BAB I PENDAHULUAN. Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. dan pertahanan keamanan. Tujuan dari pembangunan tersebut adalah untuk. dapat dilakukan yaitu pembangunan di bidang ekonomi.

rakyat yang makin beragam dan meningkat. 2 Kebutuhan tanah yang semakin

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN

BAB I PENDAHULUAN. merangsang dan menumbuhkan motivasi masyarakat untuk meningkatkan. produktifitas di bidang usahanya. Meningkatnya pembangunan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

PELAKSANAAN GADAI TANAH PERTANIAN DI DESA TANRARA KECAMATAN BONTONOMPO SELATAN KABUPATEN GOWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PERKREDITAN DESA. 2.1 Sejarah Singkat Terbentuknya Lembaga Perkreditan Desa (LPD)

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. dikuasai atau dimiliki oleh orang perorangan, kelompok orang termasuk

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian

PERPU 56/1960, PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB I PENDAHULUAN. Bank selaku lembaga penyedia jasa keuangan memiliki peran penting

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman yang mempunyai kelebihan uang bersedia meminjamkan uang kepada

B AB I PENDAHULUAN. peraturan bank tersebut. Sebelumnya, calon nasabah yang akan meminjam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN. efisien. Tujuan kegiatan bank tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 2. UndangUndang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu sumber daya alam yang mempunyai nilai batiniah yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Beserta Benda Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Undang undang Hak

BAB I PENDAHULUAN. Dasar Sebagai warga negara Indonesia di dalam sebuah negara hukum,

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, baik materiil maupun spiritual. Salah satu cara untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 56 TAHUN 1960 TENTANG PENETAPAN LUAS TANAH PERTANIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR ATAS JAMINAN SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN YANG BERDIRI DI ATAS HAK PENGELOLAAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

BAB I PENDAHULAN. digunakan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan dasar manusia seperti untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. dapat bermanfaat bagi pemilik tanah maupun bagi masyarakat dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka menyejahterakan hidupnya. Keinginan manusia akan benda

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law).

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Belanda yaitu sejak tahun 1908 pada saat Vendu Reglement diumumkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian dari kegiatan pembangunan yang terdahulu, bahwa pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya, maka berbagai macam upaya perlu dilakukan oleh pemerintah. lembaga keuangan yang diharapkan dapat membantu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara sebagaimana disebut di dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

BAB I PENDAHULUAN. nasabah merupakan kegiatan utama bagi perbankan selain usaha jasa-jasa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia di dalam. kerjasama yang mengikat antara dua individu atau lebih.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara agraris yang kehidupan masyarakatnya

BAB I PENDAHULUAN. hakekatnya bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

BAB I PENDAHULUAN. adalah untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan hal

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam Hukum

BAB I PENDAHULUAN. begitu besar meliputi bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BAB I PENDAHULUAN. indikator pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. tanah terdapat hubungan yang erat. Hubungan tersebut dikarenakan. pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Berdasarkan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Peran koperasi

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

BAB III PERBANDINGAN GADAI GANTUNG SAWAH DALAM PERSPEKTIF KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN HUKUM ADAT

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahun akan menimbulkan berbagai macam problema. Salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap makhluk hidup pasti akan mengalami kematian, demikian juga

PELAKSANAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH PERTANIAN KARENA JUAL BELI DI KECAMATAN GEMOLONG KABUPATEN SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

: EMMA MARDIASTA PUTRI NIM : C.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam era sekarang ini tanah merupakan kekayaan dan modal dasar dalam kehidupan baik oleh individu, kelompok maupun negara. Dalam usaha memenuhi kebutuhan kehidupan dari masing-masing individu maupun kelompok tersebut tanah berfungsi sebagai tempat tinggal maupun tempat usaha, baik sebagai lahan pertanian atau perkebunan, ataupun usaha-usaha lainnya yang memerlukan bidang tanah sebagai lahan. Tanah sebagai salah satu komponen wilayah dalam terbentuknya suatu negara atau sebagai benda tidak bergerak dalam lapangan hukum perdata sebagai hal yang tidak dapat berpindah ataupun dipindahkan letaknya, memiliki nilai ekonomis tinggi karena nilainya yang selalu meningkat. Keberadaannya seringkali dijadikan sebagai investasi untuk masa depan dengan memiliki atau mengusahakannya. Begitu pentingnya keberadaan tanah bagi manusia membuat banyak sekali permasalahan yang kemudian timbul karenanya. Dimulai ketika terjadi perpetakan atas tanah dalam sebuah wilayah atau yang kemudian diikuti pemberian hak atas tanah oleh penguasa kepada rakyatnya, hingga masalah peralihan hak-hak atas tanah baik dilaksanakan dengan ketentuan positif yang sudah ada atau hanya dilaksanakan dengan ketentuan adat yang berlaku di wilayah tersebut.

