BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk. dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming.

dokumen-dokumen yang mirip
GROOMING BEHAVIOUR PATTERN OF LONG-TAILED MACAQUE (Macaca fascicularis, Raffles 1821) IN PALIYAN WILDLIFE SANCTUARY, GUNUNG KIDUL, YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. untuk pengadaan konservasi hewan. Suaka Margasatwa Paliyan memiliki ciri

SKRIPSI. Oleh Moh Galang Eko Wibowo

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR TABEL... viii. DAFTAR LAMPIRAN... ix

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 18 hari (waktu efektif) pada bulan Maret 2015

HASIL. Penggunaan Kamera IR-CCTV pada Pengamatan Perilaku Walet Rumahan. Nesting room di dalam rumah walet

AKTIVITAS GROOMING (SELISIK) MONYET EKOR PANJANG DI SITUS CIUNG WANARA, CIAMIS JAWA BARAT. Oleh: Khrisna Nugraha G

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 28 Januari 27 Februari 2015 bekerja sama

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. M11, dan M12 wilayah Resort Bandealit, SPTN wilayah II Balai Besar Taman

Vol. 09 No. 02 Oktober 2013 ISSN Jurnal Ilmiah. Konservasi Hayati. Papilio polytes

IDENTIFIKASI TINGKAH ALPHA MALE MONYET HITAM (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM TANGKOKO

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi

IV. METODE PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Data Suhu Lingkungan Kandang pada Saat Pengambilan Data Tingkah Laku Suhu (ºC) Minggu

PEMBAHASAN Penggunaan Kamera IR-CCTV

Lutung. (Trachypithecus auratus cristatus)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung tekukur merupakan burung yang banyak ditemukan di kawasan yang

Evaluasi Tatalaksana Pemeliharaan dan Tingkah Laku Sosial Macaca di Taman Marga Satwa Tandurusa Kecamatan Aertembaga Kota Bitung Sulawesi Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN. bagian selatan atau pesisir selatan Kabupaten Garut. Kecamatan Pameungpeuk,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang (Hylobates syndactylus) merupakan jenis kera kecil yang masuk ke

BENTUK INTERAKSI INTRASPESIFIK LUTUNG BUDENG (Trachypithecus auratus) DI KAWASAN HUTAN ADINUSO KECAMATAN SUBAH KABUPATEN BATANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ilmiah siamang berdasarkan bentuk morfologinya yaitu: (Napier and

Perilaku Harian Owa Jawa (Hylobtes Moloch Audebert, 1798) Di Pusat Penyelamatan Dan Rehabilitasi Owa Jawa (Javan Gibbon Center), Bodogol, Sukabumi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Deskripsi Monyet Ekor Panjang a. Klasifikasi dan penyebaran monyet ekor panjang

MATERI DAN METODE. a b c Gambar 2. Jenis Lantai Kandang Kelinci a) Alas Kandang Bambu; b) Alas Kandang Sekam; c) Alas Kandang Kawat

065 PERILAKU SEKSUAL MONYET EKOR PANJANG (Mncncn fascic~lnris) Di BUM1 PERUMAHAN PRAMUKA CIBUBUR, JAKARTA LILA MULYATI

PERILAKU HARIAN SEPASANG BURUNG NURI TALAUD (EOS HISTRIO) DI KANDANG PENELITIAN BPK MANADO

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

HIERARKI JANTAN DEWASA PADA DUA KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI SITUS CIUNG WANARA KARANGKAMULYAN, CIAMIS ADIMAS BRAMANTYA

TINGKAH LAKU HARIAN KUSKUS BERUANG (Ailurops ursinus) DI CAGAR ALAM TANGKOKO BATU ANGUS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan pengamatan, kukang Jawa mulai terlihat aktif pada

STUD1 PENAMPILAN MONYET EKOR PAHJAHQ; ~,,, - c Dl UNIT PENANGKARAW PUSAT STUD1 SATWA PRIMATA INSTITUT PERTAHIAN B06OR., +.=rc~[,,t.

II. TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

I. PENDAHULUAN. tailed macaque) (Lekagul dan Mcneely, 1977). Macaca fascicularis dapat ditemui di

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. frugivora lebih dominan memakan buah dan folivora lebih dominan memakan

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di ruang penangkaran lovebird Jl. Pulau Senopati Desa

III. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. antara bulan Januari Maret 2014 dengan pengambilan data antara pukul

Azhari Purbatrapsila, Entang Iskandar, Joko Pamungkas. Kata Kunci: Macaca fascicularis, pola aktivitas, stratifikasi vertikal, Pulau Tinjil

BERTEMPAT DI GEREJA HKBP MARTAHAN KECAMATAN SIMANINDO KABUPATEN SAMOSIR Oleh: Mangonar Lumbantoruan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. KUKANG JAWA (Nycticebus javanicus E. Geoffroy, 1812)

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA. Subphylum : Vertebrata. : Galiformes

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

TINGKAH LAKU SOSIAL BEKANTAN (Nasalis larvatus) DI TAMAN SAFARI INDONESIA, CISARUA-BOGOR WULAN DEWI WIDIANI

UKURAN KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI HUTAN DESA CUGUNG KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN LINDUNG GUNUNG RAJABASA LAMPUNG SELATAN

Aktivitas Harian Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) di Bali Safari and Marine Park, Gianyar

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang Lampung (Gambar 2).

BAB V HASIL. Gambar 4 Sketsa distribusi tipe habitat di Stasiun Penelitian YEL-SOCP.

METODE PENELTIAN. Penelitian tentang keberadaan populasi kokah (Presbytis siamensis) dilaksanakan

BAB V PEMBAHASAN. bayi terhadap kuantitas tidur bayi usia 3-6 bulan dan membuktikan antara

3. METODE PENELITIAN. Penelitian tentang ukuran kelompok simpai telah dilakukan di hutan Desa Cugung

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

Aktivitas Harian Monyet Hitam Sulawesi (Macaca nigra) di Cagar Alam Tangkoko-Batuangus, Sulawesi Utara

I. PENDAHULUAN. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis, Raffles 1821) telah hidup berdampingan

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MATERI DAN METODE. Materi

Aktivitas Harian Bekantan (Nasalis larvatus) di Cagar Alam Muara Kaman Sedulang, Kalimantan Timur

HASIL DAN PEMBAHASAN

STRUKTUR KELOMPOK MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis Raffles, 1821) DAN INTERAKSINYA DENGAN PENDUDUK SEKITAR SUAKA MARGASATWA PALIYAN

Strategi Adaptasi Macaca nigra (Desmarest, 1822) Melalui Perilaku Makan di Pusat Primata Schmutzer, Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang

IV. METODE PENELITIAN

B A B 4 A N A L I S I S

Tingkah Laku Owa Jawa (Hylobates moloch) di Fasilitas Penangkaran Pusat Studi Satwa Primata, Institut Pertanian Bogor

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan Umum

MATERI DAN METODE. Materi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Siamang yang ditemukan di Sumatera, Indonesia adalah H. syndactylus, di

Aktivitas Harian Orangutan Sumatera (Pongo Abelii) Di Taman Safari Indonesia, Cisarua, Bogor

KUESIONER PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA KEMUNDURAN FISIOLOGIS DENGAN STRES PADA LANJUT USIA DI POLI LANSIAPUSKESMAS KECAMATAN KALIDERES TAHUN 2014

METODE. Lokasi dan Waktu

PERBANDINGAN AKTIVITAS HARIAN DUA KELOMPOK MONYET HITAM SULAWESI (Macaca nigra) DI CAGAR ALAM TANGKOKO-BATUANGUS, SULAWESI UTARA

Luisa Diana Handoyo, M.Si.

