BAB II TINJAUAN TEORI. merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. Jiwa, 2000). Halusinasi dapat didefinisikan sebagai seseorang yang

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN TEORI. (DepKes, 2000 dalam Direja, 2011). Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II KONSEP TEORI. Perubahan sensori persepsi, halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun baik stimulus suara,

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB II TINJAUAN TEORI. Adapun definisi lain yang terkait dengan halusinasi adalah hilangnya

BAB II TINJAUAN TEORI. sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, bau-bauan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Walgito (2001, dalam Sunaryo, 2004).

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari panca indera tanpa adanya

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI. maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri).

BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi merupakan salah satu respon neurobiology yang maladaptive, yang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN KONSEP

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MERAWAT PASIEN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORIK : HALUSINASI

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk holistik dipengaruhi oleh lingkungan dari dalam

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Halusinasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB II TINJAUAN TEORI. menimbulkan perilaku maladaptif dan mengganggu fungsi seseorang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Menuju era globalisasi manusia disambut untuk memenuhi kebutuhan

BAB II KONSEP DASAR. rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan di mana terjadi

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Koping individu tidak efektif

PROSES TERJADINYA MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tidak muncul sama sekali. Namun jika kondisi lingkungan justru mendukung

BAB II TINJAUAN TEORI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

menarik diri dari masyarakat atau rasa tidak nyaman.

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah hasil tahu dari manusia yang sekedar. menjawabpertanyaan what misalnya apa air, apa manusia, apa alam dan

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI (HALUSINASI) Mei Vita Cahya Ningsih. Pengertian

BAB II KONSEP DASAR. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan

BAB II KONSEP DASAR A.

BAB II KONSEP DASAR. memelihara kesehatan mereka karena kondisi fisik atau keadan emosi klien

BAB II TINJAUAN TEORI

LAPORAN PENDAHULUAN HALUSINASI

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

BAB II KONSEP DASAR. datang internal atau eksternal. (Carpenito, 2001) organic fungsional,psikotik ataupun histerik.

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.


BAB II KONSEP DASAR. Halusinasi adalah gangguan pencerapan ( persepsi ) panca indera tanpa

MAKALAH HALUSINASI. Rentang respon :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sistem saraf. Gejala psikologis dikelompokan dalam lima katagori utama fungsi

BAB II KONSEP DASAR. mungkin organik, fungsional, psikotik ataupun histerik (Maramis, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan dalam kehidupan dapat memicu seseorang

BAB III RESUME KEPERAWATAN. Pengkajian dilaksanakan pada tanggal 3 Desember Paranoid, No Register

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan fisik yang tidak sehat, dan stress (Widyanto, 2014).

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB II KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Terapi kelompok merupakan suatu psikoterapi yang dilakukan sekelompok

PENGKAJIAN HALUSINASI Jenis halusinasi Data Objektif Data Subjektif Halusinasi Dengar/suara Bicara atau tertawa sendiri Marah-marah tanpa sebab

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik

BAB II KONSEP DASAR. perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau. (1998); Carpenito, (2000); Kaplan dan Sadock, (1998)).

BAB I PENDAHULUAN. xiv

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam

BAB III TINJAUAN KASUS. Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr.Aminogondhohutomo Semarang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB II TINJAUAN TEORI. kecemasan yang meningkat dan dirasakan sebagai ancaman, pengungkapan marah yang

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PERUBAHAN SENSORI PERSEPSI : HALUSINASI. OLEH : SITI SAIDAH NASUTION, SKp

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan

LAPORAN KASUS PENGELOLAAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI PENDENGARAN PADA

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007). Halusinasi juga dinyatakan sebagai salah satu gejala gangguan jiwa dimana pasien mengalami gangguan sensori persepsi: merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan (Direja, 2011). Halusinasi menurut Stuart (2007) halusinasi adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata, artinya klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus/ rangsang dari luar. Halusinasi merupakan distori persepsi yang muncul dari berbagai indera (Stuart, 2007). Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar (Yosep, 2011). Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007). Jadi dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah suatu kejadian yang tidak nyata yang terjadi pada panca indera tanpa ada rangsang dari luar.

