BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan,

BAB I PENDAHULUAN. dan binatang), yang berada di atas dan bawah wilayah tersebut. Lahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Model

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah rawan bencana.

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai merupakan suatu sistem alam yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Defenisi lahan kritis atau tanah kritis, adalah : fungsi hidrologis, sosial ekonomi, produksi pertanian ataupun bagi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 9 Tubuh Air Jumlah Sumber : Risdiyanto dkk. (2009, hlm.1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan yang berkelanjutan seperti yang dikehendaki oleh pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kebutuhan manusia akibat dari pertambahan jumlah penduduk maka

BAB I PENDAHULUAN. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Karakteristik Hidrologi Di SUB DAS CIRASEA

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan erosi geologi atau geological erosion. Erosi jenis ini tidak berbahaya

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TINJAUAN UMUM SUB-DAS CITARIK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam siklus hidrologi, jatuhnya air hujan ke permukaan bumi merupakan

KAJIAN LAHAN KRITIS SUB DAERAH ALIRAN CI KERUH DI KAWASAN CEKUNGAN BANDUNG

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. kehilangan tanah mendekati laju yang terjadi pada kondisi alami.

2015 ZONASI TINGKAT BAHAYA EROSI DI KECAMATAN PANUMBANGAN, KABUPATEN CIAMIS

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan subsektor peternakan sehingga menjadi sumber pertumbuhan baru

I. PENDAHULUAN. mengalami peremajaan secara berkesinambungan (Alibasyah, 1996).

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

PENDAHULUAN. Berdasarkan data Bappenas 2007, kota Jakarta dilanda banjir sejak tahun

BAB I PENDAHULUAN. hidrologi di suatu Daerah Aliran sungai. Menurut peraturan pemerintah No. 37

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

I. PENDAHULUAN. kerusakan akibat erosi dalam ekosistem DAS (Widianto dkk., 2004). Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Solehudin, 2015 Kajian Tingkat Bahaya Erosi Permukaandi Sub Daerah Aliran Sungai Cirompang

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN ANALISIS PENENTUAN LOKASI KAWASAN INDUSTRI TEMBAKAU

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. erosi, tanah atau bagian-bagian tanah pada suatu tempat terkikis dan terangkut

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

sumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. Respon Petani Terhadap Lahan Pertanian Kritis di Wilayah Hulu Sud Das Cisangkuy Kabupaten Bandung

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan. besar sementara wilayah kawasan lindung dan konservasi menjadi berkurang.

PENGGUNAAN BAHAN ORGANIK SEBAGAI PENGENDALI EROSI DI SUB DAS CIBOJONG KABUPATEN SERANG, BANTEN. Oleh: FANNY IRFANI WULANDARI F

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Program Studi Agro teknologi, Fakultas Pertanian UMK Kampus UMK Gondang manis, Bae, Kudus 3,4

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMETAAN TINGKAT BAHAYA EROSI DENGAN METODE USLE (UNIVERSAL SOIL LOSS EQUATION) BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI PULAU SAMOSIR

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

Lampiran 1. Curah Hujan DAS Citarum Hulu Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikeruh adalah merupakan Daerah Aliran

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

STUDI IDENTIFIKASI PENGELOLAAN LAHAN BERDASAR TINGKAT BAHAYA EROSI (TBE) (Studi Kasus Di Sub Das Sani, Das Juwana, Jawa Tengah)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Aliran Sungai adalah suatu daerah atau wilayah dengan

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

MODEL PENANGGULANGAN BANJIR. Oleh: Dede Sugandi*)

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

PENDUGAAN EROSI DENGAN METODE USLE (Universal Soil Loss Equation) DI SITU BOJONGSARI, DEPOK