Tindakan keperawatan (Implementasi)

AKTIVITAS HARIAN MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI TWA/CA PANGANDARAN

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

POLA PENGGUNAAN WAKTU OLEH ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii, LESSON 1827) DI TAMAN MARGA SAWTA RAGUNAN RIZKI KURNIA TOHIR E

II. TINJAUAN PUSTAKA. Di Seluruh dunia, terdapat 20 jenis spesies Macaca yang tersebar di Afrika bagian

III. METODE PENELITIAN

PEMANFAATAN HABITAT OLEH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) DI KAMPUS IPB DARMAGA

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kecamatan Botupingge, Kabupaten Bone

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

ANALISIS PENGGUNAAN TENAGA KERJA RUMAH TANGGA PADA PEMELIHARAAN DOMBA DI KECAMATAN BUAHDUA KABUPATEN SUMEDANG

MATERI: Teori Evolusi Perbedaan dan Persamaan Manusia dengan mahluk primata

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Kota Srengseng Jakarta Barat Provinsi

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Jumlah Waktu dan Frekuensi Grooming Monyet Ekor Panjang Pelaku pada perilaku grooming monyet ekor panjang adalah Jantan Dewasa (JD), Betina Dewasa (BD), Juvenil (J), dan Infant (I). Banyaknya frekuensi merupakan banyaknya individu yang terlihat melakukan grooming. Pola perilaku autogrooming tidak terbentuk dikarenakan infant tidak terlihat melakukan autogrooming. a. Perilaku Autogrooming pada Jantan Dewasa dan Betina Dewasa Tabel 1. Perilaku Autogrooming pada Jantan Dewasa dan Betina Dewasa Jenis Kelamin Frekuensi Rentang waktu (menit) Jantan Dewasa 1 1-5 Betina Dewasa 3 1-4 Berikut merupakan persentase frekuensi autogrooming pada jantan dewasa dan betina dewasa Gambar 10. Persentase Frekuensi Autogrooming pada Jantan Dewasa dan Betina Dewasa

Berikut merupakan pola perilaku autogrooming pada jantan dewasa dan betina dewasa Gambar 11. Pola Perilaku Autogrooming pada Jantan Dewasa dan Betina Dewasa b. Perilaku Allogrooming pada Monyet Ekor Panjang Dewasa Tabel 2. Perilaku Allogrooming pada Monyet Ekor Panjang Dewasa Pelaku Rentang Waktu Frekuensi Groomer Groomee (menit) BD JD 3 1-15 JD BD 2 1-4 BD BD 5 1-5 Berikut adalah frekuensi monyet ekor panjang dewasa Gambar 12. Frekuensi Monyet Ekor Panjang Dewasa

Berikut adalah Pola Perilaku Allogrooming Monyet Ekor Panjang Dewasa Gambar 13. Pola Perilaku Allogrooming Monyet Ekor Panjang Dewasa c. Perilaku Autogrooming pada Juvenil Tabel 3. Perilaku Autogrooming Juvenil Pelaku Frekuensi Rentang Waktu (menit) Juvenil 2 1-15 Berikut adalah pola perilaku autogrooming Juvenil Gambar 14. Pola Perilaku Autogrooming Juvenil

d. Perilaku Allogrooming pada Juvenil Tabel 4. Perilaku Allogrooming pada Juvenil Pelaku Rentang Waktu Frekuensi (menit) Groomer Groomee BD J 7 1-15 J BD 1 2-3 Dibawah ini merupakan frekuensi allogrooming pada juvenil Gambar 15. Frekuensi Allogrooming pada Juvenil

Gambar 16. Pola Perilaku Allogrooming pada Juvenil e. Perilaku Allogrooming pada Infant Tabel 5. Perilaku Allogrooming Infant Pelaku Frekuensi Rentang Waktu (menit) Groomer Groomee BD I 2 1-5 Berikut adalah Pola Perilaku Allogrooming Monyet Ekor Panjang Infant Gambar 17. Pola Perilaku Allogrooming Monyet Ekor Panjang Infant