2 Disamping sebagai tempat tinggal dan usaha, tanah juga sangat bermafaat untuk mendapatkan pinjaman uang di bank, di mana tanda bukti haknya dapat dijadikan sebagai jaminan utang. Dalam masyarakat di perdesaan, tanah juga dapat digunakan untuk mendapatkan uang dalam waktu yang cepat, yaitu dengan menggadaikan tanah tersebut kepada orang lain. Dalam hal menggadaikan tanah, tanah tersebut bukanlah dijadikan jaminan utang, melainkan tanah tersebut diserahkan oleh pemilik kepada pihak lain (pemberi uang) dengan hak gadai. Penggunaan tanah pertanian sebagai jaminan gadai juga banyak terjadi dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, tidak terkecuali bagi masyarakat adat dengan ketentuan-ketentuan adat yang melingkupinya. Justru mungkin pada praktiknya, lebih banyak masyarakat yang masih menggunakan atau menaati hukum adat dari pada hukum positif yang berlaku nasional di Indonesia dengan berbagai alasan. Boedi Harsono memberikan definisi tentang gadai sebagai hubungan hukum antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain, yang telah menerima uang gadai daripadanya. Selama uang gadai belum dikembalikan, tanah tersebut dikuasai oleh pemegang gadai. Selama itu hasil tanah seluruhnya menjadi hak pemegang gadai, pengembalian uang gadai lazim disebut penebusan tergantung dari kemauan dan kemampauan pemilik tanah yang menggadaikan 1. Gadai tanah pertanian pada dasarnya adalah suatu transaksi tentang tanah yang dijadikan sebagai obyek dalam jaminan hutang piutang antara pemilik tanah atau yang menggadaikan dengan penerima gadai, dengan tujuan mendapatkan 1 Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia sejarah pembentukan undang undang pokok agraria isi dan pelaksanaanya, jilid 1 hukum tanah nasional, Djambatan, Jakarta., hlm. 391.

3 modal dengan tidak menjual tanah yang dijadikan obyek dalam gadai tanah pertanian tersebut, jadi gadai tanah pertanian itu memiliki hak tebus untuk mendapatkan tanah pertanian yang telah digadaikan kepada sipenerima gadai tanah peertanian tersebut. Dalam penjelasan Undang Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 pada poin 9 huruf (a) dinyatakan bahwa gadai tanah pertanian adalah hubungan antara seseorang dengan tanah kepunyaan orang lain yang mempunyai utang uang padanya. Selama utang tersebut belum terbayar lunas, tanah itu tetap berada dalam penguasaan yang meminjamkan uang. Fenomena yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalah masih terjadinya pelaksanaan sistem gadai tanah pertanian secara hukum adat, dalam artian bahwa pelaksanaan tersebut tetap mengacu pada kepentingan orang yang memiliki modal kuat 2. Dikaitkan dengan Pancasila sebagai dasar filosofi bangsa Indonesia, maka akan ditemui hakekat mengenai gadai tanah pertanian yang didasarkan pada sila ke 5 Pancasila yang berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, sila ini tersirat makna bahwa, seluruh rakyat indonesia berhak utuk mendapatkan keadilan sosial termasuk di dalamnya pelaksanaan gadai tanah pertanian yang dilakukan oleh masyarakat indonesia, selayaknya mengedepankan keadilan sosial, yang bertujuan untuk menjaga kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat, seluruh kekayaan alam dipergunakan bagi kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing, melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya. Pelaksanaan gadai tanah pertanian juga selayaknya mengedepankan rasa keadilan 2 Supriadi, 2010, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.,215