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam meliputi sumber daya lahan, hutan, air, dan mineral. Sumber daya alam ini mempunyai peranan penting dalam kelangsungan hidup manusia sehingga kelestariannya perlu dijaga. Sumber daya lahan merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pengertian lahan menurut Sitorus (1986) adalah: Lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman dan hewan serta aktivitas manusia masa lalu dan masa sekarang sampai tingkat tertentu yang mempunyai pengaruh berarti terhadap penggunaan lahan oleh manusia pada masa sekarang dan masa yang akan datang Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi, kebutuhan akan lahan semakin meningkat pula sehingga menyebabkan tekanan yang besar terhadap lahan dan keseimbangan lingkungan hidup. Adanya perubahan pengelolaan penggunaan lahan di atas tidak lepas dari risiko terjadinya kerusakan lahan yang akan menyebabkan potensi kesuburan tanah berkurang dan akan berpengaruh terhadap sektor pertanian. Dimana kerusakan lahan tersebut merupakan akibat dari pencemaran lingkungan, banjir dan erosi. Seperti yang diungkapkan oleh Asdak (1995): Kerusakan sumber daya lahan yang terjadi telah menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan hidup daerah aliran sungai (DAS), seperti tercermin pada sering terjadinya erosi, banjir, kekeringan, pendangkalan sungai dan waduk serta saluran irigasi.

2 Menurut Arsyad (1989) Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain. Erosi yang terjadi di Indonesia kebanyakan adalah erosi yang disebabkan oleh air. Karena sebagaimana diketahui jumlah curah hujan rata-rata di Indonesia melebihi 1.500 mm/tahun (Sarief: 1985). Adapun erosi oleh angin bisa dikatakan tidak berarti. Proses erosi selain disebabkan oleh keadaan fisik juga dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi penduduk dan sistem pertanian (Morgan: 1995). Erosi yang tinggi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut tersebut akan diendapkan ditempat lain (di sungai, waduk, danau, saluran irigasi). Kondisi erosi yang tinggi dan banjir pada musim penghujan tidak hanya menimbulkan dampak negatif terhadap aspek bio-fisik sumber daya alam dan lingkungan tetapi juga berdampak pada aspek sosial ekonomi penduduk. Seperti halnya kondisi Jawa Barat diungkapkan oleh Nurhamida (2009) sebagai berikut. Provinsi Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki curah hujan dan erosi yang cukup tinggi sedikitnya 32.931.061 ton tanah atau setara dengan satu juta truk tronton tanah di Jawa Barat, setiap tahunnya mengalami erosi dan terbuang ke laut secara percuma, hal tersebut berakibat terjadinya lahan kritis selain itu lahan kritis juga disebabkan tindakan orang-orang yang kurang memperhatikan konservasi lingkungan seperti penebangan hutan sehingga menyebabkan erosi yang tinggi. Menurut data Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2009, Penggunaan lahan di Kabupaten Bandung sebagian besar dimanfaatkan untuk sektor pertanian. Dari total luas 176.238,66 Ha kegiatan pertanian menggunakan lahan sebesar

