BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Dari penelitian yang dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan, diperoleh hasil pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 : Hasil pengukuran zona hambat bakteri Staphylococcus aureus Konsentrasi Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata 1 2 3 Kontrol negative 0 mm 0 mm 0 mm 0 mm 0 mm 5 % 4 mm 4 mm 4 mm 12 mm 4 mm 15 % 6 mm 6 mm 6 mm 18 mm 6 mm 25 % 7 mm 7 mm 7 mm 21 mm 7 mm 35 % 9 mm 9 mm 9 mm 27 mm 9 mm 45 % 14 mm 14 mm 14 mm 42 mm 14 mm 1.2 Pembahasan Dari hasil pengujian maupun tahap-tahap yang dilakukan dalam pengujian daya hambat sari lempuyang wangi terhadap bakteri Staphylococcus aureus antara lain sebagai berikut. Tahap yang dilakukan dalam pengujian daya hambat adalah melakukan sterilisasi alat dan bahan yang digunakan serta sterilisasi ruangan terlebih dahulu.
Tahap selanjutnya yang dilakukan yaitu menyiapkan media untuk pembiakan (regenerasi) suspensi bakteri. Suspensi dibuat dengan cara menumbuhkan bakteri pada substrat. Substrat adalah media petumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, bentuk cair yang didalamnya mengandung nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus. Substrat yang digunakan adalah sediaan jadi dalam bentuk bubuk Nutrient Broth (NB) yang mengandung nutrien yang pada umumnya dibutuhkan bakteri. Pada penyiapan media untuk pembiakan bakteri ini pertama yang dilakukan adalah menimbang bubuk Nutrient Broth (NB) sebanyak 0,325 gram dengan menggunakan timbangan analitik. Setelah itu, bubuk NB dimasukkan kedalam gelas kimia dan dicampurkan dengan aquadest sebanyak 25 ml. kemudian dipanaskan sampai mendidih lalu disterilisasi dalam autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 0 c. Media NB yang telah dibuat dapat digunakan untuk penyiapan starter. Starter yang dimaksud adalah bibit Staphylococcus aureus yang ditumbuhkan dalam substrat (media) pertumbuhan kultur bakteri tersebut sehingga populasi bakteri Staphylococcus aureus mencapai kerapatan optimal 1,5 x 10 8 /ml, dan untuk mencapai jumlah tersebut diperlukan waktu inkubasi selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pembuatan medium padat (solid) sebab metode pegujian yang akan digunakan adalah metode difusi agar. Medium padat yang digunakan adalah produk jadi dari Nutrient Agar (NA) dengan komposisi ekstrak daging, pepton, dan agar. Dalam, pengujian daya hambat ini tanaman tradisional yang digunakan sebagai antibakteri yaitu lempuyang wangi. Lempuyang wangi diolah untuk
diambil sarinya. Dari 125 gram lempuyang wangi yang ditimbang, diperoleh sari lempuyang wangi sebanyak 30 ml. Sari yang telah diperoleh diukur sampai volume 12,5 ml dan dibuat dalam 5 yaitu (5%, 15%, 25%, 35%, dan 45%) Sari lempuyang wangi yang telah dibagi menjadi lima konsentrasi diencerkan dengan menggunakan alkohol sampai 1 ml. Alkohol yang digunakan adalah alkohol 70%. Penggunaan alkohol sebagai pelarut untuk mengencerkan sari lempuyang wangi sangat tepat karena setelah dilakukan pengujian, sari lempuyang wangi dapat larut dalam alkohol. Keutungan lain dari penggunaan alkohol karena alkohol merupakan pelarut organik yang mudah menguap, sehingga saat kertas cakram yang digunakan untuk menguji daya hambat direndam dengan sari yang telah diencerkan dengan alkohol dan cakram didiamkan selama ± 20 menit, maka pelarut alkohol akan menguap, sehingga dapat dengan jelas diperoleh bahwa yang menghambat pertumbuhan bakteri adalah benar-benar sari lempuyang wangi. Tahap selanjutnya yang dilakukan yaitu menyiapkan media pertumbuhan bakteri. Penyiapan media