4 di dalamnya, untuk melindungi pihak dalam transaksi gadai agar menjauhkan praktek pemerasan dalam pelaksanaan transaksi gadai tanah pertanian, yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia yang mengedepankan keadilan dalam setiap perilaku bermasyarakatnya yang tentunya sesuai dengan Pancasila sebagai filosofi bangsa Indonesia. Secara yuridis gadai tanah pertanian dimuat dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia khususnya pada Pasal 33 ayat (3) yang menyatakan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat, yang selanjutnya dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok Agraria, namun hanya memuat pokok-pokok dan asas-asas saja, yang tujuannya untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan hukum, karena memuat pokok-pokok dan asas-asas di bidang Agraria. Oleh sebab itu dibentuk dan disusun lagi peraturan pelaksanaan atau peraturan perundang-undangan lainnya. Salah satu peraturan yang dibentuk sebagai peraturan pelaksanaan adalah Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960, tentang penetapan luas tanah pertanian yang berisikan batas minimum dan batas maksimum seseorang dapat memiliki tanah pertanian, larangan pemilikan tanah guntai, pembatasan tentang pegang gadai, mengatur tentang bagi hasil. Adapun mengenai pegang gadai menurut Pasal 7 Undang-Undang Nomor 56/Prp/1960 ditetapkan bahwa tanah-tanah yang sudah digadai selama 7 tahun (antara 5-10 tahun) atau lebih harus dikembalikan kepada si penggadai tanpa kewajiban membayar uang tebusan. Pada kenyataannya banyak gadai berlangsung bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun, bahkan ada

5 pula yang dilanjutkan oleh para ahli waris si pemegang gadai, karena penggadai tidak mampu menebus tanahnya kembali Secara sosiologis gadai tanah pertanian merupakan bagaimana pelaksanaan gadai tanah pertanian itu berlangsung atau terjadi didalam masyarakat, di Indonesia pelaksanaan gadai tanah pertanian dijalankan menggunakan hukum adat masing masing daerah, yang pada dasarnya pelaksanaan tersebut adalah suatu perjanjian yang mana mengunakan jaminan tanah pertanian dalam transaksi hutang piutang dilaksanakan berdasar pada hukum adat daerah masing masing. Intinya dalam pelaksanaan transaksi gadai tanah pertanian, pemilik tanah atau penggadai wajib untuk melakukan pelunasan terhadap hutangnya kepada pemegang gadai jika ingin tanah pertanianya kembali kepadanya. Gadai tanah pertanian di Bali merupakan suatu fakta sosiologis, gadai tanah di bali masih dilakukan secara tradisional berdasar hukum adat setempat, dilingkungan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat di Bali yang disebut desa adat (sekarang disebut desa pakraman), terdapat dua golongan tanah dilihat dari subjek haknya, yaitu (1) tanah-tanah yang dikuasai oleh desa adat yang disebut tanah-tanah adat atau tanah desa, dan (2) tanah-tanah hak perseorangan yang disebut tanah kedidi atau tanah pagunakaya. Kasus gadai tanah pertanian yang paling sering ditemukan dalam masyarakat bali adalah tanah tanah dengan hak perseorangan atau yang disebut dengan tanah kedidi atau tanah pagunakaya, jarang dapat ditemui tanah adat (ulayat) digadaikan pada masyarakat adat desa pekraman di Bali.