B. Etiologi Menurut Yosep (2011), faktor penyebab halusinasi terdiri dari 1. Faktor Predisposisi: a) Faktor Perkembangan Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress (Yosep, 2011). b) Faktor Sosiokultural Seseorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi (unwanted child) akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya (Yosep, 2011). c) Faktor Biokimia Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimetytranferase. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak. Misalnya terjadi ketidakseimbangan acetylcholine dan dopamin (Yosep, 2011). d) Faktor Psikologis Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh

pada ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal (Yosep, 2011). e) Faktor Genetik dan Pola Asuh Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini (Yosep, 2011). 2. Faktor Presipitasi: Menurut Rawlins dan Heacock (dalam Yosep, 2011) penyebab halusinasi dapat dilihat dari lima dimensi berikut: a) Dimensi Fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik, seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama (Yosep, 2011). b) Dimensi Emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut, sehingga klien berbuat sesuai terhadap ketakutan tersebut (Yosep, 2011).

c) Dimensi Intelektual Bahwa individu dengan halusinasi akan memeperlihatkan adanya penururnan fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien (Yosep, 2011). d) Dimensi Sosial Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahagiakan. Klien asyik dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan mengupayakan suatu proses interakasi yang menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak berlangsung (Yosep, 2011).

e) Dimensi Spiritual Secara spiritual klien halusinasi mulai dengan kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk menyucikan diri. Saat terbangun dari tidur merasa hampa dan tidak jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya memburuk (Yosep, 2011). C. Proses Terjadinya Halusinasi Menurut Direja (2011) halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut : 1. Fase pertama Disebut juga fase comforting yaitu fase yang menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik : klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakkan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka menyendiri.

2. Fase kedua Disebut dengan fase condemming yaitu halusinasi menjadi menjijikkan, termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jika dominan. Mulai dirasakan ada bisikkan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya. Perilaku klien : meningkatkan tanda-tanda sistem syaraf otonom seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan tidak bisa membedakan realitas. 3. Fase ketiga Adalah fase controling yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik. Karakteristik : bisikkan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupaya klien berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah. 4. Fase keempat Adalah fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat.

Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi ancaman, memerintah, dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan. D. Jenis dan Tanda-tanda Halusinasi Menurut Kusumawati dan Hartono (2010) tanda-tanda halusinasi adalah sebagai berikut: 1. Menarik diri 2. Tersenyum sendiri 3. Duduk terpaku 4. Bicara sendiri 5. Memandang satu arah 6. Menyerang 7. Tiba-tiba marah 8. Gelisah Menurut Kusumawati dan Hartono (2010) jenis-jenis halusinasi adalah sebagai berikut: 1. Halusinasi pendengaran: mendengarkan suara atau kebisingan yang kurang jelas ataupun yang jelas, di mana terkadang suara-suara tersebut seperti mengajak berbicara klien dan kadang memerintah klien untuk melakukan sesuatu.

2. Halusinasi penglihatan: stimulus visual dalam bentuk kilatan atau cahaya, gambar, atau bayangan yang rumit dan kompleks. Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan. 3. Halusinasi penghidu: membau bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine, feses, parfum, atau bau yang lain. Ini sering terjadi pada seseorang pasca serangan stroke, kejang, atau demensia. 4. Halusinasi pengecapan: merasa mengecap rasa seperti darah, urine, feses, atau yang lainnya. 5. Halusinasi perabaan: merasa mengalami nyeri, rasa tersetrum atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. 6. Halusinasi cenesthetic: merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine. 7. Halusinasi kinestetika: merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

E. Patopsikologi Individu yang mengalami halusinasi sering kali beranggapan sumber/ penyebab halusinasi itu bersumber dari lingkungan. Padahal rangsangan primer adalah kebutuhan perlindungan dari secara psikologi terhadap kejadian traumatik sehubungan dengan rasa bersalah, marah, sepi dan takut ditinggal orang yang dicintai, tidak dapat dikatakan segala sesuatu yang dapat mengancam harga diri (self esteem) dan kebutuhan keluarga dapat meningkatkan kecemasan. Gejala dengan meningkatkan kecemasan, kemampuan untuk memisahkan dan mengatur persepsi mengenai perbedaan apa yang diartikan berbeda dengan proses rasionalisasi tidak efektif lagi. Hal ini menyebutkan lebih sukar lagi membedakan mana yang berasal dari pikiran sendiri dan dari lingkungan. Adapun rentang respon neurobiologis menurut Stuart dan Laraia (2005).