Berikut adalah pola perilaku allogrooming monyet ekor panjang Gambar 18. Pola Perilaku Allogrooming Monyet Ekor Panjang 2. Perbandingan Waktu Grooming pada Pagi, Siang, Sore Hari Perbandingan waktu grooming pada pagi, siang, sore hari tidak dibedakan antara monyet ekor panjang jantan dewasa, betina dewasa, juvenil serta infant karena data yang diperoleh terlalu sedikit untuk dibentuk pola perilaku. Tabel 6. Persentase Autogrooming dan Allogrooming pada Pagi, Siang, dan Sore Hari Waktu Persentase (%) Autogrooming Allogrooming Pagi 17 45 Siang 17 10 Sore 67 45 Total 100 100 Berikut adalah persentase autogrooming dan allogrooming pada pagi, siang, dan sore hari

Gambar 19. Persentase Autogrooming dan Allogrooming pada Pagi, Siang, dan Sore Hari 3. Perbandingan Perilaku Autogrooming dan Allogrooming Perbandingan perilaku autogrooming dan allogrooming tidak dibedakan antara monyet ekor panjang jantan dewasa, betina dewasa, juvenil dan infant karena data yang diperoleh terlalu sedikit untuk dibentuk pola perilaku. Persentase Autogrooming dan Allogrooming merupakan persentase total dari perilaku tersebut. Tabel 7. Perbandingan Frekuensi, Waktu Autogrooming dan Allogrooming Jenis Selisik Frekuensi % Waktu Total (menit) Autogrooming 6 14 12 Allogrooming 36 86 119 Total 42 100 131

Berikut adalah tabel perbandingan perilaku autogrooming dan allogrooming Gambar 20. Perbandingan Perilaku Autogrooming dan Allogrooming

B. Pembahasan 1. Jumlah Waktu dan Frekuensi Grooming Monyet Ekor Panjang Grooming merupakan salah satu perilaku sosial dalam bentuk sentuhan yang umum dilakukan dalam kelompok primata. Grooming sendiri dibagi menjadi dua yaitu autogrooming dan allogrooming. Autogrooming adalah perilaku menelisik yang dilakukan sendiri atau tanpa adanya partner grooming. Allogrooming adalah perilaku menelisik secara berpasangan atau dilakukan dengan individu lain. Menurut Entang dan Randall (2016: 31), tingkah laku menelisik memiliki manfaat yang sangat penting: 1) membersihkan rambut dari kotoran, kutu, atau parasit di tubuh individu yang ditelisik, 2) memperkuat ikatan antara individu, khususnya pelaku grooming, 3) menurunkan ketegangan, kegelisahan dan stres, serta 4) berperan dalam rekonsiliasi setelah terjadinya perkelahian antara individu. a. Perilaku Autogrooming pada Jantan Dewasa dan Betina Dewasa Data yang diperoleh bahwa jantan dewasa melakukan autogrooming sebanyak 1 kali dengan rentang waktu 1-5 menit. Betina dewasa melakukan autogrooming sebanyak 3 kali dengan rentang waktu 1-4 menit. Data tersebut terlihat bahwa jantan dewasa lebih sedikit melakukan autogrooming dibandingkan dengan dengan betina dewasa. Hal ini disebabkan karena banyaknya perilaku yang dilakukan betina dewasa seperti bergerak, makan, berpindah tempat, mengasuh anak dan koalisi lebih tinggi dibandingkan dengan jantan dewasa. Akibat dari banyaknya perilaku yang dilakukan betina dewasa

dibandingkan dengan jantan dewasa, maka banyaknya kotoran pada tubuhnya juga lebih banyak dibandingkan jantan dewasa. Matheson dan Berstein (Khrisna, 2006: 4) mengatakan Macaca arctoides betina frekuensi autogrooming sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan jantan. Perilaku autogrooming juga dilakukan di sela-sela istirahat. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Erie dkk. (2011: 193) bahwa sambil istirahat monyet ekor panjang menggerak-gerakan tubuhnya, mengutui dirinya sendiri dan sambil membersihkan badannya. Semua perilaku autogrooming dilakukan dengan posisi duduk. Posisi ini digunakan karena hampir seluruh anggota tubuh dapat terjangkau untuk di selisik. Berikut adalah gambar monyet ekor panjang melakukan autogrooming Gambar 21. Monyet Ekor Panjang Betina Dewasa Melakukan Autogrooming di Pohon Flamboyan (Delonix regia) (Dokumentasi: Fandy, 2016)