6 Sejak tahun 1960 pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang pelaksaaan gadai tanah pertanian khususnya tertuang dalam Pasal 7 UU 56 Prp 1960 yang isinya antara lain: Barangsiapa menguasai tanah-pertanian dengan hak gadai yang pada waktu mulai berlakunya UU 56 Prp 1960 sudah berlangsung 7 tahun atau lebih wajib mengembalikan tanah itu kepada pemiliknya dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen, dengan tidak ada hak untuk menuntut pembayaran uang tebusan. Mengenai hak gadai yang pada mulai berlakunya UU 56 Prp 1960 belum berlangsung 7 tahun, maka pemilik tanahnya berhak untuk memintanya kembali setiap waktu setelah tanaman yang ada selesai dipanen, dengan membayar uang tebusan yang besarnya dihitung menurut rumus: (7 + ½) Waktu berlangsung hak gadai X uang gadai 7 dengan ketentuan bahwa sewaktu-waktu hak-gadai itu telah berlangsung 7 tahun maka pemegang-gadai wajib mengembalikan tanah tersebut tanpa pembayaran uangtebusan, dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen. Tujuan dikeluarkannya peraturan tersebut adalah sebagai social engenering (rekayasa sosial) untuk mengubah perilaku masyarakat dalam gadai yang mengandung unsur pemerasan Dari penelitian pendahuluan ternyata diketahui bahwa peraturan tersebut belum atau tidak efektif sehingga menimbulkan pertanyaan yang penting diteliti, yaitu bagaimana sesungguhnya gadai tanah petanian dalam masyarakat Bali? termasuk apa pandangan masyarakat mengenai hakikat gadai, mengapa masyarakat melaksanakannya seperti itu serta apa yang mendasari, mengapa peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah tidak efektif, faktor-faktor apa penyebabnya, apakah masalahnya terletak pada faktor peraturannya yang tidak

7 sesuai dengan the living law, apakah faktor pelaksana hukum yang tidak konsisten dengan hukum, atau justru terletak pada budaya hukum masyarakat yang tidak sesuai dengan peraturan gadai dari pemerintah Jika dikaitkan dengan Perpu Nomor 56 tahun 1960 tentang penetapan luas tanah pertanian, penulis tertarik untuk meneliti Gadai Tanah Pertanian di Desa Pakraman Lumbung Gede, Kecamatan Selemadeg barat, Kabupaten Tabanan, Bali. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengangkat rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksaaan gadai tanah pertanian di Desa Adat Lumbung Kecamatan Selemadeg Barat Kabuten Tabanan Provinsi Bali? 2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari Pasal 7 UU 56 Prp tahun 1960 terhadap gadai tanah pertanian di Desa Adat Lumbung Kecamatan Selemadeg Barat Kabuten Tabanan Provinsi Bali? 3. Bagaimana cara penyelesaian konflik yang ditimbulkan akibat pelaksanaan gadai tanah pertanian di Desa Adat Lumbung Kecamatan Selemadeg Barat Kabuten Tabanan Provinsi Bali?

8 C. Tujuan Penelitian Bagian ini menguraikan tentang apa yang hendak dicapai oleh peneliti sehubungan dengan rumusan masalah di atas. Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk memperoleh data tentang pelaksaaan gadai tanah pertanian di Desa Adat Lumbung Kecamatan Selemadeg Barat Kabuten Tabanan Provinsi Bali 2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari Pasal 7 UU 56 Prp tahun 1960 terhadap gadai tanah pertanian di Desa Adat Lumbung Kecamatan Selemadeg Barat Kabuten Tabanan Provinsi Bali 3. Untuk mengetahui cara penyelesaian konflik yang ditimbulkan akibat pelaksanaan gadai tanah pertanian di Desa Adat Lumbung Kecamatan Selemadeg Barat Kabuten Tabanan Provinsi Bali D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini bermanfaat bagi: 1. Untuk Desa Adat Lumbung Dalam rangka menjalankan tugas dan fungsinya dalam melaksanakan Hukum Adat, maka Desa Adat akan memperoleh gambaran tentang Hukum Adat khususnya pelaksanaan jaminan gadai secara Hukum Adat. 2. Untuk Masyarakat Hukum Adat Agar masyarakat Hukum Adat mengetahui bahwa selain sistem jaminan gadai secara adat juga ada sistem jaminan gadai atas tanah pertanian