Faktor Predisposisi Biologis Psikologi Sosial budaya Stressor Persepsi Halusinasi Biologi Tekanan lingkungan Pemicu gejala Penilaian terhadap stressor Penurunan Koping Mekanisme Koping Menarik diri Proyeksi Regresi Konstruktif Destruktif Rentang Respon Neurologis Respon Adaptif Respon Mal Adaptif Pikiran logis Proses piker terganggu Gangguan proses pikir Persepsi tepat/ akurat Ilusi Halusinasi Emosi konsisten Perilaku yang tidak biasa Kesukaran proses pikir Interaksi sosial harmonis Menarik diri Isolasi sosial delusi Gambar II.1 Patopsikologis Gangguan sensori perspesi : halusinasi pendengaran (Stuart dan Laraia, 2005)

F. Penatalaksanaan Medis Terapi farmakologi untuk pasien jiwa menurut Kusumawati dan Hartono (2010) adalah sebagai berikut : a. Anti Psikotik Jenis Mekanisme kerja : Clorpromazin (CPZ), Haloperidol (HLP). : menahan kerja reseptor dopamin dalam otak sebagai penenang, menurunkan aktivitas motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif untuk mengatasi : delusi, halusinasi, ilusi dan gangguan proses berpikir. Efek samping : - Gejala ekstrapiramidal, seperti kekauan atau spasme otot, berjalan menyerek kaki, postur condong kedepan, banyak keluar air liur, wajah seperti topeng, disfagia, akatisia (kegelisahan motorik), sakit kepala, kejang. - Takikardi, aritmia, hipertensi, hipotensi, pandangan kabur, glaukoma. - Gastrointestinal: mulut kering, anoreksia, mual, muntah, konstipasi, diare, berat badan bertambah. - Sering berkemih, retensi urine, impotensi, amenorea. - Anemia, leukopenia, dermatitis. Kontraindikasi : gangguan kejang, glaukoma, klien lansia, hamil dan menyusui.

b. Anti Ansietas Jenis Mekanisme kerja : Atarax, diazepam (chlordiazepoxide) : meredakan ansietas atau ketegangan yang berhubungan dengan situasi tertentu. Efek samping : - Pelambatan mental, mengantuk, vertigo, bingung, tremor, letih, depresi, sakit kepala, ansietas, insomnia, kejang delirium, kaki lemas, ataksia, bicara tidak jelas. - Hipotensi, takikardia, perubahan elektro kardio gram, pandangan kabur. - Anoreksia, mual, mulut kering, muntah, diare, konstipasi, kemerahan dermatitis, gatal-gatal. Kontraindikasi : penyakit hati, klien lansia, penyakit ginjal, glaukoma, kehamilan, menyusui, penyakit pernafasan. c. Anti Depresan Jenis : elavil, asendin, anafranil, norpramin, sinequan, tofranil, ludiomil, pamelor, vivactil, surmontil. Mekanisme kerja : mengurangi gejala depresi, penenang. Efek samping : - Tremor, gerakan tersentak-sentak, ataksia, kejang, pusing, ansietas, lemas, insomnia. - Takikardi, aritmia, palpitasi, hipotensi, hipertensi