Gambar 22. Monyet Ekor Panjang Jantan Dewasa Melakukan Autogrooming (Dokumentasi: Fandy, 2016) b. Perilaku Allogrooming pada Monyet Ekor Panjang Dewasa Data yang di peroleh bahwa pelaku groomer BD berpasangan dengan groomee JD melakukan sebanyak 3 kali dengan rentang waktu 1-15 menit. Pada pelaku groomer JD berpasangan dengan groomee BD melakukan sebanyak 2 kali dengan rentang waktu 1-4 menit. Lalu pada pelaku groomer BD berpasangan dengan groomee BD melakukan sebanyak 5 kali dengan rentang waktu 1-5 menit. Tingkah laku menelisik individu lain dilakukan oleh satu individu terhadap individu lain dengan tahapan menyentuh, memeriksa dan membersihkan bagian tubuhnya (Entang dan Randall, 2016: 31). Data tersebut terlihat bahwa jantan dewasa lebih sedikit melakukan perilaku allogrooming dibandingkan dengan betina dewasa. Hal tersebut juga dikemukakan

oleh Entang dan Randall (2016: 31) bahwa tingkah laku grooming sangat jarang ditemukan pada jantan dewasa. Betina dewasa terlihat lebih banyak melakukan grooming dengan juvenil atau infant dibandingkan dengan betina dewasa atau jantan dewasa. Hubungan kekerabatan antaran induk dan anak menyebabkan frekuensi allogrooming di antara mereka lebih tinggi. Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan oleh Shumaker dan Beck (2003: 78), bahwa individu yang sering terlibat dalam tingkah laku menelisik adalah induk dan anak yang masih kecil atau antara juvenil dan dewasa. Santi dkk. (2013: 4) mengatakan Ikatan sosial yang kuat pada betina meningkatkan frekuensi grooming mereka. Hal tersebut terjadi karena umumnya betina tidak bermigrasi meninggalkan kelompok kecuali terdapat konflik besar dalam kelompok dan sumber makanan yang menipis (Cooper dan Bernstein, 2000: 76). Ikatan sosial yang kuat tersebut artinya terjadi pada betina karena sejak lahir hingga mati tinggal pada satu kelompok. Berbeda dengan jantan dimana menurut Van Hooff (1990: 100) monyet-monyet jantan yang telah dewasa sering meninggalkan kelompok untuk bergabung dengan kelompok lain atau untuk mencari betina dewasa lain yang akhirnya dapat membentuk kelompok baru. Perilaku allogrooming yang melibatkan jantan dewasa dengan betina dewasa diduga dilakukan sebagai bagian daripada perilaku pendekatan sebelum melakukan perkawinan dengan tujuan untuk saling membersihkan diri seperti yang juga pernah diungkapkan

oleh Charles dan Dominique (Santi, dkk., 2013: 2). Hal itu sesuai dengan yang dikatakan Santi, dkk (2013: 2) bahwa seringkali terlihat setelah grooming jantan dan betina melakukan perkawinan. Dari lampiran tabel data pengamatan terdapat perilaku allogrooming yang dilakukan dengan interval waktu yang lebih lama daripada yang lainnya yaitu 15 menit. Hal tersebut diduga karena perilaku allogrooming terjadi setelah adanya kopulasi. Menurut Erie, dkk. (2011: 193) bahwa lamanya grooming paling lama terjadi apabila jantan dewasa sehabis kopulasi dengan betina dewasa. Apabila berhasil kopulasi betina dewasa akan membersihkan badan jantan dewasa baru kemudian badannya sendiri dibersihkan. Namun peneliti tidak melihat perilaku autogrooming dari betina yang telah kopulasi tersebut dikarenakan betina tersebut langsung pindah dari tempat asal kopulasi sehingga peneliti tidak dapat mengamatinya. Terlebih jantan dewasa tersebut memiliki bentuk tubuh yang lebih besar dan lebih dominan dari jantan dewasa lainnya. Jantan dewasa tersebut diduga merupakan alfa dari kelompok tersebut. Jantan dominan menjadi pemimpin kelompok (Karimullah, 2011: 26). Menurut Azhari, dkk. (2012: 39-47) bahwa aktivitas grooming teramati beberapa kali dilakukan juga oleh jantan dominan beberapa saat sebelum maupun setelah melakukan kopulasi dengan betina. Perilaku allogrooming tersebut dimulai dengan posisi jantan dewasa yang memunggungi betina dewasa kemudian jantan dewasa tersebut merubah posisinya menjadi berhadapan dengan betina