3 54,95%, disusul kawasan lindung 33,98%, perumahan 8,11%, dan industri 0,69%. Kondisi di atas menyebabkan luas lahan kritis di Kabupaten Bandung dimana lokasi Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu cukup luas seperti tercantum dalam data Kabupaten Bandung Dalam Angka (2007) sebagai berikut: Luas lahan kritis di Kabupaten Bandung tahun 2007 adalah 15.907,37 Ha, terdiri dari kelas kritis seluas 7.275 Ha, kelas semi kritis seluas 3.285 Ha dan kelas potensial kritis seluas 5.355 Ha, yang tersebar sebagian besar di kecamatan yang mempunyai morfologi wilayah perbukitan yaitu Kecamatan Pangalengan, Cimenyan, Cilengkrang, Nagreg, Cileunyi, Cicalengka, Cikancung, Paseh, Ibun, Arjasari, Beleendah, Ciparay, Pameungpeuk, Cimaung, Soreang, Pasirjambu, Margahayu, Margaasih dan Kertasari. Daerah Aliran Ci Tarum merupakan DAS yang penting di Indonesia dan merupakan sungai terpanjang dan terbesar di Jawa Barat. Juga merupakan daerah tangkapan hujan (catchment area) dimana sebagian aliran airnya bermuara ke waduk Jati Luhur, Cirata dan Waduk Saguling. Daerah Aliran Ci Tarum seluas lebih kurang 718.269 Ha, DA Ci Tarum terbagi 3: DA Ci Tarum Bagian Hulu, Tengah dan Hilir. Secara administratif, 56.24% Daerah Aliran Ci Tarum Hulu berada di wilayah adminitratif Kabupaten Bandung, 29.2 % termasuk wilayah Kabupaten Bandung Barat, 6.53 % masuk Kota Bandung, Kota Cimahi 1,76 %, Kabupaten Sumedang 5.50 % dan sebagian kecil berada di Garut 0.71% (Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung: 2008). Adapun curah hujan rata-rata 2.300 mm/tahun dan merupakan sumber air irigasi pertanian 300.000 Ha. Daerah Aliran Ci Tarum juga merupakan sumber air minum masyarakat Kabupaten Bandung, Cimahi, Cianjur, Purwakarta, Bekasi, Karawang dan DKI Jakarta dengan debit rata-rata 5,7 milyar m 3 /tahun. Penduduk

4 dalam DAS : 8,5 juta tahun pada tahun 1999 (http//:www. pemkabbandung.go.id: 2009). Kondisi terkini Daerah Aliran Ci Tarum menunjukan keadaan yang memprihatinkan, ditandai adanya peningkatan bencana banjir, erosi, ancaman kekeringan pada musim kemarau, penurunan kualitas air dan ancaman pendangkalan waduk-waduk di Daerah Aliran Ci Tarum akibat sedimentasi. Menurut buku laporan dari Balai Pengelolaan DAS Citarum Ciliwung (2008), luasan wilayah Daerah Aliran Ci Tarum bagian hulu mempunyai kelas indeks erosi sangat buruk yaitu 491 ton/ha/tahun dengan jumlah erosi total 112 juta ton/ tahun. Lebih lanjut lagi data tersebut menjelaskan bahwa Sub DAS yang mempunyai kondisi erosi sangat buruk adalah Cirasea, Ciwidey, dan Cisangkuy. Wilayah Sub Daerah Aliran Ci Tarum hulu memiliki luas wilayah sekitar 15.598 Ha dengan jumlah penduduk pada tahun 2008 mencapai 213.673 jiwa dengan penduduk laki-laki 109.141 jiwa dan penduduk perempuan 104.532 jiwa (BPS Kabupaten Bandung: 2009). Adapun penggunaan lahan meliputi 16.97 % hutan, 17.11% areal perkebunan, 37.40% areal pertanian, 23.12% semak/ belukar, 5.27 % pemukiman dari jumlah luas DAS (Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan: 2006). Berdasarkan kondisi yang ada maka seharusnya masyarakat dan pemerintah setempat melakukan tindakan preventif dalam meminimalisir percepatan erosi dan degradasi lahan. Supaya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan sekitar juga dapat merugikan masyarakat setempat. Salah satu upaya adalah dengan tindakan konservasi lahan ataupun rehabilitasi lahan.