- Pandangan kabur, mulut kering, nyeri epigastrik, mual, muntah, kram abdomen, diare, hepatitis, ikterus. - Retensi urine, perubahan libido, disfungsi ereksi, respon nonorgasme, leucopenia, trombositopenia, ruam, urtikaria. Kontraindikasi : glaukoma, penyakit hati, penyakit kardiovaskuler, hipertensi, epilepsy, kehamilan atau menyusui. d. Anti Manik Jenis : lithobid, klonopin, lamictal Mekanisme kerja : menghambat pelepasan scrotonin dan mengurangi sensitivitas reseptor dopamin. Efek samping : sakit kepala, tremor, gelisah, kehilangan memori, suara tidak jelas, otot lemas, hilang koordinasi, letargi, stupor. Kontraindikasi : hipersensitif, penyakit ginjal, penyakit kardiovaskuler, gangguan kejang, dehidrasi, hipotiroidisme, hamil atau menyusui. e. Anti Parkinson Jenis : levodova, tryhexipenidil (THP) Mekanisme kerja : meningkatkan reseptor dopamin, untuk mengatasi gejala parkinsonisme akibat penggunaan obat antipsikotik. Menurunkan ansietas, iritabilitas. Efek samping : sakit kepala, mual, muntah dan hipotensi.

G. Pohon Masalah Risiko Perilaku Kekerasan Akibat Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran Core Problem Isolasi Sosial Penyebab Harga Diri Rendah Gambar II.2 Pohon masalah gangguan sensori persepsi : halusinasi pendengaran (Keliat, 2005) H. Masalah Keperawatan Menurut (Keliat, 2005) adalah : 1. Risiko Perilaku Kekerasan 2. Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran 3. Isolasi Sosial 4. Harga Diri Rendah

I. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran 2. Risiko Perilaku Kekerasan 3. Isolasi Sosial 4. Harga Diri Rendah J. Rencana Keperawatan 1. Diagnosa Keperawatan I : Gangguan Sensori Persepsi : Halusinasi Pendengaran TUM TUK I : Klien dapat mengontrol halusinasinya : Klien dapat membina hubungan saling percaya a. Kriteria Evaluasi - Klien dapat menunjukkan ekspresi wajah bersahabat, ada kontak mata - Klien dapat menerima kehadiran perawat - Klien mau berjabat tangan - Klien mau menjawab salam - Klien mau menyebutkan nama - Klien mau berdampingan dengan perawat - Klien mau mengutarakan masalah yang dihadapi b. Tindakan Keperawatan - Bina hubungan saling percaya - Sapa klien dengan ramah

- Tanyakan nama klien dan nama panggilan kesukaan - Jelaskan tujuan pertemuan - Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya - Beri perhatian pada klien dan penuhi kebutuhan klien TUK II : Klien dapat mengenal halusinasinya a. Kriteria Evaluasi - Klien dapat menyebutkan waktu, isi, dan frekuensi timbulnya halusinasi - Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasi b. Tindakan Keperawatan - Kaji pengetahuan klien tentang perilaku halusinasi dan tandatandanya - Adakan kontak singkat dan sering secara bertahap - Observasi perilaku verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasinya - Terima halusinasi sebagai hal nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat - Identifikasi bersama klien tentang waktu, munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi - Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul

- Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi - Berikan pujian terhadap kemampuan klien dalam mengungkapkan perasaannya TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya a. Kriteria Evaluasi - Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya - Klien dapat menyebutkan cara baru untuk mengontrol halusinasi - Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasinya - Klien dapat memilih cara mengendalikan halusinasinya b. Tindakan Keperawatan - Identifikasi bersama klien tindakan yang biasa dilakukan jika halusinasi muncul - Beri pujian dan penguatan terhadap tindakan yang positif - Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi - Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi dan mengontrol halusinasi - Dorong klien untuk memilih cara yang digunakan dalam menghadapi halusinasi

- Beri pujian dan penguatan terhadap pilihan yang benar - Diskusikan bersama klien upaya yang telah dilakukan TUK IV : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik a. Kriteria Evaluasi - Klien dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping - Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan baik - Klien mendapat informasi tentang manfaat, efek samping obat dan akibat berhenti minum obat - Klien dapat menyebutkan prinsip lima benar penggunaan obat. b. Tindakan Keperawatan - Diskusikan dengan klien tentang dosis, frekuensi serta manfaat minum obat - Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya - Anjurkan klien bicara dengan perawat tentang manfaat dan efek samping - Diskusikan akibat berhenti minum obat - Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip lima benar - Berikan pujian positif.