dewasa tersebut dan perilaku tersebut dilakukan di ranting pohon. Jantan alfa memiliki dominansi yang signifikan dalam perilaku agresi, perilaku seksual, menggoyangkan pohon, pergerakan, menerima selisik, agonistik dan perlindungan terhadap kelompok dibandingkan pejantan lainnya (Adimas, 2014: 1). Berikut adalah perilaku allogrooming betina dewasa terhadap jantan dewasa Gambar 23. Perilaku Allogrooming Monyet Ekor Panjang Betina Dewasa terhadap Jantan Dewasa pada Pohon Flamboyan (Delonix regia) (Dokumentasi: Fandy, 2016)

Gambar 24. Contoh Allogrooming Monyet Ekor Panjang Betina Dewasa terhadap Jantan Dewasa (Sumber: alamy.com) b. Perilaku Autogrooming pada Juvenil Data yang diperoleh bahwa juvenil melakukan autogrooming sebanyak 2 kali dengan rentang waktu 1-15 menit. Data tersebut terlihat bahwa juvenil lebih sedikit melakukan autogrooming. Hal tersebut dikarenakan juvenil lebih sering menggunakannya untuk bermain. Ini sesuai dengan Mori (1975: 50) yang mengatakan bahwa Macaca fuscata dewasa lebih aktif melakukan perilaku grooming sedangkan juvenil lebih aktif bermain. Juvenil terlihat melakukan autogrooming ketika selesai bermain.

c. Perilaku Allogrooming pada Juvenil Data yang diperoleh bahwa pelaku groomer BD berpasangan dengan groomee J melakukan sebanyak 7 kali dengan rentang waktu 1-15 menit. Pelaku groomer J berpasangan dengan groomee BD melakukan sebanyak 1 kali dengan rentang waktu 2-3 menit. Data tersebut terlihat bahwa perilaku allogrooming pada monyet dewasa lebih tinggi dengan interval waktu yang lebih lama. Ini dikarenakan perilaku tersebut terjadi antara ikatan yang kuat sesama betina. Berdasarkan lampiran tabel data pengamatan terlihat bahwa individu yang melibatkan perilaku antara monyet dewasa dalam hal ini betina dewasa dengan juvenil, maka frekuensi betina dewasa sebagai groomer lebih banyak dibandingkan frekuensi betina dewasa sebagai groomee. Juvenil lebih banyak berperan sebagai groomee. Monyet dewasa lebih sering menjadi pelaku selisik sedangkan juvenil dan bayi lebih sering menjadi penerima selisik (Nakamichi dan Shizawa, 2003: 76). Sebagian besar kegiatan autogrooming maupun allogrooming juvenil dilakukan disela-sela waktu bermain. Santi, dkk (2013: 4) grooming yang melibatkan individu betina juvenil, jantan juvenil ataupun infat lebih sering terlihat dilakukan disela-sela waktu bermain. Pada beberapa perilaku allogrooming terlihat lebih dari dua individu, dimana dua individu menelisik satu individu. Tingkah laku menelisik umumnya dilakukan oleh dua ekor satwa, tetapi kadang ditemui tingkah laku

menelisik melibatkan tiga ekor satwa (Entang dan Randall, 2016: 31). Berikut adalah perilaku allogrooming monyet ekor panjang betina dewasa terhadap juvenil Gambar 25. Monyet ekor panjang betina dewasa melakukan allogrooming terhadap juvenil (Dokumentasi: fandy, 2016)

