembatasan hak asasi

manusia untuk berserikat dan berkumpul telah dikebiri melalui Undang- Undang a quo telah khususnya Pasal a quo yang juga bermakna Undang- Undang a quo tidak memberikan perlindungan segenap bangsa Indonesia; 2. Keberlakuan Undang-Undang a quo khususnya Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat (2), Pasal 33 ayat (1) dan (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) huruf a Undang -Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah mengekang kebebasan yang untuk berserikat dan berkumpul dengan alasan untuk menciptakan ketertiban yang dibungkus melalui Undang-Undang yang bersifat represif dan membawa nuansa birokratis.; 3. Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 39 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 bertentangan satu sama lain yang pada akhirnya tidak memberikan kepastian hukum dan merugikan kepentingan kontitusional Pemohon sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; 4. Pasal 5 huruf c Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 justru menghambat pelaksanaan tujuan Ormas yang memang terbentuk dalam satu dasar keagamaan, dan hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 28A, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28E ayat (3) UUD 1945; 5. Pasal 38 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 ini jelas mengada-ngada dan mereduksi makna Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, karena hal tersebut sungguh-sungguh hal yang tidak perlu dilakukan dan diatur dalam UU, dikarenakan proses pertanggung jawaban dalam hal apapun yang dilakukan oleh ormas merupakan hak prerogatif ormas itu sendiri, jika diberlakukan maka justru akan menghalangi terpenuhinya Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; 6. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 merupakan salah satu bentuk upaya pembentuk Undang-Undang untuk ikut campur yang terlalu berlebihan terhadap kemerdekaan berserikat dan berkumpul, jelas-jelas bertentangan dengan Pasal 28A UUD 1945; 7. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 berpotensial menimbul potensi tindakan korup yang dilakukan atas nama pemberdayaan ormas yang nantinya akan membawa kepentingan terselubung bagi pemerintah dan/atau pemerintah daerah atau nantinya akan membangkitkan kembali ormas plat merah sebagaimana yang dulu besar pada masa orde baru melalui ketentuan-ketentuan yang serupa, hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 28C ayat (2) UUD 1945; 8. Pasal 57 dan Pasal 58 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 jelas mengingkari dan mengkebiri Pasal 28C ayat (2) dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 dikarenakan Pemerintah berusaha ikut campur atas setiap perselisihan internal yang dialami oleh ormas yang sesungguhnya mekanisme itu merupakan mekanisme yang secara absolut ditentukan dalam internal ormas itu sendiri;

9. Pasal 59 ayat (1), Pasal 66, Pasal 67, dan Pasal 68 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 jelas bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 maka pasal a quo sudah seharusnya dibatalkan; VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya ; 2. Menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan adalah bertentangan secara keseluruhan dengan UUD 1945; 3. Menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat secara keseluruhan; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Atau menjatuhkan putusan alternatif, yaitu: 1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya ; 2. Menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat (2), Pasal 33 ayat (1) dan (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) huruf a Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan adalah bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Paragraf Keempat Pembukaan UUD 1945, Pasal 28, Pasal 28A, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28E ayat (3) UUD 1945; 3. Menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 21, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 30 ayat (2), Pasal 33 ayat (1) dan (2), Pasal 34 ayat (1), Pasal 35, Pasal 36, Pasal 38, Pasal 40 ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), Pasal 57 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 58, dan Pasal 59 ayat (1) dan ayat (3) huruf a Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Atau apabila Majelis Hakim Mahkamah berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). Catatan: Perubahan pada petitum, yaitu: 1. Menerima dan mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya ; 2. Menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan adalah bertentangan secara keseluruhan dengan UUD 1945;

3. Menyatakan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat secara keseluruhan; 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.