5 Dalam upaya meminimalisir terjadinya kerusakan lahan ataupun degradasi lahan, diperlukan inventarisasi dan pemetaan persebaran tingkat bahaya erosi. Akan tetapi data dan informasi keruangan yang berupa keterangan yang dimuat dalam bentuk titik, garis atau bidang pada umunya di tentukan oleh letak secara koordinat, dan dalam beberapa jenis peta ditambah dengan ikatan ketinggian masih terbatas. Keterbatasan peta baik dalam pembuatan, penyimpanan maupun pemanfaatan serta pembaharuan peta, menyebabkan manusia mencari upaya agar data yang diperlukan dapat dengan mudah untuk diakses kembali. Adanya perkembangan komputer dalam bidang digital memungkinkan dilakukannya pananganan data dalam jumlah besar mengenai tampilan dan manajemennya sehingga dapat digunakan sebagai perencanaan dan pengambilan keputusan. Adapun cara memprediksi tingkat bahaya erosi bisa menggunakan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischemeir dan Smith (1978) yaitu metode yang umum digunakan untuk memprediksi besarnya laju erosi. Selain sederhana, metode ini juga sangat baik diterapkan di daerahdaerah yang faktor utama penyebab erosinya adalah hujan dan aliran permukaan (As-syakur: 2008). Terkait dengan bahaya erosi, Kusratmoko,E dkk (2002) dalam penelitiannya memanfatkan aplikasi SIG untuk menentukan bahaya erosi dengan metode analisis overlay dengan cara memberikan bobot pada masing-masing parameter erosi. Metode tersebut cocok digunakan untuk menganalisis tingkat bahaya erosi di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu.

6 Menurut ESRI (1990) SIG adalah kumpulan yang teroganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi. Pemanfaatan SIG sebagai alat pemodelan spasial dalam memprediksi erosi bisa membantu keakuratan data yang dihasilkan khususnya pada lahan-lahan yang mempunyai keadaan topografi yang kompleks khususnya di Sub Daerah Aliran Ci Taru Hulu. Adapun cara manganalisis dalam model spasial ini adalah dengan memanfaatkan SIG dengan cara menumpangsusunkan antara variabel erosi menurut USLE kemudian memberikan bobot dan harkat terlebih dahulu pada masing-masing parameter tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas, dalam upaya untuk memetakan arahan konservasi lahan dan wilayah prioritas penanganan bahaya erosi secara konprehensif dan terpadu, perlu diketahui persebaran tingkat bahaya erosi dengan memaanfaatkan Sistem Informasi Geografis. Berdasarkan hal tersebut, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul: Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis Dalam Menganalisis Tingkat Bahaya Erosi Di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu.

7 B. Rumusaan Masalah Dalam penelitian ini yang menjadi masalah adalah lahan-lahan yang ada di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu berdasarkan interpretasi peta dan hasil observasi terestris kondisinya sangat memprihatinkan. Dimana alih fungsi lahan menjadi lahan pertanian oleh aktivitas manusia terus meningkat dan merambah kelahan non-pertanian. Ditambah lagi dengan pengelolaan tanaman dan pengolahan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi lahan sehingga distribusi erosi semakin cepat. Kondisi tersebut diperlukan penanganan secara cepat dan akurat untuk mengambil kebijakan penanganan bahaya erosi. Namun ketersesiaan data-data digital mengenai distribusi spasial tingkat bahaya erosi serta upaya penanganannya di instansi terkait sangat terbatas sehingga perlu sekali. Oleh karena itu untuk melakukan penelitian ini, penulis membatasi permasalahan dengan rumusan masalah sebagai berikut.: 1. Bagaimanakah karakteristik dan sebaran parameter bahaya erosi di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu dengan Sistem Informasi Geografis? 2. Berapakah besar erosi (A) dan sebarannya pada lahan di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu dengan Sistem Informasi Geografis? 3. Bagaimanakah model spasial dan persebaran tingkat bahaya erosi di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu dengan Sistem Informasi Geografis? 4. Bagaimanakah arahan konservasi lahan dan wilayah prioritas penanganan bahaya erosi serta sebaranya di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu dengan Sistem Informasi Geografis?