9 yang diatur oleh hukum positif yang jangka waktu pelaksanaan jaminan gadai tersebut dimuat dalam Pasal 7 Undang Undang 56 Prp tahun 1960. 3. Untuk penulis Agar penulis mendapatkan data yang akurat dalam penelitian mengenai Gadai Tanah Pertanian di Desa Pakraman Lumbung Gede, Kecamatan Selemadeg barat, Kabupaten Tabanan, Bali. Serta sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Magister. E. Keaslian penelitian Penelitan terhadap Gadai Tanah Pertanian Di Desa Pakraman Lumbung Gede Kecamatan Selemadeg Barat Kabupaten Tabanan Provinsi Bali sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan, dibawah ini akan disebutkan beberapa hasil penelitian, mengenai penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya yang berkaitan dengan tanah adat Bali. 1. Ida Ayu Sri Martini Asthama (2005), Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, meneliti tentang Pelaksanaan Pemberian Tanah Kepada Anak Perempuan Menurut Ketentuan Hukum Waris Adat Bali Di Kelurahan Sanur Kota Denpasar. Penelitian ini bertujuan untuk menegetahui dan menjelaskan pelaksanaan pemberian tanah kepada anak perempuan menurut ketentuan hukum waris adat bali di Kelurahan Sanur Kota Denpasar, Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam perkembangan pada masa sekarang ini khususnya pada masyarakat Bali yang berada di Kelurahan Sanur Kota Denpasar, hukum waris Adat Bali sudah mengalami perubahan dengan mernperbolehkan pemberian harta

10 warisan kepada anak perempuannya yang telah diatur dalam ketentuan adatnya yang disebut awig-awig sebagai pedoman bertindak di masyarakat. Perbedaanya dengan penelitian ini adalah pada obyek penelitian yaitu tentang pewarisan tanah secara hukum adat bali. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama sama membahas tentang hukum tanah adat bali. 2. I Nyoman Yuliarta Bayu Pramana, (2005) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, meneliti tentang Pelaksanaan Jual Beli Tanah Kavling Di Kota Denpasar Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan jual beli tanah kavling yang dikelola oleh pengembang maupun langsung dari masyarakat, untuk mengetahui kekuatan hukum dan perlindungan hukumnya bagi konsumen ( pembeli ) serta hambatanhambatan yang timbul dan cara penyelesaiannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan jual beli tanah kavling di Kota Denpasar dapat dilaksanakan oleh pengembang atau masyarakat perorangan yang memberikan kuasa kepada pengembang untuk mengkavling tanah mereka dengan konsumen ( pembeli ) yang dilaksanakan dengan atau tanpa membuat akta jual beli di PPAT. Jual beli dihadapan PPAT akan mendapat perlindungan hukum apabila terjadi sengketa pemilikan tanah kavling sedangkan dalam jual beli tanah kavling yang dilaksanakan di bawah tangan, konsumen ( pembeli ) harus membuktikan sendiri kepemilikannya atas tanah kavling tersebut. Perbedaanya adalah pada obyek penelitian yaitu penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti berfokus pada implikasi

11 pemberlakuan Pasal 7 Undang Undang Prp 56 tahun 1960 pada gadai tanah pada masyarakat adat desa adat lumbung provinsi Bali, sedangkan penelitian yang dilakukan ini berobyek pada pelaksanaan jual beli tanah kavling di Denpasar. 3. I Dewa Gede Putra Joni Dharmawan K (2007) Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, meneliti tentang Pelaksanaan Pengadaan Tanah Asal Hak Milik Adat Untuk Kepentingan Umum Di Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung Propinsi Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pengadaan tanah hak milik adat (Pura) di Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali, untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat pengadaan tanah hak milik adat (Pura) untuk kepentingan umum guna pembuatan jalan By Pass Tohpati-Kusamba di Kabupaten Klungkung serta untuk mengetahui penyelesaian pemberian ganti rugi dalam pengadan tanah hak milik adat (Pura) untuk kepentingan umum. Hasil penelitian ini menunjukkan pelaksanaan pengadaan tanah dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu perencanaan atau gambar, pembebasan lahan dan pembuatan jalan. Faktor pendukung dalam pengadaan tanah disini adalah dengan adanya bantuan dari pihak perangkat desa yang ikut memberikan masukan dan pengertian kepada warga masyarakat. Faktor penghambat disini dapat ditinjau dari berbagai hal, yaitu ditinjau dari segi peraturan, ditinjau dari petugas yang melaksanakan peraturan dan ditinjau dari kesadaran dan kepatuhan masyarakat. Penyelesaian pemberian ganti kerugian dilakukan dengan