TUK V : Klien dapat mendapat dukungan keluarga atau memanfaatkan sistem pendukung untuk mengendalikan halusinasinya. a. Kriteria Evaluasi - Keluarga dapat saling percaya dengan perawat - Keluarga dapat menjelaskan perasaannya - Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien halusinasi - Keluarga dapat mendemonstrasikan cara perawatan klien halusianasi dirumah - Keluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan klien halusinasi b. Tindakan Keperawatan - Bina hubungan saling percaya dengan keluarga - Diskusikan dengan anggota keluarga tentang : 1) Perilaku halusinasi 2) Akibat yang akan terjadi apabila perilaku halusinasi tidak ditanggapi 3) Cara keluarga merawat klien halusinasi 4) Dorong anggota keluarga untuk memberikan dukungan kepada klien untuk mengontrol halusinasinya - Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien minimal satu minggu sekali - Berikan reinforcement positif atau pujian atas hal-hal yang telah dicapai keluarga.

2. Diagnosa keperawatan II : Risiko perilaku kekerasan TUM : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan. TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya. a. Kriteria Evaluasi - Klien dapat menunjukkan ekspresi wajah bersahabat - Ada kontak mata - Klien dapat menerima kehadiran perawat - Klien mau berjabat tangan - Klien mau menjawab salam - Klien mau menyebutkan nama - Klien mau berdampingan dengan perawat - Klien mau mengutarakan masalah yang dihadapi b. Tindakan Keperawatan - Bina hubungan saling percaya - Sapa klien dengan ramah - Tanyakan nama klien dan nama panggilan kesukaan - Jelaskan tujuan pertemuan - Tunjukkan sikap empati dan menerima klen apa adanya - Beri perhatian pada klien dan penuhi kebutuhan klien.

TUK II : Klien dapat mengidentifikasi penyebab kekerasan a. Kriteria Evaluasi - Klien mengungkapkan perasaannya - Klien dapat mengungkapkan penyebab marahnya. b. Tindakan Keperawatan - Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya - Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab marah - Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakan saat marah. TUK III : Klien dapat mengidentifikasi tanda perilaku kekerasan a. Kriteria Evaluasi - Klien dapat mengungkapakan tanda-tanda marah - Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda marah b. Tindakan Keperawatan - Anjurkan klien mengungkapakan yang dialami soal marah - Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien - Simpulkan bersama klien tanda-tanda marah

TUK IV : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. a. Kriteria Evaluasi - Klien dapat mengungkapkan periliaku kekerasan yang biasa dilakukan klien - Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang bisa dilakukan - Klien menegetahui cara yang dapat menyelesaikan masalah. b. Tindakan Keperawatan - Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien - Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan - Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien lakukan masalahnya selesai TUK V : Klien dapat mengidentifikasi akibat kekerasan a. Kriteria Evaluasi - Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien b. Tindakan Keperawatan - Bicarakan akibat/ kerugian dari cara yang telah dilakukan - Bersama klien simpulkan akibat cara yang digunakan oleh klien

- Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat. TUK VI : Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap kemarahan. a. Kriteria Evaluasi - Klien dapat melakukan cara berespon terhadap kemarahan secara konstruktif. b. Tindakan Keperawatan - Tanyakan pada klien apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat. - Berikan pujian bila klien mengetahui cara lain yang sehat. TUK VII : Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. a. Kriteria Evaluasi - Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan. 1) Fisik : tarik nafas dalam, olahraga, menyiram tanaman. 2) Verbal : mengatakan langsung dengan tidak menyakiti. 3) Spiritual : sholat, berdoa dan ibadah lainnya.

b. Tindakan Keperawatan - Bantu klien memilih cara yang paling tepat untuk klien - Bantu klien mengidentifikasi manfaat cara yang dipilih - Bantu klien menstimulus cara tersebut - Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menstimulus cara tersebut. - Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah. TUK VIII : Klien dapat dukungan keluarga dalam mengontrol perilaku kekerasan. a. Kriteria Evaluasi - Keluarga klien dapat : 1) Menyebutkan cara merawat klien yang berperilaku kekerasan. 2) Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien. b. Tindakan Keperawatan - Identifikasi kemampuan keluarga klien dari sikap apa yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini. - Jelaskan peran serta keluarga dalam merawat klien. - Jelaskan cara-cara merawat klien - Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien

- Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan demonstrasi. TUK IX : Klien dapat menggunakan obat dengan benar. a. Kriteria Evaluasi - Klien dapat menyebutkan obat-obatan yang diminum dan kegunaannya. - Klien dapat minum obat sesuai program terapi. b. Tindakan Keperawatan - Jelaskan jeins-jenis obat yang diminum klien - Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian jika berhenti minum obat tanpa seijin dokter. - Jelaskan prinsip lima benar minum obat. - Berikan pujian pada klien bila minum obat dengan benar. 3. Diagnosa Keperawatan III : Isolasi Sosial TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya - Beri salam terapeutik. - Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan. - Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien. - Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi. - Tanyakan perasaan klien dan masalah yang di hadapi klien.

- Buat kontrrak interaksi yang jelas. - Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien. TUK II : klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri - Mengkaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri. - Memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan yang menyebabkan klien tidak mau bergaul. - berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya. TUK III : klien menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan orang lain dan kerugian berinteraksi dengan orang lain - Mengkaji pengetahuan klien tentang keuntungan memiliki teman. - Memberi kesempatan kepada klien untuk berinteraksi dengan orang lain. - Mendiskusikan bersama klien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain. - Memberi pujian terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain. - Mengkaji pengetahuan klien tentang kerugian apabila tidak berinteraksi dengan orang lain. - Memberi kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya tentang kerugian tidak memiliki teman.

- Mendiskusikan dengan klien tentang kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain - Memberikan pujian terhadap kemampuan mengungkapkan perasaan nya TUK IV : klien dapat melaksanakan interaksi sosial secara bertahap - Mengkaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain. - Memperagakan cara berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain. - Mendorong dan membantu klien untuk berinteraksi dengan orang lain. - Memberi pujian kepada klien terhadap keberhasilan yang telah dicapai. - Membantu klien mengevakuasi keuntungan menjalin hubungan sosial. - Mendiskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan bersama klien dalam mengisi waktu, yaitu berinteraksi dengan orang lain. TUK V : klien dapat mengungkapkan perasannya setelah berinteraksi dengan orang lain - Mendorong klien mengungkapkan perasannya bila berinteraksi dengan orang lain.

- Mendiskusikan bersama klien tentang perasaannya setelah berinteraksi dengan orang lain. - Memberi pujian atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan keuntungan berinteraksi dengan orang lain. TUK VI : klien dapat menggunakan sistem pendukung atau keluarga - Membina hubungan saling percaya kepada keluarga - Mendiskusikan tentang : a. Perilaku menarik diri b. Penyebab perilaku menarik diri c. Akibat yang akan terjaid apabila perilaku menarik diri tidak ditanggapi d. Cara kleuarga menghadapi kien menarik diri e. Mendorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien dalam berkomunikasi dengan orang lain f. Memberi pujian atas hal-hal yang telah dicapai oleh keluarga 4. Diagnosa Keeprawatan IV : Harga Diri Rendah TUK I : klien dapat membina hubungan saling percaya - Sapa klien dengan ramah - Perkenalkan diri dengan sopan - Tanyakan nama lengkap dan panggilan kesukaan - Jelaskan tujuan pertemuan

- Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya TUK II : klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek yang dimiliki - Beri kesempatan kepada klien menyebutkan kegiatan - Arahkan kegiatan jika klien masih bingung - Berikan pujian kepada klien TUK III : klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan - Bantu klien menilai kegiatan yang masih bisa dilakukan di rumah sakit. - Berikan pujian kepada klien. TUK IV : klien dapat menetapkan/memilih kegiatan yang sesuai dengan kemampuan. - Bantu klien memilih kemampuan yang akan dilatih sesuai kemampuan dan kondisi klien berada. - Berikan pujian kepada klien.