8 C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian adalah : 1. Mendeskripsikan dan membuat peta persebaran parameter bahaya erosi di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu menggunakan Sistem Informasi Geografis. 2. Menghitung besar erosi (A) dan sebarannya pada lahan di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu menggunakan Sistem Informasi Geografis. 3. Menentukan dan membuat model spasial tingkat bahaya erosi di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu menggunakan Sistem Informasi Geografis? 4. Menentukan dan membuat peta arahan konservasi lahan dan prioritas penaganan bahaya erosi di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu menggunakan Sistem Informasi Geografis D. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diraih dari pelaksanaan penelitian ini secara teoritis maupun secara praktis adalah : 1. Manfaat Teoritis a) Diperoleh data peta digital karakteristik lahan di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu hasil analisis Sistem Informasi Geografis. b) Diperoleh data besar erosi (A) dan persebarannya pada lahan di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu hasil analisis Sistem Informasi Geografis. c) Diperoleh data spasial persebaran tingkat bahaya erosi dengan hasil analisis Sistem Informasi Geografis secara cepat dan akurat. d) Diperoleh data peta arahan konservasi lahan dan wilayah priotitas penanganan bahaya ersosi di Sub Daerah ALiran Ci Tarum Hulu.

9 2. Manfaat Praktis a) Bagi peneliti dapat menambah wawasan dan pemahaman penerapan konsep dan teori geografi serta alat bantu dalam menganalisa tingkat bahaya erosi pada suatu lahan di lapangan. b) Sebagai bahan pertimbangan bagi pemerintah daerah setempat dan instansiinstansi yang terkait dengan sumber daya lahan beserta sumber daya manusianya dalam mengupayakan konservasi lahan dan penganganan bahaya erosi di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu. c) Sebagai bahan masukan bagi masyarakat di Sub Daerah Aliran Ci Tarum Hulu terutama bagi penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani. d) Sebagai referensi dan bahan pengajaran dalam kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran Geografi di Sekolah Menegah Atas (SMA) kelas XII sub pokok bahasan Sistem Informasi Geografis untuk kajian geografi. E. Definisi Operasional Untuk menghindari kesalahpahaman maka penulis memberikan definisi operasional penelitian sebagai berikut 1. Sistem Informasi Geografis SIG adalah kumpulan yang teroganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi (ESRI: 1990). 2. Erosi Erosi dapat juga disebut pengikisan atau longsoran sesungguhnya

10 merupakan proses penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin, baik yang berlansung secara alamiah ataupun sebagai akibat tindakan/ perbuatan manusia (Kartasapoetra: 2005). 3. Tingkat Bahaya Erosi Tingkat bahaya erosi maksudnya adalah besarnya laju erosi pada suatu wilayah yang diakibatkan oleh faktor iklim, topografi, sifat-sifat tanah, tumbuhtumbuhan (vegetasi), dan perlakuan manusia terhadap tanah. Kriteria besarnya TBE dimulai dari erosi yang sangat ringan [(erosi < 15 ton/ha/thn), ringan (erosi 15-60 ton/ha/thn), sedang (erosi 60-180 ton/ha/thn), berat (erosi 180-480 ton/ Ha/thn) sampai sangat berat (erosi >480 ton/ha/thn)] (Direktorat Jendral Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan: 1978). 4. Model dalam Sistem Informasi Geografis Pengertian model dalam sistem informasi geografis (SIG) menurut Prahasta (2006: 6): model yaitu kumpulan perangkat konseptual yang digunakan untuk mendeskrikpsikan dan menggambarkan data, hubungan antar data, semantik/ makna data, dan batasan data. Suatu obyek memiliki properties: tipe, atribut, relasi, geometri dan kualitas Suatu model diidentifikasikan dalam internal ID Internal ID adalah pengkodean obyek yang sifatnya unik dan spesifik Obyek fisik: jalan, pemukiman, saluran air, sungai dll Obyek terklasifikasi: vegetasi, zone iklim, kelompok usia dll Peristiwa/event: kecelakaan, kebocoran, tumpahan minyak, kekeringan dan longsor, dll Obyek buatan: kontur ketinggian, densitas populasi dll Atribut obyek merupakan representasi dari atribut data Atribut obyek dirancang dalam bentuk tabular (tabel) yang terdiri dari kolom (field) dan baris (record) Suatu objek data yang diwakili oleh model data merupakan satu record yang unik dengan kode pengenal ID dan terdiri dari beragam informasi yang terkumpul dalam kolom data.