Gambar 26. Contoh Monyet Ekor Panjang Betina Dewasa melakukan Allogrooming terhadap Juvenil (Sumber: arkive.org) d. Perilaku Allogrooming pada Infant Data yang diperoleh bahwa pelaku groomer BD berpasangan dengan groomee I melakukan sebanyak 2 kali dengan rentang waktu 1-5 menit Sedangkan pada infant tidak ada perilaku autogrooming. Tingkah laku yang dihasilkan dari proses belajar adalah tingkah laku yang terbentuk dengan cara mempelajarinya dari induk, individu lain, maupun dari pengalaman yang terjadi seiring berkembangnya umur satwa tersebut (Entang dan Randall, 2016: 22). Tingkah laku grooming

merupakan tingkah laku yang dihasilkan dari proses belajar. Ini terjadi karena tingkah laku grooming perlu melihat individu yang lebih dewasa bagaimana cara menelisik dengan tahapan-tahapan serta fungsinya. Perilaku allogrooming terihat bahwa infant hanya berperan sebagai groomee saja. Hal ini sesuai dengan Nakamichi dan Shizawa (2003: 77) monyet dewasa lebih sering menjadi pelaku selisik sedangkan juvenil dan bayi lebih sering menjadi penerima selisik. Santi, dkk (2013: 4) mengatakan bahwa grooming yang melibatkan individu betina juvenil, jantan juvenil ataupun infat lebih sering terlihat dilakukan disela-sela waktu bermain. Beberapa infant yang sudah mulai melakukan perilaku bermain walaupun frekuensinya lebih sedikit dibandingkan juvenil, disela-sela waktu tersebut monyet dewasa dalam hal ini induk betina melakukan grooming terhadap infantnya. Berikut adalah perilaku monyet ekor panjang betina dewasa terhadap juvenil

Gambar 27. Monyet Ekor Panjang Betina Dewasa Melakukan Allogrooming terhadap Infant (Dokumentasi: Fandy, 2016) Pola Perilaku pada monyet ekor panjang terjadi pada allogrooming monyet dewasa saja karena pada juvenil tidak terdapat pengulangan perilaku serta pada infant tidak terdapat aktivitas. Pola perilaku autogrooming terjadi pada monyet ekor panjang dewasa dan juvenil. Pada monyet ekor panjang dewasa yaitu pada jantan dewasa terlihat 1 kali pada pukul 15.45. pada betina dewasa terlihat 1 kali pada pukul 16.00 dan 2 kali pada pukul 15.45. Pada juvenil terlihat hanya 1 kali yaitu pukul 08.45. Tidak terlihat pola perilaku pada infant karena grooming merupakan perilaku yang dihasilkan dari proses belajar. Pola perilaku allogrooming terlihat bahwa monyet ekor panjang terlihat pada waktu tertentu serta frekuensi yang berbeda-beda. Pada monyet ekor panjang dewasa terlihat

pada pukul 09.30; 10.00; 10.45; 11.30; 16.15 masing-masing sebanyak 1 kali, pada pukul 10.15 sebanyak 2 kali, pada pukul 16.00 sebanyak 3 kali. Pada monyet ekor panjang juvenil terlihat pada pukul 09.00; 09.15; 10.00; 10.45 masing masing sebanyak 1 kali, pada pukul 16.00 sebanyak 4 kali. Pada monyet ekor panjang infant pukul 11.15 dan 16.00 masing-masing sebanyak 1 kali. Terlihat pola bahwa tidak semua waktu terdapat aktivitas grooming, hanya pada waktu-waktu tertentu terdapat aktivitas grooming. Perilaku grooming terjadi di sela-sela istirahat pada dewasa dan juga disela-sela waktu bermain pada juvenil dan infant. 2. Perbandingan Waktu Grooming pada Pagi, Siang, Sore Hari Autogrooming dan allogrooming dicatat dalam tiga pembagian waktu yaitu pagi hari (pukul 06.00 11.00), siang hari (pukul 11.01 15.00) dan sore hari (pukul 15.01 17.00) semua waktu tersebut dalam waktu indonesia barat. Data yang diperoleh yaitu pada pagi hari perilaku autogrooming yaitu 17% dan allogrooming yaitu 45%. Pada siang hari perilaku autogrooming yaitu 17% dan allogrooming yaitu 10%. Pada sore hari perilaku autogrooming yaitu 67% dan allogrooming yaitu 45%. Tingkah laku grooming hampir dilakukan sehari penuh yaitu sejak pagi hari hingga sore hari, biasanya dilakukan sambil istirahat (Erie, dkk., 2011: 193). Banyak perilaku grooming yang terlihat di sela-sela istirahat dan waktu bermain. Perilaku autogrooming tertinggi yaitu pada sore hari sementara perilaku allogrooming tertinggi pada pagi dan sore hari. Berdasarkan data tersebut menurut Cooper dan Bernstein (2000: 78)