12 jalan musyawarah dan pemilihan ganti rugi berupa uang disebabkan karena lebih memudahkan dalam pembiayaan upacara dan perbaikan/renovasi Pura. Perbedaanya dengan penelitian ini adalah pada substansi penelitian yaitu penelitian mengenai Pelaksanaan Pengadaan Tanah Asal Hak Milik Adat Untuk Kepentingan Umum Persamaan dengan penelitian ini adalah sama sama membahas obyek yang sama yaitu membahas masalah tanah adat. 4. Nyoman Ayu Karina Susanti (2011), Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, meneliti Pembebanan Hak Tanggungan atas Tanah yang Masih Berstatus Warisan sebagai Agunan Kredit pada PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Cabang Payangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar filosofis, sosiologis dan yuridis suatu bank menerima pembebanan hak tanggungan atas tanah yang masih berstatus warisan sebagai agunan kredit, untuk mengetahui proses pelaksanaan eksekusi atas agunan hak tanggungan apabila debitur mengalami kredit macet. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dasar filosofisnya adalah bank akan menerima permohonan kredit asalkan ada barang yang dijadikan agunan, dasar sosiologisnya adalah masyarakat di Payangan hanya mempunyai satu-satunya aset yaitu tanah yang masih berstatus warisan dan belum dibagi. Karena sangat membutuhkan kredit maka aset tersebut yang dijadikan agunan. Dasar yuridisnya memang tidak diatur dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, namun PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Cabang

13 Payangan secara tersirat berpedoman pada Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 8 ayat (2) serta Pasal 11 ayat (1) huruf e Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Selain itu dasar yuridisnya dapat pula dilihat dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Tidak lupa Bank selalu berpatokan pada SK Direksi Bank Indonesia No. 27/16/Kep/Dir dan SEBI No. 27/17/UPPB tanggal 31 Maret 1995 tentang Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Pemberian Kredit (PPKPK) dan Pedoman Kebijakan Pemberian Kredit PT. Bank Pembangunan Daerah Bali Cabang Payangan. Pelaksanaan eksekusi hak tanggungan bila debitur mengalami kredit macet adalah dengan jalan penjualan aset/agunan di bawah tangan. Dasar hukumnya terdapat pada Pasal 20 ayat (2) Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996. Adapun alasan pemilihan eksekusi di bawah tangan karena eksekusi hak tanggungan dengan penjualan di bawah tangan lebih menguntungkan dibanding eksekusi melalui Kantor Lelang dari segi harga. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama sama membahas obyek yang sama yaitu membahas masalah jaminan berupa tanah, perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini jaminan atas tanah dilakukan dengan hak tanggungan sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan jaminan atas tanah berupa gadai tanah pertanian

14 F. Sistematika Penulisan Penulisan hukum yang berjudul Gadai Tanah Pertanian di Desa Pakraman Lumbung Gede, Kecamatan Selemadeg barat, Kabupaten Tabanan, Bali ini, terdiri dari lima bab yaitu : BAB I : Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Keaslian Penelitian F. Sistematika Penulisan BAB II: Tinjauan Pustaka A. Pengertian Gadai B. Hak pembeli Gadai C. Sifat Hubungan Gadai D. Pengertian Masyarakat Hukum Adat E. Pengertian Gadai Dalam Hukum Adat F. Pengertian Tanah Pertanian G. Pengertian Gadai Tanah Pertanian BAB III : Metode Penelitian A. Cara Penelitian

15 B. Lokasi dan Obyek Penelitian C. Bahan Materi Penelitian D. Populasi dan Sampel E. Cara Pengumpulan Data F. Jalanya Penelitian G. Analisis Data BAB IV : PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian B. Pelaksaaan gadai tanah pertanian di Desa Adat Lumbung Kecamatan Selemadeg Barat Kabuten Tabanan Provinsi Bali C. Dampak yang ditimbulkan dari Pasal 7 UU 56 Prp tahun 1960 terhadap gadai tanah pertanian di Desa Adat Lumbung Kecamatan Selemadeg Barat Kabuten Tabanan Provinsi Bali D. Cara penyelesaian konflik yang ditimbulkan akibat pelaksanaan gadai tanah pertanian di Desa Adat Lumbung Kecamatan Selemadeg Barat Kabuten Tabanan Provinsi Bali BAB V : Penutup A. Kesimpulan B. Saran