pertumbuhan bakteri menggunakan metode tuang (pour plate) dimana kultur dicampurkan ketika media masih cair (belum memadat). Kelebihan teknik ini adalah mikroorganisme yang tumbuh dapat tersebar merata pada bagian media agar. Cara penyiapan media pertumbuhan bakteri yaitu diambil 1 ml suspensi bakteri dengan menggunakan dispo, dan dimasukkan kedalam cawan petri, kemudian diambil 15 ml nutrien agar (NA) steril dan dituangkan kedalam cawan petri yang telah terisi suspensi bakteri. Selama penuangan medium, tutup cawan tidak boleh dibuka terlalu lebar untuk menghindari
kontaminasi dari luar. Setelah penuangan medium, cawan petri segera digerakkan di atas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba secara merata. Selanjutnya setelah agar memadat maka tahap selanjutnya yaitu melakukan uji daya hambat sari lempuyang wangi terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Adapun cara pengujian daya hambat ini dilakukan dengan cara uji difusi cakram ( disk difussion test). Kertas cakram dengan ukuran diameter masingmasing 6 mm direndam dalam sari lempuyang wangi yang telah dibuat dalam 5 konsentrasi yaitu (5 %, 15%, 25%, 35%, dan 45%). Kertas cakram lalu didiamkan selama ± 20 menit, hal ini dilakukan untuk menguapkan pelarut alkohol yang digunakan untuk mengencerkan sari lempuyang wangi sehingga diharapkan dalam pengujian daya hambat ini yang bersifat sebagai antibakteri adalah sari lempuyang wangi. Selanjutnya kertas cakram diletakkan diatas media bakteri dengan pinset. Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu pertumbuhan optimum Staphylococcus aureus yang berkisar antara 35-37 0 C selama 24 jam. Untuk pengujian daya hambat ini dilakukan sebanyak 3 kali pengulangan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan perbandingan ukuran daya hambat antara 3 replikasi cawan yang telah dibuat. Dari hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan bahwa semua konsentrasi menunjukkan sari lempuyang wangi memiliki daya penghambatan terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Daya penghambatan ini ditunjukkan dengan adanya zona hambat disekitar cakram. Hasil pengukuran zona hambat sari lempuyang wangi disajikan pada Tabel 2.
Pada pengujian daya hambat ini juga dilakukan kontrol pengujian yaitu dengan menggunakan kontrol negativ pelarut alkohol. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada atau tidak zona hambat terhadap alkohol. Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa zona hambat yang terbentuk akan meningkat dengan bertambahnya konsentrasi sari lempuyang wangi yang diberikan. Hasil pengukuran zona hambat pada Tabel 2 menunjukkan bahwa sari lempuyang wangi pada perlakuan pertama, kedua dan ketiga pada konsentrasi 5% 15%, 25%, dan 35% tidak memiliki respon penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus karena hanya memiliki ukuran zona hambat masing-masing 4 mm, 6 mm, 7 mm dan 9 mm sehingga sari lempuyang wangi pada kosentrasi tersebut tidak dapat digunakan sebagai antibakteri baik yang besifat bakteriostatik ataupun bakterisid, sedangkan pada konsentrasi 45% menunjukkan respon yang lemah terhadap penghambatan bakteri Staphylococcus aureus dengan ukuran zona bening 14 mm dapat digolongkan bakteriostatik yang bersifat lemah dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan untuk kontrol negatif (pelarut alkohol) yang digunakan tidak terdapat hambatan baik pada perlakuan pertama, kedua, mapun ketiga. Dari hasil yang didapat menunjukkan bahwa sari lempuyang wangi memiliki respon penghambatan yang lemah terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.