mengemukakan frekuensi selisik tertinggi Macaca assamensis terjadi pada pagi hari. Pada siang hari terlihat sedikitnya perilaku grooming. Ini karena pada siang hari cuaca sangat panas serta monyet ekor panjang yang masuk ke dalam hutan sehingga sulit dijangkau oleh peneliti. Menurut Khrisna (2006: 4) pada penelitiannya mengemukakan bahwa autogrooming paling banyak dilakukan pada sore hari sementara allogrooming paling banyak dilakukan pada pagi hari. Ini diduga karena pada sore hari dengan banyaknya kegiatan sehari penuh menyebabkan masing-masing individu sibuk dengan membersihkan dirinya sendiri dibanding untuk membantu individu lain untuk melakukan allogrooming sedangkan pada pagi hari terlihat lebih banyak melakukan allogrooming dikarenakan pada pagi hari terlihat banyak juvenil menjadi partnernya, ini sebagai bentuk kekerabatan dan kasih sayang antara induk dan anaknya. Kedua waktu tersebut digunakan sebagai sarana membersihkan diri dari kotoran yang menempel. 3. Perbandingan Perilaku Autogrooming dan Allogrooming Data tersebut terlihat yaitu terlihat perilaku autogrooming sebanyak 6 kali dengan waktu total 12 menit. Sedangkan perilaku allogrooming terlihat 36 kali dengan waktu total 119 menit. Data tersebut terlihat perbedaan antara autogrooming dengan allogrooming. Kegiatan allogrooming terlihat lebih banyak yaitu antara induk dengan anaknya. Hal ini sesuai dengan Shumaker dan Beck (2003: 78), individu yang sering terlibat dalam tingkah laku menelisik adalah induk dan anak yang masih kecil atau antara juvenil dan dewasa. Zamma (2002: 45)

mengemukakan Macaca fuscata mempunyai persentase autogrooming kecil dari seluruh perilaku. Hal tersebut sesuai dengan data yang diperoleh yaitu perilaku allogrooming lebih banyak dan lebih lama dibandingkan perilaku autogrooming. Perilaku grooming dilakukan secara tertentu dan tidak acak. Ini dimaksudkan bahwa perilaku grooming dilakukan pada bagian tertentu tubuhnya. Menurut Koichiro Zamma (2002: 48) bahwa Macaca fuscata melakukan grooming tidak secara acak, melainkan berdasarkan banyaknya kotoran dan parasit berada. Bagian luar tubuh merupakan yang paling banyak dibandingkan bagian dalam tubuh dikarenakan bagian tersebut sering terpapar oleh kegiatan perilaku. Banyaknya telor kutu yaitu pada lengan bagian luar serta bagian punggung atas lebih sering dikenai allogrooming. Bagian luar kaki lebih sering dikenai autogrooming. Peneliti tidak menemukan adanya agresi, baik agresi dari jantan dewasa maupun betina dewasa. Adanya agresi dapat mempengaruhi perilaku grooming. Grooming dapat menurunkan tingkat agresi. Grooming dapat ditukar dengan toleransi, dimana adanya agresi pada suatu partner (Henzi dan Barret, 1999: 89).